1. Kompetensi profesi saja
1.  Memenuhi  kompetensi  profesi, pedagogi, sosial, dan personal.
2. Fokus pada ukuran kinerja sama
2. Motivasi mengajar.
F.Pengelolaan Kurikulum F. Pengelolaan Kurikulum
1.Satuan pendidikan mempunyai kebebasan dalam pengelolaan
kurikulum 1. Pemerintah pusta dan daerah
memiliki kendali kualitas dalam pelaksanaan kurikulum di tingkat
satuan pendidikan 2.Masih terdapat kecenderungan
satuan pendidikan menyusun kurikulum tanpa
mempertimbangkan kondisi  satuan pendidikan, kebutuhan peserta didik,
dan potensi daerah 2.Satuan pendidikan mampu
menyusun kurikulum dengan mempertimbangkan kondisi satuan
pendidikan, kebutuhan peserta didik dan potensi daerah.
3.Pemerintah hanya menyiapkan sampai standar isi mata pelajaran.
3.  Pemerintah  menyiapkan  semua komponen  kurikulum  sampai  teks
dan pedoman.
Melihat  tantangan-tantangan  dan  kesenjangan  yang  dihadapi  pada  saat ini,  maka  perlu  adanya  penyempurnaan  pola  pikir.    Pola  pikir  berpengaruh
terhadap pendidikan  yang sesuai dengan kebutuhan masa depan. Perubahan pola  berfikir  dalam  pembelajaran,  sebagai  contoh  dari  berpusat  dari  guru
menuju berpusat  pada siswa, dari satu  arah menjadi  interaktif dan lain-lain. Sejalan  dengan  itu,  perlu  dilakukan  penyempurnaan  pola  pikir  dan
penggunaan  pendekatan  baru  dalam  perumusan  Standar  Kompetensi Lulusan.  Perumusan  SKL  di  dalam  KBK  2004  dan  KTSP  2006  yang
diturunkan  dari  Standar  Isi  SI  harus  diubah  menjadi  perumusan  yang diturunkan dari kebutuhan. Mulyasa, 2013: 63.
2. Penyempurnaan Pola Pikir
Kurikulum  2013  dikembangkan  dengan  penyempurnaan  pola  pikir sebagai  berikut:  1  pola  pembelajaran  yang  berpusat  pada  guru  menjadi
pembelajaran  berpusat  pada  peserta  didik.  Peserta  didik  harus  memiliki pilihan-pilihan  terhadap  materi  yang  dipelajari  untuk  memiliki  kompetensi
yang  sama;  2  pola  pembelajaran  satu  arah  interaksi  guru-peserta  didik menjadi  pembelajaran  interaktif  interaktif  guru-peserta  didik-masyarakat-
lingkungan  alam,  sumbermedia  lainnya;  3  pola  pembelajaran  terisolasi menjadi pembelajaran secara jejaring peserta didik dapat menimba ilmu dari
siapa saja dan dari mana saja  yang dapat  dihubungi  serta diperoleh melalui internet;  4  pola  pembelajaran  pasif  menjadi  pembelajaran  aktif-mencari
pembelajaran  siswa  aktif  mencari  semakin  diperkuat  dengan  model pembelajaran  pendekatan  sains;  5  pola  belajar  sendiri  menjadi  belajar
kelompok  berbasis  tim;  6  pola  pembelajaran  alat  tunggal  menjadi pembelajaran berbasis alat multimedia; 7 pola pembelajaran berbasis masal
menjadi  kebutuhan  pelanggan  users  dengan  memperkuat  pengembangan potensi khusus yang dimiliki setiap peserta didik; 8 pola pembelajaran ilmu
pengetahuan  tunggal  monodiscipline  menjadi  pembelajaran  ilmu pengetahuan  jamak  multidisciplines;  dan  9  pola  pembelajaran  pasif
menjadi pembelajaran kritis. Permendikbud, 2013: 3.
b. Penguatan Pendidikan karakter
Menurut  Salahudin  dan  Alkrienciehie  2013:42    pendidikan karakter  adalah  nilai-nilai  yang  khas  baik  tahu  nilai  kebaikan,  mau
berbuat  baik,  nyata  berkehidupan  baik,  dan  berdampak  baik  terhadap lingkungan yang terpatri dalam diri dan terwujud dalam perilaku.
Menurut  Samani  dan  Hariyanto    2013:  45  pendidikan karakter adalah proses pemberian tuntunan kepada peserta didik untuk
menjadi  manusia  seutuhnya  yang  berkarakter  dalam    dimensi  hati, pikir,  raga,  serta  rasa  dan  karsa.  Pendidikan  karakter  dapat  dimaknai
sebagai  pendidikan  nilai,  pendidikan  budi  pekerti,  pendidikan  moral, pendidikan  watak,  yang  bertujuan  mengembangkan  kemampuan
peserta  didik  untuk  memberikan  keputusan  baik-buruk,  memilihara apa yang baik, dan mewujudkan kebiakan itu dalam kehidupan sehari-
hari dengan sepenuh hati. Menurut  Thomas  Likcona  dalam  Mahmud  2012:23
Pendidikan karakter adalah membentuk kepribadian seseorang melalui pendidikan  budi  pekerti,  yang  hasilnya  terlihat  dalam  tindakan  nyata
seseorang,  yaitu  tingkah  laku  yang  baik,  jujur,  bertanggung  jawab, menghormati hak orang lain dan kerja keras.
Dari  pengertian  di  atas  dapat  disimpulkan  bahwa  pendidikan karakter  adalah  nilai-nilai  hidup  yang  harus  diperjuangankan  melalui
tuntunan pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral,
pendidikan  watak.  Karakter  yang  perlu  dikembangkan  dalam kurikulum 2013 memuat 18 nilai karakter salah satu dari nilai karakter
tersebut yaitu kejujuran, kedisiplinan, bertanggung jawab, kreatif serta
religius. Salahudin, 2013: 187 c.
Pendekatan tematik integratif
Menurut  Ahmadi  2014:225  Pendekatan  tematik  integratif adalah  pembelajaran  yang  menggunakan  tema  dalam  mengaitkan
beberapa  materi  ajar  sehingga  dapat  memberikan  pengalaman bermakna  pada  siswa.  Tema  adalah  pokok  pemikiran  atau  gagasan
pokok  yang  menjadi  pokok  pembicaraan.  Tema  yang  akan  menjadi perggerakan mata pelajaran  yang lain.
Mulyasa 2013: 170 menjelaskan bahwa pembelajaran tematik integratif  sebelumnya  hanya  diterapkan  pada  kelas  rendah  saja,
sedangkan  kelas  tinggi  setiap  mata  pelajaran  terkesan  terpisah  atau berdiri  sendiri.  Pada  penerapan  Kurikulum  2013  pemebelajaran
tematik  integratif  dilakukan  pada  semua  tingkatan  kelas  rendah  dan kelas tinggi. Mata pelajaran tidak disajikan secara terpisah akan tetapi
berdasarkan  tema  kemudian  dikombinasikan  dengan  mata  pelajaran lain yang saling berkaitan.
Joni  dalam  Trianto  2011:  56  menguraikan  pengertian pembelajaran  intergratif  terpadu  sebagai  suatu  sistem  pembelajaran
yang  mengaktifkan  siswa  baik  secara  individu  maupun  kelompok untuk  mencari,  menggali  serta  menemukan  konsep  bahkan  prinsip
keilmuan  secara  holistik,  bermakna,  dan  otentik.  Kemudian  Trianto sendiri  menegaskan  bahwa  pembelajaran  terpadu  merupakan  suatu
pendekatan belajar mengajar dengan melibatkan beberapa bidang studi untuk  memberikan  pengalaman  bermakna  bagi  peserta  didik.
Pengalaman yang dimaksud adalah dengan memahami konsep-konsep melalui pengamatan langsung lalu menghubungkannya dengan konsep
lain yang telah dipahami oleh peserta didik. Trianto, 2011: 57 d.
Pendekatan saintifik
Menurut  Barringer  dalam  Abidin  2014:  125  pendekatan saintifik merupakan pembelajaran yang menuntut siswa berpikir secara
sistematis  dan  kritis  dalam  upaya  memecahkan  masalah  yang penyelesaiannya  tidak  mudah  dilihat.  Bertemali  dengan  hal  tersebut,
pembelajaran  ini  akan  melibatkan  siswa  dalam  kegiatan  memecahkan masalah  yang  kompleks  melalui  curah  gagasan,  berpikir  kreatif,
melakukan  aktivitas  penelitian,  dan  membangun  konseptualisasi pengetahuan.
Menurut Abidin 2014: 125 pendekatan saitifik adalah proses yang  memandu  siswa  untuk  memecahkan  masalah  melalui  kegiatan
pemecahan  masalah  melalui  kegiatan  perencanaan  yang  matang, pengumpulan  data  yang  cermat,  dan  analisis  data  yang  teliti  untuk
menghasulkan sebuah simpulan.