Tingkat stres kerja wartawan surat kabar harian.

(1)

Abstrak

Tingkat Stres Kerja Wartawan Surat Kabar Harian Oleh: P. Priangga Bayu Martiar

Penelitian ini bertujuan untuk mengambarkan tingkat stres kerja pada wartawan surat kabar harian dimana saat menjalankan tugasnya para wartawan tersebut selalu berhadapan dengan keadaan-keadaan yang penuh dengan tekanan.

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif dengan subyek berjumlah 97 orang yang kesemuanya adalah wartawan surat kabar harian. Data yang diperoleh berasal dari skala tingkat stres kerja yang disusun oleh peneliti.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa para wartawan surat kabar harian mengalami stres pada kategori sedang. Hal ini dapat dilihat dari data yang diperoleh yaitu sebanyak 78 orang subyek (80,41%) berada pada tingkat stres sedang dan 19 orang subyek (19,59 %) berada pada kategori rendah.


(2)

Abstract

The Degree Of Daily Newspaper Journalist’s Job Stress By: P. Priangga Bayu Martiar

This research was purposed to describe the degree of daily newspaper journalist’s job stress who is working the duty they always face the stressful conditions.

The kind of this research was quantitative descriptive with 97 daily newspaper journalist as the subject. The data was collected by the degree of job stress scale which was arranged by researcher.

The result showed that the journalist have stress at a medium category. It could be saw from the data which is 78 subject (80.41 %) at medium stress, and 19 subject (19.59 %) at low stress.


(3)

TINGKAT STRES KERJA WARTAWAN SURAT

KABAR HARIAN

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Disusun oleh: P. Priangga Bayu Martiar

039114099

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA


(4)

TINGKAT STRES KERJA WARTAWAN SURAT

KABAR HARIAN

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Disusun oleh: P. Priangga Bayu Martiar

039114099

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2008


(5)

TINGKAT STRES KERJA WARTAWAF{ SURATKABAR HARIAN

Disu*mole.h: F. hianggaBayu Martiar

NIM :039114099

22 Febmari 2008

ll


(6)

SKRIPSI

TINGKAT STRES KERJA WARTAWAII SURAT KABAR HARIAN

Disusun oleh : P. Priangga Bayu Martiar

NIM :039114099

Telah dipertahank-anrdi,$:p* panitia penguj i

' '

pada tanggal l0 Maret 2008

dan dinyatuf.uq t***uhi syarat

Ketua Sekretaris Anggota

: .-..,,,'l'',

. " - ":,.,..,;.'

yo#ukarta,

?I. Agr*I.lgpl

llt


(7)

No Pain…

No Gain…

If You Want To Win

Then Try Harder

Nothing Free Here

Tw `t|ÉÜxÅ Wx| ZÄÉÜ|tÅ


(8)

Skripsi ini aku persembahkan untuk:

Bapak dan mamaku terkasih

Kedua adikku, Arya dan Bima

Serta untuk Negriku tercinta


(9)

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma Nama: P.Priangga Bayu Martiar

No. Mahasiswa : 0391 14099

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharrna karya ilmiah saya yang berjudul : Tingkat Stres Kerja Wartawan Surat Kabar Harian beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa pedu meminta ijin dari saya mauplm memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal 28 Maret 2008 Yang

(P. Priangga Bayu Martiar) Menyatakan

n

Wl*rtr)

t t f L / , t , , / f A t t v I a t v M v

v a '


(10)

Pernyataan Keaslian Karya

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 2008 Penulis

P. Priangga Bayu Martiar


(11)

Abstrak

Tingkat Stres Kerja Wartawan Surat Kabar Harian Oleh: P. Priangga Bayu Martiar

Penelitian ini bertujuan untuk mengambarkan tingkat stres kerja pada wartawan surat kabar harian dimana saat menjalankan tugasnya para wartawan tersebut selalu berhadapan dengan keadaan-keadaan yang penuh dengan tekanan.

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif dengan subyek berjumlah 97 orang yang kesemuanya adalah wartawan surat kabar harian. Data yang diperoleh berasal dari skala tingkat stres kerja yang disusun oleh peneliti.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa para wartawan surat kabar harian mengalami stres pada kategori sedang. Hal ini dapat dilihat dari data yang diperoleh yaitu sebanyak 78 orang subyek (80,41%) berada pada tingkat stres sedang dan 19 orang subyek (19,59 %) berada pada kategori rendah.


(12)

Abstract

The Degree Of Daily Newspaper Journalist’s Job Stress By: P. Priangga Bayu Martiar

This research was purposed to describe the degree of daily newspaper journalist’s job stress who is working the duty they always face the stressful conditions.

The kind of this research was quantitative descriptive with 97 daily newspaper journalist as the subject. The data was collected by the degree of job stress scale which was arranged by researcher.

The result showed that the journalist have stress at a medium category. It could be saw from the data which is 78 subject (80.41 %) at medium stress, and 19 subject (19.59 %) at low stress.


(13)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Kuasa dimana kuasanya bekerja atas diri semua manusia sehingga atas berkat serta penyertaan-Nya penulis bisa menyelesaikan skripsi ini. Selain itu, penulis merasa tidak akan mampu meyelesaikan skripsi ini tanpa bantuan orang lain, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapakan terima kasih kepada:

1. Sang Penguasa Alam Raya, atas berkat nafas kehidupan yang telah diberikan. Hidup memang indah jika kita mengerti dimana letak keindahannya…

2. Bapak P. Eddy Suhartanto, S.Psi., M.Si. selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.

3. Ibu M.L. Anantasari S.Psi., M.Si selaku dosen pembimbing saya, yang telah dengan sabar memberikan bimbingan, wejangan, masukan, waktu, pikiran serta tenaga sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini. Maaf ya Bu kalo saya termasuk anak bimbingan ibu yang malas.

4. Ibu Ratri Sunar Astuti S.Psi., M.Si dan ibu Agnes Indar Etikawati S.Psi., Psi., M.Si, selaku dosen pembimbing akademik, terima kasih atas masukan dan bimbingan yang telah diberikan.

5. Mas Gandung, Mbak Naniek, Mas Muji, Mas Doni yang telah banyak membantu di sekretariat Psikologi, lab dan Ruang Baca. Terimak kasih sudah banyak direpotin. Buat pak Gie, terima kasih buat senyum tulus yang selalu diberikan bagi kami semua setiap hari.


(14)

6. Untuk mama dan bapak, terima kasih untuk didikan, nasehat, dukungan moral, spiritual dan finansial yang telah diberikan…sori ya bos kalo molor terus kuliahnya…

7. Mbak Rini Jawa Pos / Radar Yogya, bapak Yobal Republika, bapak Aswandi Media Indonesia / Metro TV, bapak Marga Raharja Kontan, bapak Rusli Suara Pembaruan, Mbak Mei Indo Pos, bapak Endang Rakyat Merdeka, dan ibu Ida Pos Kota, penulis sangat berterima kasih atas bantuan yang telah diberikan sehingga proses pengambilan data dapat berlangsung dengan lancar.

8. Para wartawan dari berbagai media surat kabar yang telah bersedia meluangkan waktu untuk mengisi angket penelitian, terima kasih atas kerja sama yang diberikan

9. Keluarga Pakdhe Marga, terima kasih ya Pakdhe atas inspirasi, motivasi serta bantuan dan dukungan yang diberikan. Buat budhe Happy, maaf ya budhe dah banyak direpotin. Buat my sist and bro, Atid & Seno, hehehe…aku lulus lho, ngga nyampe 2009…oia, tx banget Sen, dah bolak-balik nganterin ambil angket.

10.Anak-anak kost beserta kroni-kroni nya, Frans Oholucu Dwi Nugroho, Bryan Soe Harry Sutaman, Florensius Shane-O, Yoannes Sumaryan Simbah Doni, Paulus Bethet Narendra Utama, Titus Wibi Bakwan Punto Kurniawan, Yohanes Si YoYo, Feriawan Peri Murti, Fx. Joko Si Bos Krisdyanto, Eko Mpik Widhi Martanto, Yoko Cino Sentosa, Y.B Sumar Soemarjiyanto, Abu Aboee Sujatmiko, Pasifikus Christa Kang Jay Wijaya, Nikolas Ube Agung,


(15)

dll….buat semuanya, tx banget bro atas kebersamaan baik susah atau senang, bantuan, dukungan baik moral, spiritual (iyo po…?hehehe) dan utangan yang diberikan (sori kalo ada yang belum lunas)…oia, thanks juga buat gelas demi gelas yang tertuang, Home sweet home Terrace: Friday Night Habit, cerita demi cerita tak terlupakan dan pengalaman-pengalaman yang mengesankan… you all are my really brothers.

11.Mas Siswo Wiwit Widyatmoko, atas saran serta masukan yang pernah diberikan. Terima kasih buat pinjaman bukunya…sori ngga jadi dipake. 12.Anak-anak KKN kel-21, pak ketu Nanda, djenk Vero, Djenk Eta,

Josephine, Yeyen, Siro, Mando, Emi, Helen dan Lia…tiga minggu masa pengasingan yang mengesankan dan tak terlupakan. Buat djenk Eta, aku duluan ya, hehehe…

13.Untuk cerita yang telah berlalu...singkat namun memberiku banyak pelajaran yang berarti…tx ya…

14.Untuk belalang tempurku The Old Iron AE 3982 A yang tidak pernah lekang oleh jaman, tx boy dah setia nganterin kemana-mana…sori kalo akhir-akhir ini kurang takperhatiin…

15.Conrad, Kadek dan V-gol, my first friend at Psychology, terimakasih buat persahabatan yang terjalin sampai sekarang dan sampai kapanpun. Hidup Deprigan!! hehehe…

16.Anak-anak Psychology Adventure Team dimananpun berada…terima kasih untuk kebersamaan dalam petualangan-petualangan yang menakjubkan.


(16)

17.Teman-teman Psikologi’03 baik yang sudah lulus maupun yang sedang masih berusaha untuk lulus, terima kasih buat pengalaman, dinamika ataupun hubungan interdependensi yang pernah terjadi.

18.Temen-temen sebimbingan mami Ari: Tante, Mba’ Dewiq, Ndut, Marin…terima kasih untuk masukan, motivasi ataupun semangat yang telah diberikan. Akhirnya selesai, hehehe…

19.Anton, Suneo, Yeye Saha, dll yang selalu menemani bermain futsal hampir tiap sore. Bravo Joga Bonito!

20.Jalur Lapar Darurat: Burjo Komeng&Agus, tempat nongkrong senongkrong-nongkrongnya: angkringan Agung, terima kasih selalu setia menemani disaat penyakit lapar menyerang walaupun pagi buta.

21.Untuk cerita yang sedang berjalan… hidup memang ngga bisa dihitung, diraba maupun dipastikan, perjalanan yang aneh…(iya ngga?)…makasih ya ndut buat perhatian, kesabaran, kasih sayang, dan banyak hal lain yang tidak mungkin disebut…maaf lo kalo sering nyusahin, hehehe… 22.Maaf buat nama yang belum disebutkan, tidak ada maksud untuk

melupakan, hanya keterbatasan peneliti saja. You all always in my heart. Penulis menyadari bahwa tulisan ini jauh dari semurna, maka berbagai saran dan kritikan yang bersifat membangun, akan senantiasa diterima dengan senang hati. It’s over now…

Yogyakarta, 22 Februari 2008

Penulis


(17)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL. . . . . . .. . . . . i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING... . . ii

HALAMAN PENGESAHAN... . iii

HALAMAN MOTTO... . iv

HALAMAN PERSEMBAHAN... . . . . v

Lembar Pernyataan Persetujuan Publikasi Karya Ilmiah Untuk Kepentingan Akademis. . . .………... . . . vi

Pernyataan Keaslian Karya... . vii

Abstrak... . . viii

Abstract... ix

Kata Pengantar... . . x

Daftar Isi... . xiv

Daftar Tabel... . . xviii

Daftar Gambar... .. xix

Daftar Lampiran... . . xx

BAB I. PENDAHULUAN... . . 1

A. Latar Belakang Masalah ... . . . . 1

B. Rumusan Masalah... . . . 7

C. Tujuan Penelitian... . . . 7

D. Manfaat Penelitian... . . . 8


(18)

BAB II. LANDASAN TEORI... . .. 9

A. Wartawan... . .. 9

1.Pengertian Wartawan ... . 9

2.Jenis Wartawan... . 9

3.Tugas Jurnalistik Wartawan... . . 11

4.Resiko Wartawan... . . 13

B. Stres Kerja... . . .. 17

1.Pengertian Stres... . . 17

2.Pengertian Stres Kerja... . . 18

3.Sumber Stres Kerja... . .19

4.Gejala Stres Kerja... . . 20

5.Konsekuensi / Akibat Stres... . 22

6.Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Stres... . 24

C.Tingkat Stres Kerja Wartawan……... . . . 26

BAB III. METODE PENELITIAN... . . 32

A. Jenis Penelitian... . . .. 32

B. Variabel Penelitian... . . . . 32

C. Definisi Operasional... . . . . 32

D. Subyek Penelitian... . . . . 33

E. Metode dan Alat Penelitian... . . . . 34

F. Validitas dan Reliabilitas... . . . 36

1.Validitas... . . . 36


(19)

2.Reliabilitas... . . . 38

G. Metode Analisis Data... . . . . 39

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... . . . 42

A. Persiapan Penelitian... . . . .. 42

1.Perijinan Penelitian... . . . 42

2.Lokasi Penelitian... . . . 42

3.Subyek Penelitian... . . . .43

4.Uji Coba Penelitian... . . . 44

B. Pelaksanaan Penelitian... . . . 44

C. Hasil Penelitian... . . . 45

1.Uji Normalitas... . . . 45

2.Deskriptif Data Penelitian... . . . 46

3.Data Tingkat Pendidikan Wartawan Pada Surat Kabar Harian... . . . .. 47

4.Data Lama Bekerja Wartawan Pada Surat Kabar Harian... . . . 47

5.Kategorisasi Tingkat Stres Kerja Pada Wartawan Surat Kabar Harian... . . . .. 48

D. Pembahasan... . . . 48

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN... . . . .. . 53

A. Kesimpulan... . . . 53


(20)

B. Saran... . . . 53 DAFTAR PUSTAKA... . . . . 55 LAMPIRAN

SURAT IJIN PENELITIAN

SURAT KETERANGAN PENELITIAN


(21)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1. Blueprint Skala Tingkat Stres Kerja Pada Wartawan Sebelum

Uji Coba... . . . 35

Tabel 3.2. Distribusi Item Skala Tingkat Stres Kerja Pada Wartawan Sebelum Uji Coba... . . . .36

Tabel 3.3 Distribusi Item Skala Tingkat Stres Kerja Pada Wartawan Yang Gugur... . . . 38

Tabel 3.4 Distribusi Item Skala Tingkat Stres Kerja Pada Wartawan Setelah Uji Coba... . . . .38

Tabel 3.5. Norma Kategorisasi Jenjang... . . . 40

Tabel 3.6. Kategori Skala Tingkat Stres Kerja... . . . 41

Tabel 4.1. Uji Normalitas... . . . 45

Tabel 4.2. Statistic Descriptive... . . . 46

Tabel 4.3. Tingkat Pendidikan Wartawan Pada Surat Kabar Harian... . . . 47

Tabel 4.4. Data Lama Bekerja Wartawan Pada Surat Kabar Harian... . . . .. 47

Tabel 4.5. Kategorisasi Tingkat Stres Kerja Pada Wartawan Surat Kabar Harian... . . . .. . .48


(22)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Hubungan antara Stres dan Performansi... 23 Gambar 2. Skema Alur Stres Kerja Wartawan... 31


(23)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A

1. Data Try Out... . . . 57 2. Reliabilitas Try Out... . . . 69 3. Skala Try Out... . . . 71 Lampiran B

1. Data Penelitian... . . . 79 2. Reliabilitas Penelitian... . . . 97 3. Data Statistik Deskriptif... . . . 99 4. Data Penggolongan Tingkat Stres Kerja... . . . 100 5. Uji Normalitas... . . . 114 6. Skala Penelitian... . . . 115


(24)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pada era globalisasi seperti sekarang ini, kebutuhan akan informasi telah menjadi bagian penting dari kehidupan masyarakat luas. Suhandang (2004) dalam bukunya mengatakan bahwa saat ini informasi merupakan komoditi yang paling berharga bagi semua pihak dalam meniti pergaulannya. Beberapa penelitian menyebutkan, informasi kini menduduki urutan ke 10, setelah 9 bahan pokok kebutuhan masyarakat yang sudah ada sebelumnya (Djuroto, 2004).

Berkembangnya teknologi di bidang komunikasi membuat dunia menjadi sempit, sehingga informasi apapun mudah diperoleh kapan saja diperlukan (Suhandang, 2004). Masyarakat dapat memperoleh berbagai informasi yang diinginkan melalui media massa, seperti koran, televisi, radio, majalah, film dokumentasi dan internet. Menurut Djuroto (2004), bisnis informasi semakin marak dan menjadi trend di awal millennium III sehingga berbagai media massa baik cetak, elektronik maupun interaktif semakin berpacu dalam menggapai audience- nya. Hal ini tentu saja semakin mempermudah masyarakat untuk mendapatkan informasi.

Teknologi komunikasi tidak akan bisa berkembang bahkan tidak akan bisa bermanfaat tanpa tangan-tangan terampil dan bijak. Dalam hal ini perlu adanya orang-orang yang mau dan mampu menggunakannya demi tersebarnya informasi yang tepat guna bagi kesejahteraan hidup umat manusia (Suhandang, 2004).


(25)

Aliansi Jurnalis Independen (2007) mengemukakan bahwa profesi atau penamaan seseorang yang pekerjaannya berhubungan dengan isi media massa disebut dengan jurnalis. Akan tetapi pada kenyataan referensi penggunaannya, istilah jurnalis lebih mengacu pada definisi wartawan. Menurut Persatuan Wartawan Indonesia, pendefinisian wartawan berhubungan dengan kegiatan tulis menulis yang diantaranya mencari data (riset, liputan, verifikasi) untuk melengkapi tulisannya. Djuroto (2004) menyatakan bahwa wartawan merupakan ujung tombak dari sebuah media massa. Mereka yang paling banyak mensuplai bahan berita untuk penyajian tiap harinya.

Jenis wartawan dapat dibedakan sesuai dengan jenis media massa tempat bekerja. Wartawan yang menyiarkan beritanya melalui radio atau televisi disebut wartawan radio atau wartawan televisi sedangkan wartawan yang menyiarkan beritanya melalui penerbitan surat kabar atau majalah disebut wartawan media cetak. Ada beberapa bentuk media cetak yaitu: surat kabar (koran), majalah, tabloid, buletin dan buku (Djuroto, 2004). Dalam penelitian ini yang yang akan menjadi subyek penelitian adalah wartawan yang bekerja pada surat kabar (koran) yang terbit teratur setiap hari.

Setiap melaksanakan tugasnya, wartawan surat kabar harian selalu berhadapan dengan deadline berita. Marga Raharja (2007), seorang wartawan Harian Kontan mengemukakan bahwa deadline adalah batas tenggang waktu untuk para wartawan dalam mengumpulkan laporan berita secara tertulis. Hal ini merupakan suatu kewajiban bagi wartawan karena hasil laporan beritanya sangat berpengaruh pada target berita dari suatu media massa. Jangka waktu


(26)

pengumpulan laporan mengenai berita tentu saja terbatas dan tidak bisa ditawar-tawar, apalagi jika media massa tempat wartawan tersebut bekerja adalah media massa yang terbit secara harian, dimana dalam satu hari tersebut wartawan harus mengumpulkan laporan berita yang telah diliput.

Saat melakukan pencarian berita, tidak selamanya menjadi hal yang mudah bagi seorang wartawan. Faktor kooperatif dari narasumber sangat mempengaruhi kelancaran tugas wartawan. Apalagi jika berita yang hendak diliput berkaitan dengan isu-isu tidak sedap yang sedang marak dibicarakan oleh masyarakat. Para narasumber yang terkait biasanya akan berusaha menghindar, mengelak ataupun memberikan jawaban yang berbelit-belit. Selain itu, seorang wartawan dituntut untuk menguasai masalah yang akan diangkat dalam tulisannya. Hal ini tentu menjadi sebuah hambatan tersendiri bagi wartawan, ketika ia harus tetap mendapatkan berita dengan cepat untuk memenuhi deadline (Marga Raharja, 2007).

Naning (2005) dalam tulisannya mengemukakan bahwa menjadi penulis dituntut untuk mampu menulis cepat, maka yang diwajibkan adalah berfikir dan bertindak cepat dan tepat atau akurat, sebab tidak akan bermanfaat apabila bertindak cepat tetapi tidak tepat. Kesalahan dalam menulis untuk media massa-cetak (majalah, koran atau tabloid) akan menimbulkan kerugian, atara lain: memberi informasi yang salah kepada pembaca, menurunkan bobot majalah, dan bila fatal akan mengakibatkan polemik atau mengundang pro dan kontra.

Tugas sebagai wartawan juga penuh dengan resiko. Berbagai macam resiko harus dihadapi seperti penolakan, tudingan miring, mendapat ancaman,


(27)

bahkan mendapat perlakuan kasar atau kekerasan dimana tidak sedikit yang telah menjadi korban. Belum lagi resiko kecelakaan di lapangan yang disebabkan oleh human error ataupun kondisi lingkungan yang tidak baik atau berbahaya. Para wartawan seringkali kurang memikirkan keselamatannya sendiri dalam mencari dan meliput berita. Tragedi tenggelamnya KM Levina I di Tanjung Priok yang menewaskan kameramen Guntur, Suherman dan anggota penyidik dari Pusat Laboratorium dan Forensik (Puslabfor) Polri menjadi tragedi kecelakaan kerja yang menjelaskan resiko menjadi seorang wartawan (Moses, 2007).

Tindak kekerasan terhadap wartawan juga sering terjadi. Aliansi Jurnalisme Independen (AJI) mengemukakan bahwa selama rentang waktu tahun 2000-2001 telah terjadi 83 kasus penganiayaan terhadap wartawan (Hanggoro; Iriawati, 2006). Kasus Fuad Muhammad Syarifuddin yang kerap dipanggil Udin, seorang wartawan Harian Bernas, Yogyakarta yang dianiaya hingga akhirnya meninggal dunia pada tanggal 16 Agustus 1996 serta Ersa Siregar seorang wartawan RCTI yang ditemukan meninggal tanggal 29 Desember 2003 saat meliput konflik di Aceh menjadi juga menjadi bukti beratnya tugas seorang wartawan (http://id.wikipedia.org, 2006).

Selain keselamatan secara fisik, wartawan juga berhadapan dengan resiko trauma psikis. Hal ini terjadi pada wartawan yang bertugas meliput konflik-konflik seperti peperangan ataupun kerusuhan. Dart Centre for Journalism & Trauma, (2006) mengemukakan bahwa wartawan-wartawan yang berada di garis depan beresiko mengalami serangkaian masalah emosional dan kesehatan mental yang berkisar dari kecemasan, depresi, alkohol dan penyalahgunaan narkoba,


(28)

kesulitan-kesulitan hubungan dalam beberapa kasus, Gangguan Stres Pasca-Traumatis (PTSD). The American Psychiatric Association (2006) menandai PTSD sebagai sedikitnya satu bulan dari kejadian dan mengingat kembali secara intrusif peristiwa-peristiwa, mati rasa secara emosional serta menghindari orang-orang dan tempat-tempat yang mengingatkan akan peristiwa tersebut. Hal ini didukung oleh pernyataan Chris Cramer, President of CNN International Networks, yang menyatakan bahwa sangatlah alami jika seorang wartawan merasakan dampak / efek trauma, oleh karena itu para pemilik media harus menerima eksistensi dari dampak tersebut dan mengambil langkah-langkah untuk menyediakan konseling untuk para stafnya (Dart Centre for Journalism & Trauma, 2006).

Permasalahan ekonomi juga tidak luput dari kehidupan wartawan, apalagi dengan keadaan seperti sekarang ini dimana semua kebutuhan untuk hidup menjadi semakin mahal. Hasil penelitian Aliansi Jurnalis Independen (AJI) tentang kesejahteraaan wartawan pada tahun akhir tahun 2005 mengungkapkan penghasilan rata-rata wartawan antara 900 ribu dan 1,4 juta perbulan, yang lebih menyedihkan masih dijumpai wartawan dengan gaji di bawah 200 ribu perbulan. Penelitian ini melibatkan responden 400 wartawan dari 80 media massa di 17 kota di Indonesia (Hanggoro; Iriawati, 2006).

Berbagai hambatan, resiko, tuntutan serta tanggung jawab yang menjadi konsekuensi dalam menjalankan tugas menyebabkan tekanan dalam diri wartawan dimana hal tersebut akan memicu timbulnya stres. Looker & Gregson (2004) mendefinisikan stres sebagai sebuah keadaan yang dialami individu ketika terjadi sebuah ketidaksesuaian antara tuntutan-tuntutan yang diterima dan kemampuan


(29)

untuk mengatasinya. Tuntutan-tuntutan yang diterima oleh individu disebut dengan stressor. Sarafino (1990) menyatakan bahwa stressor akan menghasilkan ketegangan dalam proses-proses fisiologis dan psikologis individu sehingga tubuh akan akan meresponnya dengan respon fisik, mental, dan emosi, serta juga berpengaruh pada sistem atau hubungan sosial individu.

Hardjana (1994) menjelaskan bahwa lingkungan kerja dapat menjadi sumber stres karena beberapa alasan, antara lain tuntutan kerja, tanggung jawab kerja, lingkungan fisik kerja, rasa kurang memiliki pengendalian, hubungan antar manusia yang buruk, peningkatan jenjang karier dan rasa kurang aman dalam bekerja.

Bagi wartawan, stres dapat menyebabkan gangguan baik secara fisiologis, psikologis, dan sosial. Hardjana (1994) menyebutkan secara psikologis, orang yang mengalami stres akan menderita tekanan dan ketegangan yang membuat pola berpikir, emosi dan perilaku menjadi kacau. Secara fisiologis, kegugupan dan kegelisahan itu menggejala pada degup jantung yang cepat, perut mual, mulut kering dan keringat mengucur di sekujur tubuh.

Stres kerja adalah fenomena normal yang banyak ditemui di berbagai lapangan pekerjaan. Namun begitu, stres adalah suatu pengalaman yang subyektif. Artinya, tingkat / kadar stres tiap individu berbeda. Hal ini tergantung sumber daya yang ada pada diri individu tersebut dalam memandang suatu hal, peristiwa atau keadaan. Hardjana (1994) mengemukakan, ada dua faktor pokok yang mempengaruhi penilaian kita yaitu, faktor pribadi dan situasi.


(30)

Faktor pribadi meliputi unsur intelektual, motivasi dan kepribadian, sedangkan faktor situasi meliputi beberapa bentuk, yaitu : bentuk pertama, bila hal, peristiwa, orang dan keadaan itu mengandung tuntutan berat dan mendesak, yang kedua, bila hal itu berhubungan dengan perubahan hidup, seperti mulai masuk kerja, menikah, menjadi orang tua. Bentuk ketiga adalah ketidakjelasan dalam situasi, misalnya di tempat kerja fungsi tidak jelas, tugas kabur. Bentuk keempat adalah tingkat diinginkannya suatu hal dan bentuk kelima adalah, kemampuan orang untuk mengendalikan hal yang membawa stres.

Wartawan sebagai pribadi yang memiliki sumber daya berdasarkan kemampuan dan pengalaman masing-masing tentu berbeda dalam menghadapi berbagai bentuk stressor yang terjadi dalam lingkungan kerja mereka. Dapat dikatakan bahwa wartawan memiliki tingkat stres yang berbeda satu sama lain. Oleh karena itu dalam penelitian ini, peneliti ingin melihat bagaimana tingkat stres kerja yang dialami oleh para wartawan surat kabar harian dalam menjalankan tugasnya.

B. Rumusan Masalah

Bagaimana gambaran tingkat stres kerja yang terjadi pada wartawan surat kabar harian.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengambarkan tingkat stres kerja yang pada wartawan surat kabar harian.


(31)

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan mengenai tingkat stres kerja pada wartawan dan dapat dipergunakan sebagai literatur dalam penelitian yang relevan di masa yang akan datang, khususnya bidang ilmu Psikologi Industri dan Organisasi.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi perusahaan penerbitan pers / media massa

Hasil penelitian ini dapat dipergunakan sebagai bahan pertimbangan dalam memperhatikan kesejahteraan wartawan sehingga dapat menunjang peningkatan mutu jurnalistik.

b. Bagi wartawan

Selain menambah wawasan, penelitian ini dapat dipergunakan wartawan sebagai bahan refleksi dalam rangka memahami kondisi diri sehingga diharapkan wartawan mampu mengatasi gejala-gejala stres yang terjadi pada dirinya sejak dini.


(32)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Wartawan

1. Pengertian Wartawan

Wartawan adalah seseorang yang melakukan jurnalisme, yaitu orang yang menciptakan laporan sebagai profesi untuk disebarluaskan atau dipublikasikan dalam media masa seperti koran, televisi, radio, majalah, film dokumentasi dan internet, sedangkan jurnalis adalah profesi atau penamaan seseorang yang pekerjaanya berhubungan media massa (http://id.wikipedia.org/Wiki/Wartawan, 2007).

Djuroto, (2004) mendefinisikan wartawan adalah seseorang yang bertugas mencari, mengumpulkan, dan mengolah informasi menjadi berita, untuk disiarkan melalui media massa.

Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa yang disebut dengan wartawan adalah orang-orang yang menciptakan laporan dengan cara mencari, mengumpulkan, dan mengolah informasi menjadi berita untuk disebarluaskan melalui media massa.

2. Jenis Wartawan

Djuroto (2004) membedakan wartawan menjadi tiga golongan berdasarkan status pekerjaannya, yaitu:


(33)

a. Wartawan tetap, artinya wartawan yang bertugas di satu media massa (cetak atau elektronik) dan diangkat menjadi karyawan tetap di perusahaan tersebut. Karyawan tetap adalah adalah mereka yang mendapat gaji tetap, tunjangan, bonus, fasilitas kesehatan dan sebagainya serta diperlakukan sebagaimana karyawan lainnya dengan hak dan kewajiban yang sama.

b. Wartawan pembantu adalah wartawan yang bekerja di suatu perusahaan pers (cetak atau elektronik), tetapi tidak diangkat sebagai karyawan tetap. Mereka diberi honorarium yang disepakati, diberi surat tugas (kartu pers) serta diberi tugas sesuai kemampuannya dan dapat mewakili penerbitannya bila meliput satu peritiwa.

c. Wartawan lepas adalah wartawan yang tidak terikat pada satu perusahaan media massa baik cetak maupun elektronik. Wartawan golongan ini bebas mengirimkan beritanya ke berbagai media massa. Wartawan lepas mendapat honorarium jika berita atau tulisannya dimuat.

Suhandang (2004) membedakan wartawan menjadi dua golongan berdasarkan tugas dan karyanya, yaitu reporter dan editor.

a. Reporter adalah jurnalis atau wartawan yang bertugas mencari dan mengumpulkan informasi atau bahan pemberitaan melalui peliputan peristiwa yang terjadi.

b. Editor adalah jurnalis yang bertugas mengedit, dalam arti menilai dan mempertimbangkan kelayakan dan kepentingan hasil karya para


(34)

reporter untuk dijadikan berita atau komentar dan menyusunya kembali menjadi produk jurnalistik yang siap cetak.

3. Tugas Jurnalistik Wartawan

Secara garis besar, tugas wartawan adalah meliput berita, mengolah dan melaporkan berita atau informasi dengan jelas serta terperinci seseuai dengan fakta yang terjadi di lapangan (menulis berita). Dalam melaksanakan tugas tersebut, wartawan terikat dengan deadline yang telah diatur oleh redaktur. Zaenuddin (2007) menyebutkan bahwa deadline adalah batas waktu terakhir naskah berita dapat dipertimbangkan pemuatannya dalam media cetak atau elektronik. Deadline di tiap-tiap media berbeda-beda tergantung pada jenis media dan periodisasinya.

Dalam menjalankan tugasnya tesebut wartawan perlu senantiasa membuka mata dan telinga dalam mencari berbagai informasi di sekelilingnya. Upaya tersebut berguna untuk menambah wawasan dan pengetahuannya sehingga selalu mampu mengikuti perkembangan situasi. Suhirman (2006) menyebutkan bahwa ketrampilan dan pengetahuan umum seorang wartawan/ eporter mutlak dimiliki. Seorang wartawan harus peka terhadap keadaan sekelilingnya. Semua info yang didapat harus segera dicari darimana sumbernya dan dicek kebenarannya. Setiap berita yang akan dibuat harus padat dan sesuai fakta. Kesalahan dalam proses peliputan ataupun saat penulisan berita bisa berakibat fatal. Jika berita yang disiarkan salah atau tidak berdasarkan fakta yang ada maka dapat berakibat pada pencemaran nama baik


(35)

dari orang atau institusi yang diberitakan tersebut. Hal ini, tentu akan menurunkan bobot dari media massa dan mengundang pro serta kontra atas pemberitaan tersebut (Naning, 2005).

Setiati (2006) mengemukakan bahwa sebelum melakukan peliputan wartawan harus mempunyai kerangka acuan atau TOR (term of reference) mengenai berita yang hendak diliput. Hal ini dimaksudkan agar wartawan mengetahui hal apa saja yang harus dilakukan. Berikutnya, wartawan diwajibkan untuk menguasai topik pembicaraan, dengan demikian wartawan tidak buta terhadap pokok persoalan yang akan ditanyakan dengan narasumber. Mempelajari dahulu peristiwa yang hendak diangkat untuk melihat nilai suatu berita (news value) juga perlu dilakukan oleh wartawan. Hal ini terkait juga dengan ”pertimbangan keuntungan” bagi perusahaan, apakah berita tersebut memiliki nilai jual di masyarakat atau tidak. Hal penting lain yang tidak boleh dilupakan wartawan adalah kesesuaian berita dengan kode etik media massa tempat wartawan bekerja.

Pada kasus-kasus tertentu, wartawan harus melakukan liputan investigasi untuk mengetahui kebenaran informasi suatu berita sebelum disiarkan kepada masyarakat. Wardhana (dalam Setiati, 2006) mendefinisikan liputan investigasi sebagai reportase yang dilakukan wartawan atau sekelompok wartawan terhadap masalah yang menyangkut kepentingan dan penting untuk diketahui masyarakat umum, tetapi ingin ditutupi oleh satu pihak luar. Unsur utama liputan investigasi adalah adanya ketidakberesan,


(36)

pelanggaran, atau penyelewengan yang merugikan masyarakat, misalnya manipulasi, korupsi dan nepotisme.

Dalam melaksanakan kegiatan jurnalistiknya, wartawan tidak bisa dipisahkan dengan kegiatan wawancara. Wawancara sangat penting dalam tugas jurnalistik wartawan karena merupakan sarana atau teknik pengumpulan data dan informasi. Setiap peliputan hampir selalu membutuhkan wawancara dengan sumber informasi. Wawancara adalah teknik meliput, selain terjun langsung ke lapangan atau tempat kejadian peristiwa dan studi literatur (kepustakaan). Sebelum melakukan wawancara, wartawan harus bersikap obyektif. Wartawan juga dituntut untuk bisa mendalami permasalahan yang ingin diketahui, mempelajari latar belakang tokoh yang akan diwawancarai, serta melemparkan pertanyaan yang tajam dalam melumpuhkan narasumbernya (Setiati, 2006).

Setiati (2006) menambahkan, untuk meningkatkan keahlian dalam mewawancarai narasumber, wartawan harus menambahkan pengetahuan umum tentang berbagai masalah yang menyangkut kepentingan masayarakat luas. Pertanyaan-pertanyaan yang berlandaskan pengetahuan akan membuat narasumber semakin terbawa untuk mengungkapkan informasi penting.

4. Risiko Wartawan

Zaenuddin (2007), mengemukakan bahwa wartawan harus mampu bekerja di bawah tekanan. Hal ini berhubungan dengan masalah waktu. Wartawan harus siap bekerja di bawah tekanan waktu. Artinya, pekerjaan para


(37)

wartawan baik dalam statusnya sebagai reporter ataupun redaktur pasti selalu dibatasi oleh waktu. Dalam istilah jurnalistik disebut dengan deadline. Untuk wartawan batas waktu ini berkaitan dengan penyerahan berita ke redaktur. Reporter, koordinator liputan, redaktur, bahkan pemimpin redaksi senantiasa dikejar-kejar waktu. Wartawan yang sedang manulis berita biasanya diingatkan oleh redakturnya agar segera diselesaikan, bahkan tidak jarang sampai didesak-desak, dibentak dan dimarahi supaya cepat menyelesaikan beritanya tersebut. Pelanggaran terhadap deadline berakibat menghambat proses kerja redaksi dan bisa merusak produk. Penentuan deadline ini juga berpengaruh pada proses percetakan sampai proses pendistribusian surat kabar. Kelalaian dalam proses ini bisa berakibat fatal. Untuk itu, para wartawan harus bisa mengatur waktu agar tidak melanggar deadline. Zaenuddin (2007) juga menyebutkan bahwa para reporter seringkali merasa tertekan manakala waktu deadline hampir tiba, sementara berita belum selesai dibuat atau diliput. Inilah situasi yang disebut bekerja di bawah tekanan. Situasi ini berlangsung nyaris setiap hari.

Dalam kesehariannya, wartawan harus siap bekerja setiap saat. Kapan saja wartawan harus siaga meliput berbagai peristiwa untuk ditulis atau disiarkan sebagai berita. Misalnya ada di tengah malam terjadi pengeboman atau di pagi hari terjadi peristiwa kebakaran, wartawan harus siap meliputnya. Kecuali sedang mengambil cuti atau berhalangan karena sakit, wartawan harus siap ditugaskan kapan saja untuk meliput suatu berita (Zaenuddin, 2007).

Berdasarkan hasil wawancara terhadap Marga Raharja (2007), seorang wartawan harian Kontan, mencari berita bukanlah hal yang selalu


(38)

mudah dilakukan oleh seorang wartawan. Ada beberapa hal yang dapat memepengaruhi tugas jurnalistik dari wartawan. Salah satunya adalah faktor kooperatif dari narasumber. Apalagi jika berita yang hendak diliput berkaitan dengan isu-isu tidak sedap yang sedang marak dibicarakan oleh masyarakat. Para narasumber yang terkait biasanya akan berusaha menghindar, mengelak ataupun memberikan jawaban yang berbelit-belit.

Tugas sebagai wartawan penuh dengan bahaya. Berbagai bentuk kekerasan baik secara fisik maupun non fisik terhadap wartawan juga kerap terjadi. Masduki (2005) mengungkapkan bahwa salah satu cara pengusaha dalam rangka pengendalian pers adalah dengan melakukan tekanan fisik melalui penyerbuan kantor media pers, penganiayaan hingga penculikan wartawan atau pimpinan redaksinya. Salah satu contohnya adalah penyerbuan kantor majalah Tempo pada tahun 2003 oleh kelompok massa asuhan Tommy Winata yang merupakan kasus paling aktual yang pernah terjadi.

Resiko kecelakaan di lapangan adakalanya terjadi. Untuk mendapatkan berita para wartawan seringkali kurang memikirkan keselamatannya sendiri. Tragedi tenggelamnya KM Levina I di Tanjung Priok yang menewaskan kameramen Guntur, Suherman dan anggota penyidik dari Pusat Laboratorium dan Forensik (Puslabfor) Polri menjadi tragedi kecelakaan kerja yang menjelaskan resiko menjadi seorang wartawan (Moses, 2007).

Pekerjaan wartawan yang nyaris sepanjang waktu dan dengan tuntutan yang sangat tinggi bisa berdampak buruk pada kesehatan. Tuntutan pekerjaan seperti mengejar deadline, mengejar narasumber, menulis berita di


(39)

bawah tekanan waktu, seringkali mengakibatkan wartawan beresiko stres tinggi. Banyak wartawan senior, yang terbiasa dengan hidup kacau terserang penyakit seperti ginjal, hati, paru-paru dan jantung. Wartawan-wartawan pemula juga paling sering terkena stres karena menghadapi tuntutan deadline dan rutunitas. Konsekuensi peling sering terjadi adalah dampak buruk akibat kurang tidur atau tidur tidak teratur. Misalnya, banyak wartawan harus begadang untuk menyelesaikan laporan utama suatu tabloid (Zaenuddin, 2007).

Masalah kesejahteraan juga termasuk faktor penghambat bagi wartawan dalam berkarya. Beban tanggung jawab dan segala resiko yang harus dihadapi oleh wartawan ternyata kurang mendapat penghargaan yang baik secara ekonomi. Hal ini sering kali dimanfaat pihak-pihak yang sedang menjadi incaran berita. Masduki (2005) mengungkapkan rendahnya gaji ini ikut merusak standar profesional yang mengacu pada kode etik terutama pelaksanaan sikap anti sogokan. Aceng Abdullah (dalam Masduki, 2005) bahkan menyebutkan bahwa salah satu mitos yang melekat pada wartawan adalah wartawan selalu komersial. Sosok wartawan selalu lekat dengan amplop. Ada persepsi buruk bahwa berhubungan dengan wartawan selalu membutuhkan dana.


(40)

B. Stres Kerja

1. Pengertian Stres

Zautra (dalam Passer & Smith, 2004) mendefinisikan stres sebagai respon terhadap suatu peristiwa yang ditandai dengan munculnya emosi-emosi negatif.

Looker & Gregson (2004) mendefinisikan stres sebagai sebuah keadaan yang dialami individu ketika terjadi sebuah ketidaksesuaian antara tuntutan-tuntutan yang diterima dan kemampuan untuk mengatasinya

Sarafino (dalam Smet, 1994) mendefinisikan stres sebagai suatu kondisi yang disebabkan oleh transaksi antara individu dengan lingkungan yang menimbulkan persepsi jarak antara tuntutan-tuntutan yang berasal dari situasi dengan sumber-sumber daya sistem biologis, psikologis dan sosial seseorang.

Stres didefinisikan sebagai sebuah pola dari penilaian kognitif, respon fisiologis dan kecenderungan perilaku yang muncul ketika menanggapi sebuah ketidakseimbangan yang dirasakan antara permintaan situasional dan sumber daya yang dibutuhkan untuk mengatasi hal tersebut (Passer&Smith, 2004).

Menurut Santrock (2003), stres adalah respon individu terhadap stressor, keadaan atau peristiwa yang mengancam dan mempengaruhi kemampuan coping.

Berdasarkan beberapa definisi di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa stres adalah respon individu baik secara kognitif, fisiologis maupun perilaku yang muncul karena terjadi ketidakseimbangan antara


(41)

tuntutan-tuntutan yang diterima dengan sumber daya atau kemampuan yang ada.

2. Pengertian Stres Kerja

Stres kerja pada intinya merujuk pada kondisi dari pekerjaan yang mengancam individu Ancaman ini dapat berasal dari tuntutan pekerjaan itu atau karena kurang terpenuhinya kebutuhan individu. Stres kerja ini muncul sebagai bentuk ketidakharmonisan individu dengan lingkungan kerjanya (Diahsari, 2001).

Karasek’s (Landy&Conte, 2004) menyatakan bahwa kombinasi antara tuntutan pekerjaan yang tinggi dengan rendahnya kontrol terhadap pekerjaan akan menghasilkan tegangan pekerjaan yang tinggi dimana berpengaruh terhadap munculnya gangguan pada kesehatan.

Beehr dan Newman (dalam Diahsari, 2001) mengatakan bahwa stres kerja adalah interaksi antara kondisi kerja dengan sifat-sifat pekerja yang mengubah fungsi fisik maupun psikis yang normal. Definisi ini menunjukkan bahwa stres kerja merupakan tuntutan pekerjaan yang tidak mampu diimbangi oleh kemampuan karyawan.

Berdasarkan pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa stres kerja adalah sebuah kondisi dimana terjadi ketidakseimbangan / ketidakharmonisan antara tuntutan-tuntutan yang berasal dari pekerjaan dengan kemampuan yang ada individu yang ditandai dengan munculnya perubahan fungsi fisik maupun psikis menjadi tidak normal.


(42)

3. Sumber Stres Kerja

Luthan (dalam Susiyatri, 2004), menyebutkan bahwa sumber stres berasal dari empat faktor yaitu:

a. Sumber dari luar organisasi, yang meliputi perubahan sosial, teknologi, keluarga, kondisi ekonomi dan finansial, kelas dan ras, serta kondisi lingkungan.

b. Sumber dari dalam organisasi, yang meliputi strategi dan kebijaksanaan administrasi, desain dan struktur organisasi, proses organisasi dan kondisi kerja.

c. Sumber kelompok, yang dikategorikan menjadi tiga area, yaitu: kurangnya kohesifitas kelompok, kurangnya dukungan kelompok, dan inter-individual (interpersonal dan intergroup conflict).

d. Sumber dari diri karyawan itu sendiri, misalnya peran yang ambigu, adanya konflik peran dan kepribadian individu yang mempengaruhi individu dalam bekerja.

Margolis, Kroes & Quinn (dalam Shcultz&Shcultz, 1990) mengatakan bahwa para psikolog menggunakan kata overload dalam mengidentifikasi dua tipe penyebab stres kerja, yaitu:

Quantitative Overload, ialah kondisi dimana tuntutan pekerjaan yang harus diselesaikan dalam jangka waktu tertentu sangat tinggi. Sebagai contoh, sebuah penelitian terhadap pasien serangan jantung usia muda menemukan bahwa tujuh puluh persen dari mereka bekerja lebih dari enam puluh jam per minggu.


(43)

Qualitative Overload, ialah tingginya tingkat kesulitan pekerjaan yang harus diselesaikan oleh karyawan. Hal ini berkaitan dengan ketidakmampuan dalam memenuhi tuntutan pekerjaan.

Hardjana (1994) dalam bukunya menjelaskan bahwa terdapat dua sumber stres yaitu : sumber stres yang berasal dari dalam diri (internal sources), misalnya menderita suatu penyakit, konflik internal dan sumber stres yang berasal dari lingkungan luar (eksternal sources), baik lingkungan kerja maupun lingkungan sekeliling.

Dalam penelitian ini yang menjadi fokus penelitian adalah faktor-faktor yang berasal dari luar individu (eksternal). Hal ini didasarkan pada hasil yang ingin diungkap oleh peneliti yaitu tingkat stres kerja yang banyak dipengaruhi oleh situasi pada pekerjaan subyek dimana pada situasi tersebut menimbulkan adanya tuntutan dan tekanan yang harus dipenuhi. Situasi tersebut antara lain deadline, tekanan dari atasan, resiko fisik, psikis serta sosial.

4. Gejala Stres Kerja

Spector (dalam Widyarani, 2006) menjelaskan tiga jenis reaksi/gejala yang dialami seseorang ketika menghadapi situasi yang menekan. Ketiga jenis reaksi/gejala tersebut adalah:

a. Reaksi Psikologis

Reaksi psikologis adalah reaksi psikis terhadap stres yang dialami. Biasanya gejala ini terjadi secara bersamaan dengan intensitas


(44)

yang cukup tinggi. Contoh dari reaksi psikologis adalah cemas, frustasi, daya ingat menurun, kecewa, gelisah, sulit memecahkan masalah dan lesu. Behr&Newman (Jasinta, 2002) menyebutkan gejala stres berdasarkan aspek psikologis seperti adanya ketegangan, perasaan bingung, marah, serta sensitif, memendam perasaan, komunikasi tidak efektif, mengurung diri, depresi, merasa terasing dan mengasingkan diri, kebosanan, lelah mental, menurunnya fungsi intelektual, kehilangan daya konsentrasi, kehilangan semangat hidup, menurunnya harga diri dan rasa percaya diri, kehilangan spontanitas dan kreativitas.

b. Reaksi Fisiologis

Reaksi fisik yang muncul ketika seseorang menghadapi situasi yang penuh dengan tekanan disebut reaksi fisiologis. Bagian fisik yang paling sering terasa sakit adalah daerah kepala dan perut. Contoh dari reaksi fisiologis yaitu sakit kepala, sakit perut, tekanan darah meningkat dan sebagainya.

c. Reaksi Perilaku

Ketika seseorang menunjukkan perilaku tertentu yang intensitasnya meningkat atau menurun secara drastis sewaktu mengalami stres itu maka itu disebut reaksi perilaku. Contoh dari reaksi perilaku adalah merokok, berdoa, dan sulit tidur.

Behr&Newman (Jasinta, 2002) menambahkan gejala stres berdasarkan aspek perilaku antara lain, menunda ataupun menghindari pekerjaan, penurunan prestasi dan produktifitas, perilaku sabotase,


(45)

meningkatnya frekuensi absensi, perilaku makan yang tidak normal (kebanyakan atau kekurangan), penurunan berat badan secara drastis, meningkatnya kecenderungan perilaku beresiko tinggi (ngebut, judi), meningkatnya agresivitas dan kriminalitas, penurunan kualitas hubungan interpersonal dengan keluarga dan teman, serta kecenderungan bunuh diri.

5. Konsekuensi / Akibat Stres

Landy&Conte (2004) membagi membagi konsekuensi / akibat stres menjadi tiga kategori yaitu:

a. Perilaku

Akibat stres pada perilaku dibagi menjadi dua bagian yaitu: yang pertama, pemrosesan informasi (information processing), dimana stres berpengaruh buruk pada memori, waktu reaksi, akurasi dan performansi terhadap tugas. Individu yang mengalami stres memiliki kesulitan dalam memfokuskan perhatiannya. Bagian kedua adalah performansi kerja (job performance). Yerkes dan Dowson (dalam Landy&Conte, 2004) mengemukakan bahwa hubungan antara stres dengan performansi adalah berbentuk U (gambar 1) terbalik dimana semakin tinggi tingkat stres maka performansi yang dihasilkan juga semakin meningkat. Namun, peningkatan ini hanya sampai pada titik tertentu setelah melewati titik tersebut performansi akan menurun. Stres yang meningkat sampai titik optimal merupakan stres yang baik, yang menyenangkan, disebut dengan eustress. Melewati titik optimal stres disebut distress, peristiwa atau situasi


(46)

dialami sebagai ancaman yang mencemaskan karena stres yang tidak menyenangkan justru akan merusak jika disebabkan oleh ketakutan, luka fisik yang menahun, dikeluarkan dari pekerjaan, rugi dalam usaha dan lain-lain (Tunggal, dalam Susiyatri, 2004).

b. Psikologis

Konsekuensi stres secara psikologis antara lain kecemasan, depresi, burnout, kelelahan, tekanan pekerjaan, ketidakpuasan terhadap pekerjaan dan hidup (Kahn; Byosiere, dalam Landy&Conte, 2004). Burnout adalah sebuah bagian ekstrem dari tekanan psikologis yang merupakan hasil dari respon berkepanjangan terhadap stressors pekerjaan yang melebihi kemampuan individu untuk mengatasinya.

c. Fisiologis

Beehr dan Newman (dalam Jasinta, 2002) mengemukakan yang termasuk gejala fisik akibat stres adalah detak jantung dan tekanan darah


(47)

meningkat, sekresi adrenalin dan nonadrenalin meningkat, Gangguan gastrointestinal misalnya gangguan lambung, kelelahan fisik, mudah terluka, kematian, gangguan kardiovaskuler, timbulnya masalah respirasi, keringat berlebihan, gangguan kulit, sakit kepala, kanker dan gangguan tidur.

Dari berbagai penelitian, stres paling banyak berpengaruh pada sistem pembuluh jantung dan perut serta berperan dalam gangguan tidur dan menimbulkan kelelahan fisik yang berlebihan Behr&Newman (dalam Diahsari, 2001).

6. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Stres

Menurut Hardjana (1994), ada dua faktor yang mempengaruhi stres yaitu:

a. Faktor pribadi, meliputi unsur intelektual, motivasi, dan kepribadian.

1. Unsur intelektual berkaitan dengan sistem berfikir. Individu yang condong berfikir negatif dan pesimis, dan berkeyakinan irasional lebih mudah terkena stres daripada orang yang berfikiran positif, optimis dan berkeyakinan rasional.

2. Unsur motivasi, jika peristiwa yang mendatangkan stres itu mengancam cita-cita hidup, individu yang menghadapi peristiwa tesebut akan menghadapi stres lebih berat.

3. Unsur kepribadian, salah satu yang paling penting adalah harga diri (self-esteem). Orang yang memiliki harga diri rendah, mudah merasa tidak


(48)

memiliki kemampuan untuk mengatsi stres yang datang kepadanya. Sebaliknya, orang yang memiliki harga diri tinggi lebih tahan terhadap stres.

b. Faktor situasi, dapat tampil dalam dalam beberapa bentuk:

1. Bila hal, peristiwa, orang, dan keadaan itu mengandung tuntutan berat dan mendesak.

2. Bila hal itu berhubungan dengan perubahan hidup, seperti masuk kerja, menikah, menjadi orang tua.

3. Ketidakjelasan (ambiguity) dalam situasi. Misalnya, di tempat kerja fungsi tidak jelas, tugas kabur, ukuran penilaian kerja tidak ada.

4. Tingkat diinginkannya suatu hal (desirability). Hal yang diinginkan kurang mendatangkan stres daripada hal yang diinginkan. Misalnya, di PHK.

5. Kemampuan orang mengendalikan hal yang membawa stres (controlability). Orang yang mampu mengendalikan, pada umumnya kurang terkena stres daripada orang yang kurang mampu mengendalikan stres.

Smet (1994) mengemukakan faktor-faktor yang mengubah pengalaman stres adalah sebagai berikut:

1. Variabel dalam kondisi individu: umur, tahap kehidupan, jenis kelamin, temperamen, faktor-faktor genetik, inteligensi, pendidikan, suku, kebudayaan, status ekonomi dan kondisi fisik


(49)

2. Karakteristik kepribadian: ekstrovert-introvert, satabilitas emosi secara umum, tipe A, ketabahan (hardiness), locus of control, kekebalan dan ketahanan.

3. Variabel sosial-kognitif: dukungan sosial yang dirasakan, jaringsn sosial dan kontrol pribadi.

4. Hubungan dengan lingkungan sosial, dukungan sosial yang diterima, integrasi dalam jaringan sosial.

5. Strategi coping. Sarafino (1994) mendefinisikan coping sebagai suatu proses yang terjadi ketika individu berusaha untuk mengontrol adanya ketidakseimbangan antara tuntutan dengan sumberdaya-sumberdaya yang dimilikinya dalam situasi stres.

C. Tingkat Stres Kerja Wartawan

Karasek’s (Landy&Conte, 2004) menyatakan bahwa kombinasi antara tuntutan pekerjaan yang tinggi dengan rendahnya kontrol terhadap pekerjaan akan menghasilkan tegangan pekerjaan yang tinggi dimana berpengaruh terhadap munculnya gangguan pada kesehatan. Hal ini didukung oleh Looker & Gregson (2004) yang mendefinisikan stres sebagai sebuah keadaan yang dialami individu ketika terjadi sebuah ketidaksesuaian antara tuntutan-tuntutan yang diterima dan kemampuan untuk mengatasinya. Tuntutan-tuntutan yang diterima oleh individu disebut dengan stressor.

Margolis, Kroes & Quinn (dalam Shcultz&Shcultz, 1990) mengidentifikasi dua tipe penyebab stres kerja, yaitu: Quantitative Overload, ialah kondisi dimana


(50)

tuntutan pekerjaan yang harus diselesaikan dalam jangka waktu tertentu sangat tinggi dan Qualitative Overload, ialah tingginya tingkat kesulitan pekerjaan yang harus diselesaikan oleh karyawan. Hal ini berkaitan dengan ketidakmampuan dalam memenuhi tuntutan pekerjaan.

Berkaitan dengan tuntutan pekerjaan yang harus diselesaikan, wartawan memiliki kewajiban menepati deadline. Deadline adalah batas waktu terakhir naskah berita dapat dipertimbangkan pemuatannya dalam media cetak atau elektronik (Zaenuddin, 2007). Tentu saja pelanggaran terhadap deadline berakibat menghambat proses kerja redaksi dan bisa merusak produk. Untuk itu wartawan harus bisa mengatur waktu agar tidak melanggar deadaline.

Namun, pada saat melaksanakan tugasnya, wartawan sering mendapat banyak hambatan. Misalnya, faktor kooperatif dari narasumber menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi kelancaran tugas dari wartawan (Marga Raharja, 2007). Seringkali narasumber tidak mau diwawancarai, mengelak ataupun menghindar dari para wartawan yang ingin mengklarifikasi suatu kasus. Selain itu, tugas sebagai wartawan memiliki resiko yang besar. Berbagai tindakan kekerasan, ancaman, penculikan bahkan sampai pembunuhan sering menimpa wartawan saat bertugas. Aliansi Jurnalis Independen (dalam Masduki, 2005) mencatat bahwa pada tahun 2001 terjadi 104 kasus kekerasan baik fisik maupun non fisik pada wartawan. Resiko kecelakaan saat bertugas juga harus siap dihadapi oleh wartawan. Tidak jarang resiko kecelakaan saat bertugas membawa korban jiwa bagi kalangan wartawan, seperti yang terjadi dalam tragedi kapal Levina I.


(51)

Dalam menuliskan berita yang didapatkannya pun, wartawan masih mendapat tekanan dari redaktur agar cepat-cepat menyelesaikan berita tesebut. Tidak jarang pada saat menulis berita, wartawan di desak-desak bahkan sampai dibentak dan dimarahi karena dianggap lelet dan melanggar deadline.

Dalam kesehariannya, wartawan harus siap bekerja setiap saat. Kapan saja wartawan harus siaga meliput berbagai peristiwa untuk ditulis atau disiarkan sebagai berita. Misalnya ada di tengah malam terjadi pengeboman atau di pagi hari terjadi peristiwa kebakaran, wartawan harus siap meliputnya. Kecuali sedang mengambil cuti atau berhalangan karena sakit, wartawan harus siap ditugaskan kapan saja untuk meliput suatu berita (Zaenuddin, 2007).

Beratnya kewajiban, tanggung jawab dan resiko yang menjadi beban wartawan ternyata kurang mendapatkan timbal balik yang seimbang, khususnya dari segi ekonomi. Luthan (dalam Susiyatri, 2004) menyebutkan bahwa salah satu faktor penyebab stres yang berasal dari luar organisasi adalah masalah kondisi ekoniomi dan finansial. Masduki (2005) mengungkapkan rendahnya gaji ini ikut merusak standar profesional yang mengacu pada kode etik terutama pelaksanaan sikap anti sogokan. Aceng Abdullah (dalam Masduki, 2005) bahkan menyebutkan bahwa salah satu mitos yang melekat pada wartawan adalah wartawan selalu komersial.

Uraian di atas adalah gambaran kewajiban serta resiko yang menjadi konsekuensi tugas sebagai seorang wartawan dimana hal tersebut berpotensi sebagai stressor yang mengacu terjadinya stres kerja.


(52)

Spector (dalam Widyarani, 2006) menjelaskan tiga jenis gejala yang dialami seseorang ketika menghadapi situasi yang menekan. Ketiga jenis reaksi tersebut adalah: pertama, reaksi Psikologis, yaitu reaksi psikis terhadap stres yang dialami. Contoh dari reaksi psikologis adalah cemas, frustasi, daya ingat menurun, kecewa, gelisah, sulit memecahkan masalah dan lesu. Kedua, reaksi Fisiologis, yaitu reaksi fisik yang muncul ketika seseorang menghadapi situasi yang penuh dengan tekanan disebut reaksi fisiologis. Bagian fisik yang paling sering terasa sakit adalah daerah kepala dan perut. Contoh dari reaksi fisiologis yaitu sakit kepala, sakit perut, tekanan darah meningkat dan sebagainya. Ketiga, reaksi Perilaku, yaitu ketika seseorang menunjukkan perilaku tertentu yang intensitasnya meningkat atau menurun secara drastis sewaktu mengalami stres itu maka itu disebut reaksi perilaku. Contoh dari reaksi perilaku adalah merokok, berdoa, dan sulit tidur.

Namun, setiap manusia memiliki sumber daya sendiri-sendiri dalam merespon stres yang dialami. Hal ini juga berlaku bagi setiap wartawan. Hardjana (1994) mengemukakan, ada dua faktor pokok yang mempengaruhi penilaian kita yaitu, faktor pribadi dan situasi.

Faktor pribadi meliputi unsur intelektual, motivasi dan kepribadian. Sedangkan faktor situasi meliputi beberapa bentuk, yaitu : bentuk pertama, bila hal, peristiwa, orang dan keadaan itu mengandung tuntutan berat dan mendesak, yang kedua, bila hal itu berhubungan dengan perubahan hidup, seperti mulai masuk kerja, menikah, menjadi orang tua. Bentuk ketiga adalah ketidakjelasan dalam situasi, misalnya ditempat kerja fungsi tidak jelas, tugas kabur. Bentuk


(53)

keempat adalah tingkat diinginkannya suatu hal dan bentuk kelima adalah, kemampuan orang untuk mengendalikan hal yang membawa stres. Faktor-faktor di atas mempengaruhi tingkat stres bagi masing-masing wartawan dalam merespon stressor-stressor yang terdapat dalam tugasnya.

Smet (1994) juga menambahkan tiga faktor lagi selain faktor individu dan karakteristik kepribadian, yaitu faktor variabel sosial-kognitif, meliputi dukungan sosial, jaringan sosial, kontrol pribadi, faktor hubungan dengan lingkungan sosial, dan faktor strategi coping. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dari bagan 1 di bawah ini.


(54)

Wartawan

Tugas : Meliput berita, mengolah dan melaporkan berita atau informasi dengan jelas serta terperinci seseuai dengan fakta yang terjadi dilapangan dalam rangka memenuhi target berita surat kabar

Stressor dari situasi pekerjaan 1. Deadline yang harus ditepati Pelanggaran deadline berpengaruh pada proses kerja redaksi, bisa merusak produk, terhambatnya proses percetakan dan

terlambatnya proses pendistribusi an

2. Bekerja dibawah tekanan waktu 3. Tekanan dari atasan, seperti sering didesak atasan (redaktur) supaya cepat menyelesaikan pekerjaan 4. Siap bekerja siang-malam 5. Resiko fisik, psikis serta sosial

Stres Kerja

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Stres 1. Faktor pribadi, meliputi unsur

intelektual, pendidikan, umur, jenis kelamin, motivasi, suku, kebudayaan, status ekonomi serta kondisi fisik dan karakteristik kepribadian seperti ekstrovert-introvert,satabilitas emosi, ketabahan (hardiness), ketabahan dan ketangguhan

2. Faktor situasi: seperti sesuatu yang mengandung tuntutan hidup, hal-hal yang berhubungan dengan perubahan hidup, ketidakjelasan situasi, tingkat diinginkannya suatu hal, dan

kemampuan orang mengendalikan hal yang membawa stres.

3. Variabel sosial-kognitif: dukungan sosial, jarinagan sosial dan kontrol pribadi

4. Hubungan dengan lingkungan sosial, dukungan sosial, integrasi dalam jaringan sosial

5. Strategi coping

Tinggi Sedang Rendah


(55)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Tujuan penelitian ini adalah membuat pencandraan (deskripsi) secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat populasi atau daerah tertentu. Dalam penelitian ini tidak perlu mencari atau menerangkan saling hubungan, membuktikan hipotesis, membuat ramalan atau mendapatkan makna dan implikasi (Suryabrata, 2006).

Pada penelitian ini keadaan yang hendak digambarkan adalah tingkat stres kerja pada wartawan surat kabar harian.

B. Variabel Penelitian

Bentuk penelitian ini adalah studi deskriptif, jadi tidak ada kontrol terhadap variabelnya. Variabel yang akan diteliti pada penelitian ini adalah tingkat stres kerja pada wartawan surat kabar harian.

C. Definisi Operasional

Tingkat stres kerja pada wartawan surat kabar harian adalah sebuah kondisi ketidakseimbangan antara aspek psikologis, fisiologis dan perilaku yang

diakibatkan oleh adanya stressor pada pekerjaan yang dialami oleh para wartawan


(56)

Stres dari segi psikologis dapat diartikan sebagai tingkat keseringan atau seberapa sering subjek merasakan gejala stres berupa cemas, frustasi, daya ingat menurun, kecewa, gelisah, sulit memecahkan masalah dan lesu. Stres dari segi fisiologis, diartikan sebagai tingkat keseringan atau seberapa sering subjek merasakan gejala stres dalam hal fisik seperti sakit kepala, sakit perut, tekanan darah meningkat. Sedangkan stres dari segi perilaku dapat diartikan sebagai tingkat keseringan atau seberapa sering subjek merasakan gejala stres dalam hal berperilaku seperti meningkatnya frekuensi merokok, berdoa dan sulit tidur.

Adapun data dari ketiga aspek tersebut diperoleh dari pengukuran melalui skala tingkat stres kerja dimana dalam hal ini tidak diberi batasan pasti mengenai tingkat keseringan munculnya gejala stres kerja yang terjadi pada subjek namun diserahkan pada penilaian subjektif dari para subjek.

D. Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah wartawan dengan karakteristik:

a. Wartawan yang bertugas mencari dan mengumpulkan informasi atau bahan

pemberitaan melalui peliputan peristiwa yang terjadi di lapangan. Tidak termasuk redaktur serta editor.

b. Wartawan yang bekerja pada surat kabar harian. Wartawan yang bekerja

pada surat kabar harian dan memiliki kewajiban mengumpulkan berita

sesuai dengan jadwal deadline setiap hari.

Teknik pemilihan subyek yang digunakan adalah teknik purposive


(57)

ciri-ciri atau sifat-sifat tertentu yang dipandang mempunyai sangkut paut yang erat dengan ciri-ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya (Hadi, 2004).

E. Metode dan Alat Penelitian

Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah dengan melakukan penyebaran skala yang diisi oleh subjek. Skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala tingkat stres kerja yang disusun berdasarkan teori Spector yang memuat 3 aspek, yaitu psikologis, fisiologis dan perilaku.. Skala ini digunakan untuk mengungkap tinggi rendahnya tingkat stres kerja pada wartawan surat kabar harian.

Skala tersebut dibuat berdasarkan metode rating yang dijumlahkan (method of summated rating) yaitu metode penskalaan pernyataan sikap yang menggunakan distribusi respon sebagai dasar penentuan nilai skalanya. Dalam skala ini, subyek diminta merespon pernyataan-pernyataan yang dirumuskan secara dan unfavorabel tentang suatu obyek. Obyek skala yang dimaksud adalah tingkat stres kerja.

Pernyataan favorabel adalah pernyataan yang mendukung secara teknis atau memihak obyek (sikap) yang akan diukur, sedangkan pernyataan unfavorabel adalah pernyataan yang tidak mendukung atau berlawanan terhadap obyek (sikap) yang hendak diukur.

Setiap item yang hendak diukur memuat empat kategori jawaban yaitu, Tidak Pernah (TP), Jarang (J), Sering (S), dan Sering Sekali (SS). Pemberian skor


(58)

pada setiap item tergantung pada jenis pernyataan. Untuk item favorabel kategori jawaban Tidak Pernah (TP) diberi skor 1, Jarang (J), diberi skor 2, Sering (S) diberi skor 3, Sering sekali (SS) diberi skor 4, sedangkan untuk item unfavorabel kategori jawaban Tidak Pernah (TP) diberi skor 4, Jarang (J), diberi skor 3, Sering (S) diberi skor 2, Sering sekali (SS) diberi skor 1.

Skor untuk masing-masing item pada skala dijumlahkan sehingga menjadi skor total. Semakin tinggi skor yang diperoleh subyek, menunjukkan bahwa subyek memiliki tingkat stres kerja yang lebih tinggi. Sebaliknya, semakin rendah skor yang diperoleh subyek, menunjukkan bahwa subyek memiliki tingkat stres yang rendah.

Tabel 3.1 Blueprint Skala Tingkat Stres Kerja Pada Wartawan Sebelum Uji Coba

Item

No Aspek Stres

Favorabel Unfavorabel

Jumlah

1 Psikologis 10 10 20

2 Fisiologis 10 10 20

3 Perilaku 10 10 20

TOTAL 30 30 60

Berdasarkan blueprint skala tingkat stres kerja pada wartawan diatas,

berikut adalah tabel diatribusi item menurut masing-masing aspek dan kategori sifat favorabel dan unfavorabel.


(59)

Tabel 3.2 Distribusi Item Skala Tingkat Stres Kerja Pada Wartawan Sebelum Uji Coba

Item

No Aspek Stres

Favorabel Unfavorabel

Jumlah

1 Psikologis 1,4,8,12,13,16,

17,20,27,31

5,9,18,26,35,36, 38, 40,51,59

20

2 Fisiologis 2,14,19,22,28,

29,41,44,47,50

21,24,25,32,33, 34,45,52, 53,56

20

3 Perilaku 3,6,7,11,23,30,

42,46,48,49

10,15,37,39,43, 54,55,57, 58,60

20

TOTAL 30 30 60

F. Validitas dan Reliabilitas 1. Validitas

Validitas sering dikonsepkan sebagai sejauh mana tes mampu mengukur atribut yang seharusnya diukur. Suatu alat ukur yang tinggi validitasnya akan menghasilkan eror pengukuran yang kecil, artinya skor setiap subyek yang diperoleh oleh alat ukur tersebut tidak jauh berbeda dari skor yang sesungguhnya (Azwar, 2004).

Validitas dalam penelitian ini diukur melalui dua cara, yaitu : a. Validitas isi

Validitas isi merupakan validitas yang diestimasi lewat pengujian

terhadap isi tes dengan analisis rasional atau lewat professional judgement.

Pertanyaan yang dicari jawababnya dalam validitas ini adalah sejauh mana item-item tes mewakili komponen-komponen dalam keseluruhan kawasan isi obyek yang hendak diukur (aspek representasi) dan sejauh mana item-item tes mencerminkan ciri perilaku yang hendak diukur (aspek relevansi) (Azwar, 2004). Validitas ini dibagi menjadi dua tipe, yaitu:


(60)

1. Validitas muka

Validitas muka adalah validitas yang di dasarkan pada format penilaian tes. Validitas muka penting artinya guna membangun kredibilitas tes dan selanjutnya meningkatkan motivasi individu untuk menjawab tes (Azwar, 2004).

2. Validitas logik

Validitas ini menunjukkan pada sejauh mana isi tes merupakan wakil dari ciri-ciri atribut yang hendak diukur sebagaimana telah ditetapkan dalam kawasan ukur (Azwar, 2004).

b. Seleksi Item

Item yang baik adalah item yang memiliki daya beda tinggi, yaitu mempunyai kemampuan untuk memberikan indikasi apakah seseorang mempunyai sikap positif atau tidak. Teknik yang dipakai dalam menyeleksi item dalam penelitian ini adalah penggunaan koefisien korelasi dengan mengkorelasikan skor item dengan skor item total. Pengkorelasian antara skor item dengan skor item total akan menghasilkan koefisien korelasi item total

(rix). Koefisien korelasi yang baik adalah ≥ 0.3, jadi item yang memiliki

koefisien korelasi kurang dari 0.3 dinyatakan gugur (Azwar, 2003).

Untuk itu, dilakukan uji coba terhadap item-iten skala stres kerja yang telah dibuat. Hasil pengujian terhadap 60 item skala stres kerja menunjukkan bahwa dari 60 item tersebut gugur sejeumlah 9 item. Namun dari 51 item yang sahih tersebut harus digugurkan sejumlah 3 item lagi untuk menyeimbangkan bobot item per aspeknya. Item yang sengaja digugurkan


(61)

tersebut dipilih berdasarkan nilai korelasi item total (rit) yang paling rendah per aspeknya. Jadi jumlah item yang digunakan dalam penelitian ini sejumlah 48 item.

Tabel 3.3 Distribusi Item Skala Tingkat Stres Kerja Pada Wartawan Yang Gugur

Item

No Aspek Stres

Favorabel Unfavorabel

Jumlah

1 Psikologis 1,4,8*,12,13,16*,

17**,20,27,31

5,9,18,26,35,36, 38, 40*,51,59

20

2 Fisiologis 2,14,19,22*,28,

29,41,44**,47,50

21,24,25,32,33**, 34,45*,52, 53,56

20

3 Perilaku 3,6*,7,11,23,30,

42,46,48,49*

10,15,37,39,43*, 54*,55,57, 58,60

20

TOTAL 30 30 60

* ) item-item yang gugur setelah uji coba **) item-item yang sengaja digugurkan

Table 3.4 Distribusi Item Skala Tingkat Stres kerja Pada Wartawan Setelah Uji Coba

Item

No Aspek Stres

Favorabel Unfavorabel

Jumlah

1 Psikologis 1,4,10,11,16,22,26 5,7,14,21,29,30,32,

40,47

16

2 Fisiologis 2,12,15,23,24,34,37,

39

17,19,20,27,28,41,42, 44

16

3 Perilaku 3,6,9,18,25,35,36,38, 8,13,31,33,43,45,

46,48

16

TOTAL 8 8 48

2. Reliabilitas

Reliabilitas adalah tingkat keterpercayaan hasil suatu pengukuran. Pengukuran yang memiliki reliabilitas tinggi, yaitu yang mampu memberikan hasil ukur yang terpercaya, disebut sebagai reliabel. Reliabilitas merupakan


(62)

salah satu ciri atau karakter utama instrument pengukuran yang baik (Azwar, 2003).

Reliabilitas dalam penelitian ini diukur dengan pendekatan konsistensi internal yang didasarkan pada data dari sekali pengenaan satu

bentuk skala sikap pada sekelompok responden (single-triad administration).

Pengukuran koefisien reliabilitas dilakukan dengan menggunakan teknik

-Alpha Cronbach.

Uji reliabilitas terhadap 60 item pada uji coba skala stres kerja yang telah dilakukan menghasilkan koefisien alpha sebesar 0, 953. Angka koefisien alpha hasil uji coba tersebut menunjukkan bahwa kuesioner stres kerja tersebut dapat diandalkan untuk pengambilan data penelitian.

G. Metode Analisis Data

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, oleh karena itu data-data dalam penelitian ini berupa angka. statistik deskriptif berusaha menjelaskan/ menggambarkan berbagai karakteristik data seperti mean, modus, median, variasi kelompok melalui rentang data dan standar deviasi.

Mean adalah teknik penjelasan kelompok yang didasarkan atas nilai yang sering muncul dalam kelompok tersebut. Modus adalah penjelasan kelompok yang didasarkan atas nilai yang sering muncul dalam kelompok, sedangkan median adalah teknik penjelasan kelompok yang didasarkan atas nilai tengah dari kelompok data yang telah disusun urutannya dari yang terkecil dampai terbesar atau sebaliknya, dari yang terbesar sampai yang terkecil.


(63)

Keadaan kelompok dijelaskan berdasarkan mean, median, modus dan tingkat variasi data yang terjadi pada kelompok tersebut. Tingkat variasi data dapat dilakukan dengan melihat rentang data dan standar deviasi/simpangan baku dari kelompok data.

Penentuan kategori tingkat stres kerja didasarkan pada kategori jenjang. Tujuannya adalah untuk menempatkan individu ke dalam kelompok-kelompok terpisah secara berjenjang menurut kontinum berdarkan atribut yang diukur (Azwar, 2001). Penentuan kategorisasi jenjang adalah berdasarkan standar deviasi dan mean teoritik sebagai berikut:

X minimum teoritik : skor paling rendah yang mungkin diperoleh subyek pada skala, yaitu : 1

X maksimum teoritik : skor paling tinggi yang mungkin diperoleh subyek pada skala, yaitu : 2

Range : luas jarak sebaran antara nilai maksimum dan nilai minimum

Standar Deviasi (σ) : luas jarak sebaran yang dibagi ke dalam 6 satuan

deviasi standar

Mean (µ) : mean teoritis yaitu rata-rata teoritis dari skoe maksimum dan minimum

Tabel 3.5 Norma Kategorisasi Jenjang

Norma Kategori

(µ + 1 σ) ≤ X Tinggi

(µ - 1 σ ) ≤ X (µ + 1 σ ) Sedang

X < (µ - 1 σ ) Rendah


(64)

Keterangan:

X : Skor total subyek

µ : Mean teoritik, yaitu rata-rata teoritis dari skor maksimum dan skor maksimum

σ : Standar Deviation, yaitu luas jarak sebaran yang dibagi dalam 6

standar deviasi

Bila dimasukkan dalam hitungan akan diperoleh hasil sebagai berikut : X min : 48 x 1 = 48

X mak : 48 x 4 = 192 Range : 192 – 48 = 144

SD : 144 / 6 = 24

µ : (192 + 48) / 2 = 120

Dengan demikian jika nilai SD (σ) adalah 24 dan Mean (µ) adalah 120,

maka akan diperoleh kategori sebagai berikut :

Tabel 3.6 Kategori Skala Tingkat Stres Kerja

Norma Skor Kategori

(120 + 1x24) ≤ X 144 ≤ X Tinggi

(120 – 1x24) ≤ X < (24 + 1x120) 96 ≤ X < 144 Sedang

X < (120 – 1x24 ) X < 96 Rendah

Analisis data dilakukan dengan memasukkan skor masing-masing subyek pada kategori di atas dan dihitung dalam prosentasenya.


(65)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Persiapan Penelitian 1. Perijinan Penelitian

Perijinan untuk melaksanakan penelitian dikeluarkan oleh kampus dengan nomor 138 a /D/KP/Psi/USD/XI/2007 yang disahkan oleh Dekan Fakultas Psikologi. Perijinan penelitian ini mendapat tanggapan berupa ijin melakukan penelitian oleh kantor surat kabar harian yang dituju dan mendapat surat keterangan telah melaksanakan penelitian dengan nomor 122/PR.SP/XII/07 dari Harian Umum Suara Pembaruan, 04/IP-Red/Jkt/XII/2007 dan Surat Keterangan Penelitian (tanpa nomor) dari Harian Bisnis dan Investasi Kontan, sebagai bukti bahwa benar-benar telah dilakukan penelitian.

2. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Jakarta dengan pertimbangan bahwa sebagian besar surat kabar yang berskala nasional berpusat di kota ini dan juga di kota ini jumlah surat kabar harian memiliki jumlah yang cukup banyak sehingga akan menimbulkan persaingan yang ketat antar perusahaan pers yang berdampak pada tingginya tekanan terhadap wartawan dalam mencari berita. Adapaun surat kabar harian yang dipilih dalam penelitian ini adalah Surat Kabar Harian Umum Suara Pembaruan, Surat Kabar Harian Indo Pos, Surat


(66)

Kabar Harian Pos Kota, Surat Kabar Harian Rakyat Merdeka dan Surat Kabar Harian Bisnis dan Investasi Kontan.

3. Subyek Penelitian

Subyek dalam penelitian ini adalah wartawan dengan karakteristik:

pertama, wartawan yang bertugas mencari dan mengumpulkan informasi atau bahan pemberitaan melalui peliputan peristiwa yang terjadi di lapangan, dalam

hal ini tidak termasuk redaktur serta editor. Kedua, wartawan yang bekerja

pada surat kabar harian. Wartawan yang bekerja pada surat kabar harian dan

memiliki kewajiban mengumpulkan berita sesuai dengan jadwal deadline

setiap hari.

Dalam penelitian ini terkumpul sampel sejumlah 97 orang dari beberapa surat kabar di Jakarta. Berdasarkan proses identifikasi yang telah dilakukan, diperoleh data sebagai berikut, sebanyak 94 orang (96,91%) memiliki tingkat pendidikan sarjana/S1 sedangkan sisanya yaitu 3 orang (3,09%) memiliki tingkat pendidikan diploma III. Selain itu, subyek yang diperoleh memiliki tingkat lama bekerja yang berbeda-beda. Data yang berhasil dikumpulkan menyebutkan bahwa wartawan yang baru bekerja kurang dari dua tahun sebanyak 28 orang (28, 87%), untuk yang telah bekerja lebih dari dua tahun sampai dengan kurang dari empat tahun sebanyak 41 orang (42,26%) dan yang telag bekerja lebih dari empat tahun sebanyak 28 orang (28,87%).


(67)

4. Uji Coba Penelitian

Pelaksanaan uji coba dilaksanakan pada bulan November 2007 dengan menyebar skala uji coba pada beberapa wartawan dari berbagai surat kabar yang berbeda di Yogyakarta dan sekitarnya. Skala yang diujicobakan

meliputi 60 item yang terdiri dari 30 item favourable dan 30 item

unfavourable. Jumlah subyek dalam tahap uji coba ini berjumlah 46 orang.

B. Pelaksanaan Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2007. Skala penelitian

terdiri dari 48 item yang sahih, terdiri dari 24 item favourable dan 24 item

unfavourable. Responden dalam penelitian ini berjumlah 97 orang dari beberapa surat kabar harian di Jakarta, yaitu surat kabar harian umum Suara Pembaruan, Surat kabar harian Indo Pos, surat kabar harian Pos Kota, surat kabar harian Rakyat Merdeka dan harian ekonomi dan bisnis Kontan.

Penyebaran skala dilakukan secara bertahap. Hal ini dikarenakan jam kerja wartawan yang tidak pasti sehingga sulit untuk sulit mendapatkan subyek dengan jumlah banyak dalam waktu singkat.


(68)

C. Hasil Penelitian 1. Uji Normalitas

Tabel 4.1 Uji Normalitas

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

total

N 97

Mean 104.74

Normal Parameters(a,b)

Std. Deviation 20.966

Absolute .161

Positive .105

Most Extreme Differences

Negative -.161

Kolmogorov-Smirnov Z 1.587

Asymp. Sig. (2-tailed) .013

a Test distribution is Normal. b Calculated from data.

Dalam penelitian ini, uji normalitas dilakukan dengan teknik

Kolmogorov-Smirnov yang menyatakan bahwa jika nilai signifikansi lebih besar dari 0,05 (P > 0.05) maka sebarannya normal. Berdasarkan analisis

teknik Kolmogorov-Smirnov SPSS versi 13.00 diperoleh nilai signifikansi

sebesar 0.13. Hal ini menunjukkan bahwa sampel yang diambil berasal dari sebuah distribusi normal.


(69)

2. Deskriptif Data Penelitian

Tabel 4.2 Statistics Descriptive

total

a Multiple modes exist. The smallest value is shown

Valid 97

N

Missing 0

Mean 104.74

Median 109.00

Mode 97(a)

Std. Deviation 20.966

Variance 439.568

Range 82

Minimum 49

Maximum 131

Sum 10160

Dari deskripsi data dapat diterangkan sebagai berikut :

i. N menunjukkan jumlah subyek dalam penelitian, yaitu 97 orang.

ii. Mean Empirik, yaitu rata-rata dari skor subyek penelitian, yaitu

sebesar 104,74. Skor ini masuk dalam kategori “sedang”.

iii. Mode adalah yang paling banyak frekuensinya, yaitu 97. Skor ini

termasuk kategori “sedang”.

iv. Standar Deviasi atau simpangan baku, yang menujukkan variasi

jawaban, yaitu sebesar 20,966.

v. Varian adalah kuadrat dari SD sebesar 439,568.

vi. Range adalah jarak atau selisih skor maksimum dan skor minimum,

yaitu 82.

vii. Skor maksimum empirik adalah skor paling tinggi yang diperoleh

subyek, yaitu 131.

viii. Skor minimum empirik adalah skor paling rendah yang diperoleh


(70)

3. Data Tingkat Pendidikan Wartawan Pada Surat Kabar Harian Tabel 4.3. Tingkat Pendidikan Wartawan Pada Surat Kabar Harian

Tingkat Pendidikan Frekuensi (0rang) Persentase (%)

Sarjana (S1) 94 96,91 %

Diploma (D3) 3 3,09 %

Berdasarkan proses identifikasi yang telah dilakukan, dapat

dilihat bahwa sebagian besar Wartawan Pada Surat Kabar Harian

memiliki tingkat pendidikan Sarjana (S1) yaitu 94 orang (96,91 %). Sedangkan sisanya yaitu 3 orang (3,09 %) memiliki tingkat pendidikan Diploma 3.

4. Data Lama Bekerja Wartawan Pada Surat Kabar Harian

Tabel 4.4. Data Lama Bekerja Wartawan Pada Surat Kabar Harian

Lama Bekerja Frekuensi (0rang) Persentase (%)

< 2 tahun 28 orang 28,87 %

2 - 4 tahun 41 orang 42, 26 %

> 4 tahun 28 orang 28,87 %

Proses identifikasi lama bekerja yang telah dilakukan memperliatkan bahwa sebagian besar wartawan telah bekerja diatas 2 tahun. Persentase terbesar berada pada tingkat lama bekerja antara 2 sampai 4 tahun, yaitu 41 orang (42,27 %).


(1)

melakukan usaha-usaha tertentu untuk beradaptasi dengan situasi tersebut untuk mengatasi stres. Adaptasi ini bisa dilakukan dengan coping. Sarafino mendefinisikan coping sebagai suatu proses yang terjadi ketika individu berusaha untuk mengontrol adanya ketidakseimbangan antara tuntutan dengan sumberdaya - sumberdaya yang dimilikinya dalam situasi stres.

Individu yang mengalami tingkat stres kerja yang sedang mengindikasikan bahwa individu tersebut sangat mungkin masih dalam pada tahap eustress. Gregson&Looker (2004) juga menjelaskan bahwa eustress dapat dialami ketika kemampuan yang kita rasakan untuk mengatasi melebihi tuntutan-tuntutan yang dirasakan. Situasi eustress membangkitakan rasa percaya diri, menjadi terkontrol dan mampu mengatasi dan menangani tugas-tugas, tantangan-tantangan dan tuntutan-tuntuan. Yerkes dan Dowson (dalam Landy&Conte, 2004) mengemukakan bahwa hubungan antara stres dengan performansi adalah berbentuk U terbalik dimana semakin tinggi tingkat stres maka performansi yang dihasilkan juga semakin meningkat. Stres yang meningkat sampai titik optimal merupakan stres yang baik, yang menyenangkan. Tingkat stres yang berada pada ketegori sedang pada wartawan memperlihatkan bahwa wartawan berada pada level eustress dimana mereka mengerjakan semua tuntutan pekerjaan walaupun dalam kondisi penuh tekanan serta resiko dengan rasa percaya diri akan kemampuannya mengatasi semua permasalahan. Susiyatri (2004) mengemukakan bahwa individu dengan tingkat stres kerja yang rendah akan memulai aktivitasnya dengan perasaan senang, menyerahkan usaha yang lebih besar, dan bertahan pada aktivitas tersebut meskipun dia menemukan kesulitan.


(2)

52

Tingkat pendidikan juga merupakan faktor yang berpengaruh terhadap tingkat stres yang terjadi pada seseorang. Sesuai data penelitian yang didapat, sebagian besar subyek memiliki tingkat pendidikan sarjana (S1), yaitu 94 orang (96,91 %). Smet (1994) yang dalam bukunya menyebutkan bahwa salah satu faktor yang mengubah pengalaman stres adalah variabel dalam kondisi individu, dimana didalamnya terdapat inteligensi serta tingkat pendidikan. Hardjana, (1994) mengemukakan bahwa pendidikan akan membuat seseorang memiliki pengetahuan praktis dalam hidup pribadi serta pengetahuan teoritis yang mendasari praktik hidup dalam berbagai bidang. Semua pengetahuan praktis dan teoritis yang dimiliki akan membuat seseorang menghadapi, mengatasi dan dan mengelola stres yang datang.

Tingkat lama bekerja juga menjadi faktor yang diperhitungkan terhadap tingkat stres kerja yang dialami. Dalam penelitian ini, subyek wartawan memiliki lama bekerja rata-rata diatas 2 tahun, sehingga dapat dikatakan para wartawan tersebut telah menyesuaiakan diri dengan segala tuntutan dan rutinitas dalam pekerjaan. Hal ini didukung oleh Zaenuddin (2007) yang menyebutkan bahwa wartawan yang paling sering terkena stres menghadapai tuntutan dan rutinitas adalah wartawan pemula.


(3)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data yang telah dilakukan, dapat ditarik kesimpulan bahwa para wartawan surat kabar harian mengalami stres pada kategori sedang. Hal ini terlihatkan dari data yang diperoleh yaitu 78 orang subyek (80,41%) berada pada tingkat stres sedang. Sedangkan 19 orang subyek (19,59 %) berada pada kategori rendah. Jumlah total subyek adalah 97 orang. Data diatas mengindikasikan bahwa wartawan surat kabar harian tetap mengalami kondisi stressfull, namun belum pada tingkat yang tinggi.

B. Saran

1. Bagi Wartawan

Bagi wartawan hendaknya terus memperhatikan keadaan diri sendiri saat bekerja, dengan begitu kondisi tubuh akan selalu terpantau sehingga jika mengalami keadaan-keadaan akibat stres kerja yang berlebihan dapat segera ditangani. Selain itu, hendaknya para wartawan tetap berusaha untuk menambah wawasan mengenai stres kerja dan cara menanganinya, misalnya dengan saling membuka diri dan saling bertukar pikiran dengan sesama rekan seprofesi. Hal ini


(4)

54

berfungsi sebagai usaha preventif untuk menanggulangi stres kerja yang berlebihan.

2. Bagi Perusahaan Pers

Berdasarkan hasil penelitian yang telah didapat, dapat disimpulkan bahwa para wartawan yang bekerja pada surat kabar harian berada pada kondisi yang ideal. Oleh karena itu, perusahaan pers hendaknya tetap memperhatikan keadaan para wartawannya serta selalu menjaga kondisi yang telah dicapai wartawan seperti sekarang ini. Hal ini didasarkan pada kemungkinan bahwa bagi wartawan tetap diperlukan sebuah keadaan penuh tantangan untuk menjaga kinerja supaya tetap baik.

3. Bagi peneliti selanjutnya

Bagi peneliti selanjutnya, hendaknya lebih memperhatikan karakteristik-karakteristik wartawan lebih jauh sehingga data yang ditemukan akan lebih bervariatif dan lebih detail. Selain itu, hendaknya peneliti selanjutnya lebih mengontrol proses pengambilan data, sehingga diharapkan dapat mengurangi faking jawaban serta mengurani jumlah data yang tidak lengkap.

Pada penelitian ini terdapat kelemahan dalam hal penggunaan kalimat yang kurang tepat pada beberapa item skala yang digunakan, oleh karena itu, peneliti selanjutnya diharapkan lebih mencermati pemilihan kata dalam pembuatan kalimat item skala, sehingga diharapkan tidak mempengaruhi arti dari item tersebut.


(5)

Daftar Pustaka

Azwar, Saifuddin. (2001).Statistik. Jilid 1.Yogyakarta. Andi

Azwar, Saifuddin. (2004).Dasar-Dasar Psikometri. Yogyakarta. Pustaka Belajar. Azwar, Saifudding. (2003). Sikap Manusia: Teori Dan Pengukurannya.

Yogyakarta. Pustaka Belajar.

Diahsari, Erita, Y. (2001). Kontribusi Stres Pada Produktifitas Kerja. Anima, Indonesian Psychological Journal Vol. 16. No. 4, 360-371.

Djuroto, Totok. (2004). Manajemen Penerbitan Pers. Bandung. Remaja Rosda Karya.

H. M. Zaenuddin. (2007). The Journalist: Buku Basic Wartawan, Bacaan WajibPara Wartawan, Editor, dan Mahasiswa Jurnalistik. Jakarta. Prestasi Pustaka Publisher.

Hadi, Sutrisno. (2004).Statistik. Jidid 2. Yogyakarta. Andi.

Hardjana, Agus, M. (1994). Stres tanpa Distres: Seni Mengolah Stres. Yogyakarta. Kanisius.

Karmila Sari, K. W. (2004). Perbedaan Tingkat Stres Kerja Pada Perawat Dilihat dari Karakteristik Tugas di Rumah Sakit Sanglah, Denpasar, Bali. Skripsi (Tidak Diterbitkan). Universitas Sanata Dharma. Yogyakarta.

Landy, Frank, J & Conte, Jeffrey, M. (2004). Work In The 21st Century: An Introduction To Industrial And Organizational Psychology. New York. Mc Graw Hill Companies, Inc.

Looker, T & Gregson, O. (2004). Managing Stress: Mengatasi Stres Secara Mandiri. Yogyakarta. Baca.

Masduki. (2005). Kebebasan Pers & Kode Etik Jurnalistik. Yogyakarta. UII Press. Sarafino, Edward, P. (1990). Health Psychology: Biopsychosocial Interactions.

USA. John Wiley & Son.

Santrock, John,W. (2003). Psychology. Update Seventh Edition. New York. Mc Graw Hill Companies, Inc.


(6)

56

Schultz, Duane, P & Schultz Sydney, E. (1990). Psychology And Industry Today: An Introduction to Industrial & Organizational Psychology. Fifth Edition. New York. MacMillan Publishing Company.

Setiati, Eni. (2005). Ragam Jurnalistik Baru Dalam Pemberitaan. Strategi Wartawan menghadapi Tugas Jurnalistik.Yogyakarta. Andi Offset.

Suhandang, Kustadi. (2004). Pengantar Jurnalistik: Seputar Organisasi, Produk, & Kode Etik. Bandung. Nuansa.

Suhirman, Imam. (2006). Menjadi Jurnalis Masa Depan. Bandung. Media Hidayah Publisher.

Suryabrata, Sumandi. (2006). Metodologi Penelitian. Jakarta. PT Raja Grafindo Persada

Susiyatri, Andriyani. (2004). Hubungan Stres Kerja Dengan Produktifitas Kerja Karyawan. Skripsi (Tidak Diterbitkan). Universitas Sanata Dharma. Yogyakarta.

Smet, Bart. (1994). Psikologi Kesehatan. Jakarta. Grasindo.

Passer, Michael, W & Smith, Ronald, E. (2004). Psychology: The Science of Mind Behavior. New York. Mc Graw Hill Companies, Inc.

Widyarani, Roberta. (2006). Stres Kerja Pada Perawat yang Bekerja di Rumah Sakit Ketregantungan Obat Jakarta. Skripsi (Tidak Diterbitkan). Universitas Sanata Dharma. Yogyakarta.

Website:

http://id.wikipedia.org/wiki/Ersa_Siregar

http://id.wikipedia.org/wiki/Fuad_Muhammad_Syafruddin http://id.wikipedia.org/wiki/Wartawan

http://www.rayakultura.net http://www.tempointeraktif.com

http://www.indymedia.org/newswire.php