D. 1. Ganti Rugi Jepang
Ganti rugi atas kasus Jugun Ianfu Jepang merupakan permasalahan yang telah berlarut-larut dan tidak terselesaikan sampai dengan saat ini. Dua
perbedaan sudut pandang antar pemerintah Jepang dan korban Jugun Ianfu mengenai proses penyelesaian ganti rugi menyebabkan persoalan ini tak
terselesaikan. Pemerintah Jepang berpendapat bahwa para Jugun Ianfu yang saat ini
masih menuntut ganti rugi atas apa yang mereka alami adalah hal yang tidak mendasar karena semua hal yang berkaitan dengan ganti rugi perang telah
mereka selesaikan pada saat menandatangani perjanjian damai dengan negara- negara dimana Jugun Ianfu tersebut berada, dan ini berarti kewajiban mereka
telah terpenuhi. Sangat berbeda dengan sudut pandang pemerintah Jepang, para “Jugun
Ianfu” dan lembaga non pemerintah pemerhati perempuan beranggapan bahwa ganti rugi yang diberikan kepada negara-negara “Jugun Ianfu” tersebut
banyak kekurangan karena : 1.
Tidak diberikan secara pribadi sebagai bentuk permintaan maaf kepada setiap korban, mengingat penderitaan luar biasa yang harus mereka
tanggung seumur hidup mereka. 2.
Ganti rugi tidak sebatas materil tapi juga sebuah permintaan maaf dari pemerintah Jepang secara resmi atas kejahatan mereka terhadap kaum
perempuan selama perang Asia Pasifik berlangsung. 74
Universitas Sumatera Utara
3. Melakukan pengadilan terhadap para pelaku pemerkosaan termasuk orang
utama yang bertanggung jawab dibelakang peristiwa perbudakan seksual selama perang Asia Pasifik yaitu mantan kaisar Hirohito.
Dua perbedaan sudut pandang ini tidak dapat dipertemukan sampai dengan saat ini.
Sebuah Badan Swasta yang bertujuan memberikan kompensasi terhadap para korban perbudakan seksual tentara Jepang telah didirikan pada
tahun 1996. Mereka mengumpulkan dana sebesar satu miliar yen 9,5 juta dolar dari berbagai sumber dan pihak-pihak yang bersedia membantu untuk
kemudian dibagikan kepada para korban. Namun, berdirinya badan swasta ini sama sekali tidak mengurangi keinginan para pihak untuk tetap menuntut
pertanggungjawaban langsung pemerintah Jepang. Yang dibutuhkan bukan bantuan swasta tapi pernyataan langsung pemerintah Jepang bahwa mereka
bertanggungjawab dan akan memberikan ganti rugi
67
Janji bahwa pemerintah Jepang akan memberikan permintaan maaf secara tertulis atas tanggung jawab pemerintah Jepang terhadap perbudakan
seksual yang dilakukan oleh tentara Jepang pada perang Dunia II pernah diberikan oleh Perdana Menteri Hashimoto, namun kemudian sikap tersebut
dibantah oleh anggota-anggota parlemen Jepang yang lain yang membantah keterlibatasn pemerintah Jepang terhadap praktek prostitusi tersebut
.
68
Kompensasi secara individual saat ini belum dilakukan bagi korban perkosaan yang digunakan sebagai budak seksual oleh tentara perang Jepang
.
67
“Hashimoto Minta Maaf pada Perempuan Penghibur”, Bandung Pos, Senin 1 Mei 1996.
68
Korban Perbudakan Seks Kembali Lancarkan Unjukrasa; ganti Rugi “Perempuan Penghibur” Tentara Jepang Juta Rupiah”, Pikiran Rakyat, 6 Juni 1996, hal : 19.
Universitas Sumatera Utara
selama perang dunia kedua. Meskipun telah berselang 50 tahun kemudian, mereka belum juga menerima kompensasi.
Pada tanggal 27 April 1998, pengadilan distrik Tokyo telah memerintahkan pembayaran kompensasi kepada tiga orang perempuan Korea,
mantan Jugun Ianfu, namin kemudian dibatalkan ketika pihak pemerintah Tokyo melakukan banding
69
Ken’Ichi Takagi, seorang pengacara Jepang yang mewakili perempuan-perempuan “Jugun Ianfu” dari Korea dan Filipina dan beberapa
korban lainnya yang menuntut kompensasi dari Jepang di pengadilan Jepang mengatakan bahwa setiap korban dari tentara Jepang harus menerima ganti
rugi secara individual secara langsung dari Jepang dengan sejumlah uang yang sepantasnya diterimasebanding dan dapat menggambarkan penderitaan yang
dialami oleh korban dan kesengsaraan yang mereka alami ketika para tentara Jepang tersebut melanggar hak-hak mereka. Bagaimana kompensasi tersebut
dibayar harus dapat diterima oleh para korban dan wakil-wakil mereka .
70
Alasan kenapa Jepang menolak bertanggung jawab atas ganti rugi yang dituntut oleh para wanita mantan “Jugun Ianfu” tersebut adalah karena Jepang
merasa bahwa Perjanjian-perjanjian Perdamaian yang dibuat tahun 1950, termasuk didalamnya Perjanjian san Fransisco yang dibuat antara Jepang dan
Sekutu, Perjanjian Bilateral antara Jepang dan Indonesia, Korea Selatan dan Belanda telah menghapuskan semua kewajibannya untuk melakukan ganti
.
69
Lindsey Hilsum, ibid
70
Karen Parker, J.D. United Nations Commission On Human Rights, Fifty-first session Agenda item 11, “War Rape” International Educational Develompment welcomes the excellent
first report ECN.4199542 of the rapporteur on violence against women, http:www.webcom.comhrinparkerc95-11.html
diakses tanggal 6 April 2010.
76
Universitas Sumatera Utara
rugi. Dengan alasan tersebut maka tidak ada tuntutan apapun termasuk pula didalamnya tuntutan-tuntutan pribadi perseorangan yang boleh diajukan, hal
ini menurut Jepang sesuai dengan hukum internasional yang berlaku
71
. Alasan ini sesungguhnya sangat tidak berasalan, sebagai contoh dalam perjanjian
ganti rugi Jepang terhadap Indonesia, ganti ruhi hanya sebatas pada ganti rugi untuk pembangunan fisik negara. Masalah ganti rugi Jepang terhadap para
korban perbudakan seksual Jepang selama Perang Asia Pasifik sama sekali tidak disebut-sebutkan dalam perjanjian tersebut lihat lampiran
72
D. 2. Ganti Rugi Bosnia