atau dengan kata lain demi kepentingan anak-anak. Sedangkan tingkat kesetiaan tinggi, memiliki arti bahwa pasangan suami dan siteri saling
setia satu dengan yang lain karena berlandaskan sebagai pribadi yang tercipta untuk pribadi lain yakni pasangannya yang sah.
Berdasarkan pemaparan tersebut, peneliti dapat mengambil kesimpulan bahwa kesetiaan merupakan suatu sifat yang berulang
dalam hal
saling menghormati,
memberikan kasih
sayang, menempatkan pasangannya diatas orang lain, berpegang teguh pada
janjinya, dapat dipercaya dan dapat diandalkan, dan terlibat secara fisik dan emosional hanya kepada pasangannya yang sah.
2. Aspek Kesetiaan
Dari beberapa definisi mengenai kesetiaan, peneliti merumuskan kesetiaan dalam beberapa aspek, seperti dibawah ini :
a. Saling menghormati
Sikap saling menghormati antara suami dan isteri, dapat terlihat melalui sikap, ucapan, dan perbuatan yang baik dan tidak
merendahkan pihak pasangan Goldberg, dalam Saradjoen 2005. Suami maupun isteri yang hormat akan berusaha untuk tidak
mengatakan atau melakukan sesuatu yang memalukan bagi pasangannya. Disamping itu, suami dan isteri juga harus mengerti
dan menghargai
pasangannya. Suami
dan Isteri
bersedia mendengarkan pendapat pasangannya dan berpikir bersama, serta
tidak boleh berlaku kasar kepada pasangannya Wright, 1974.
b. Saling menerima pasangan
Penerimaan merupakan sikap positif, yang ditandai dengan adanya pengakuan atau penghargaan terhadap nilai-nilai individual
tetapi menyertakan pengakuan terhadap tingkah lakunya Chaplin, 2000. Sikap saling menerima pasangan, menunjukkan bahwa
individu mampu menerima dengan apa adanya, baik kekurangan maupun kelebihan dari pasangan. Hal ini juga didukung dengan
pernyataan Roger dalam Sutikno, 1993, yang menyatakan mengatakan bahwa penerimaan merupakan dasar bagi setiap orang
untuk dapat menerima kenyataan hidup, semua pengalaman baik ataupun buruk.
Hal ini mencakup kelebihan dan kekurangan secara lahir dan batin. Secara lahir dapat terlihat dari fisik pasangan, dan batin dari
kepribadian pasangan yang terwujudkan dalam tutur kata, dan sikap perilaku. Dengan demikian, dapat dikatakan seorang suami atau isteri
yang dapat menerima keadaan pasangan dengan apa adanya, ia tidak akan menuntut pasangannya menjadi orang lain melainkan seperti
dirinya sendri apa adanya. c.
Saling memberikan kasih sayang
Kasih sayang adalah reaksi emosional terhadap seseorang, binatang, maupun benda. Hal itu menunjukkan perhatian yang hangat,
dan mungkin terwujud dalam bentuk perbuatan atau ucapan Titin,
2011. Kasih sayang dalam psikologi disebut juga dengan istilah afeksi. Kasih sayang sering digunakan sebagai bentuk hubungan
antara dua orang atau lebih yang lebih dari rasa simpati atau persahabatan. Bentuk kasih sayang yang paling sederhana adalah
memberikan ucapan terima kasih dan menyatakan permohonan maaf kepada pasangan KWI
– BKKBN, 1993. Contoh lain dari wujud kasih sayang terhadap pasangan disini adalah ketika suami
memberikan sentuhan lembut terhadap isterinya, mencium keningnya, menggandeng tangannya saat berjalan bersama, dan ucapan hangat
dan mesra, serta hal lain yang romantis. d.
Menempatkan pasangan diatas orang lain
Menempatkan pasangan diatas orang lain, juga memiliki arti bahwa individu lebih memprioritaskan pasangan dari pada orang lain.
Hal ini bukan berarti bahwa individu mementingkan kepentingan pasangannya sebagai individu, melainkan memprioritaskan pasangan
sebagai hubungan yang baik dalam perkawinan Goldberg, dalam Saradjoen 2005. Hal ini didukung oleh salah satu model manajemen
konflik dalam perkawinan yang dikemukakan oleh Thomas dan Killman dalam Byadgi, 2011 adalah obliging style, dimana seseorang
yang menggunakan gaya manajemen konflik ini, ia akan berusaha untuk mementingkan kepentingan pasangan di atas kepentingan diri
sendiri.
e. Berpegang teguh pada janji