Hubungan Antara Work Family Conflict Dengan Stres Kerja Pada Wartawan Pria di Koran Harian.

(1)

Martha Lamnida Purmauli Limbong

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk hubungan antara Work family Conflict dengan stres kerja pada wartawan pria koran harian. Penelitian ini memiliki hipotesis yaitu adanya hubungan positif antara Work family Conflict dengan stres kerja pada wartawan pria koran harian. Subjek pada penelitian ini adalah wartawan pria koran harian yang memiliki pengalaman bekerja di jurnalistik minimal 1 tahun bekerja dan sudah berkeluarga. Jumlah subjek sebayak 151 wartawan pria dari beberapa media di Jogja dan Jakarta. Pengambilan data dilakukan dengan pengisisan skala WFC dan skala stres kerja. Pada skala WFC memiliki skor reliabel 0,875 dan skor skala stres kerja sebesar 0,834. Teknik analisis data pada penelitian ini menggunakan pengujian korelasi

Spearman’s Rho dalam program SPSS for windows versi 16.0 karena data dari variabel stres kerja tidak normal. Hasil menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif dan signifikan (r : 0,679; p: 0.000< 0,05) antara Work Family Conflict dengan stres kerja pada wartawan pria koran harian. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi Work Family Conflict maka semakin tinggi pula stres kerjanya dan begitupun sebaliknya.


(2)

Martha Lamnida Purmauli Limbong

ABSTRACT

This study aimed to the relation between Work Family Conflict with work stress on male journalists daily newspaper. This study hypothesized that there was a positive relationship between Work Family Conflict with work stress on male journalists daily newspaper. Subjects in this study were male daily newspaper journalists who had journalism experience at least 1 year work and had a family. The number of subjects was 151 male journalists from several media in Yogyakarta and Jakarta. Data were collected by filling WFC scale and the scale of job stress. On a scale of WFC has a score of 0.875 and a reliable job stress scale score of 0.834. Data analysis techniques in this study used Spearman's Rho correlation test in SPSS for Windows version 16.0 because the data of the variable work stress was not normal. Results showed that there was a positive and significant relationship (r : 0,679; p: 0.000< 0,05) between Work Family Conflict with work stress male journalists daily newspaper. This showed that the higher the Work Family Conflict, the higher the stress of work and vice versa.


(3)

i

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Disusun Oleh :

Martha Lamnida Purmauli Limbong 109114134

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2016


(4)

(5)

(6)

iv

Manusia tidak dirancang untuk gagal, mereka gagal untuk merancang. - William J. Siegel

Semua orang tidak perlu menjadi malu karena pernah berbuat kesalahan, selama ia menjadi lebih bijaksana daripada sebelumnya.

- Alexander Popo

“Dan jika kamu digiring dan diserahkan, janganlah kamu kuatir akan apa yang harus kamu katakan, tetapi katakanlah apa yang dikaruniakan kepadamu pada saat

itu juga, sebab bukan kamu yang berkata –kata, melainkan Roh Kudus” - Markus 13:11 -

Keberhasilan adalah sebuah proses. Niat adalah awal keberhasilan. Peluh keringatmu adalah penyedapnya, tetesan air matamu adalah pewarnanya. Doa mu

dan doa orang – orang sekitarmu adalah bara apinya yang mematangkannya. Kegagalan di setiap langkahmu adalah pengawetnya. Maka dari itu, bersabarlah! Allah selalu menyertai orang – orang yang penuh kesabaran dalam proses menuju keberhasilan. Sesunggunya kesabaran akan membuatmu mengerti bagaimana cara


(7)

v

Tuhan Yesus Kristus, Bunda Maria, St. Carolus Borromeus, Bunda Elisabeth, Santa pelindung, yang selalu menyertai setiap proses pembuatan skripsi ini..

Babeh emak..para opung – opungku yang menunggu selesainya skripsi ini dengan sabar dan terus mendoakan hingga ke tahap akhirnya.

Untuk saya sendiri, selamat sudah mampu berjuang mendapatkan gelar S.Psi dan bertahan dalam setiap jatuh bangunnya.

Buat orang – orang terdekat saya, trimakasih atas dukungan, semangat, sentuhan, dan doa yang diberikan sampai selesainya skripsi ini.

Buat para psikolog seluruh Indonesia, semoga penelitian ini bisa memperkaya penelitian – penelitian lainnya.


(8)

vi

disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 23 Februari 2016 Penulis,


(9)

vii

Martha Lamnida Purmauli Limbong

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk hubungan antara Work family Conflict dengan stres kerja pada wartawan pria koran harian. Penelitian ini memiliki hipotesis yaitu adanya hubungan positif antara Work family Conflict dengan stres kerja pada wartawan pria koran harian. Subjek pada penelitian ini adalah wartawan pria koran harian yang memiliki pengalaman bekerja di jurnalistik minimal 1 tahun bekerja dan sudah berkeluarga. Jumlah subjek sebayak 151 wartawan pria dari beberapa media di Jogja dan Jakarta. Pengambilan data dilakukan dengan pengisisan skala WFC dan skala stres kerja. Pada skala WFC memiliki skor reliabel 0,875 dan skor skala stres kerja sebesar 0,834. Teknik analisis data pada penelitian ini menggunakan pengujian korelasi Spearman’s Rho dalam program

SPSS for windows versi 16.0 karena data dari variabel stres kerja tidak normal.

Hasil menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif dan signifikan (r : 0,679; p: 0.000< 0,05) antara Work Family Conflict dengan stres kerja pada wartawan pria koran harian. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi Work Family Conflict maka semakin tinggi pula stres kerjanya dan begitupun sebaliknya.


(10)

viii

Martha Lamnida Purmauli Limbong

ABSTRACT

This study aimed to the relation between Work Family Conflict with work stress on male journalists daily newspaper. This study hypothesized that there was a positive relationship between Work Family Conflict with work stress on male journalists daily newspaper. Subjects in this study were male daily newspaper journalists who had journalism experience at least 1 year work and had a family. The number of subjects was 151 male journalists from several media in Yogyakarta and Jakarta. Data were collected by filling WFC scale and the scale of job stress. On a scale of WFC has a score of 0.875 and a reliable job stress scale score of 0.834. Data analysis techniques in this study used Spearman's Rho correlation test in SPSS for Windows version 16.0 because the data of the variable work stress was not normal. Results showed that there was a positive and significant relationship (r : 0,679; p: 0.000< 0,05) between Work Family Conflict with work stress male journalists daily newspaper. This showed that the higher the Work Family Conflict, the higher the stress of work and vice versa.


(11)

ix Dharma :

Nama : Martha Lamnida Purmauli Limbong NIM : 109114134

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, karya ilmiah yang berjudul:

HUBUNGAN ANTARA WORK FAMILIY CONFLICT DENGAN STRES KERJA PADA WARTAWAN PRIA KORAN HARIAN Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan Kepada Perpustakan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya di internet atau di media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Dengan demikian ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal 23 Februari 2016 Yang menyatakan


(12)

x

langkah dan proses pengerjaan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa dalam proses pengerjaan skripsi ini turut serta bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. Bapak Dr.Tarsisius Priyo Widiyanto, M.Si selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma dan sebagai dosen pembimbing akademik.

2. Bapak P. Eddy Suhartanto, M.Si selaku Kepala Program Studi Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.

3. Dosen pembimbing skripsi dan sebagai Wakil Kepala Program Studi Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma ibu P.Henrietta P.D.A.D.S., S.Psi., M.A yang selalu sabar memberi arahan, meluangkan waktunya disela – sela kesibukannya, trimakasih banyak bunda Etta.

4. Ibu Debri Pristinella, M.Si. dan bapak T.M. Raditya Hernawa, M.Si. selaku dosen penguji, terimakasih atas saran yang telah diberikanuntuk penyempurnaan skripsi ini.

5. Dosen-dosen fakultas Psikologi yang telah membantu dalam pengerjaan skripsi ini, bapak C.Siswa Widyatmoko, M. Si. dan bapak TM. Raditya Hernawa, M.Psi. Terimakasih juga kepada seluruh dosen – dosen fakultas psikologi Universitas Sanata Dharma.


(13)

xi

7. Terimakasih untuk emak babeh yang memberikan dukungan tenaga maupun materi dalam penyelesaian skripsi ini. Terimakasih pendampingan, perhatian, semangat doa,

8. Seluruh wartawan yang menjadi subjek dalam penelitian ini. Trimakasih sudah membantu dan mengisi kuesioner.

9. Trimakasih untuk mba Reren (redaksi koran Radar Jogja), bapak Ali Nur Yasin (kepala Biro Koran Tempo Jawa Tengah – Yogyakarta), bapak Sadyo Kristiarto (Sekretaris Redaksi Media Indonesia), Mas Yuli Sulistyawan (News Manager Newsroom Tribun Network Jakarta), bapak Didik Irianto (General Manager Keuangan PT. Republika Media Mandiri – Penerbit Harian Republika), bapak M Selamet Susanto (Pemimpin Redaksi Koran Jakarta), bapak Rikando Somba (Pemimpin Redaksi Koran Sinar Harapan), bapak Y. Bayu Widagdo (Wakil Pemimpin Redaksi koran Bisnis Indonesia). Trimakasih telah memperbolehkan saya untuk melakukan penelitian ini.

10.Trimakasih kepada mba Evi (koran Tempo Jogja), mas Yudi (Tribun news Jakarta), Mas Ito (Koran Wartakota Jakarta), Mba Tika (Koran Republika), Pak Eman (ketua Wartawan Katolik Indonesia), Ibu Wahyu (Redaksi Koran Sinar Harapan), Pak Marcel (Koran Jakarta), Pak Ari (koran Bisnis Indonesi), trimakasih atas waktu dan bantuannya karena telah menyebar kuesioner hingga sampai di tangan para wartawan.


(14)

xii

Cintem (Regina Krisna Santi S.Psi), kaka Mega (Megafiani Gloria S.Psi), Anings (Christina Preventi Suryaningrum S.Psi). Cerita, sentuhan, dukungan, doa, tawa, candaan, kejutan, waktu, tissue, materi, semangat yang kalian berikan sangat berarti sampai skripsi ini selesai. Trimakasih telah membantu membentuk diriku menjadi lebih baik, menjadi sadar untuk hidup lebih sehat, berpikir positif, kuat disegala masalah, sabar dalam berproses, banyak makna yang aku dapatkan bersama kalian dan pesan – pesan celoteh kalian gak pernah aku lupakan.

12.Terimakasih untuk Pangeran H. Harianja yang menjadi pacar, sahabat, abang, musuh, tukang ojek, pengkritik, pendoa, penyabar, penyemangat, dan menjadi apapun sesuai kondisi. Jadi apapun kamu, trimakasih sudah mendampingi segala proses hidupku. Buruan kamu nyusul yaa.!

13.Anak – anak bunda Etta. Trimakasih banyak atas suka duka selama berprosesnya pengerjaan skripsi ini, semangat kalian, keberadaan kalian, perhatian kalian membuat skripsi ini selesai dikerjakan. 14.Untuk suster – suster Asrama Syantikara yang terhormat, Sr. Ben,

Sr.Mariati, Sr.Kristi, Sr.Melina, Sr.Anggie, Sr.Eli, para karyawan dan warga Asrama Syantikara, terimakasih telah membina, membentuk, mendukung, mendoakan sampai selesainya skripsi ini. Bangga bisa menyelesaikan studi dan keluar dari Asrama Syantikara dengan membawa gelar.


(15)

xiii

dari kalian membuat ku kuat dan lebih memaknai hidup dari sudut pandang berbeda. Banyak makna yang aku temukan selama berproses dengan romo dan suster- suster.

16.Trimakasih kepada opung – opungku, tante ku Sr. Agnes Samosir, tulang dan nantulang Ignas, Eyang Jogja, namboru Simon, Uda inanguda Daniel, Uda inanguda Libie, atas dukungan materi dan perhatiannya yang mendorong ku untuk tetap semangat sampai tahap akhir skripsi ini.

17.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu trimakasih atas bantuan, perhatian, doa baik secara langsung ataupun tidak langsung, sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna dan mohon maaf apabila terdapat hal – hal yang kurang berkenan. Oleh karena itu, penulis menerima segala masukkan yang membangun demi perbaikan penelitian selanjutnya. Semoga skripsi ini bisa bermanfaat bagi banyak pihak. Terimakasih.

Yogyakarta, 7 Desember 2015 Penulis,


(16)

xiv

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A.Latar Belakang Masalah ... 1

B.Rumusan Masalah ... 8

C.Tujuan Penelitian ... 8

D.Manfaat Penelitian ... 8

1. Manfaat Teoritis ... 8

2. Manfaat Praktis ... 8

BAB II LANDASAN TEORI ... 10


(17)

xv

B.Stres Kerja ... 13

1. Pengertian Stres ... 13

2. Stres Kerja... 14

3. Gejala – gejala Stres Kerja... 15

4. Faktor Penyebab Stres ... 17

C.Wartawan Koran Harian ... 22

D.Dinamika Hubungan Antara Work Family Conflict dengan stres Kerja Pada Wartawan Pria Koran Harian ... 23

E. Hipotesis ... 26

BAB III METODE PENELITIAN ... 27

A.Jenis Penelitian ... 27

B.Indentifikasi Variabel Penelitian ... 27

C.Definisi Oprasional ... 27

1. Work Family Conflict ... 28

2. Stres Kerja... 28

D.Subjek Penilitian ... 29

E. Metode Pengumpulan Data ... 30

F. Validitas dan Reliabilitas ... 32

1. Validitas ... 32

2. Seleksi Aitem ... 32

3. Reliabilitas ... 35

G.Metode Analisis Data ... 36


(18)

xvi

B.Deskripsi Subjek Penelitian ... 38

C.Deskripsi Data Penelitian ... 39

D.Hasil Penelitian ... 41

1. Uji Normalitas ... 41

2. Uji Lineritas ... 43

3. Uji Hipotesis ... 44

E. Pembahasan ... 46

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 50

A.Kesimpulan ... 50

B.Keterbatasan Penelitian ... 50

C.Saran ... 50

1. Bagi Subjek Penilitian ... 51

2. Bagi Perusahaan ... 51

3. Bagi Peneliti Selanjutnya ... 51

DAFTAR PUSTAKA ... 52


(19)

xvii

Tabel 3. Blue Print Work Family Conflict Setelah Seleksi Item ... 34

Tabel 4. Blue Print Stres Kerja Setelah Seleksi Item ... 34

Tabel 5. Karakteristik subjek ... 39

Tabel 6. Deskripsi Data Penelitian ... 39

Tabel 7. One Sample T test Mean Teoritik dan Mean empirik... 40

Tabel 8. Hasil Uji Normalitas ... 41

Tabel 9. Uji Linearitas ... 43


(20)

xviii

Pada Wartawan Koran Harian... 26

Gambar 2. Histogram WFC ... 42

Gambar 3. Histogram Stres Kerja ... 43


(21)

xix

Lampiran 2. Reliabilitas Skala ... 67

Lampiran 3. Uji Asumsi ... 78

Lampiran 4. Uji Hipotesis ... 80


(22)

1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

Saat ini merupakan era informasi, sebuah era dimana media komunikasi menjadi kebutuhan pokok seseorang. Alat pengiriman pesan, transmisi, dan menerima informasi melalui media massa selalu menempati tempat penting dalam aktivitas manusia (Hamad, 2013). Maka dari itu, media massa menjadi salah satu sumber pengiriman informasi terpercaya dalam memenuhi rasa keingintahuan masyarakat. Salah satu media massa yang dapat memuat lebih banyak isi pokok berita adalah koran. Koran memiliki berbagai macam topik berita yang disajikan secara lengkap, jelas, dan berisi berita dari kejadian – kejadian yang masih ramai dibicarakan (Rivers, 2003). Selain itu, koran menjadi bagian terbesar dalam pemberitaan lokal, memiliki analisa yang tajam, sehingga dapat membuat pembacanya mengerti isi beritanya. Koran juga sering digunakan sebagai bahan acuan pembaca dalam membeli barang atau jasa (Rivers, 2003).

Sebuah koran tidak bisa berkembang bahkan tidak bermanfaat tanpa adanya seorang wartawan dalam mencari berita. Wartawan adalah orang yang melakukan pekerjaan kewartawanan yang berupa kegiatan/ usaha yang berhubungan dengan pengumpulan, pengolahan, dan penyiaran dalam bentuk berita, pendapat, ulasan, gambar, dan sebagainya dalam bidang komunikasi massa (Junaedhi, 1991). Menurut Djuroto (2004) menyatakan bahwa


(23)

wartawan merupakan ujung tombak dari sebuah koran karena mereka paling banyak mensuplai berita untuk penyajian tiap harinya.

Wartawan koran harian selalu berhadapan dengan deadline berita. Menurut Marga Raharja (2007), wartawan koran menggambarkan deadline sebagai batas tenggang waktu untuk para wartawan dalam mengumpulkan berita secara tertulis. Deadline merupakan suatu kewajiban bagi wartawan karena hasil beritanya berpengaruh pada target berita dari sebuah media massa. Waktu pengumpulan laporan mengenai berita menjadi terbatas karena wartawan tersebut bekerja di media massa yang terbit secara harian.

Saat melakukan pencarian berita, wartawan menemukan banyak permasalahan. Permasalahan yang kerap kali ditemukan oleh wartawan yaitu kesulitan dalam mencari narasumber, narasumber tidak bersedia diwawancarai, dan narasumber yang tidak memahami pertanyaan (Intan, 2011). Menurut Sularto (2007) juga membahas mengenai masalah wartawan dalam menjalankan tugas jurnalistiknya. Tuntutan yang seringkali ditemui oleh wartawan yaitu ketika pengumpulan informasi dalam pembuatan berita dengan waktu yang terbatas. Jam kerja yang dimiliki oleh wartawan adalah 24 jam dalam sehari, sehingga wartawan harus pintar dalam membagi waktu ketika sedang meliput informasi, merangkumnya menjadi berita, kemudian diberikan kepada editor. Kondisi tersebut membuat waktu istirahat seorang wartawan jadi berkurang karena harus memenuhi deadline pengumpulan berita. Penelitian yang dilakukan oleh Friedman dan Rosenman (dalam Munandar, 2001) membuktikan bahwa desakan waktu memberikan pengaruh


(24)

tidak baik pada sistem cardiovascular, sehingga menyebabkan terjadinya serangan jantung dan tekanan darah tinggi. Profesi wartawan yang selalu dikejar deadline mendorong terjadinya stres kerja.

Menurut Dr. Rosmalia Suparso dalam situs metrotvnews.com mengatakan bahwa wartawan sangat rawan dihinggapi stres karena mereka harus bekerja mencari berita dengan batas waktu tertentu (diunduh pada tanggal 23 Oktober 2013). Wartawan akan berhubungan dengan pihak redaktur untuk mengirimkan laporan yang mendesak atau deadline. Sebuah penelitian mendukung pernyataan mengenai stres wartawan tersebut. Penelitian yang dilakukan oleh Adji (2009) memaparkan gambaran mengenai sumber stres yang dirasakan wartawan yang bekerja di surat kabar harian. Salah satunya adalah pemberlakuan deadline yang ketat. Penelitian lain yang mendukung dilakukan oleh Jun Khian (2006) yang menjelaskan bahwa wartawan surat kabar harian menginterpretasi deadline sebagai suatu stressor karena mengikuti jadwal terbit setiap hari. Maka dari itu, wartawan koran harian memiliki stres yang lebih tinggi dibandingkan wartawan koran mingguan.

Selain itu menurut The best and worst jobs of 2015 dalam situs CarieerCast.com menjelaskan bahwa wartawan koran harian merupakan profesi terburuk pada tahun 2015. Faktor utama menurunnya pamor wartawan koran harian karena zaman sudah beralih ke media online. Beberapa perusahaan koran pun banyak yang gulung tikar karena kehilangan pelanggan dan pengiklan, sehingga pemasukkan pun turun secara drastis (Romli. 2015). Hal ini membuat wartawan semakin stres, karena oplah koran menurun,


(25)

sehingga wartawan dituntut memiliki keunggulan yang lebih untuk mempertahankan konsistensinya.

Stres didefinisikan sebagai sebuah respon yang dipengaruhi karakteristik individu dan atau proses psikologi yang merupakan akibat dari tindakan eksternal, situasi, atau kejadian yang memberikan tuntutan fisik dan psikologis pada diri seseorang (Kreitner, 2014). Stres adalah kondisi dinamik individu dalam menghadapi peluang, kendala, atau tuntutan terkait dengan sesuatu yang diinginkan dan hasilnya dipersepsikan sebagai ketidakpastian namun merupakan hal yang penting (Robbins, 2003). Definisi stres yang lain adalah sebuah keseimbangan antara cara seseorang memandang tuntutan – tuntutan dan bagaimana cara seseorang berpikir untuk bisa mengatasi semua tuntutan (Looker, 2005).

Hans Selye (1976) berpendapat bahwa tuntutan yang semakin bertambah akan meningkatkan potensi mengalami ketegangan yang pada akhirnya menjadi stres kerja (dalam Kreitner, 2014). Ketidaksesuaian serta ketidakmantapan psikologis dan jasmani seseorang dapat menghambat daya manusia dalam aktualisasi kemampuannya. Hal ini bisa menjadi salah satu sumber rendahnya prestasi atau bahkan kegagalan seseorang dalam bekerja yang mengarah pada stres kerja (Darmono, 2007).

Tosi et al. (1990, dalam Wijono, 2010) menjelaskan tentang sumber stres yang dibagi menjadi dua faktor, yaitu faktor pekerjaan dan faktor diluar pekerjaan. Sumber stres yang berasal dari faktor pekerjaan itu sendiri meliputi


(26)

faktor – faktor yang berkaitan dengan pekerjaan, stres peran, peluang partisipasi, tanggung jawab, dan faktor organisasi. Sedangkan sumber stres yang berasal dari faktor diluar pekerjaan meliputi perubahan – perubahan struktur kehidupan, dukungan sosial, locus of control, kepribadian A dan B, harga diri, fleksibilitas, dan kemampuan individu.

Berdasarkan penelitian Netemeyer (dalam Hennesy, 2005) diperoleh hasil bahwa penyebab stres kerja pada karyawan dapat berasal dari konflik saat menyeimbangkan kehidupan pekerjaan dan keluarga yang disebut sebagai konflik peran. Hal ini disebabkan karena adanya perubahan struktur kehidupan yang dialami setelah memutuskan untuk menikah dan berkeluarga, yaitu perubahan menjadi pasangan suami istri dan menjadi orang tua. Laki – laki dan perempuan ketika menjadi orangtua akan memiliki kecenderungan rasa cemas tentang tanggung jawab dalam merawat anak, komitmen waktu, dan tenaga dalam merawat keluarga (Papalia, 2009). Maka dari itu wartawan yang memiliki pasangan dan menjadi orang tua dapat mengalami pertentangan antara perannya sebagai wartawan dan perannya sebagai pasangan - orangtua. Pertentangan peran ini akan menimbulkan konflik yang disebut Work Family

Conflict atau konflik kerja-keluarga.

Work Family Conflict merupakan konflik antar peran yang disebabkan

oleh ketidaksesuaian antara tuntutan dalam pekerjaan dengan tuntutan di dalam keluarga (Spector, 2008). Menurut Riggio (2008) Work Family Conflict merupakan konflik yang muncul ketika seseorang berusaha menyeimbangkan peran dan kebutuhan dalam pekerjaan dengan keluarga. Menurut Frone dan


(27)

Coopper (1992 dalam Asra, 2013) timbulnya sebuah konflik biasanya terjadi pada saat seseorang berusaha memenuhi tuntutan peran dalam pekerjaan dan usaha tersebut dipengaruhi oleh kemampuan orang yang bersangkutan untuk memenuhi tuntutan keluarganya atau sebaliknya, dimana pemenuhan tuntutan peran dalam keluarga dipengaruhi oleh kemampuan orang tersebut dalam memenuhi tuntutan pekerjaan.

Work Family Conflict memiliki dampak yang dapat dirasakan oleh pria

maupun wanita. Hal ini sesuai dengan artikel di dalam kompasiana (2014) yang membahas penelitian dari Universitas of Calgary di Alberta, Kanada tentang perbedaan penyebab depresi yang berhubungan dengan pekerjaan dan keluarga. Wanita akan berisiko depresi ketika tuntutan pekerjaan masuk kedalam urusan keluarga, sedangkan pria akan berisiko mengalami depresi ketika urusan keluarga masuk ke dalam urusan pekerjaan (www.kompasiana.com). Temuan lain dari artikel pada tahun 2012 yang membahas tentang penelitian di Denmark yang mengungkapkan bahwa tuntutan yang berlebihan dari rekan kerja, keluarga, atau orang sekitar, dapat meningkatkan risiko kematian pada pria. Hal ini disebabkan karena pria hanya bercerita dengan istri atau pasangannya yang mungkin menjadi penyebab stres itu sendiri, sedangkan wanita dapat menceritakan permasalahannya kepada teman dan anggota keluarga (www.intisari-online.com). Artikel kesehatan juga menjelaskan bahwa pria mengaku depresi jika tuntutan dalam keluarga bertentangan dengan tuntutan dalam pekerjaannya (www.kompasiana.com).


(28)

Work Family Conflict memiliki 3 faktor, yaitu faktor pekerjaan, faktor

keluarga, dan faktor individual (Ahmad, 2008). Faktor pertama yang berasal dari pekerjaan karena dia akan lebih susah menyeimbangkan kegiatan di pekerjaan dan di rumah. Faktor kedua yang berasal dari keluarga adalah anak – anak. Seseorang yang memiliki anak akan lebih rentan terhadap Work

Family Conflict karena memiliki tanggung jawab untuk mengurus anak

mereka. Lingkungan keluarga juga sangat mempengaruhi Work Family

Conflict karena seseorang yang memiliki masalah keluarga, dia akan

cenderung memikirkannya walaupun sedang bekerja. Faktor ketiga berasal dari individual yaitu jenis kelaminnya. Jenis kelamin mempengaruhi persepsi seseorang dalam pekerjaan dan keluarga, Seperti persepsi individu terhadap peran pria yang menyakini bahwa bekerja diluar rumah adalah tugas pria dan tugas wanita hanya mengurus anak di rumah.

Penelitian sebelumnya menemukan bahwa terdapat korelasi positif yang sangat signifikan antara Work Family Conflict dengan stres kerja. Meskipun demikian, penelitian tersebut hanya meneliti subjek berjenis kelamin wanita yang bekerja sebagai karyawati (Benyamin, 2013). Alasan pemilihan subjek pria juga dikarenakan jumlah wartawan berjenis kelamin pria lebih dominan dari pada wartawan berjenis kelamin wanita (Luviana, 2012). Work Family

Conflict juga cenderung dialami oleh pria, sedangkan wanita lebih sering

mengalami Family Work Conflict, karena wanita mengalami tuntutan pekerjaan menggangu kehidupan keluarga (www.kompasiana.com). Hal ini mendorong peneliti untuk melakukan penelitian pada subjek pria untuk


(29)

mengetahui hubungan antara Work-family conflict dengan stres kerja pada wartawan pria.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka peneliti merumuskan masalah yaitu: apakah ada hubungan antara Work-family

conflict dengan stres kerja pada wartawan pria koran harian?

C. TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan bukti empiris mengenai hubungan positif antara Work-family conflict dengan stres kerja pada wartawan pria koran harian.

D. MANFAAT PENELITIAN 1. Manfaat Teoretis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan memberikan sumbangan bagi perkembangan ilmu psikologi yang berkaitan dengan dunia jurnalistik. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan memperkaya pengetahuan tentang pengelolaan sumber daya manusia.

2. Manfaat Praktis

a. Melalui penelitian ini, diharapkan menjadi informasi bagi wartawan terkait dengan Work Family Conflict maupun stres kerja, sehingga dapat menjadi bahan evaluasi dan refleksi diri dalam mengatasi permasalahan yang dihadapi.


(30)

b. Selain itu,dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat dipergunakan sebagai bahan pertimbangan dalam memperhatikan kesejahteraan wartawan, sehingga dapat menunjang peningkatan mutu jurnalistik.


(31)

10 BAB II

LANDASAN TEORI

A. WORK FAMILY CONFLICT 1. Definisi Work Family Conflict

Konflik akan terjadi ketika seseorang berusaha memenuhi tuntutan peran dalam pekerjaan dan usaha tersebut dipengaruhi oleh kemampuan individu yang bersangkutan untuk memenuhi tuntutan dalam peran di keluarga (Yang et al., 2000). Menurut Greenhaus dan Beutell (dalam Asra, 2013) Work Family Conflict adalah bentuk dari konflik peran antara tuntutan peran dalam pekerjaan dan keluarga yang tidak dapat dipenuhi secara bersamaan dalam beberapa hal. Frone, Rusell & Cooper (2002) menjelaskan lebih lanjut bahwa konflik pekerjaan keluarga adalah konflik peran yang terjadi ketika seseorang dituntut untuk melakukan pekerjaan di kantor, namun disisi lain orang tersebut diharuskan menyelesaikan masalah dalam keluarga pada saat melakukan pekerjaan di kantor, sehingga urusan dalam keluarga mengganggu pekerjaan yang sebagian besar waktu pada saat bekerja digunakan untuk menyelesaikan urusan keluarga.

Definisi yang berbeda dijelaskan oleh Baltes dan Heydens-Gahir (dalam Spector, 2008) pada tahun 2003 yang mendefinisikan Work Family

Conflict sebagai bentuk peran ekstra yang muncul diantara urusan


(32)

menghalangi seseorang untuk datang ke kantor. Riggio (2008) mengatakan hal yang kurang lebih sama mengenai Work Family Conflict, yaitu konflik yang muncul pada saat seseorang berusaha untuk menyeimbangkan peran dan kebutuhan dalam pekerjaan dengan keluarga atau kehidupan diluar pekerjaan.

Berdasarkan penjelasan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa Work

Family Conflict merupakan suatu konflik yang muncul akibat individu

memiliki keterbatasan kemampuan untuk memenuhi peran dalam pekerjaan dan peran dalam keluarga.

2. Aspek - Aspek Work Family Conflict

Menurut Baltes & Heydens-Gahir (dalam Soeharto, 2010) terdapat tiga aspek tentang Work Family Conflict yaitu:

a. Time – based demands

Konflik yang terjadi akibat keterbatasan waktu yang dimiliki oleh seseorang karena dipergunakan sepenuhnya untuk melakukan pekerjaan, sehingga waktu untuk bersama dengan keluarga sangat terbatas dan begitu sebaliknya. Time – based demands juga

merupakan sebuah tantangan untuk menyeimbangkan tuntutan waktu untuk melakukan pekerjaan dengan melakukan aktifitas keluarga (Sopiah, 2008). Konflik Time – based demands berkaitan dengan

jumlah jam kerja, lembur, tingkat kehadiran, ketidakteraturan shift, dan kontrol jadwal jam kerja


(33)

b. Strain – based demands

Konflik yang terjadi akibat tanggung jawab yang dituntut dari organisasi melebihi kapasitas kemampuan seseorang dalam melaksanakan tugas tanggung jawab pekerjaan, sehingga kebutuhan dan keinginan keluarga menjadi dikesampingkan (Kusendi, 2013). Konflik ini memiliki gejala tekanan seperti ketegangan, kecemasan, kelelahan, karakter peran kerja, kehadiran anak baru, dan ketersediaan dukungan sosial dari anggota keluarga

c. Behaviour – based

Konflik yang terjadi akibat seseorang mengalami kesulitan dalam perubahan perilaku dari satu peran ke peran yang lainnya. Konflik ini juga berhubungan dengan ketidaksesuaian antara pola perilaku dengan yang diinginkan oleh kedua bagian antar pekerjaan dan keluarga (Triaryati, 2002). Misalnya, stereotip manajerial yang menekan agresivitas, kepercayaan diri, kestabilan emosi, dan objektivitas. Seperti contoh misalkan seorang karyawan yang di tempat kerjanya memiliki struktur organisasi yang kaku dan tidak fleksibel dalam pelaksanaan tugasnya. Dalam konteks ini, kebiasaan yang menjadi perilaku sewaktu di kantor dapat terbawa formal, kaku dan ada jarak dalam menjalin hubungan antar individu di lingkungan keluarga (Kusendi, 2013).


(34)

3. Dampak Work Family Conflict

Menurut Zulkarnain (dalam Via, 2014), Work Family Conflict dapat menimbulkan efek yang negatif seperti memicu ketegangan darah yang meningkat, kecemasan yang berlebihan, kelelahan, mudah marah, dan stres yang berlebih. Dampak lain yang berhubungan dengan pekerjaan adalah rendahnya kepuasan kerja, meningkatnya absensi, menurunnya motivasi kerja, dan dapat mengakibatkan turnover.

Menurut Frone (dalam Soeharto, 2010) Work Family Conflict memiliki dampak positif seperti membuat seseorang lebih bahagia, psikis yang sehat, meningkatnya kualitas hidup, mempermudah dalam menjalankan peran dalam pekerjaan/ keluarga. Dampak positif akan terjadi ketika peran dalam pekerjaan dan peran dalam keluarga saling memberikan kontribusi positif dan keuntungan. Maka dari itu, dapat disimpulkan bahwa Work

Family Conflict memiliki dampak negatif ataupun positif bagi seseorang.

B. STRES KERJA 1. Pengertian Stres

Menurut Anoraga (1992) stres merupakan suatu bentuk tanggapan seseorang, baik secara fisik maupun mental, terhadap suatu perubahan di lingkungan yang dirasakan menggangu dan mengakibatkan dirinya akan terancam. Kreitner (2014) juga menjelaskan bahwa stres adalah sebuah respon adaptif yang dipengaruhi karakteristik individu dan / atau proses psikologi, yang merupakan akibat dari tindakan eksternal, situasi, atau


(35)

kejadian yang membebani tuntutan fisik dan psikologis pada diri seseorang.

Definisi berbeda dikemukakan oleh Looker (2005) yang mengatakan bahwa stres adalah sebuah keadaan yang dialami seseorang ketika terdapat ketidaksesuaian antara tuntutan yang diterima dan kemampuan untuk mengatasinya. Stres dapat ditentukan dari cara seseorang mempersepsikan tuntutan dan dari cara mengatasi tuntutan tersebut. Atkinson (2010) juga mendefinisikan stres sebagai suatu keadaan yang terjadi jika seseorang bertemu dengan peristiwa yang dirasakannya sebagai suatu hal yang membahayakan bagi kesejahteraan fisik dan psikologinya.

Dapat disimpulkan bahwa stres merupakan respon yang dihasilkan dari suatu keadaan tertekan, baik secara fisik maupun psikologis individu karena dihadapkan dengan kondisi eksternal dan internal yang menyebabkan individu tersebut merasa terancam, merasa tertantang serta merasakan bahaya.

2. Stres Kerja

Stres kerja akan muncul bila terdapat kesenjangan antara kemampuan individu dengan tuntutan – tuntutan dari pekerjaannya. Cooper (dalam Rice, 1999) menjelaskan bahwa stres kerja sebagai ketidakmampuan individu dalam memahami atau menghadapi tekanan, dimana tingkat stres yang dirasakan akan berbeda – beda dan bereaksi sesuai dengan perubahan di lingkungan sekitarnya atau dalam keadaan tertentu.


(36)

Berbeda halnya dengan Wijono (2010) yang berpendapat bahwa stres kerja adalah suatu kondisi dari hasil penghayatan subjektif pada individu yang berupa interaksi antara individu dengan lingkungan kerja, sehingga mengancam dan memberi tekanan psikologis, fisiologis, serta sikap individu. Senada dengan hal tersebut, Soesmalijah Soewondo (dalam Suwatno, 2011) menyatakan bahwa stres kerja adalah suatu kondisi di mana terdapat satu atau beberapa faktor ditempat kerja yang berinteraksi dengan pekerjaan, sehingga mengganggu kondisi fisiologis dan perilaku.

Kavaganh, Hurst, dan Rose (1990) menyatakan stres sebagai hal yang berbeda, lebih menekankan pada persepsi individu. Kavaganh, Hurst, dan Rose menyatakan bahwa stres kerja merupakan suatu ketidakseimbangan persepsi individu tersebut terhadap kemampuannya untuk melakukan tindakan.

Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa stres kerja merupakan respon yang berasal dari kondisi tidak nyaman dari proses internal individu yang berpotensi merusak dan dapat dilihat dari reaksi – reaksi fisik, psikologis, maupun perilaku yang dianggap membahayakan dan membebani.

3. Gejala - Gejala Stres Kerja

Beehr dan Newman (dalam Rice, 1992) menjelaskan gejala yang terjadi pada fisik seseorang merupakan gejala stres yang berhubungan dengan perubahan – perubahan pada kondisi di dalam tubuh. Berikut


(37)

terdapat tiga gejala stres kerja yang berdasarkan pada gejala – gejala stres kerja:

a. Gejala Psikologis

1) Kecemasan, ketegangan, kebingungan, dan mudah tersinggung 2) Perasaan frustasi, rasa marah, dan dendam

3) Sensitif

4) Memendam perasaan, penarikan diri, dan depresi 5) Komunikasi yang tidak efektif

6) Perasaan terkucil dan terasing 7) Kebosanan dan ketidakpuasan kerja

8) Kelelahan mental, penurunan fungsi intelektual, dan kehilangan konsentrasi

9) Kehilangan spontanitas dan kreativitas 10)Menurunnya rasa percaya diri

b. Gejala Fisiologis

1) Meningkatnya denyut jantung, tekanan darah 2) Meningkatnya sekresi dari hormone stres 3) Gangguan lambung

4) Meningkatnya frekuensi dari luka fisik dan kecelakaan

5) Kelelahan secara fisik dan kemungkinan mengalami sindrom kelelahan yang kronis

6) Gangguan pernapasan 7) Gangguan pada kulit


(38)

8) Sakit kepala, sakit pada punggung bagian bawah, ketegangan otot 9) Gangguan tidur

10)Rusaknya fungsi imun tubuh, termasuk risiko kemungkinan terkena kanker

c. Gejala Perilaku

1) Menunda, menghindari pekerjaan, dan absen dari pekerjaan 2) Menurunnya prestasi dan produktivitas

3) Meningkatnya penggunaan minuman keras dan obat – obatan 4) Perilaku sabotase dalam pekerjaan

5) Perilaku makan yang tidak normal (kebanyakan) sebagai pelampiasan, mengarah ke obesitas

6) Perilaku makan yang tidak normal (kekurangan) sebagai bentuk penarikan diri dan kehilangan berat badan secara tiba – tiba, kemungkinan berkombinasi dengan tanda – tanda depresi

7) Meningkatnya kecenderungan berperilaku berisiko tinggi, seperti menyetir dengan tidak hati – hati dan berjudi

8) Meningkatnya agresivitas, vandalism, dan kriminalitas

9) Menurunnya kualitas hubungan interpersonal dengan keluarga dan teman

10)Kecenderungan untuk melakukan bunuh diri 4. Faktor Penyebab Stres

Cooper (2004) menjelaskan sumber stres terdiri dari : a. Kondisi Pekerjaan


(39)

Stres yang terjadi karena kondisi pekerjaan meliputi berbagai hal, seperti:

1) Lingkungan Pekerjaan yang buruk akan berpotensi sebagai penyebab munculnya berbagai penyakit, mudah stres, sulit untuk berkonsentrasi, dan terjadi penurunan produktifitas kerja. 2) Overload dapat dibedakan secara kuantitatif dan kualitatif.

Overload kuantitatif akan terjadi ketika banyaknya pekerjaan yang ditargetkan melebihi kapasitas seseorang. Overload

kualitatif muncul ketika pekerjaan tersebut terasa kompleks dan sulit, sehingga menyita kemampuan teknis dan kognisi seseorang. 3) Deprivational Stress yaitu kondisi dimana pekerjaan dirasa tidak

lagi menatang, atau tidak lagi menarik bagi karyawan. Keluhan yang muncul biasanya adalah kebosanan, ketidakpuasan, atau kurang komunikasi sosial.

4) Pekerjaan yang beresiko tinggi merupakan jenis pekerjaan yang memiliki tingkat bahaya yang tinggi dan mengancam keselamatan karyawan. Seperti contoh pera pekerja pertambangan, tentara, dan pemadam kebakaran. Pekerjaan – pekerjaan tersebut berpotensi stres kerja karena setiap saat dihadapkan dengan kemungkinan terjadinya kecelakaan.


(40)

b. Stres karena Peran

Stres yang muncul akibat perasaan bersalah karena tidak bisa memenuhi tuntutan dari dua peran yang sedang dijalani secara bersamaan, sehingga berpotensi menyebabkan stres kerja.

c. Faktor Interpersonal

Hubungan interpersonal di tempat kerja merupakan hal yang sangat penting ketika berada di tempat kerja. Dukungan yang muncul dari sesama karyawan, manajemen, keluarga, dan kerabat dekat, akan menghambat munculnya stres kerja.

d. Pengembangan Karir

Karyawan memiliki berbagai harapan dalam hidup berkarir yang ditujukan pada pencapaian pertasi dan pemenuhan kebutuhan untuk mengaktualisasikan diri. Stres akan muncul ketika harapan tersebut tidak direalisasikan oleh perusahaan, seperti sistem promosi yang kurang jelas, dan tidak adanya kesempatan dalam kenaikan penghasilan.

e. Struktur Organisasi

Struktur organisasi berpotensi menimbulkan stres ketika pihak manajemen kurang memperdulikan inisiatif karyawan, dalam pengambilan keputusan tidak menyertakan karyawan, dan tidak adanya dukungan bagi kreativitas karyawan.


(41)

f. Konflik Pekerjaan – Rumah

Sebagai seseorang yang merasa lelah dalam pekerjaannya, seringkali menganggap rumah adalah tempat peristirahatan yang tepat untuk bersantai dan mengembalikan kekuatan yang hilang selepas bekerja. Tetapi akan berbeda ketika dalam rumah terdapat konflik yang mengganggu pekerjaan, sehingga akan memicu terjadinya stres.

Moorhead (2011) menjelaskan secara singkat bahwa sumber stres berasal dari 2 hal, yaitu sumber yang berasal dari organisasi dan sumber yang berasal dari kehidupan.

a. Stressor Organisasi

Stressor Organisasi adalah berbagai faktor ditempat kerja yang dapat menyebabkan stres. Sumber stres Organisasi memiliki 4 jenis yaitu tuntutan tugas, fisik, peran, dan antarpersonal.

1) Tuntutan tugas

Tuntutan tugas adalah sumber stres yang berkaitan dengan tugas spesifik yang dilakukan oleh seseorang.

2) Tuntutan fisik

Tuntutan fisik adalah stressor yang berhubungan dengan situasi fisik pekerjaan, seperti kecukupan suhu ruangan dan pencahayaan, serta persyaratan – persyaratan fisik yang diberikan kepada karyawan. 3) Tuntutan peran

Tuntutan peran adalah sumber stres yang berhubungan dengan peran yang diharapkan untuk dimainkan oleh seseorang.


(42)

4) Tuntutan antarpersonal

Tuntutan antarpersonal adalah sumber stres yang berhubungan dengan tekanan kelompok, kepemimpinan, dan konflik kepribadian.

b. Stressor Kehidupan

Stres dalam situasi organisasi juga dapat dipengaruhi oleh peristiwa – peristiwa yang terjadi di luar organisasi seperti dalam kehidupan seseorang. Sumber stres kehidupan dibagi kedalam 2 kategori, yaitu perubahan kehidupan dan trauma kehidupan.

1) Perubahan kehidupan

Situasi – situasi tertentu yang dialami seperti perubahan dalam kondisi pekerjaan, banyaknya perubahan dalam kehidupan, dan terjadinya perubahan dalam situasi diri dapat, menimbulkan masalah kesehatan. 2) Trauma kehidupan

Trauma kehidupan adalah semua pergolakan didalam kehidupan individu yang dapat mengubah sikap, emosi atau perilakunya.

Berdasarkan penjelasan tersebut maka sumber stres yang digunakan dalam penelitian ini didasarkan pada pendapat Cooper (2004) dan Moorehead (2011) yang meliputi stressor organisasi dan stressor kehidupan. Stressor organisasi meliputi kondisi pekerjaannya, stres peran, pengembangan karir, dan struktur dalam organisasinya. Stressor kehidupan meliputi faktor interpersonal dan konflik pekerjaan-rumah.


(43)

C. WARTAWAN KORAN HARIAN

Pengertian wartawan secara umum adalah sebuah profesi yang melakukan pekerjaan kewartawanan, yakni sesuatu yang berhubungan dengan pengumpulan, pengelolaan, dan penyajian fakta dan pendapat dalam bentuk berita, ulasan, gambar, dan karya jurnalistik bagi media massa (Aminah, 2010). Tugas wartawan secara umum dan wartawan koran harian memiliki hal yang sama yaitu deadline. Perbedaan deadline tergantung dari perusahaan wartawan tersebut bekerja. Waktu pengumpulan laporan berita bagi wartawan yang bekerja di koran harian akan menjadi terbatas karena wartawan tersebut bekerja di media massa yang terbit secara harian.

Berikut merupakan standar sebuah perusahaan media dalam mendapatkan seorang wartawan yang professional (Sularto, 2007):

1. Well selected, proses penerimaan diri yang baik merupakan hal yang

penting untuk mengetahui kepribadian seorang wartawan.

2. Well Educated, tingkat pendidikan seseorang sangat berpengaruh terhadap

kualitas seseorang dalam bekerja, termasuk pada wartawan.

3. Well Trained, wartawan harus terlatih dengan baik, karena dengan

pendidikan formal pun belum cukup untuk menjamin wartawan dapat bekerja dengan baik. Maka dari itu, wartawan perlu mendapatkan pelatihan khusus tentang profesi kewartawanan.

4. Well Equiped, wartawan harus dilengkapi dengan peralatan yang memadai


(44)

5. Good Salary, dengan memperoleh gaji yang layak sesuai dari hasil

pekerjaannya akan menentukan proses bekerjanya.

6. Well Motivated and high Idealism, wartawan yang memiliki motivasi yang

baik dan idealisme yang tinggi akan memudahkan wartawan dalam menghadapi berbagai macam masalah dalam pelaksaan tugas.

Sebagian besar wartawan adalah laki – laki. Hal ini didukung berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI) pada tahun 2011 – 2012 yang menunjukkan bahwa jumlah wartawan laki – laki lebih mendominasi dari pada wartawan perempuan. Data yang ada menunjukkan dari 10 wartawan hanya ada 2 – 3 wartawan perempuan atau dari 1000 wartawan ada 200 – 300 wartawan perempuan (Luviana, 2012). D. DINAMIKA HUBUNGAN ANTARA WORK FAMILY CONFLICT

DENGAN STRES KERJA PADA WARTAWAN PRIA KORAN HARIAN

Profesi sebagai wartawan merupakan pekerjaan yang menuntut untuk bekerja selama 24 jam sehari. Tuntutan pekerjaan ini memungkinkan wartawan untuk jarang berada dirumah, sehingga urusan dalam kehidupan keluarga sering terbengkalai. Seperti masalah mengantar anak atau pasangan ke rumah sakit yang memungkinkan para wartawan untuk absen kerja (Spector, 2008). Penelitian Galinsky, Bond, dan Friedman (dalam Zulkarnain, 2013) menyatakan bahwa 58% karyawan yang telah berumah tangga serta memiliki anak akan mempunyai kecemasan terhadap tuntutan pekerjaannya dan kehidupan keluarganya. Menurut Judge et al., (2004) konflik peran yang


(45)

dialami individu terjadi ketika sebuah pengharapan dalam hal kinerja dari salah satu peran akan menimbulkan kesulitan yang dialami oleh peran lain. Konflik tersebut disebut sebagai work family conflict.

Work family conflict merupakan salah satu bentuk konflik antar peran yang

memiliki tekanan dari pekerjaan dan memiliki tekanan yang lain dalam keluarga (Wulandari, 2012). Work family conflict memiliki aspek – aspek yang terdiri dari aspek timed – based demands, strain – based demands, dan behavior – based. Timed – based demands terjadi disebabkan oleh

ketidakseimbangan waktu yang dimiliki seorang karyawan dalam organisasi, sehingga karyawan tersebut tidak memiliki banyak waktu untuk keluarga. Contoh kondisi konflik timed – based demands dapat digambarkan dengan

jumlah jam kerja yang berlebih, lembur, tingkat kehadiran menurun, memiliki

shift yang tidak teratur, dan tidak memiliki kontrol jam kerja. Pada aspek

strain – based demands terjadi dikarenakan tekanan tanggung jawab yang

dituntut dari organisasi melebihi kapasitas dalam melaksanakan tugas pekerjaan, sehingga kebutuhan dan keinginan keluarga menjadi dikesampingkan. Apabila hal ini terjadi dalam interval waktu yang lama, maka dapat menyita pikiran dan tenaga, sehingga menurunkan keharmonisan dalam keluarga. Pada aspek behavior - based merupakan perilaku yang disebabkan terbawanya sikap atau cara memperlakukan diri di organisasi ke lingkungan keluarga. Aspek – aspek inilah yang akan memicu work family conflict menjadi meningkat pada diri seseorang.


(46)

Gambaran – gambaran kondisi dari aspek – aspek work family conflict merupakan bentuk konflik antar peran yang memiliki tekanan dari pekerjaan dan tekanan dalam keluarga. Tekanan untuk menyeimbangkan dua peran tersebut dapat menyebabkan stres kerja. Hal ini sesuai dengan pernyataan Grandey, Bryanne, dan Ann (2005 dalam Zulkarnain, 2013) yang menjelaskan bahwa work family conflict dapat menghabiskan waktu dan energi seseorang sehingga menyebabkan munculnya perasaan terancam dalam diri seseorang serta perilaku negatif dalam pekerjaannya. Work family conflict cenderung mengarah pada stres kerja dikarenakan tekanan akan seringkali terjadi pada individu ketika urusan pekerjaan mencampuri kehidupan keluarga,. Hal ini menyebabkan waktu yang dibutuhkan dalam menangani urusan pekerjaan berkurang, sehingga berpotensi terjadinya stres kerja (Kusendi, 2013).

Stres kerja adalah suatu kondisi yang dapat menekan keadaan psikis seseorang dalam mencapai tujuannya dimana untuk mencapai tujuannya tersebut, seseorang seringkali memiliki batasan atau penghalang (Robbins, 2001). Oleh karena itu adanya work family conflict yang tinggi dapat memicu stres kerja yang tinggi pula.


(47)

Gambar 1. Skema Hubungan Antara Work Family Conflict dengan Stres Kerja Pada Wartawan Koran Harian Kompas

E. HIPOTESIS

Berdasarkan penjelasan latar belakang dan teori tersebut, maka hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini adalah :

Ha : Terdapat hubungan positif antara work family conflict dengan stres kerja pada wartawan pria koran harian

Work Family Conflict Tinggi

Pada Wartawan Pria Koran Harian

Timed – based demands :

ketidakmampuan seseorang dalam menyeimbangkan waktu untuk pekerjaan dan

keluarga

Strain – based demands:

tuntutan dalam pekerjaan melebihi kapasitas kemampuan seseorang,

sehingga kebersamaan dengan keluarga terbatas

Behavior – based :

ketidaksesuaian peran dipekerjaan dan peran di

keluarga

Adanya tuntutan dari keluarga

Stres Kerja Tinggi Pada Wartawan Pria Koran Harian


(48)

BAB III

METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian

Penelitian ini termasuk jenis penelitian kuantitatif korelasional. Menurut Creswell (2002), menjelaskan bahwa penelitian kuantitatif adalah penelitian yang bekerja dengan angka yang datanya berwujud bilangan (skor atau nilai, peringkat, atau frekuensi) yang dianalisis dengan menggunakan statistik untuk menjawab pertanyaan atau hipotesis penelitian yang sifatnya spesifik dan untuk melakukan prediksi bahwa variabel tertentu dapat mempengaruhi variabel yang lain. Penelitian korelasi adalah penelitian yang mengukur variasi hubungan antara sifat alami dari variabel melalui koefisien korelasinya (Zechmeister, Zechmeister, dan Shaughnessy, 2001). Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara variabel work

family conflict dengan variabel stres kerja pada wartawan koran harian.

B. Identifikasi Variabel Penelitian

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Variabel bebas : Work family conflict

2. Variabel tergantung : Stres kerja C. Definisi Oprasional

Definisi oprasional adalah penegasan arti dari konstruk atau variabel yang digunakan dengan cara tertentu untuk mengukurnya.


(49)

1. Work Family Conflict

Work family conflict merupakan suatu konflik yang muncul akibat

wartawan memiliki keterbatasan kemampuan untuk memenuhi peran dalam pekerjaan dan peran dalam keluarga. Work family conflict diukur menggunakan 3 aspek yaitu time-based demands, strain-based demands,

dan behavior based.

Work family conflict pada wartawan akan diukur menggunakan skala

work family conflict yang disusun oleh peneliti sendiri sesuai dengan

ketiga aspek yang telah dijelaskan sebelumnya. Hasil skor total pada skala akan menunjukan tingkat work family conflict pada wartawan. Semakin tinggi nilai skor pada skala work family conflict yang diperoleh, maka dapat menunjukkan tingginya work family conflict pada wartawan tersebut.

2. Stres Kerja

Stres kerja merupakan respon yang berasal dari kondisi tidak nyaman dari proses internal wartawan yang berpotensi merusak dan dapat dilihat dari reaksi – reaksi fisik, psikologis, maupun perilaku yang dianggap membahayakan dan membebani. Stres kerja akan diukur dengan menggunakan skala stres kerja yang disusun sendiri oleh peneliti berdasarkan reaksi fisik, psikologis, dan perilaku yang muncul, sehingga dapat menggambarkan stres pada seseorang. Semakin tinggi skor stres kerja, maka semakin tinggi pula stres kerja pada wartawan tersebut.


(50)

D. Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah wartawan pria koran harian. Jenis sampel penelitian ini adalah non-probability sampling, dimana penarikan sampel tidak penuh dilakukan dengan menggunakan hukum probabilitas, artinya bahwa tidak semua unit populasi memiliki kesempatan untuk dijadikan sampel penelitian (Bungin, 2005). Teknik pengambilan sampel menggunakan metode

purposive sampling, dimana subjek yang dipilih sesuai dengan kriteria

penelitian (Sugiyono, 2012). Kriteria subjek dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Subjek berjenis kelamin pria

Subjek berjenis kelamin pria dikarenakan jumlah wartawan pria lebih dominan dan sesuai dengan variabel yang diteliti.

b. Subjek berprofesi wartawan koran harian

Subjek merupakan wartawan koran harian dengan jenis wartawan yang tidak ditentukan.

c. Lama bekerja sebagai wartawan minimal 1 tahun

Dalam masa kerja 1 – 5 tahun wartawan sudah memiliki pengalaman kerja dan sudah cukup menghayati pekerjaannya dalam tekanan – tekanan yang di alaminya.

d. Subjek sudah memiliki keluarga

Subjek yang sudah memiliki keluarga, yaitu sudah menikah dan memiliki anak.


(51)

E. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan adalah dengan menyebarkan skala. Terdapat dua skala yang akan disajikan. Skala pertama adalah skala

work family conflict dan skala yang kedua adalah skala stres kerja. Kedua

skala tersebut akan disajikan dalam bentuk booklet.

Penelitian ini menggunakan teknik skala Likert. Skala Likert bertujuan untuk mengungkap sikap pro dan kontra, positif dan negatif, setuju dan tidak – setuju terhadap suatu objek sosial (Azwar, 2010).

1. Skala Work Family Conflict

Skala work family conflict digunakan untuk mengukur penilaian atau pernyataan sesuai dan tidak sesuai. Respon subjek yang didistribusikan dengan jawaban yang menunjukan tingkatan yaitu sangat tidak sesuai (STS), tidak sesuai (TS), sesuai (S), dan sangat sesuai (SS). Alasan pemilihan 4 jawaban dalam skala ini dimasukkan agar subjek tidak memiliki kecenderungan menjawab netral (Azwar, 2001). Penyusunan skala work family conflict berdasarkan indikator yang nampak dalam aspek – aspek work family conflict yaitu time – based demands, strain – based demands, dan behavior – based.


(52)

Tabel 1.

Distribusi Aitem Skala Work Family Conflict

Aspek Aitem Total Prosentase

Favorable Unfavorable

Time – based demands

7, 10, 5, 13, 20 1, 3, 8, 9, 4 10

33,3%

Strain – based demands

29, 6, 14, 26, 30 11, 12, 15, 17, 18 10

33,3%

Behavior - based 2, 27, 16, 28, 19 22, 23, 24, 25, 21 10 33,3%

Total 15 15 30 100%

2. Skala stres kerja

Skala adalah kumpulan pernyataan yang ditulis, disusun, dan dianalisis sedemikian rupa, sehingga respon yang diberikan oleh subjek terhadap pernyataan tersebut dapat diberi skor dan kemudian dapat diinterpretasikan (Azwar, 2001). Respon subjek yang didistribusikan dengan jawaban yang menunjukan tingkatan yaitu sangat tidak sesuai (STS), tidak sesuai (TS), sesuai (S), dan sangat sesuai (SS). Alasan pemilihan 4 jawaban dalam skala ini dimasukkan agar subjek tidak memiliki kecenderungan menjawab netral. Jumlah distribusi aitem, peneliti membuat 60 aitem dengan meliputi 3 gejala psikologis, fisik, dan perilaku.

Tabel 2.

Distribusi Aitem Skala Stres Kerja

Komponen Aitem Total Prosentase

Favorable Unfavorable

Psikologis 7, 10, 5, 13, 20 1, 3, 8, 9, 4 10 33,3% Fisik 29, 6, 14, 26, 30 11, 12, 15, 17, 18 10 33,3% Perilaku 2, 27, 16, 28, 19 22, 23, 24, 25, 21 10 33,3%


(53)

F. Validitas dan Reliabilitas 1. Validitas

Suatu skala akan menghasilkan data yang akurat apabila penelitian tersebut melakukan validasi (Azwar, 2012). Validitas adalah pokok soal yang kompleks, kontroversial, dan penting dalam penelitian tentang perilaku manusia (Kerlinger, 1990). Penelitian ini menggunakan validitas isi yang diukur melalui analisis rasional terhadap isi tes dan didasarkan pada penilaian (judgement) yang bersifat subjektif (Supratiknya, 1998). Semua penilaian diuji oleh yang lebih kompeten (expert judgement) yaitu dosen pembimbing skripsi. Penilaian akan dilakukan berdasarkan kesesuaian aitem – aitem dalam tes melalui aspek – aspek yang akan diungkap serta sesuai dengan blue print.

2. Seleksi Aitem

Penelitian ini menggunakan data penelitian terpakai (try out terpakai), sehingga penelitian hanya dilakukan satu kali. Hal ini didasarkan pada alasan berikut :

a. Alasan Teoritis

Menurut Hadi (2005) penelitian terpakai atau uji coba terpakai merupakan uji coba yang hasilnya sekaligus digunakan sebagai data penelitian. Jadi penelitian terpakai hasil uji-cobanya langsung digunakan untuk menguji hipotesis penelitian. Penelitian uji coba terpakai memiliki kelebihan dalam hal mempersingkat waktu pelaksanaan.


(54)

b. Alasan Praktis

Alasan utama peneliti menggunakan data terpakai karena melihat dari pekerjaan subjek yang kemungkinan sulit untuk ditemui dan pengambilan data dilakukan didalam dan diluar kota, sehingga penelitian akan memakan waktu yang lama. Pengambilan data dilakukan di luar kota dikarenakan jumlah subjek masih belum mencukupi, sehingga membutuhkan subjek lebih banyak yang berada di luar kota. Oleh karena itu, peneliti memutuskan untuk menggunakan data uji coba terpakai.

Seleksi aitem akan dilakukan dengan cara menguji kesesuaian pada karakteristik di masing – masing aitem. Seleksi aitem pada penelitian ini akan dilakukan berdasarkan daya diskriminasi atau daya beda. Suatu aitem akan memiliki daya beda yang tinggi apabila semua atau sebagian kelompok tinggi menjawab dengan hasil besar dan sebagian atau semua kelompok rendah menjawab dengan hasil rendah. Maka dari itu, semakin besar proporsi penjawab dari kelompok tinggi dan rendah, akan semakin besar daya beda dari suatu aitem (Supratiknya, 1998). Aitem yang kurang baik akan digugurkan. Seleksi aitem dilakukan dengan menggunakan SPSS forWindows versi 16.0. Kriteria aitem dengan batasan rix > 0,30 dikategorikan sebagai aitem yang baik, sedangkan aitem yang memiliki rix < 0,30 dikategorikan sebagai aitem yang kurang baik.

Hasil dari pengujian data skala WFC dari total 30 aitem menunjukkan bahwa terdapat 11 aitem yang memiliki rix < 0,30 yaitu aitem no 2, 9, 16, 19,


(55)

21, 22, 24, 24, 25, 27, dan 28. No aitem yang gugur tersebut termasuk aspek

behavior – based. Menurut Zhang et al. (2011) behavior – based kurang dapat

diukur karena perilaku yang dianggap tepat untuk suatu lingkungan baik pekerjaan maupun keluarga belum tentu sama. Aitem 19 lainnya rix > 0,30 yaitu aitem no 1, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 17, 18, 20, 26, 29, dan 30.

Pada skala stres kerja dari total 30 aitem menunjukkan bahwa terdapat 9 aitem yang memiliki rix < 0,30 gugur yaitu no 4, 5, 8, 9, 11, 13, 18, 22, dan 24. Aitem 21 lainnya rix < 0,30, yaitu 1, 2, 3, 6, 7, 10, 12, 14, 15, 16, 17, 19, 20, 21, 22, 23, 25, 36, 27, 28, 29, dan 30.

Tabel 3. Blue Print Work Family Conflict Setelah Seleksi Item

Aspek Aitem Total Prosentase

Favorable Unfavorable

Time – based demands

7, 10, 5, 13, 20 1, 3, 8, 9, 4 9

47%

Strain – based demands

29, 6, 14, 26, 30 11, 12, 15, 17, 18 10

53%

Behavior - based 2, 27, 16, 28, 19 22, 23, 24, 25, 21 0 0%

Total 15 15 19 100%

Keterangan:

Aitem yang gugur ditandaai dengan angka yang dicetak tebal Tabel 4. Blue Print Stres Kerja Setelah Seleksi Item

Komponen Aitem Total Prosentase

Favorable Unfavorable

Psikologis 7, 10, 5, 13, 20 1, 3, 8, 9, 4 5 33,3% Fisik 29, 6, 14, 26, 30 11, 12, 15, 17, 18 5 33,3% Perilaku 2, 27, 16, 28, 19 22, 23, 24, 25, 21 5 33,3%

Total 15 15 15 100%

Keterangan:


(56)

3. Reliabilitas

Reliabilitas merupakan suatu keajegan dari suatu alat ukur. Hal ini ditunjukan oleh taraf keajegan yang diperoleh dari para subjek yang diukur dengan alat yang sama atau alat yang setara pada kondisi yang berbeda. Teknik reliabilitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah Alpha

Cronbach karena teknik ini memiliki nilai praktis dan efisiensi tinggi dan

hanya satu kali percobaan pada satu kelompok subjek (Azwar, 2009). Reliabilitas dinyatakan koefisien reliabilitas yang angkanya berada dalam rentan dari 0 – 1,00. Semakin tinggi koefisien reliabilitas mendekati angka 1,00, maka semakin tinggi reliabilitasnya. Demikian pula sebaliknya, apabila koefisien reliabilitasnya rendah mendekati angka 0, maka semakin rendah reliabilitasnya.

Dalam penelitian ini, skala work family conflict memiliki koefisien reliabilitas sebesar 0,875 dengan jumlah aitem sebanyak 30 aitem. Hal tersebut menunjukkan alat ukur skala work family conflict memiliki reliabilitas yang baik. Namun, setelah dilakukannya penyeleksian aitem, aitem yang lolos uji sebanyak 19 aitem dan memiliki koefisien reliabilitas menjadi 0,920. Berdasarkan besarnya koefisien reliabilitas tersebut dapat dikatakan bahwa skala work family conflict memiliki reliabilitas yang baik. Sedangkan, pada skala stres kerja memiliki koefisien reliabilitas sebesar 0,834 dengan jumlah aitem sebanyak 30 aitem. Namun setelah melakukan seleksi aitem, aitem yang digunakan sebanyak 15 aitem dengan koefisien reliabilitas menjadi 0,846. Bedasarkan besarnya koefisiean reliabilitas


(57)

tersebut dapat dikatakan bahwa skala stres kerja juga memiliki reliabilitas yang baik.

G. Metode Analisis Data 1. Uji Asumsi

a. Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk membuktikan sebaran data yang dimiliki akan mengikuti kurva normal atau tidak dan untuk menguji sebuah model regresi, variabel dependen, variabel independen yang kemungkinan memiliki distribusi normal. Model regresi yang baik adalah data normal atau mendekati normal (Santoso, 2010). Uji normalitas pada penelitian ini adalah menggunakan teknik

Kolmogorov - Smirnov Test pada program SPSS for Windows versi 16.

Data normal memiliki taraf signifikansi (p) lebih besar dari 0,05 (p>0,05). Namun, apabila taraf signifikansi (p) lebih kecil dari 0,05 (p<0,05) maka sebaran data dikatakan tidak normal (Santoso, 2010) b. Uji linearitas

Uji linearitas digunakan untuk menunjukkan hubungan antar variabel yang hendak dianalisis mengikuti garis lurus. Peningkatan atau penurunan kuantitas pada satu variabel, akan diikuti secara linear oleh peningkatan atau penurunan kuantitas pada variabel lainnya (Santoso, 2010). Uji Linearitas dilakukan dengan menggunakan test of


(58)

hubungan linear dapat dilihat dari nilai F hitung dan nilai signifikansi (p<0,05) (Santoso, 2010).

2. Uji Hipotesis

Uji hipotesis dilakukan untuk membuktikan bahwa terdapat hubungan yang positif antara work family conflict dan stres kerja. Uji hipotesis akan dilakukan dengan teknik korelasi Pearson Product-moment yang perhitungannya dilakukan dengan bantuan program aplikasi SPSS for

Windows versi 16.0. Apabila asumsi tidak terpenuhi maka uji hipotesis

akan menggunaan pengujian korelasi Spearman’s Rho SPSS for Windows versi 16.0 (Hadi, 2004). Koefisien korelasi yang dihasilkan bergerak di antara 0,000 dan ± 1,000, yang menunjukkan hubungan tersebut positif atau negatif. Koefisien dari 0,00 sampai 1,00 menunjukkan korelasi positif, sedangkan koefisien korelasi 0,00 sampai – 1,00 menunjukkan korelasi negatif. Koefisien korelasi memiliki nilai signifikan atau menunjukkan adanya hubungan antar variabel yang diteliti (Sudarmanto, 2005).


(59)

38 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pelaksanaan Penelitian

Penelitian dilaksanakan di dua perusahaan koran harian yang berada di Yogyakarta dan 6 perusahaan koran harian di Jakarta. Pelaksanaan penelitian dilaksanakan mulai tanggal 15 Agustus sampai 15 Oktober 2015. Pada pelaksanaanya ada 15 surat kabar yang dipilih, namun hanya 9 surat kabar yang bersedia untuk menerima kuesioner yang disebarkan. Dari 9 surat kabar tersebut (yaitu, Radar Jogja, Media Indonesia, Tempo Jogja, Tribun Jakarta, Wartakota, Republika, Sinar Harapan, Koran Jakarta, dan Bisnis Indonesia) disebar 270 kuesioner dan kuesioner yang kembali sebanyak 151 kuesioner.

Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan melalui koordinasi dengan pihak HRD di beberapa perusahaan koran untuk membantu proses pendistribusian kuesioner kepada responden. Hal ini dilakukan mengingat jam kerja dan keberadaan subjek di kantor tidak menentu, maka untuk mengatasinya peneliti menitipkan kuesioner kepada bagian HRD tersebut untuk disampaikan kepada responden. Begitupun dengan prosedur pengembalian kuesioner dilakukan oleh bagian HRD.

B. Deskripsi Subjek Penelitian

Penelitian ini menggunakan subjek para wartawan pria koran harian yang sudah menikah dan memiliki anak. Total subjek yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 151 wartawan.


(60)

Tabel 5. Karakteristik subjek

C. Deskripsi Data Penelitian

Deskripsi data penelitian menunjukkan perbedaan data teoritik dan data empirik dari dua variabel. Mean teoritik adalah rata – rata skor alat ukur penelitian yang diperoleh dengan perhitungan manual. Mean empiris adalah rata – rata skor data penelitian yang diperoleh dari deskripsi data di statistik dalam program SPSS for windows versi 16.0 yang dimiliki subjek penelitian. Berdasarkan skala penelitian yang digunakan, maka didapatkan hasil perhitungan data teoritik dan data empirik sebagai berikut:

Tabel 6

Deskripsi Data Penelitian Variabel SD

Data Teoritik Data Empirik Mean Xmin Xmaks Mean Xmin Xmaks

WFC 9.999 75 30 120 37.72 19 67

Stres Kerja 8.524 75 30 120 29.62 15 51 Keterangan :

SD : Standar Deviasi Mean : Rata – rata Xmin : Skor minimal Xmaks : Skor maksimal

No Faktor Kategori Jumlah

1 Usia

a. 21- 30 tahun b.31- 40 tahun c. 41- 50 tahun d.51- 60 tahun

26 68 43 13 17% 45% 29% 9% 2 Status pernikahan a. Sudah menikah

b. Duda

151 0

100% 0% 3 Lama Bekerja

a. 1 tahun – 10 tahun b.11 tahun – 20 tahun c. 21 tahun – 30 tahun d.Tidak diketahui

70 62 14 5 46% 41% 9% 3%


(61)

Tabel 7

One Sample T test Mean Teoritik dan Mean empirik One-Sample Test

Test Value = 75

t df

Sig. (2-tailed)

Mean Difference

95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper wfc -53.706 150 .000 -37.284 -38.66 -35.91

One-Sample Test

Test Value = 75

t df

Sig. (2-tailed)

Mean Difference

95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper Total

stres -101.062 150 .000 -45.384 -46.27 -44.50

Pada tabel 7 dapat dilihat hasil uji t pada skala WFC yang menunjukkan nilai signifikan 0.000. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara mean teoritik dengan mean empirik dari skala WFC. Pada tabel 6 dapat dilihat bahwa skor mean teoritik pada WFC sebesar 75, sedangkan skor mean empirik WFC sebesar 37.72. Skor tersebut menunjukkan bahwa skor mean empirik pada WFC lebih rendah dibandingkan skor mean teoritik. Berdasarkan data tersebut, dapat disimpulkan bahwa subjek penelitian memiliki WFC yang tergolong rendah.

Hal serupa juga terjadi pada skala stres kerja yang dapat dilihat dari hasil uji t stres kerja menunjukkan nilai signifikan 0.000 yang menandakan bahwa terdapat perbedaan signifikan antara mean teoritik dan mean empiris. Pada tabel 6 dapat dilihat bahwa skor mean teoritik pada stres kerja sebesar 75,


(62)

sedangkan mean empiris stres kerja sebesar 29.62. Skor tersebut menunjukkan bahwa skor mean empiris lebih rendah dibandingkan skor mean teoritis maka dapat disimpulkan bahwa subjek penelitian memiliki stres kerja yang rendah. D. Hasil Penelitian

Sebelum dilakukan analisis data dengan teknik korelasi Product Moment, maka terlebih dahulu dilakukan uji asumsi yang meliputi uji normalitas dan uji linearitas yang merupakan syarat sebelum melakukan pengetesan terhadap nilai korelasi.

1. Uji Normalitas

Uji normalitas yang digunakan adalah menggunakan teknik

Kolmogorov Smirnov Test dalam program SPSS 16.00 for windows. Uji

normalitas adalah uji yang dilakukan untuk mengetahui sebaran data penelitian berasal dari populasi yang sebarannya normal (Santoso, 2010). Hasil uji normalitas dapat dilihat pada tabel 8 berikut:

Tabel 8

Hasil Uji Normalitas

Berdasarkan hasil uji normalitas yang tertera di atas dapat dilihat bahwa variabel WFC memperoleh nilai signifikansi (p) sebesar 0.200. Hal ini menunjukkan bahwa data pada variabel WFC normal. Hal ini dikarenakan nilai signifikansi (p) lebih besar dari 0.05. Berdasarkan hasil

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Statistic df Sig.

WFC .063 151 .200*


(63)

uji normalitas pada tabel 8 variabel stres kerja memiliki nilai signifikansi (p) sebesar 0.002. Hal ini menunjukkan bahwa data pada variabel stres kerja memiliki data tidak normal karena nilai signifikansi (p) lebih kecil dari 0.05. Sebaran data yang tidak normal dikarenakan ada beberapa subjek yang memiliki values terlalu extreme.


(64)

Gambar 3. Histogram Stres Kerja

2. Uji Linearitas

Uji linearitas menyatakan hubungan antar variabel yang dianalisis mengikuti garis lurus (Santoso, 2010). Uji linearitas pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan test of linearity dalam program SPSS for

Windows versi 16.0. Hasil uji linearitas dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 9 Uji Linearitas

F Sig.

stres_kerja * WFC (Combined) 6.211 .000

Linearity 182.147 .000


(65)

Gambar 4. Scatterplot WFC dengan Stres Kerja

Berdasarkan perhitungan uji linearitas pada tabel di atas menunjukkan nilai signifikan (p) sebesar 0,000 (p<0,05). Hal tersebut menunjukkan bahwa variabel WFC dan variabel stres kerja terdapat hubungan yang linear.

3. Uji Hipotesis

Uji hipotesis dilakukan untuk mengetahui dan menguji hipotesis pada penelitian ini, yaitu adanya hubungan positif antara Work Family

Conflict dengan stres kerja pada wartawan pria. Uji hipotesis penelitian ini

menggunakan teknik korelasi Spearman’s Rho program SPSS for

Windows versi 16.0, karena sebaran data tidak normal yaitu data stres


(66)

Hasil uji normalitas menunjukkan bahwa variabel stres kerja memiliki sebaran data yang tidak normal sehingga uji korelasi tidak dapat menggunakan teknik korelasi Pearson Product moment, maka uji korelasi dilakukan dengan menggunakan teknik korelasi Spearman’s Rho sebagai pengganti. Hasil uji hipotesis menunjukkan bahwa ada hubungan positif antara Work Family Conflict dengan stres kerja pada wartawan pria karena koefisien korelasi (r) yang diperoleh sebesar 0.679 dengan taraf signifikansi 0,000 (p<0,01). Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi

Work Family Conflict pada wartawan pria maka akan semakin tinggi pula

stres kerja yang dirasakan para wartawan pria. Hipotesis penelititan ini dilakukan dengan pengujian satu ekor (1-tailed), karena hipotesis sudah berarah yaitu berarah positif.

Tabel 10 Hasil Uji Hipotesis

Correlations

WFC stres_kerja Spearman's rho WFC Correlation

Coefficient 1.000 .679

**

Sig. (1-tailed) . .000

N 151 151

stres_kerja Correlation

Coefficient .679

**

1.000

Sig. (1-tailed) .000 .

N 151 151


(67)

E. Pembahasan

Data dari penelitian ini memiliki sebaran data yang tidak normal namun memiliki korelasi yang linear, sehingga analisis data penelitian ini menggunakan teknik korelasi dari Spearman Rho. Uji hipotesis menunjukkan bahwa antara variabel Work Family Conflict dan variabel stres kerja memiliki koefisien korelasi sebesar 0,679 dan memiliki nilai signifikansi sebesar 0,000. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan dan positif antara Work Family Conflict dan stres kerja. Hal tersebut dapat menyimpulkan bahwa semakin tinggi Work Family Conflict maka akan semakin tinggi pula stres kerjanya. Begitupun sebaliknya, semakin rendah Work Family Conflict maka akan semakin rendah pula stres kerjanya.

Work Family Conflict merupakan sejauh mana seseorang merasakan

konflik peran antara tuntutan peran dalam pekerjaan dan keluarga yang tidak dapat dipenuhi secara bersamaan (dalam Asra, 2013). Maka work family

conflict yang tinggi terjadi ketika seseorang merasakan konflik peran dengan

taraf tinggi yang membuat tekanan hingga menguras waktu dan energi yang menyebabkan stres kerja yang tinggi. Sebaliknya work family conflict yang rendah, maka seseorang merasakan konflik peran dengan tekanan yang bertaraf rendah, sehingga menyebabkan stres kerja yang rendah karena dapat mengatasi pemicu terjadinya konflik peran antara peran di pekerjaan dan keluarga.

Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui bahwa Work Family Conflict memiliki hubungan terhadap stres kerja yang dialami para wartawan. Hal ini


(68)

sesuai dengan pernyataan Cooper (dalam Rice,1999) bahwa Work Family

Conflict adalah salah satu pemicu adanya stres kerja yang disebabkan oleh

karyawan yang memiliki dua peran sekaligus yaitu sebagai kepala keluarga dan sebagai pekerja. Kondisi tersebut memaksa seseorang untuk bertanggung jawab atas tuntutan dalam pekerjaan dan didalam keluarga, sehingga membutuhkan usaha yang lebih dalam memenuhinya. Hal tersebut tentunya akan memicu munculnya stres kerja karena harus memenuhi tanggung jawab antara pekerjaan dan keluarga. Terlebih wartawan pria merupakan seorang kepala keluarga yang memiliki tanggung jawab pada keluarga dan yang memiliki waktu kerja 24 jam penuh dalam sehari, sehingga waktu di rumah atau bersama keluarga sangat jarang.

Berdasarkan data deskrispsi tingkat Work Family Conflict pada wartawan pria cenderung rendah. Hal ini dapat dilihat dari hasil mean empiris pada

Work Family Conflict (37.72) lebih rendah dibandingkan dengan mean teoritis

(75). Hasil ini dapat digambarkan dari nilai mean empirik yang dibandingkan dengan mean teoritis. Berdasarkan data empirik tersebut, maka dapat disimpulkan subjek memiliki WFC tergolong rendah. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara yang diketahui bahwa subjek pada penelitian ini dapat meluangkan waktunya untuk keluarga mereka. Selain itu tingkat stres kerja pada wartawan pria juga memiliki skor mean empirik (29.62) lebih rendah dari skor mean teoritik (75). Selain itu stres yang rendah juga dapat ditinjau dari dukungan organisasi yang berupa pemberian waktu libur, pelatihan, serta evaluasi dari atasan. Berdasarkan data tambahan yang diberikan beberapa


(69)

pemimpin redaksi, diketahui bahwa atasan memberikan waktu libur yang dapat ditentukan secara fleksibel oleh wartawan tersebut. Waktu libur biasanya digunakan oleh wartawan ketika istri melahirkan, mengurus anggota keluarga yang sakit, maupun pergi berlibur bersama keluarga. Pemanfaatan hari libur dengan baik merupakan salah satu cara untuk mengurangi stres (Luthans, 2006).

Perusahaan juga memberikan pelatihan sebelum atau selama bekerja yang merupakan salah satu bentuk dukungan organisasi terhadap wartawan untuk mengatasi keterbatasan keterampilan dan masalah sosialisasi (Munandar, 2001). Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan dari bulan September sampai bulan Oktober, diketahui bahwa beberapa media sering mengadakan seminar dan pelatihan agar wartawan memiliki keahlian lain seperti pelatihan membuat buku.

Dukungan organisasi lainnya juga berupa pemberian poin bagi setiap wartawannya dalam membuat tulisan berita yang baik. Salah satu media menjelaskan bahwa pemberlakuan sistem poin bertujuan untuk memberikan semangat bagi para wartawannya. Sistem poin tersebut berguna untuk kenaikan posisi jabatan. Redaktur sebagai wartawan senior yang akan memberikan penilaian terhadap berita – berita yang telah dibuat berdasarkan isi, judul, bahasa, dan dampak pemberitaan. Beberapa masukan tentu akan diberikan secara langsung guna meningkatkan kualitas berita selanjutnya. Menurut Kreitner dan Kinicki (Luthans, 2006) menjelaskan bahwa kurangnya


(70)

Hasil uji reliabilitas pada skala Work Family Conflict menunjukan 11 aitem yang gugur, 10 aitem yang merupakan pertanyaan dari aspek behavior –

based. Menurut Zhang et al. (2011) bahwa behavior – based kurang dapat diukur karena perilaku yang dianggap tepat untuk suatu lingkungan baik pekerjaan maupun keluarga belum tentu sama. Ada dugaan lain dalam mengukur skala Work Family Conflict terdapat dua dari tugas aspek yang mendukung, yaitu time – based demands dan strain – based demands.

Sedangkan pada aspek behavior – based diduga tidak berkontribusi dalam

mengukur Work Family Conflict pada wartawan. Hal ini dikarenakan

behavior – based tidak terjadi pada pekerjaan seperti wartawan yang tidak

dituntut untuk memiliki perilaku berbeda saat di kantor dan saat dirumah. Secara keseluruhan penelitian ini menunjukkan bahwa subjek yang mengalami work family conflict tinggi maka stres kerja mereka akan cenderung tinggi. Namun para wartawan sudah dapat mengatasi tekanan yang ada dalam pekerjaan dengan cukup baik. Hal ini terlihat dari rata tingkat WFC dan stres kerja subjek dalam kategori sedang. Melalui prosedur penelitian dan analisis data yang sesuai, maka penelitian ini telah mencapai tujuannya yaitu untuk mengetahui adanya hubungan positif antara Work Family Conflict dengan stres kerja pada wartawan pria koran harian.


(71)

50 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian ini membuktikan bahwa hipotesis penelitian ini diterima. Uji hipotesis menunjukkan bahwa antara variabel work family

conflict dan stres kerja memiliki koefisien korelasi sebesar 0,679 dan memiliki

nilai signifikan sebesar 0,000. Hal tersebut terbukti dengan adanya korelasi positif yang signifikan antara work family conflict dengan stres kerja. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi work family conflict maka stres kerja juga akan semakin tinggi. Begitupun sebaliknya, semakin rendah work family

conflict maka akan semakin rendah pula stres kerjanya.

B. Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini masih memiliki keterbatasan yang kiranya dapat menjadi masukan bagi penelitian selanjutnya. Pada penelitian ini tidak dapat menjelaskan mengenai work family conflict pada wartawan karena salah satu aspek yaitu behavior – based memiliki aitem yang gugur semua dan

seharusnya memenuhi syarat akhirnya tidak terpakai. Hal ini dikarenakan

behavior – based tidak terjadi pada jenis pekerjaan seperti wartawan.

C. Saran

1. Bagi Subjek Penelitian

Hasil dari penelitian ini semoga dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi untuk para wartawan. Subjek diharapkan untuk tetap menyeimbangkan peran dalam pekerjaan dan keluarga agar tidak terjadi


(72)

work family conflict dan tidak mengganggu pekerjaan dalam meliput

berita.

2. Bagi Perusahaan

Bagi perusahaan media cetak, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk bahan pertimbangan dan informasi guna kesejahteraan para wartawan.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Penelitian ini memiliki keterbatasan yaitu tidak dilakukannya try out sebelum pengambilan data sehingga muncul aitem satu aspek yaitu

behavior – based gugur semua. Hal ini dikarenakan behavior – based tidak

terjadi pada jenis pekerjaan wartawan. Maka dari itu peneliti lain diharapkan untuk menggunakan alat ukur yang sudah diadaptasi. Hal ini dilakukan untuk menghindari adanya item gugur.


(1)

77

Item Statistics

Mean

Std.

Deviation N

item1 1.65 .519 151

item3 1.87 .618 151

item7 1.96 .599 151

item10 2.15 .709 151

item12 2.11 .713 151

item16 1.50 .720 151

item17 2.30 .681 151

item20 1.87 .690 151

item21 2.01 .589 151

item23 1.89 .464 151

item26 2.22 .774 151

item27 2.03 .616 151

item28 2.15 .661 151

item29 1.86 .600 151

item30 2.04 .765 151

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(2)

LAMPIRAN 3


(3)

79

A. Uji Normalitas

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk Statistic df Sig. Statistic df Sig.

total_stres .095 151 .002 .970 151 .002

a. Lilliefors Significance Correction

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk Statistic df Sig. Statistic df Sig.

total_wfc .063 151 .200* .978 151 .015

a. Lilliefors Significance Correction

*. This is a lower bound of the true significance.

B. Uji Linearitas

ANOVA Table

Sum of Squares df

Mean

Square F Sig. total_stres *

total_wfc

Between Groups

(Combined) 2987.318 35 85.352 6.211 .000 Linearity 2503.178 1 2503.178 182.147 .000 Deviation from

Linearity 484.140 34 14.239 1.036 .429 Within Groups 1580.404 115 13.743

Total 4567.722 150

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(4)

LAMPIRAN 4


(5)

81

Correlations

total_stres total_wfc Spearman's rho total_stres Correlation

Coefficient 1.000 .679

**

Sig. (1-tailed) . .000

N 151 151

total_wfc Correlation

Coefficient .679

**

1.000

Sig. (1-tailed) .000 .

N 151 151

**. Correlation is significant at the 0.01 level (1-tailed).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(6)

LAMPIRAN 5