Struktur kulit yang berperan dalam penetrasi obat ke kulit meliputi:
1. Stratum korneum
Stratum korneum epidermis non-viable merupakan lapisan kulit paling luar yang merupakan penghalang utama masuknya senyawa asing. Rata-rata
ketebalan stratum korneum adalah 31-637 μm dengan struktur terdiri dari brick
dan mortar yang merupakan barrier pengontrol kecepatan dalam absorpsi transdermal Lee and Kwang, 2002. Lapisan ini tersusun atas sel korneosit yang
tersusun rapat. Sel-sel yang telah kehilangan inti dan tidak memilik aktivitas metabolisme lagi ini lebih bersifat polar, sedangkan bagian interseluler berisi lipid
bilayer yang mengisi ruang diantara sel. Sel squamosa ini akan menghalangi materi lipofil untuk masuk, sedangkan materi hidrofil akan sulit menembus bagian
interseluler stratum korneum Walker and Smith, 1996.
2. Epidermis
Lapisan ini merupakan bagian dari kulit yang berlapis-lapis dengan ketebalan 100-150 µm. Kebanyakan penyusun lapisan ini adalah sel keratinosit
yang terbentuk dari diferensiasi dari sel pada lapisan stratum basal. Sel-sel ini dibentuk oleh stem cell yang terus membelah dan secara perlahan akan bergerak
keluar dari stratum basal menuju lapisan di atasnya.
3. Dermis
Lapisan ini memiliki ketebalan sekitar 2 sampai 5 mm dan tersusun atas jaringan ikat yang mengandung banyak serat elastin dan kolagen, serta sejumlah
besar pembuluh darah dan ujung-ujung saraf khusus. Pembuluh darah dermis tidak hanya memasok darah ke dermis dan epidermis, tetapi juga berperan penting
dalam mengatur suhu tubuh. Dermis bertanggung jawab terhadap ketebalan kulit. Ketebalan lapisan dermis berbeda-beda pada berbagai bagian tubuh dan berbagai
tingkat umur Benson, 2012. Kulit dapat terbagi atas kulit otentik dan sintetik. Kulit otentik berasal
dari subyek penelitian yang spesiesnya dapat berupa manusia dan hewan, sedangkan kulit sintetik merupakan kulit buatan yang permeabilitasnya dibuat
sedemikian rupa menyerupai kulit otentik. Kedua jenis kulit ini berbeda dan memiliki keunggulan dan kelemahan masing-masing dalam penggunaannya
sebagai membran untuk uji absorpsi perkutan. Kulit otentik dapat menggambarkan penetrasi suatu senyawa dengan profil permeabilitas sesuai
dengan jenis kulit yang diteliti. Oleh karena itu, hasilnya lebih akurat dan proses difusi dapat dibandingkan dari tiap spesies kulit otentik yang digunakan.
Meskipun demikian, jumlah kulit otentik terbatas pada subyek penelitian yang tersedia, khususnya kulit manusia. Kulit manusia tidak selalu tersedia dan
diperlukan ethical clearance dalam melaksanakan penelitian sesuai dengan ethical consideration
nasional dan internasional tentang penggunaan kulit manusia dalam penelitian, sedangkan penggunaan kulit sintetik tidak dibatasi.
Berbeda dengan kulit otentik, kulit sintetik atau artificial skin dapat dibuat sesuai dengan permeabilitas yang diinginkan. Kulit ini dibuat dengan
mempertimbangkan baik material hidrofil maupun hidrofob yang terdapat pada kulit. Pembuatan kulit sintetik dimaksudkan agar dapat menjadi alternatif di
samping pilihan menggunakan kulit otentik yang jumlahnya terbatas. Namun menurut Coquette, Berna, Poumay, dan Pittelkow 2000, penggunaan kulit
sintetik tidak direkomendasikan untuk uji in vitro karena adanya perbedaaan fungsi fisiologis dari kulit sintetik apabila dibandingkan dengan kulit otentik.
Penelitian yang dilakukan oleh Heylings, van de Sandt, Gilde, dan Ward 2001 dan Ponec et al. 2001 menunjukkan bahwa pengukuran penetrasi senyawa pada
kulit sintetik tidak konsisten antara pengukuran yang satu dengan yang lainnya. Penelitian mengenai absorpsi perkutan dengan jenis kulit otentik dapat
dilakukan dengan kulit manusia atau hewan seperti babi, tikus, mencit, marmut, dan monyet. Perbedaan jenis kulit yang digunakan terdapat pada permeabilitas
kulit masing-masing yang disebabkan adanya perbedaan susunan stratum korneum dan ketebalan kulit pada tiap spesies seperti yang terlihat pada Tabel I.
Senyawa akan lebih mudah menembus kulit dengan permeabilitas yang lebih tinggi Scott, Walker, dan Dugart, 1986.
Tabel I. Koefisien permeabilitas kulit terhadap air dari beberapa spesies Scott et al., 1986
Spesies Galur
Koefisien permeabilitas kulit terhadap air cmh x 10
-5
Manusia 93
Mencit Wistar AlpkAP
103 Hairless
103 Tikus
AlpkAP 144
Hairless 350
Kelinci New Zealand White
253 Beberapa jenis kulit hewan memiliki permeabilitas yang lebih tinggi
daripada kulit manusia, seperti tikus dan kelinci. Jenis kulit yang memiliki permeabilitas yang mirip dengan manusia adalah kulit babi dan monyet. Meski
begitu, penggunaan kulit manusia lebih dipilih karena hasil kumulatif penetrasi akan lebih akurat, mengingat tujuan akhir penelitian adalah untuk mendapatkan
kinetika penetrasi dari produk yang digunakan pada kulit manusia. Menurut Rigg
dan Barry 1990: 235 dalam penelitiannya menyatakan bahwa “An overall
conclusion is that, whenever possible, human skin should be used in absorption studies and not hairless mouse or snake skin; otherwise, misleading results may
be obtained”. Permeabilitas kulit juga dapat dipengaruhi oleh usia subyek penelitian.
Secara umum, kulit yang berusia lebih tua memiliki stratum korneum yang lebih kering, aktivitas kelenjar minyak yang lebih kecil sehingga jumlah lipid pada
permukaan kulit ikut menurun, dan batas antara epidermis dan dermis menjadi lebih lebar. Stratum korneum yang lebih kering akan mempersulit masuknya
senyawa yang bersifat hidrofil karena kandungan air yang lebih kecil. Meningkatnya jumlah lipid pada permukaan kulit dan melebarnya batas antara
epidermis dan dermis akan menurunkan permeabilitas kulit. Beberapa penelitian menyatakan bahwa kulit yang lebih tua akan memperkuat fungsi barrier kulit
Roskos et al., 1989. Kulit khatan praeputium adalah kulit manusia yang merupakan
perpanjangan kulit batang penis. Kulit ini merupakan satu-satunya kulit manusia yang terdiri atas lapisan kulit epidermis dan dermis pada bagian luar dan
membran mukosa pada bagian dalamnya. Kulit khatan berfungsi melindungi kepala penis glans dan lubang kencing meatus. Membran mukosa pada bagian
dalam kulit khatan bertugas menjaga agar kepala penis tetap lembab dan menghasilkan lubrikan alami pada penis. Kulit pada bagian ujung penis
merupakan daerah kulit yang disebut mucocutaneous zone, yaitu perbatasan antara
kulit dan membran mukosa. Daerah ini memiliki tekstur bergelombang pada keadaan biasa Cold, Taylor, 1999.
D. Absorpsi Perkutan