Tugas Jurnalistik Wartawan Wartawan 1. Pengertian Wartawan
wartawan baik dalam statusnya sebagai reporter ataupun redaktur pasti selalu dibatasi oleh waktu. Dalam istilah jurnalistik disebut dengan deadline. Untuk
wartawan batas waktu ini berkaitan dengan penyerahan berita ke redaktur. Reporter, koordinator liputan, redaktur, bahkan pemimpin redaksi senantiasa
dikejar-kejar waktu. Wartawan yang sedang manulis berita biasanya diingatkan oleh redakturnya agar segera diselesaikan, bahkan tidak jarang sampai didesak-
desak, dibentak dan dimarahi supaya cepat menyelesaikan beritanya tersebut. Pelanggaran terhadap deadline berakibat menghambat proses kerja redaksi dan
bisa merusak produk. Penentuan deadline ini juga berpengaruh pada proses percetakan sampai proses pendistribusian surat kabar. Kelalaian dalam proses
ini bisa berakibat fatal. Untuk itu, para wartawan harus bisa mengatur waktu agar tidak melanggar deadline. Zaenuddin 2007 juga menyebutkan bahwa
para reporter seringkali merasa tertekan manakala waktu deadline hampir tiba, sementara berita belum selesai dibuat atau diliput. Inilah situasi yang disebut
bekerja di bawah tekanan. Situasi ini berlangsung nyaris setiap hari. Dalam kesehariannya, wartawan harus siap bekerja setiap saat.
Kapan saja wartawan harus siaga meliput berbagai peristiwa untuk ditulis atau disiarkan sebagai berita. Misalnya ada di tengah malam terjadi pengeboman
atau di pagi hari terjadi peristiwa kebakaran, wartawan harus siap meliputnya. Kecuali sedang mengambil cuti atau berhalangan karena sakit, wartawan harus
siap ditugaskan kapan saja untuk meliput suatu berita Zaenuddin, 2007. Berdasarkan hasil wawancara terhadap Marga Raharja 2007,
seorang wartawan harian Kontan, mencari berita bukanlah hal yang selalu PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
mudah dilakukan oleh seorang wartawan. Ada beberapa hal yang dapat memepengaruhi tugas jurnalistik dari wartawan. Salah satunya adalah faktor
kooperatif dari narasumber. Apalagi jika berita yang hendak diliput berkaitan dengan isu-isu tidak sedap yang sedang marak dibicarakan oleh masyarakat.
Para narasumber yang terkait biasanya akan berusaha menghindar, mengelak ataupun memberikan jawaban yang berbelit-belit.
Tugas sebagai wartawan penuh dengan bahaya. Berbagai bentuk kekerasan baik secara fisik maupun non fisik terhadap wartawan juga kerap
terjadi. Masduki 2005 mengungkapkan bahwa salah satu cara pengusaha dalam rangka pengendalian pers adalah dengan melakukan tekanan fisik
melalui penyerbuan kantor media pers, penganiayaan hingga penculikan wartawan atau pimpinan redaksinya. Salah satu contohnya adalah penyerbuan
kantor majalah Tempo pada tahun 2003 oleh kelompok massa asuhan Tommy Winata yang merupakan kasus paling aktual yang pernah terjadi.
Resiko kecelakaan di lapangan adakalanya terjadi. Untuk mendapatkan berita para wartawan seringkali kurang memikirkan
keselamatannya sendiri. Tragedi tenggelamnya KM Levina I di Tanjung Priok yang menewaskan kameramen Guntur, Suherman dan anggota penyidik dari
Pusat Laboratorium dan Forensik Puslabfor Polri menjadi tragedi kecelakaan kerja yang menjelaskan resiko menjadi seorang wartawan Moses, 2007.
Pekerjaan wartawan yang nyaris sepanjang waktu dan dengan tuntutan yang sangat tinggi bisa berdampak buruk pada kesehatan. Tuntutan
pekerjaan seperti mengejar deadline, mengejar narasumber, menulis berita di PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
bawah tekanan waktu, seringkali mengakibatkan wartawan beresiko stres tinggi. Banyak wartawan senior, yang terbiasa dengan hidup kacau terserang
penyakit seperti ginjal, hati, paru-paru dan jantung. Wartawan-wartawan pemula juga paling sering terkena stres karena menghadapi tuntutan deadline
dan rutunitas. Konsekuensi peling sering terjadi adalah dampak buruk akibat kurang tidur atau tidur tidak teratur. Misalnya, banyak wartawan harus
begadang untuk menyelesaikan laporan utama suatu tabloid Zaenuddin, 2007.
Masalah kesejahteraan juga termasuk faktor penghambat bagi wartawan dalam berkarya. Beban tanggung jawab dan segala resiko yang harus
dihadapi oleh wartawan ternyata kurang mendapat penghargaan yang baik secara ekonomi. Hal ini sering kali dimanfaat pihak-pihak yang sedang
menjadi incaran berita. Masduki 2005 mengungkapkan rendahnya gaji ini ikut merusak standar profesional yang mengacu pada kode etik terutama
pelaksanaan sikap anti sogokan. Aceng Abdullah dalam Masduki, 2005 bahkan menyebutkan bahwa salah satu mitos yang melekat pada wartawan
adalah wartawan selalu komersial. Sosok wartawan selalu lekat dengan amplop. Ada persepsi buruk bahwa berhubungan dengan wartawan selalu
membutuhkan dana. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI