Penetapan lag time, koefisien permeabilitas, dan DA

peningkatan suhu kulit dapat mempengaruhi susunan stratum korneum yang secara umum menyebabkan peningkatan permeabilitas kulit de Jager et al., 2004.

3. Penetapan lag time, koefisien permeabilitas, dan DA

event PPD Penetapan profil kinetika penetrasi PPD meliputi penetapan nilai lag time , koefisien permeabilitas, dan DA event PPD. Profil kinetika penetrasi dapat diketahui dengan melakukan penetapan kadar PPD dalam kompartemen akseptor FDC dan pasta. Sampel yang telah dicampur seluruhnya kemudian digerus dengan mortir dan stamper agar homogen, sehingga PPD yang terdapat dalam sampel tersebar merata di setiap bagian sampel. Sebanyak 300 mg sampel dan 750 µL aquades dicampur hingga berbentuk pasta, lalu diambil 1-5 mg dan diaplikasikan pada kulit. Untuk konsistensi yang berbentuk cair, dibutuhkan sekitar 10 µL sampel, sedangkan massa yang berbentuk non-cair 1-5 mg per cm 2 kulit. Dalam uji yang penulis lakukan, dipilih angka 1-5 mg karena konsistensi sampel yang dibuat oleh penulis cenderung seperti pasta sehingga sulit diambil dalam bentuk volume. Oleh karena itu, aplikasi menggunakan bobot untuk konsistensi non-cair. Aplikasi sampel yang dilakukan ini berjenis finite dose. Selain finite dose , dikenal pula istilah infinite dose. Pada aplikasi sampel infinite dose, sampel diaplikasikan dengan jumlah berlebih exccesive pada kulit dengan tujuan menjaga konsentrasi senyawa pada kompartemen donor agar sama setiap saat. Kondisi ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan penulis, karena kondisi pemberian sampel secara berlebih ini tidak menggambarkan paparan PPD pada kulit dalam penggunaan produk pewarna rambut. Pada umumnya, orang menggunakan pewarna rambut dan membiarkan produk pada kulit kepala selama rentang waktu tertentu. Konsentrasi PPD dalam kompartemen donor pada pengaplikasian sampel secara finite dose akan berubah setiap saat karena sampel yang diaplikasikan sesuai dengan dosis penggunaannya tidak secara berlebih. Konsentrasi PPD dalam kompartemen donor akan berkurang seiring waktu karena PPD diabsorpsi oleh kulit maupun yang telah teroksidasi. Oksidasi dapat terjadi karena kontak PPD dengan udara dan salah satu penyebab cepatnya proses oksidasi tersebut adalah karena perangkat FDC tidak ditutup. Dalam penelitian ini, perangkat FDC tidak ditutup agar perlakuan menyerupai penggunaan pewarna rambut pada umumnya. Pada pengaplikasian sampel secara infinite dose, perangkat FDC biasanya ditutup untuk membantu menjaga konsentrasi senyawa dalam kompartemen donor agar sama setiap saat Kielhorn et al., 2006. Dalam studi dermal absorption katekol yang dilakukan oleh Jung, Wickett, Desai, dan Bronaugh 2003, aparatus difusi yang ditutup menunjukkan sebanyak 78 senyawa terabsoprsi oleh kulit, sedangkan aparatus difusi yang tidak ditutup hanya menunjukkan 55 senyawa yang terabsoprsi oleh kulit. Perbedaan hubungan konsentrasi suatu senyawa pada kompartemen donor terhadap waktu untuk infinite dose dan finite dose dapat dilihat pada Gambar 10. Gambar 10. Hubungan konsentrasi suatu senyawa pada kompartemen donor terhadap waktu untuk infinite dose dan finite dose Kielhorn et al., 2006 Pada uji dengan FDC, salah satu faktor yang perlu diperhatikan adalah durasi paparan sampel. Menurut OECD 2004, durasi paparan sampel dapat berkisar antara beberapa menit untuk produk-produk yang melibatkan rinse off dalam penggunaannya misal sampo, sabun, dan pewarna rambut hingga maksimum 24 jam untuk produk yang tidak melibatkan rinse off, seperti body lotion . Pada penelitian ini, modifikasi terhadap metode OECD 428 yang digunakan adalah pada durasi paparan sampel. Pada umumnya, penggunaan pewarna rambut berkisar antara 5 hingga 45 menit sehingga durasi paparan sampel pada uji FDC dibatasi pada waktu tersebut, lalu dilakukan rinse off terhadap sampel dengan larutan sabun. Proses rinse off merupakan tahap yang penting dalam penggunaan pewarna rambut oksidatif. Proses ini dilakukan untuk membersihkan sampel karena zat warna sudah terbentuk dan tertahan dalam korteks rambut. Proses ini menjadi penting karena semakin lama sampel berada pada kulit, maka semakin lama pula kontak antara PPD dengan kulit sementara proses difusi akan berjalan terus. Hal ini menjadi berbahaya apabila rinse off yang dilakukan oleh pengguna maupun professional tidak sempurnabersih, menyebabkan sampel tertinggal pada kulit untuk jangka waktu yang lebih lama lagi dan menghasilkan dose absorbed yang lebih besar lagi. Modifikasi yang penulis lakukan dalam penelitian ini adalah tidak melibatkan proses rinse off tersebut sehingga durasi paparan sampel berlanjut terus hingga massa PPD pada cairan reseptor tidak bertambah lagi. Modifikasi ini dilakukan dengan maksud menyamakan penggunaan sampel apabila rinse off yang dilakukan oleh pengguna maupun professional tidak bersihsempurna, menyebabkan tertinggalnya sampel pada kulit. Berdasarkan European Comission 2003, kumulatif persentase senyawa yang mampu menembus kulit merupakan parameter yang sangat berguna pada asesmen risiko dan oleh karenanya, dalam penelitian dapat dipilih durasi paparan senyawa selama atau lebih lama dari penggunaan sesungguhnya oleh konsumen. Pada penelitian ini, cairan PBS dari kompartemen reseptor akan diambil pada tiap waktu yang ditentukan hingga tidak terjadi penambahan PPD pada kompartemen akseptor FDC, yang dilihat dari respon yang dihasilkan oleh sistem HPLC. Pada penelitian ini, dilakukan lima variasi massa selanjutnya dinamakan Percobaan I, II, III, IV, dan V untuk setiap uji difusi yang dilakukan, sehingga dalam data akan ditemui durasi aplikasi waktu t event yang berbeda-beda, karena waktu yang diperlukan hingga tidak terjadi penambahan PPD pada kompartemen akseptor FDC yang berbeda-beda pula. Untuk setiap pengambilan cairan PBS, volume cairan PBS yang sama harus diisi kembali pada kompartemen akseptor sehingga volume untuk setiap perhitungan sama. Cairan PBS yang diambil selanjutnya diinjek ke dalam sistem HPLC. Melalui langkah analisis ini, maka akan diketahui AUC dari tiap penginjekan. Hasil AUC yang didapat kemudian dimasukkan dalam persamaan kurva baku, sehingga massa PPD pada tiap penginjekan dapat diketahui. Paraphenylenediamine PPD dapat masuk menembus membran kulit dan hasil AUC yang didapat menunjukkan jumlahnya yang bertambah seiring bertambahnya waktu, yang dapat dilihat pada Gambar 11. Gambar 11. Grafik hubungan antara massa PPD terukur dalam kompartemen akseptor FDC dengan waktu hasil dari Percobaan I Lag time adalah waktu yang diperlukan bagi PPD untuk mencapai steady state , yang nilainya berasal dari ekstrapolasi hubungan antara massa senyawa yang terpenetrasi dengan waktu. Penentuan lag time dilakukan dengan menetapkan titik-titik yang memiliki koefisien korelasi mendekati +1, yaitu kondisi ketika hubungan antara massa senyawa yang terpenetrasi dengan waktu memiliki nilai yang proporsional atau pada steady state. Gambar 12 menunjukkan grafik hubungan antara massa PPD terukur dalam kompartemen akseptor FDC -20 20 40 60 80 100 120 140 160 180 2 4 6 8 M a ss a P P D n g Waktu jam dengan waktu yang terdiri dari titik-titik yang memberikan steady state. Lag time berguna dalam perhitungan DA event . Hasil lag time dibandingkan dengan massa sampel pewarna rambut oksidatif yang diaplikasikan untuk melihat ada atau tidaknya hubungan antara keduanya. Tabel II menunjukkan massa sampel pewarna rambut oksidatif yang diaplikasikan beserta lag time masing-masing. Gambar 12. Grafik hubungan antara massa PPD terukur dalam kompartemen akseptor FDC dengan waktu dengan titik-titik yang memberikan steady state hasil dari Percobaan I Berdasarkan hasil Tabel II, Percobaan IV dengan massa pasta dalam kompartemen donor 2,7 mg memiliki lag time terbesar, yaitu 0,88 jam, sedangkan Percobaan I dengan massa pasta dalam kompartemen donor 4,3 mg memiliki lag time terkecil, yaitu 0,29 jam. Berdasarkan hasil yang didapat, adanya variasi massa sampel yang dioleskan tidak memiliki hubungan dengan lag time. Tabel II. Lag time dari tiap percobaan Percobaan Massa pasta dalam kompartemen donor mg Massa sampel pada kompartemen donor mg Lag time jam I 4,3 1,2 0,29 II 4,4 1,3 0,78 III 4,4 1,3 0,56 IV 2,7 0,8 0,88 V 1,8 0,5 0,81 Rata-rata 0,66 ± 0,24 y = 15.745x - 4.5413 r = 0.9834 10 20 30 40 50 60 1 2 3 4 M a ss a P P D n g Waktu jam Koefisien permeabilitas K p adalah nilai yang menunjukkan laju penetrasi PPD melalui kulit dan nilainya ditentukan pada steady state. Penentuan nilai K p membutuhkan slope grafik hubungan antara konsentrasi PPD pada kompartemen akseptor FDC dengan waktu. Grafik ditunjukkan pada Gambar 13. Gambar 13. Grafik hubungan antara konsentrasi PPD pada kompartemen akseptor FDC dengan waktu pada titik-titik yang memberikan steady state Selain C acceptor dan slope grafik hubungan antara konsentrasi PPD pada kompartemen akseptor FDC dengan waktu, C donor juga digunakan dalam perhitungan K p. Massa PPD yang terdapat pada kompartemen donor perlu ditentukan agar C donor dapat diketahui. Untuk mengetahui massa PPD yang terdapat dalam kompartemen donor, maka penetapan kadar PPD dalam sampel perlu dilakukan. Kadar PPD dalam sampel diukur sesuai dengan penelitian Feliana 2015. Hasil massa PPD dalam kompartemen donor dan C donor ditunjukkan pada Tabel III. Berdasarkan data yang didapat di Tabel III, PPD pada Percobaan II dan III memiliki kandungan PPD paling besar, yang dapat dikarenakan jumlah sampel yang dioleskan adalah yang terbanyak pula. Namun, hasil massa PPD pada y = 725.73x - 155.47 r = 0.9862 500 1000 1500 2000 2500 3000 1 2 3 4 C a c c e p to r n gc m 3 Waktu jam Percobaan I termasuk yang paling kecil meskipun jumlah sampel yang dioleskan tergolong yang terbanyak. Tabel III. Massa PPD dalam kompartemen donor dan C donor dari tiap percobaan Percobaan Massa pasta dalam kompartemen donor mg Massa sampel dalam kompartemen donor mg Kadar PPD dalam sampel µg PPDmg sampel Massa PPD dalam kompartemen donor ng C donor ngcm 3 I 4,3 1,2 30 36481 13232 II 4,4 1,3 78 98263 35640 III 4,4 1,3 78 98263 35640 IV 2,7 0,8 68 52468 19030 V 1,8 0,5 68 34999 12694 Koefisien permeabilitas digunakan dalam perhitungan DA event dan hasil K p dari tiap percobaan dapat dilihat pada Tabel IV. Tabel IV. Koefisien permeabiltas pada tiap percobaan Percobaan Massa pasta dalam kompartemen donor mg Massa sampel dalam kompartemen donor mg Koefisien permeabilitas cmjam I 4,3 1,2 0,29 II 4,4 1,3 0,15 III 4,4 1,3 0,12 IV 2,7 0,8 0,23 V 1,8 0,5 0,59 Rata-rata 0,28 ± 0,19 CV 68 Hasil pada Tabel IV menunjukkan K p yang didapat memiliki simpangan yang cukup besar antar tiap percobaan. Variabilitas hasil dapat disebabkan beberapa hal. Selain dipengaruhi oleh volume FDC dan luas penampang kulit, nilai K p juga sangat tergantung pada karakteristik kulit yang digunakan. Semakin besar K p maka dapat dikatakan bahwa semakin mudah bagi senyawa untuk menembus kulit. Paraphenylenediamine PPD masuk secara difusi melalui kulit. Pada saat aplikasi sampel, terdapat konsentrasi PPD yang tinggi dalam sampel dan secara difusi, PPD akan terabsorpsi oleh kulit. Paraphenylenediamine PPD dapat mengalami difusi dari kompartemen donor FDC karena konsentrasi PPD pada kompartemen ini lebih tinggi daripada konsentrasi PPD pada kompartemen akseptor. Pemilihan FDC sebagai alat pemodelan dalam penelitian ini dilakukan karena FDC dapat memberikan gambaran mengenai laju absorpsi suatu senyawa yang dapat berdifusi pada membran kulit. Kompartemen akseptor pada FDC berperan sebagai sirkulasi darah sehingga setiap konsentrasi atau massa PPD yang terdapat dalam kompartemen tersebut dapat dideteksi dengan sistem instrumen analisis yang digunakan dan selanjutnya dapat ditentukan kinetika penetrasi PPD sampel pewarna rambut oksidatif pada kulit. Paraphenylenediamine PPD dapat masuk secara difusi melalui kulit An-Ex and Cardiff, 1997. Difusi adalah proses berpindahnya suatu zat dari daerah yang berkonsentrasi tinggi ke daerah yang berkonsentrasi rendah, yang dalam proses perpindahannya tidak dibutuhkan energi. Faktor yang kemudian menjadi rate limiting laju difusi atau penetrasi tersebut adalah kulit itu sendiri, khususnya bagian stratum korneum. Maka dari itu, susunan stratum korneum menjadi hal penting yang harus diperhatikan karena susunannya sangat mempengaruhi permeabilitas kulit. Jalur absorpsi perkutan senyawa yang utama adalah secara transseluler dan interseluler. Jalur transappendageal memiliki peran yang kurang penting dalam absorpsi senyawa karena luas permukaan daerah absorpsi ini sangat kecil, yaitu 0,1 – 1 dari total luas permukaan kulit. Meski begitu, daerah kulit kepala perlu dikhususkan karena pada daerah ini, daerah appendages folikel rambut, kelenjar keringat dan minyak memiliki proporsi yang lebih besar daripada daerah kulit lain, sepert kulit khatan. Kulit kepala memiliki koefisien permeabilitas empat kali lebih besar daripada kulit pada umumnya Turton, Hooson, 1998. Gambar 14. Stratum korneum dan dua jalur utama pergerakan senyawa menembus stratum korneum Barry, 1991. Pertahanan utama kulit terhadap masuknya senyawa adalah kandungan bagian hidrofil dan hidrofob pada stratum korneum, sehingga baik senyawa hidrofil maupun lipofil sama-sama memiliki halangan dalam proses penetrasi ke lapisan kulit yang lebih dalam. Stratum korneum mengandung sel-sel korneosit yang memiliki sifat hidrofil dikelilingi oleh daerah interseluler berupa lipid bilayer yang terdiri dari daerah hidrofob maupun hidrofil Gambar 14. Daerah hidrofob mengandung lipid yang terdiri dari ceramide, asam lemak, dan kolesterol. Dengan sifatnya yang hidrofil, PPD akan masuk mengikuti jalur transseluler, menembus sel-sel korneosit, dan melewati daerah interseluler hingga lapisan epidermis Pot, Scheitza, Coenraads, Blömeke, 2013. Dalam proses penetrasi PPD melalui daerah interseluler, air memiliki peran yang penting karena berperan sebagai penetration enhancer. Kandungan air pada stratum korneum ataupun pada sampel akan berinteraksi dengan ujung polar dari fosfolipid bilayer pada stratum korneum, mengakibatkan perubahan susunan lipidnya seperti tampak pada Gambar 15. Perubahan ini menurut Walker and Smith 1996, akan memfasilitasi difusi senyawa hidrofil sehingga penetrasi senyawa hidrofil akan meningkat dan dapat menembus lapisan epidermis viable. Oleh sebab itu, adanya kandungan air dan lembab merupakan faktor yang penting dalam proses difusi PPD. Gambar 15. Air akan berperan sebagai penetration enhancer dan akan mempengaruhi berinteraksi dengan ujung polar dari lipid bilayer pada daerah interseluler stratum korneum Walker and Smith, 1996 Setelah melalui stratum korneum, PPD masuk ke dalam bagian yang lebih dalam, yaitu epidermis viable dan dermis. Menurut Bos dan Meinardi 2000, senyawa yang memiliki ukuran lebih besar dari 500 gmol tidak dapat menembus kulit. Selain dipengaruhi oleh ukuran molekul, kemampuan senyawa menembus kulit juga dipengaruhi oleh ionisasi dan koefisien partisi senyawa. Pada FDC yang digunakan, kompartemen askeptor diisi dengan PBS pH 7,4. Pada pH tersebut, PPD berada dalam bentuk molekul MarvinSketch, 2012. Senyawa yang berada dalam bentuk molekul akan lebih mudah menembus kulit daripada bentuk ionnya. Meski begitu, khusus untuk senyawa yang bersifat hidrofil seperti PPD, laju penetrasi antara bentuk ion dan molekulnya tidak jauh berbeda Kielhorn et al., 2006. Paraphenylenediamine PPD bersifat hidrofil dan akan masuk menembus kulit melalui pori-pori aqueous pores, berbeda dengan molekul bersifat hidrofob yang langsung menembus fosfolipid bilayer. Sebagian besar pori-pori memiliki ukuran sebesar 4 ångström Å dan molekul dengan berat molekul 100-200 gmol dapat melalui pori-pori ini. Dengan berat molekul 108,14 gmol, PPD dapat masuk melalui pori-pori ini Monosson, 2013. Setelah melewati epidermis dan dermis, PPD akan masuk ke kompartemen akseptor FDC. Paraphenylenediamine PPD yang berhasil masuk pada kompartemen akseptor FDC selanjutnya dapat diketahui dan dosis PPD yang dapat mencapai kompartemen akseptor FDC inilah yang disebut dose absorbed per event DA event , yaitu dosis PPD yang terasborbsi untuk setiap kali pemakaian suatu produk. Hasil DA event dalam penelitian ini ditunjukkan pada Tabel V. Tabel V. Dose absorbed per event DA event pada tiap percobaan Percobaan Massa pasta dalam kompartemen donor mg Massa sampel dalam kompartemen donor mg DA event µgcm 2 -event I 4,3 1,2 31 II 4,4 1,3 49 III 4,4 1,3 37 IV 2,7 0,8 41 V 1,8 0,5 68 Rata-rata 45 ± 15 CV 33 Berdasarkan hasil yang tercantum pada Tabel V, tidak dapat ditentukan hubungan antara massa sampel dalam kompartemen donor FDC dengan DA event yang dihasilkan. Hasil DA event terbesar ditunjukkan oleh Percobaan V, yaitu 68 µ gcm 2 -event , padahal massa sampel dalam kompartemen donor FDC pada percobaan ini adalah yang terkecil, yaitu 0,5 mg. Hal ini menunjukkan bahwa bertambahnya massa sampel yang dioleskan bukan berarti menandakan terjadi peningkatan dosis yang terabsorpsi oleh kulit. Banyak faktor yang dapat menyebabkan variasi hasil. Salah satunya adalah efek reservoir yang dimiliki kulit. Dalam penelitian ini, tidak dilakukan penetapan kadar PPD dalam kompartemen kulit epidermis dan dermis sehingga massa PPD yang masih terdapat dalam kulit tidak diketahui jumlahnya. Dalam hal ini, kulit berperan sebagai reservoir. Bagian PPD yang dapat menembus stratum korneum dapat terbagi atas PPD yang mampu menembus hingga cairan reseptor dan PPD yang tersimpan dalam kulit. Berdasarkan penelitian penetrasi dihidroksiaseton dan 7-2H-naphtol[1,2-d]triazol-2-yl-3-phenylcoumarin 7NTPC yang dilakukan oleh Yourick et al. 2004, kedua senyawa tersebut masih menunjukkan penetrasi pada waktu lebih dari 24 jam sejak senyawa diaplikasikan. Pada kulit bagian epidermis ditemukan dihidroksiaseton, sedangkan 7NTPC ditemukan pada epidermis dan dermis. Baik epidermis maupun dermis mampu membentuk reservoir bagi beberapa senyawa yang terabsorpsi ke kulit. Dalam penelitiannya, Roberts et al. 2004 berhasil membuktikan bahwa nikotin, kafein, β blockers, surfaktan, testosteron, senyawa pewarna rambut, dan vitamin E dapat memicu pembentukan reservoir oleh kulit. Penetapan kadar PPD dalam kulit tidak dilakukan pada penelitian ini sehingga dapat menjadi sumber recovery DA event yang hilang. Faktor lain yang dapat menjadi sumber recovery DA event yang hilang adalah PPD yang terdapat dalam kompartemen donor FDC yang teroksidasi oleh udara C donor . Paraphenylenediamine PPD memiliki sifat mudah teroksidasi, bahkan berdasarkan penelitian ini, PPD dapat memiliki profil kromatogram yang berbeda dengan profil kromatogramnya yang telah berselang beberapa menit hingga jam. Maka dari itu dalam penelitian ini, penulis menggunakan natrium metabisulfit yang dilarutkan dengan akuades sebagai pelarut PPD. Namun, dalam penggunaannya sebagai pewarna rambut, tentu masyarakat tidak menggunakan natrium metabisulfit sebagai medium pencampuran sampelnya. Maka dari itu, terdapat perbedaan antara senyawa PPD yang dibiarkan begitu saja di udara, dengan PPD yang digunakan dalam pembuatan kurva baku. Dalam penetapan dengan pemodelan FDC, pengaplikasian sampel yang dilakukan adalah sebagaimana mestinya sampel tersebut digunakan, sehingga tidak menggunakan natrium metabisulfit dalam pencampuran sampelnya namun hanya menggunakan air. Pencampuran sampel dengan air tentu menyebabkan PPD yang terdapat dalam sampel mudah mengalami oksidasi. a b c Gambar 16. Kromatogram sampel pada jam ke- a 2 b 4,5 c 5,5 Berdasarkan hasil yang didapatkan oleh penulis, PPD yang terdapat pada menit atau jam awal hingga jam-jam berikutnya mengalami perbedaan profil AUC. Pada Gambar 16a, terlihat bahwa PPD pada sampel jam ke-2 memiliki AUC sebesar 87810,6, sedangkan PPD pada sampel jam ke-4,5 memiliki AUC sebesar 56385 seperti yang terlihat pada Gambar 16b. Pada jam berikutnya yaitu jam ke-5,5, AUC PPD semakin menurun yaitu 43903,4 Gambar 16c. Adanya penurunan AUC PPD membuktikan pentingnya natrium metabisulfit dalam pembuatan kurva baku PPD. Penurunan AUC PPD seiring waktu ini juga membuktikkan bahwa terdapat bagian PPD yang hilang selama sampel yang mengandung PPD diaplikasikan pada kulit dalam kompartemen donor FDC. Konsentrasi PPD pada kompartemen donor C donor merupakan salah satu komponen perhitungan DA event , sehingga hasil DA event didapat dari C donor yang dihitung melalui standar yang menggunakan natrium metabisulfit dalam pembuatannya. Konsentrasi PPD pada kompartemen donor C donor yang didapat melalui standar yang menggunakan natrium metabisulfit dalam pembuatannya akan memberikan hasil over-estimate pada C donor. Hal ini disebabkan C donor kondisi uji sesungguhnya telah mengalami oksidasi, sedangkan standar dengan natrium metabisulfit melakukan penetapan pada kondisi anti-oksidasi. Konsentrasi PPD pada kompartemen donor C donor dengan hasil over-estimated akan menghasilkan DA event yang over-estimated pula.

D. Perbandingan penetrasi PPD pada kulit orang Asia dan Kaukasia