129
C. Analisis Hasil Penelitian
Untuk mengetahui perbedaan motivasi dan hasil belajar kelas kontrol maupun kelas eksperimen, maka peneliti melakukan analisis instrumen
pengumpulan data sebagai berikut : 1.
Analisis Keterlaksanaan Model Pembelajaran AIR Pada bagian ini peneliti akan menganalisis keterlaksanaan model
pembelajaran AIR agar dapat mengetahui keefektifan model pembelajaran ini saat digunakan dalam pembelajaran matematika .
Berikut peneliti akan menjelaskan keterlaksanaan model pembelajaran AIR pada setiap pertemuan maupun keterlaksanaan model
pembelajaran AIR secara keseluruhan. a.
Keterlaksanaan Model Pembelajaran Setiap Pertemuan Berdasarkan data pada tabel 4.3, 4.4, dan 4.5 maka peneliti
menggunakan Microsoft Office Exel 2007 untuk menghitung persentase
kerterlaksanaan model
pembelajaran Auditory,
Intellectually, Repetition AIR setiap pertemuan dari hasil
pengamatan tiga Observer selama proses pembelajaran pada kelas ekperimen. Dalam perhitungan keterlaksanaan model pembelajaran
Auditory, Intellectually, Repetition AIR akan diberikan skor 1
pada pernyataan yang diberikan tanda cek √ pada kolom “ya” dan skor 0 pada kolom “tidak”. Setelah itu, dihitung skor
keseluruhannya sehingga diperoleh data sebagai berikut:
130
Tabel 4.20 Hasil Analisis Keterlaksanaan Model pembelajaran AIR
Pertemuan Skor Keterlaksanaan Model
Pembelajaran Persentasi Seluruhnya
Kriteria Observer I
Observer II
Observer III
II
15 13
15
43 16×3
× 100 = 89,58 Sangat
Tinggi
III
12 13
13 38
16 × 3 × 100 = 79,17
Tinggi
IV
14 14
14 42
16 × 3 × 100 = 87,5
Sangat Tinggi
Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat keterlaksanaan model pembelajaran Auditory, Intellectually, Repetition AIR pada setiap pertemuan di kelas eksperimen. Pada pertemuan kedua terdapat dua Observer yang menilai 15
aspek yang terlaksana dari 16 aspek keterlaksanaan model pembelajaran, sedangkan Observer II menilai 13 aspek yang terlaksana dalam proses pembelajaran. Namun demikian dapat dilihat persentasi keterlaksanaan model
pembelajaran AIR dari ketiga Observer yakni 89,58 dan tergolong sangat tinggi.
131
Pada pertemuan ketiga terdapat dua Observer yakni Observer
II dan III yang menilai 13 aspek yang terlaksana dari 16 aspek keterlaksanaan model pembelajaran, sedangkan Observer I
menilai 12 aspek yang terlaksana dalam proses pembelajaran. Dengan demikian secara keseluruhan dari pengamatan ketiga
Observer maka dapat diperoleh persentasi keseluruhannya yakni
79,17 dan tergolong tinggi. Sedangkan pada pertemuan keempat, ketiga Observer menilai ada 14 aspek yang terlaksana dari 16
aspek keterlaksanaan model pembelajaran, sehingga dapat diperoleh persentasi keseluruhan dari pengamatan ketiga Observer
yakni 87,5. b.
Keterlaksanaan Model pembelajaran Secara Keseluruhan Setelah melihat keterlaksanaan model pembelajaran
Auditory, Intellectually, Repetition AIR pada setiap pertemuan,
maka dapat diketahui keterlaksanaan model pembelajaran AIR pada kelas ekperimen secara keseluruhan yakni :
Keterlaksanaan keseluruhan =
+ +
� 3
=
89,58+79,17+87,5 3
=
256,25 3
= 85,42
132
Jadi, keterlaksanaan model pembelajaran Auditory, Intellectually, Repetition
AIR yang dilakukan oleh peneliti adalah 85,42 dan tergolong sangat tinggi berdasarkan kriteria keterlaksanaan model
pembelajaran pada BAB III.
2. Analisis Hasil Belajar
Setelah instrumen tes pre-test dan post-test dinyatakan valid dan reliabel maka peneliti menggunakan instrumen tersebut untuk
mengetahui hasil belajar siswa kelas kontrol dan kelas eksperimen. Berikut peneliti akan menganalisis nilai siswa berdasarkan Nilai
Kriteria Ketuntasan Minimal KKM dan uji statistik uji perbedaan nilai rata-rata kelas kontrol dan kelas eksperimen :
a. Analisis Hasil Belajar berdasarkan Nilai Kriteria Ketuntasan
Minimal KKM Kriteria Ketuntasan Minimal KKM kelas VII yang
digunakan di SMP Kanisius Gayam adalah 70. 1.
Nilai Pre-test Sebelum dilakukan kegiatan pembelajaran, maka peneliti
memberikan soal pre-test untuk mengetahui kemampuan awal siswa kelas VII SMP Kanisius Gayam. Berikut adalah analisis
nilai pre-test kelas kontrol dan kelas eksperimen berdasarkan nilai KKM :
133
Tabel 4.21 Analisis Nilai
Pre-test Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen
Kelas Kontrol Kelas Eksperimen
Nomor Absen
Siswa Nilai
Kriteria Nomor
Absen Siswa
Nilai Kriteria
1 60
Tidak Tuntas 1
63 Tidak Tuntas
2 57
Tidak Tuntas 2
76 Tuntas
3 61
Tidak Tuntas 3
56 Tidak Tuntas
4 83
Tuntas 4
47 Tidak Tuntas
5 74
Tuntas 5
64 Tidak Tuntas
6 62
Tidak Tuntas 6
58 Tidak Tuntas
7 53
Tidak Tuntas 7
82 Tuntas
8 78
Tuntas 8
54 Tidak Tuntas
9 75
Tuntas 9
63 Tidak Tuntas
10 56
Tidak Tuntas 10
72 Tuntas
11 36
Tidak Tuntas 11
71 Tuntas
12 95
Tuntas 12
38 Tidak Tuntas
13 57
Tidak Tuntas 13
61 Tidak Tuntas
14 91
Tuntas 14
74 Tuntas
15 67
Tidak Tuntas 15
70 Tuntas
16 62
Tidak Tuntas 16
71 Tuntas
17 49
Tidak Tuntas 17
45 Tidak Tuntas
18 36
Tidak Tuntas 18
59 Tidak Tuntas
19 83
Tuntas 19
85 Tuntas
20 72
Tuntas 20
70 Tuntas
21 82
Tuntas 21
58 Tidak Tuntas
22 61
Tidak Tuntas 22
61 Tidak Tuntas
23 76
Tuntas 23
70 Tuntas
24 71
Tuntas 24
73 Tuntas
25 61
Tidak Tuntas 25
70 Tuntas
26 67
Tidak Tuntas 26
74 Tuntas
27 79
Tuntas 27
47 Tidak Tuntas
28 35
Tidak Tuntas 28
70 Tuntas
29 76
Tuntas 29
70 Tuntas
30 58
Tidak Tuntas
Rata- rata
64.55 31
46 Tidak Tuntas
32 72
Tuntas
Rata- rata
65.34
134
Berdasarkan tabel diatas, terdapat 43,75 14 siswa siswa kelas kontrol dan 51,73 15 siswa siswa kelas
eksperimen yang mendapat nilai lebih dari atau sama dengan nilai KKM, sedangkan 56,25 siswa 18 siswa kelas kontrol
dan 48,28 siswa kelas eksperimen 14 siswa mendapatkan nilai dibawah KKM.
Rata-rata nilai yang diperoleh secara keseluruhan pada masing kelas adalah 65,34 untuk kelas kontrol sedangkan 64,55
untuk kelas eksperimen. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pemahaman matematika siswa kelas kontrol lebih tinggi
dibandingkan dengan pemahaman matematika siswa kelas eksperimen sebelum diberikan treatment. Hasil perhitungan
dapat dilihat pada bagian Lampiran D.3. 2.
Nilai post-test Selesai melakukan kegiatan pembelajaran selama tiga kali
dengan menggunakan model pembelajaran konvensional untuk kelas kontrol dan model pembelajaran Auditory, Intellectually,
Repetititon AIR untuk kelas eksperimen maka peneliti
memberikan soal post-test untuk mengetahui hasil belajar siswa kelas VII SMP Kanisius Gayam. Berikut adalah analisis nilai
post-test kelas kontrol dan kelas eksperimen berdasarkan nilai KKM :
135
Tabel 4.22 Analisis Nilai
Post-test Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen Kelas Kontrol
Kelas Eksperimen Nomor
Absen Siswa
Nilai Kriteria
Nomor Absen
Siswa Nilai
Kriteria
1 85
Tuntas 1
90 Tuntas
2 67
Tidak Tuntas 2
71 Tuntas
3 53
Tidak Tuntas 3
67 Tidak
Tuntas 4
92 Tuntas
4 73
Tuntas 5
70 Tuntas
5 71
Tuntas 6
74 Tuntas
6 72
Tuntas 7
66 Tidak Tuntas
7 69
Tidak Tuntas
8 86
Tuntas 8
71 Tuntas
9 54
Tidak Tuntas 9
79 Tuntas
10 70
Tuntas 10
60 Tidak
Tuntas 11
63 Tidak Tuntas
11 89
Tuntas 12
95 Tuntas
12 79
Tuntas 13
48 Tidak Tuntas
13 79
Tuntas 14
97 Tuntas
14 50
Tidak Tuntas
15 61
Tidak Tuntas 15
76 Tuntas
16 87
Tuntas 16
70 Tuntas
17 75
Tuntas 17
81 Tuntas
18 38
Tidak Tuntas 18
87 Tuntas
19 62
Tidak Tuntas 19
97 Tuntas
20 76
Tuntas 20
74 Tuntas
21 79
Tuntas 21
75 Tuntas
22 81
Tuntas 22
97 Tuntas
23 70
Tuntas 23
75 Tuntas
24 60
Tidak Tuntas 24
70 Tuntas
25 77
Tuntas 25
88 Tuntas
26 51
Tidak Tuntas 26
70 Tuntas
27 80
Tuntas 27
72 Tuntas
28 66
Tidak Tuntas 28
72 Tuntas
29 72
Tuntas 29
84 Tuntas
30 59
Tidak Tuntas Rata-rata
76.14 31
76 Tuntas
32 94
Tuntas Rata-
rata 71.38
136
Berdasarkan tabel diatas, terdapat 59,375 19 siswa siswa kelas kontrol dan 86,21 25 siswa siswa kelas eksperimen
yang memperoleh nilai lebih dari atau sama dengan nilai KKM, sedangkan 40,625 13 siswa siswa kelas kontrol dan 13,79 4
siswa siswa kelas eksperimen yang memperoleh nilai dibawah KKM. melihat dari nilai KKM.
Jika dibandingkan dengan hasil pre-test maka dapat dilihat bahwa setelah diberikan treatment, persentasi ketuntasan pada
kelas kontrol dan eksperieman mengalami peningkatan sebesar 15,625 dan 34,48.
Jika dilihat berdasarkan rata-rata nilai post-test yang diperoleh kedua kelas mengalami peningkatan dari hasil pre-test
meskipun tidak terlalu besar. Hal ini dapat dilihat dari rata-rata nilai post-test yang diperoleh kedua kelas yakni 71,38 untuk kelas
kontol dan 76,14 untuk kelas ekperimen. Hasil perhitungan dapat dilihat pada bagian Lampiran D.4.
b. Uji Perbedaan Nilai Rata-rata Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen
1. Uji Normalitas
Agar dapat mengetahui keefektifan penggunaan model pembelajaran, maka data pre-test dan post-test yang telah ada
di uji normalitas terlebih dahulu menggunakan SPSS Statistics 17.0 dengan uji sampel tunggal Kolmogorov-Smirnov. Dengan
137
melakukan uji normalitas maka dapat diketahui apakah data pre-test dan post-test berdistribusi normal atau data
berdistribusi tidak normal. Hipotesis data berdistribusi normal atau data berdistribusi tidak normal adalah:
H : Data berdistribusi normal
H
1
: Data berdistribusi tidak normal Berikut adalah output SPSS dari data pre-test dan post-test :
a. Pre-test
Output SPSS : Sig 2-tailed kelas kontrol = 0,968 0,05 maka H
gagal ditolak. Jadi data pre-test kelas kontrol berdistribusi normal.
Output SPSS : Sig 2-tailed kelas eksperimen = 0,173 0,05 maka H
gagal ditolak. Jadi data pre-test kelas eksperimen berdistribusi normal. Data pre-test kelas kontrol berdistribusi
normal dan data pre-test kelas eksperimen berdistribusi normal, sehingga dapat disimpulkan bahwa data pre-test
berdistribusi normal. Hasil perhitungan dapat dilihat pada bagian Lampiran D.5.
b. Post-test
Output SPSS :Sig 2-tailed kelas kontrol = 1,0 0,05 maka H gagal ditolak. Jadi data post-test kelas kontrol berdistribusi
normal.
138
Output SPSS : Sig 2-tailed kelas eksperimen = 0,626 0,05 maka H
gagal ditolak. Jadi data post-test kelas eksperimen berdistribusi normal. Data post-test kelas kontrol berdistribusi
normal dan data post-test kelas eksperimen berdistribusi normal, sehingga dapat disimpulkan data post-test berdistribusi
normal. Hasil perhitungan dapat dilihat pada bagian Lampiran D.6.
2. Uji Perbedaan Nilai Rata-rata Pre-test
Uji rata-rata ini dilakukan untuk mengetahui apakah hasil pre-test
kelas eksperimen lebih baik atau sebaliknya menggunakan uji T independent samples test karena datanya
berdistribusi normal. Namun sebelumnya dilihat variansi kedua kelas terlebih dahulu sebagai berikut :
Misalkan : σ
2
= variansi nilai −
kelas kontrol σ
1 2
= variansi nilai −
kelas eksperimen H
: tidak ada perbedaan variansi nilai pre-test kelas kontrol dan kelas eksperimen
σ
2
= σ
1 2
H
1
: ada perbedaan variansi nilai pre-test kelas kontrol dan kelas eksperimen
σ
2
≠ σ
1 2
Output SPSS : Sig = 0,102 α 0,05 maka H
gagal ditolak. Jadi tidak ada perbedaan variansi nilai pre-test kelas kontrol dan kelas
139
eksperimen atau variansi dari kedua kelas sama. Dengan demikian data pre-test dapat dianalisis dengan uji T. Hipotesis yang akan
digunakan adalah sebagai berikut : Misalkan :
μ = rata
− rata nilai −
kelas kontrol μ
1
= rata − rata nilai
− kelas eksperimen
H0 : tidak ada perbedaan rata-rata nilai pre-test kelas kontrol dan kelas eksperimen µ
= µ
1
H1 : ada perbedaan rata-rata nilai pre-test kelas kontrol dan kelas eksperimen µ
≠ µ
1
Output SPSS : Sig 2- tailed = 0,818 α 0,05 maka H
gagal ditolak. Jadi tidak ada perbedaan rata-rata nilai pre-test siswa
kelas kontrol dan kelas eksperimen. Hasil perhitungan dapat dilihat pada bagian Lampiran D.7.
3. Uji Perbedaan Nilai Rata-rata Post-test
Uji rata-rata ini dilakukan untuk mengetahui apakah penggunaan model pembelajaran Auditory, Intellectually,
Repetition AIR lebih baik dari model pembelajaran
konvensional menggunakan uji T Independent Samples T Test karena datanya berdistribusi normal, namun sebelumnya dilihat
variansi kedua kelas terlebih dahulu sebagai berikut :
140
Misalkan : σ
2
= variansi nilai −
kelas kontrol σ
1 2
= variansi nilai −
kelas eksperimen H
: tidak ada perbedaan variansi nilai post-test kelas kontrol dan kelas eksperimen
σ
2
= σ
1 2
H
1
: ada perbedaan variansi nilai post-test kelas kontrol dan kelas eksperimen
σ
2
≠ σ
1 2
Output ssps : Sig = 0,06 α 0,05 maka H gagal ditolak . Jadi
tidak ada perbedaan variansi nilai post-test kelas kontrol dan kelas eksperimen atau variansi dari kedua kelas sama. Dengan demikian
data post-test dapat dianalisis dengan uji T. Hipotesis yang akan digunakan adalah sebagai berikut :
Misalkan : μ
= rata − rata nilai
− kelas kontrol
μ
1
= rata − rata nilai
− kelas eksperimen
H0 :rata-rata nilai post-test kelas eksperimen lebih rendah atau sama dengan kelas kontrol µ
1
≤ µ H1 : rata-rata nilai post-test kelas eksperimen lebih
tinggi dari kelas kontrol µ
1
µ Output SPSS : Sig 2-
tailed = 0,146 2α 0,10 maka H gagal
ditolak atau tidak ada cukup bukti untuk menolak H . Jadi tidak
141
ada cukup bukti untuk menyimpulkan bahwa rata-rata nilai post- test
kelas eksperimen lebih rendah atau sama dengan kelas eksperimen. Hasil perhitungan dapat dilihat pada bagian Lampiran
D.8. 4.
Analisis Data Kuesioner Motivasi Belajar Agar dapat mengetahui motivasi belajar matematika kelas VII SMP
Kanisius Gayam secara individu maupun keseluruhan sebelum dan setelah diberlakukan model pembelajan konvensional untuk kelas kontrol dan
model pembelajarn Auditory, Intellectually, Repetition AIR untuk kelas eksperimen, maka perlu dianalisis data kuesioner motivasi belajar siswa.
Berikut adalah analisis data kuesioner motivasi belajar matematika siswa sebelum pembelajaran setelah pembelajaran secara deskriptif dan
inferensial. a.
Analisis Data Kuesioner Motivasi Belajar Secara Deskriptif 1.
Sebelum Pembelajaran a.
Analisis Motivasi Belajar Matematika Setiap Siswa Perhatikan tabel berikut :
Tabel 4.23 Persentase dan Kriteria Motivasi Belajar Per Siswa Sebelum
Pembelajaran Nomor
Absen Kelas Kontrol VIIA
Nomor Absen
Kelas Eksperimen VIIB
P Kriteria
P Kriteria
1 78,75
Tinggi 1
90 Sangat
Tinggi
142
Nomor Absen
Kelas Kontrol VIIA Nomor
Absen Kelas Eksperimen
VIIB P
Kriteria P
Kriteria
2 83,75
Sangat Tinggi 2
73,75 Tinggi
3 83,75
Sangat Tinggi 3
73,75 Tinggi
4 78,75
Tinggi 4
70 Tinggi
5 75
Tinggi 5
85 Sangat
Tinggi 6
70 Tinggi
6 78,75
Tinggi 7
81,25 Sangat Tinggi
7 71,25
Tinggi 8
83,75 Sangat Tinggi
8 77,5
Tinggi 9
80 Tinggi
9 72,5
Tinggi 10
60 Cukup
10 91,25
Sangat Tinggi
11 65
Tinggi 11
75 Tinggi
12 72,5
Tinggi 12
71,25 Tinggi
13 72,5
Tinggi 13
61,25 Tinggi
14 77,5
Tinggi 14
75 Tinggi
15 72,5
Tinggi 15
88,75 Sangat
Tinggi 16
88,75 Sangat Tinggi
16 90
Sangat Tinggi
17 73,75
Tinggi 17
56,25 Cukup
18 71,25
Tinggi 18
73,75 Tinggi
19 71,25
Tinggi 19
86,25 Sangat
Tinggi 20
56,25 Cukup
20 73,75
Tinggi 21
62,5 Tinggi
21 67,5
Tinggi 22
82,5 Sangat Tinggi
22 70
Tinggi 23
90 Sangat Tinggi
23 86,25
Sangat Tinggi
24 76,25
Tinggi 24
65 Tinggi
25 65
Tinggi 25
75 Tinggi
26 72,5
Tinggi 26
80 Tinggi
27 85
Sangat Tinggi 27
35 Rendah
28 68,75
Tinggi 28
92,5 Sangat
Tinggi 29
60 Cukup
29 80
Tinggi 30
82,5 Sangat Tinggi
31 80
Tinggi 32
76,25 Tinggi
143 Tabel 4.23 merupakan persentasi motivasi belajar setiap siswa pada kelas kontrol dan kelas eksperimen
sebelum dilakukan pembelajaran yang kemudian dikelompokkan menjadi beberapa kriteria sesuai dengan kriteria motivasi belajar pada BAB III. Berdasarkan tabel 4.23 maka dapat dihitung jumlah siswa yang
tergolong pada setiap kriteria seperti pada tabel berikut :
Tabel 4.24 Jumlah dan Persentase Motivasi Siswa Per Kriteria
Kriteria Kelas Kontrol
Kelas Eksperimen Jumlah
Siswa Persentasi
Jumlah Siswa
Persentase
Sangat Tinggi
9 9
32 × 100 = 28,125
8 8
29 × 100 = 27,59
Tinggi 20
20 32
× 100 = 62,5 19
22 29
× 100 = 62,52 Cukup
3 3
32 × 100 = 9,375
1 1
29 × 100 = 3,45
Rendah 1
1 29
× 100 = 3,45
144
Berdasarkan tabel 4.24, maka dapat diketahui motivasi siswa pada kelas kontrol dan kelas eksperimen sebelum
diberlakukan pembelajaran. Pada kelas kontrol terdapat 9 siswa 28,125 yang mempunyai motivasi belajar matematika
sangat tinggi, 20 siswa 62,5 yang mempunyai motivasi belajar matematika yang tinggi, dan 3 siswa 9,375 yang
mempunyai motivasi belajar matematika cukup. Pada kelas eksperimen terdapat 8 siswa 27,59 yang mempunyai
motivasi belajar matematika sangat tinggi, 19 siswa 62,52 yang mempunyai motivasi belajar matematika yang tinggi, 1
siswa 3,45 yang mempunyai motivasi belajar matematika cukup, dan 1 siswa 3,45 yang mempunyai motivasi belajar
matematika rendah. b.
Analisis Motivasi Belajar Matematika Secara Keseluruhan Dengan memperhatikan persentase motivasi belajar
matematika per siswa dan per kriteria maka dapat diperoleh motivasi belajar siswa secara keseluruhan. Berdasarkan kriteria
motivasi siswa secara keseluruhan pada BAB III maka dapat diketahui bahwa motivasi belajar siswa pada kelas kontrol dan
kelas eksperimen tidak tergolong sangat tinggi karena persentase siswa yang tergolong kriteria sangat tinggi kurang
dari 75 ST 75. Oleh karena itu, peneliti akan menjumlahkan persentasi siswa yang mempunyai motivasi
145
belajar sangat tinggi dan tinggi. Jika hasilnya lebih dari atau sama dengan 75 maka motivasi belajar siswa akan tergolong
tinggi. Pada kelas kontrol persentasi siswa yang tergolong kriteria
sangat tinggi adalah 28,125 sedangkan yang tergolong tinggi adalah 62,5, sehingga hasil penjumlahannya menjadi
90,625 dan lebih dari 75. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa motivasi belajar matematika siswa kelas
kontrol secara keseluruhan tergolong tinggi. Sedangkan pada kelas eksperimen persentasi siswa yang tergolong kriteria
sangat tinggi adalah 27,59 sedangkan yang tergolong tinggi adalah 62,52, sehingga hasil penjumlahannya menjadi
90,11 dan lebih dari 75. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa motivasi belajar matematika siswa kelas
eksperimen secara keseluruhan tergolong tinggi. Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa
motivasi belajar siswa kelas VII SMP Kanisius Gayam sebelum dilakukan pembelajaran tergolong tinggi.
2. Setelah Pembelajaran
a. Analisis Motivasi Belajar Matematika Setiap Siswa
Perhatikan tabel berikut :
146
Tabel 4.25 Persentase dan Kriteria Motivasi Belajar Per Siswa Setelah
Pembelajaran
Nomor Absen
Kelas Kontrol VIIA Nomor
Absen Kelas Eksperimen
VIIB P
Kriteria P
Kriteria
1 81,25
Sangat Tinggi 1
80 Tinggi
2 60
Cukup 2
76,25 Tinggi
3 82,5
Sangat Tinggi 3
70 Tinggi
4 76,25
Tinggi 4
62,5 Tinggi
5 82,5
Sangat Tinggi 5
75 Tinggi
6 68,75
Tinggi 6
82,5 Sangat Tinggi
7 70
Tinggi 7
71,25 Tinggi
8 80
Tinggi 8
71,25 Tinggi
9 72,5
Tinggi 9
70 Tinggi
10 71,25
Tinggi 10
85 Sangat Tinggi
11 73,75
Tinggi 11
66,25 Tinggi
12 73,75
Tinggi 12
68,75 Tinggi
13 68,75
Tinggi 13
62,5 Tinggi
14 46,25
Cukup 14
67,5 Tinggi
15 71,25
Tinggi 15
68,75 Tinggi
16 70
Tinggi 16
86,25 Sangat Tinggi
17 70
Tinggi 17
53,75 Cukup
18 75
Tinggi 18
68,75 Tinggi
19 68,75
Tinggi 19
86,25 Sangat Tinggi
20 65
Tinggi 20
68,75 Tinggi
21 65
Tinggi 21
72,5 Tinggi
22 88,75
Sangat Tinggi 22
72,5 Tinggi
23 75
Tinggi 23
73,75 Tinggi
24 71,25
Tinggi 24
70 Tinggi
25 73,75
Tinggi 25
75 Tinggi
26 68,75
Tinggi 26
81,25 Sangat Tinggi
27 97,5
Sangat Tinggi 27
61,25 Tinggi
28 68,75
Tinggi 28
91,25 Sangat Tinggi
29 67,5
Tinggi 29
76,25 Tinggi
30 71,25
Tinggi 31
77,5 Tinggi
32 83,75
Sangat Tinggi
147 Tabel 4.25 merupakan persentasi motivasi belajar setiap siswa pada kelas kontrol dan kelas eksperimen setelah
dilakukan pembelajaran yang kemudian dikelompokkan menjadi beberapa kriteria sesuai dengan kriteria motivasi belajar pada BAB III. Berdasarkan tabel 4.25 maka dapat dihitung jumlah siswa yang tergolong pada setiap kriteria
seperti pada tabel berikut :
Tabel 4.26 Jumlah dan Persentase Motivasi Siswa Per Kriteria
Kriteria Kelas Kontrol
Kelas Eksperimen Jumlah
Siswa Persentasi
Jumlah Siswa
Persentase
Sangat Tinggi
6 6
32 × 100
= 18,75 6
6 29
× 100 = 20,69
Tinggi 24
24 32
× 100 = 75
22 22
29 × 100
= 75,86 Cukup
2 2
32 × 100
= 6,25 1
1 29
× 100 = 3,45
148
Berdasarkan tabel 4.26, maka dapat diketahui motivasi siswa pada kelas kontrol dan kelas eksperimen setelah
diberlakukan pembelajaran. Pada kelas kontrol terdapat 6 siswa 18,75 yang mempunyai motivasi belajar matematika sangat
tinggi, 24 siswa 75 yang mempunyai motivasi belajar matematika yang tinggi, dan 2 siswa 6,25 yang mempunyai
motivasi belajar matematika cukup. Pada kelas eksperimen terdapat 6 siswa 20,69 yang mempunyai motivasi belajar
matematika sangat tinggi, 22 siswa 75,86 yang mempunyai motivasi belajar matematika yang tinggi, dan 1 siswa 3,45
yang mempunyai motivasi belajar matematika cukup. b.
Analisis Motivasi Belajar Matematika Secara Keseluruhan Dengan memperhatikan persentase motivasi belajar
matematika per siswa dan per kriteria maka dapat diperoleh motivasi belajar siswa secara keseluruhan. Berdasarkan kriteria
motivasi siswa secara keseluruhan pada BAB III maka dapat diketahui bahwa motivasi belajar siswa pada kelas kontrol dan
kelas eksperimen tidak tergolong sangat tinggi karena persentase siswa yang tergolong kriteria sangat tinggi kurang
dari 75 ST 75. Oleh karena itu, peneliti akan menjumlahkan persentasi siswa yang mempunyai motivasi
belajar sangat tinggi dan tinggi. Jika hasilnya lebih dari atau
149
sama dengan 75 maka motivasi belajar siswa akan tergolong tinggi.
Pada kelas kontrol persentasi siswa yang tergolong kriteria sangat tinggi adalah 18,75 sedangkan yang tergolong tinggi
adalah 75, sehingga hasil penjumlahannya menjadi 93,75 dan lebih dari 75. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa motivasi belajar matematika siswa kelas kontrol secara keseluruhan
tergolong tinggi.
Sedangkan pada
kelas eksperimen persentasi siswa yang tergolong kriteria sangat
tinggi adalah 20,69 sedangkan yang tergolong tinggi adalah 75,86, sehingga hasil penjumlahannya menjadi 96,55 dan
lebih dari 75. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa motivasi belajar matematika siswa kelas eksperimen secara
keseluruhan tergolong tinggi. Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa
motivasi belajar siswa kelas VII SMP Kanisius Gayam setelah dilakukan pembelajaran tergolong tinggi.
b. Analisis Data Kuesioner Motivasi Belajar Secara Inferensial
1. Uji Normalitas
Selain menganalisis data kuesioner motivasi belajar matematika siswa secara deskriptif, dilakukan juga analisis secara inferensial.
Oleh karena itu data kuesioner motivasi diuji normalitas terlehih dahulu dengan menggunakan SPSS Statistics 17.0 dengan uji
150
sampel tunggal Kolmogorov-Smirnov. Dengan melakukan uji normalitas maka dapat diketahui apakah data motivasi belajar
siswa sebelum dan setelah pembelajaran berdistribusi normal atau data berdistribusi tidak normal. Hipotesis data berdistribusi normal
atau data berdistribusi tidak normal adalah: H
: Data berdistribusi normal H
1
: Data berdistribusi tidak normal Berikut adalah output SPSS dari data kuesioner motivasi sebelum
pembelajaran dan setelah pembelajaran : a.
Sebelum Pembelajaran Output SPSS : Sig 2-tailed kelas kontrol = 0,979 0,05 maka
H gagal ditolak. Jadi data kuesioner motivasi belajar kelas
kontrol berdistribusi normal. Output SPSS : Sig 2-tailed kelas eksperimen = 0,497 0,05
maka H gagal ditolak. Jadi data motivasi belajar kelas
eksperimen berdistribusi normal. Data kuesioner motivasi belajar kelas kontrol dan eksperimen berdistribusi normal,
sehingga dapat disimpulkan bahwa data kuesioner motivasi belajar siswa sebelum pembelajaran berdistribusi normal. Hasil
perhitungan dapat dilihat pada bagian Lampiran D.9. b.
Setelah pembelajaran
151
Output SPSS :Sig 2-tailed kelas kontrol = 0,381 0,05 maka H
gagal ditolak. Jadi data kuesioner motivasi belajar kelas kontrol berdistribusi normal.
Output SPSS : Sig 2-tailed kelas eksperimen = 0,896 0,05 maka H
gagal ditolak. Jadi data kuesioner motivasi belajar kelas eksperimen berdistribusi normal. Data kuesioner motivasi
belajar kelas kontrol berdistribusi normal dan data kuesioner motivasi belajar kelas eksperimen berdistribusi normal,
sehingga dapat disimpulkan bahwa data kuesioner motivasi belajar
kelas kontrol
dan kelas
eksperimen setelah
pembelajaran berdistribusi normal. Hasil perhitungan dapat dilihat pada bagian Lampiran D.10.
2. Uji Perbedaan Rata-rata
Sebelum melakukan uji perbedaan rata-rata, maka perlu dilakukan uji variansi tertadap data kuesioner motivasi belajar matematika
siswa kelas kontrol dan kelas eksperimen baik sebelum pelajaran maupun setelah pelajaran. Hipotesis yang digunakan adalah
sebagai berikut : a.
Sebelum Pembelajaran Misalkan :
σ
2
= variansi data kuesioner motivasi belajar sebelum pembelajaran kelas kontrol
152
σ
1 2
= variansi data kuesioner motivasi belajar sebelum pembelajaran kelas eksperimen
H : tidak ada perbedaan variansi data kuesioner motivasi
belajar sebelum pembelajaran kelas kontrol dan kelas eksperimen
σ
2
= σ
1 2
H
1
: ada perbedaan variansi data kuesioner motivasi belajar sebelum pembelajaran kelas kontrol dan kelas eksperimen
σ
2
≠ σ
1 2
Output SPSS : Sig = 0,391 α 0,05 maka H
gagal ditolak. Jadi tidak ada perbedaan variansi data kuesioner motivasi
belajar sebelum pembelajaran kelas kontrol dan kelas eksperimen atau variansi dari kedua kelas sama. Dengan
demikian data kuesioner motivasi belajar siswa sebelum pembelajarn dapat dianalisis dengan menggunakan uji T.
Hipotesis yang digunakan adalah sebagai berikut : Misalkan :
μ =rata-rata data kuesioner motivasi belajar siswa
sebelum pembelajaran kelas kontrol μ
1
= rata-rata data kuesioner motivasi belajar siswa sebelum pembelajaran kelaseksperimen
153
H0 : tidak ada perbedaan rata-rata data kuesioner motivasi belajar siswa sebelum pembelajaran kelas kontrol dan kelas
eksperimen µ = µ
1
H1 : ada perbedaan rata-rata data kuesioner motivasi belajar siswa sebelum pembelajaran kelas kontrol dan kelas
eksperimen µ ≠ µ
1
Output SPSS : Sig 2- tailed = 0,861 α 0,05 maka H
gagal ditolak. Jadi tidak ada perbedaan rata-rata motivasi belajar
siswa sebelum pembelajaran siswa siswa kelas kontrol dan kelas eksperimen. Hasil perhitungan dapat dilihat pada bagian
Lampiran D.11. b.
Setelah Pembelajaran Misalkan :
σ
2
= variansi data kuesioner motivasi belajar setelah pembelajaran kelas kontrol
σ
1 2
= variansi data kuesioner motivasi belajar setelah pembelajaran kelas eksperimen
H : tidak ada perbedaan variansi data kuesioner motivasi
belajar setelah pembelajaran kelas kontrol dan kelas eksperimen
σ
2
= σ
1 2
154
H
1
: ada perbedaan variansi data kuesioner motivasi belajar setelah pembelajaran kelas kontrol dan kelas eksperimen
σ
2
≠ σ
1 2
Output SPSS : Sig = 0,864 α 0,05 maka H
gagal ditolak. Jadi tidak ada perbedaan variansi data kuesioner motivasi
belajar setelah pembelajaran kelas kontrol dan kelas eksperimen atau variansi dari kedua kelas sama.
Dengan demikian dapat dilakukan uji rata-rata. Uji rata-rata ini dilakukan untuk mengetahui apakah motivasi belajar
matematika siswa kelas eksperimen lebih tinggi dibanding dengan kelas kontrol menggunakan uji T Independent Samples
T Test karena datanya berdistribusi normal dan variansinya
sama maka digunakan hipotesis sebagai berikut : Misalkan :
μ =rata-rata data kuesioner motivasi belajar siswa setelah
pembelajaran kelas kontrol μ
1
= rata-rata data kuesioner motivasi belajar siswa setelah pembelajaran kelas eksperimen
H0 : rata-rata motivasi belajar siswa setelah pembelajaran kelas eksperimen lebih rendah atau sama dengan kelas eksperimen
µ
1
≤ µ
155
H1 : rata-rata motivasi belajar siswa setelah pembelajaran kelas eksperimen lebih tinggi dari kelas kontrol µ
1
µ Output SPSS : Sig 2-
tailed = 0,973 2α 0,10 maka H gagal
ditolak atau tidak ada cukup bukti untuk menolak H . Jadi tidak
ada cukup bukti untuk menyimpulkan bahwa rata-rata motivasi belajar siswa setelah pembelajaran kelas eksperimen lebih rendah
atau sama dengan kelas eksperimen. Hasil perhitungan dapat dilihat pada bagian Lampiran D.12.
5. Analisis Data Hasil Pengamatan Motivasi Belajar oleh Observer Adanya pengamatan motivasi belajar oleh Observer karena
terkadang penilaian diri sendiri dengan penilaian orang lain berbeda. Berikut akan dijelaskan hasil pengamatan motivasi belajar siswa oleh
Observer pada setiap pertemuan secara deskriptif dan secara inferensial.
a. Analisis Data Hasil Pengamatan Motivasi Belajar oleh Observer
Secara Deskriptif 1.
Pertemuan Kedua Perhatikan tabel berikut :
Tabel 4.27 Pertemuan Kedua Persentase dan Kriteria Hasil Pengamatan Motivasi Belajar
oleh Observer
Nomor Absen
Siswa Kelas Kontrol
Nomor Absen
Kelas Eksperimen P
Kriteria P
Kriteria
1 55.56
Cukup 1
86.11 Sangat
156
Nomor Absen
Siswa Kelas Kontrol
Nomor Absen
Kelas Eksperimen P
Kriteria P
Kriteria
Tinggi 2
75 Tinggi
2 72.22
Tinggi 3
58.33 Cukup
3 58.33
Cukup 4
69.44 Tinggi
4 55.56
Cukup 5
88.89 Sangat
Tinggi 5
72.22 Tinggi
6 52.78
Cukup 6
83.33 Sangat
Tinggi 7
97.22 Sangat
Tinggi 7
58.33 Cukup
8 55.56
Cukup 8
77.78 Tinggi
9 77.78
Tinggi 9
69.44 Tinggi
10 55.56
Cukup 10
75 Tinggi
11 55.56
Cukup 11
80.56 Tinggi
12 75
Tinggi 12
63.89 Tinggi
13 47.22
Cukup 13
88.89 Sangat
Tinggi 14
88.89 Sangat
Tinggi 14
80.56 Tinggi
15 69.44
Tinggi 15
80.56 Tinggi
16 72.22
Tinggi 16
69.44 Tinggi
17 91.67
Sangat Tinggi
17 61.11
Tinggi 18
77.78 Tinggi
18 80.56
Tinggi 19
66.67 Tinggi
19 91.67
Sangat Tinggi
20 44.44
Cukup 20
61.11 Tinggi
21 88.89
Sangat Tinggi
21 66.67
Tinggi 22
55.56 Cukup
22 66.67
Tinggi 23
44.44 Cukup
23 83.33
Sangat Tinggi
24 97.22
Sangat Tinggi
24 58.33
Cukup 25
77.78 Tinggi
25 58.33
Cukup 26
50 Cukup
26 75
Tinggi 27
91.67 Sangat
Tinggi 27
58.33 Cukup
28 75
Tinggi 28
88.89 Sangat
Tinggi 29
80.56 Tinggi
29 77.78
Tinggi 30
69.44 Tinggi
157
Nomor Absen
Siswa Kelas Kontrol
Nomor Absen
Kelas Eksperimen P
Kriteria P
Kriteria
31 77.78
Tinggi 32
72.22 Tinggi
Tabel 4.27 merupakan persentasi dari data pengamatan motivasi belajar setiap siswa pada kelas kontrol dan kelas eksperimen
selama proses pembelajaran pada pertemuan kedua, yang kemudian dikelompokkan menjadi beberapa kriteria sesuai dengan
kriteria motivasi belajar pada BAB III. Berdasarkan tabel 4.27 maka dapat dihitung jumlah siswa yang tergolong pada setiap
kriteria seperti pada tabel berikut :
158
Tabel 4.28 Jumlah dan Persentase Data Pengamatan Motivasi Siswa
Per Kriteria oleh Observer
Kriteria Kelas Kontrol
Kelas Eksperimen Jumlah
Siswa Persentasi
Jumlah Siswa
Persentase
Sangat Tinggi
7 7
32 × 100
= 21,875 6
6 29
× 100 = 20,69
Tinggi 14
14 32
× 100 = 43,75
17 22
29 × 100
= 58,62 Cukup
11 11
32 × 100
= 34,375 6
6 29
× 100 = 20,69
Berdasarkan tabel 4.26, maka dapat diketahui motivasi siswa pada kelas kontrol dan kelas eksperimen berdasarkan pengamatan Observer selama pembelajaran pada pertemuan kedua. Pada kelas kontrol terdapat
21,875 7 siswa yang mempunyai motivasi sangat tinggi, 43,75 14 siswa tergolong motivasi tinggi, dan 34,375 11 siswa mempunyai motivasi belajar yang cukup. Pada kelas eksperimen terdapat 20,69 6 siswa
159 yang mempunyai motivasi belajar sangat tinggi, 58,62 17 siswa mempunyai motivasi tinggi, dan 20,69 6
siswa yang mempunyai motivasi belajar yang cukup. Berdasarkan kriteria motivasi siswa secara keseluruhan pada BAB III, maka motivasi belajar siswa
berdasarkan pengamatan oleh Observer pada pertemuan kedua dapat digolongkan sebagai berikut : pada kelas kontrol tergolong cukup karena jumlah siswa yang memiliki kriteria sangat tinggi ditambah dengan jumlah siswa
yang memiliki kriteria tinggi dan kriteria cukup = 100 dan lebih dari 65 ST+T+C ≥ 65. Sedangkan pada kelas eksperimen tergolong tinggi, karena jumlah siswa yang memiliki kriteria sangat tinggi ditambah dengan
jumlah siswa yang memiliki kriteria tinggi = 79,31 dan lebih dari 75 ST+T ≥ 75.
160
2. Pertemuan Ketiga
Perhatikan tabel berikut :
Tabel 4.29 Pertemuan Ketiga Persentase dan kriteria Hasil Pengamatan Motivasi Belajar
oleh Observer
Nomor Absen
Kelas Kontrol Nomor
Absen Kelas
Eksperimen P
Kriteria P
Kriteria
1 58.33
Cukup 1
66.67 Tinggi
2 80.56
Tinggi 2
69.44 Tinggi
3 80.56
Tinggi 3
94.44 Sangat
Tinggi 4
91.67 Sangat
Tinggi 4
69.44 Tinggi
5 80.56
Tinggi 5
66.67 Tinggi
6 58.33
Cukup 6
88.89 Sangat
Tinggi 7
72.22 Tinggi
7 66.67
Tinggi 8
72.22 Tinggi
8 88.89
Sangat Tinggi
9 69.44
Tinggi 9
61.11 Tinggi
10 66.67
Tinggi 10
91.67 Sangat
Tinggi 11
66.67 Tinggi
11 83.33
Sangat Tinggi
12 77.78
Tinggi 12
61.11 Tinggi
13 47.22
Cukup 13
63.89 Tinggi
14 83.33
Sangat Tinggi
14 72.22
Tinggi 15
66.67 Tinggi
15 75
Tinggi 16
63.89 Tinggi
16 72.22
Tinggi 17
86.11 Sangat
Tinggi 17
75 Tinggi
18 58.33
Cukup 18
88.89 Sangat
Tinggi 19
63.89 Tinggi
19 88.89
Sangat Tinggi
20 50
Cukup 20
58.33 Cukup
21 80.56
Tinggi 21
88.89 Sangat
Tinggi
161
Nomor Absen
Kelas Kontrol Nomor
Absen Kelas
Eksperimen P
Kriteria P
Kriteria
22 69.44
Tinggi 22
75 Tinggi
23 55.56
Tinggi 23
55.56 Tinggi
24 44.44
Cukup 24
41.67 Cukup
25 77.78
Tinggi 25
66.67 Tinggi
26 58.33
Cukup 26
55.56 Cukup
27 88.89
Sangat Tinggi
27 83.33
sangat Tinggi
28 88.89
Sangat Tinggi
28 63.89
Tinggi 29
55.56 Cukup
29 63.89
Tinggi 30
52.78 Cukup
31 83.33
Sangat Tinggi
32 88.89
Sangat Tinggi
Tabel 4.29 merupakan persentasi dari data pengamatan motivasi belajar setiap siswa pada kelas kontrol dan kelas eksperimen
selama proses pembelajaran pada pertemuan ketiga, yang kemudian dikelompokkan menjadi beberapa kriteria sesuai dengan
kriteria motivasi belajar pada BAB III. Berdasarkan tabel 4.29 maka dapat dihitung jumlah siswa yang tergolong pada setiap
kriteria seperti pada tabel berikut :
162
Tabel 4.30 Jumlah dan Persentase Data Pengamatan Motivasi Siswa
Per Kriteria oleh Observer
Kriteria Kelas Kontrol
Kelas Eksperimen Jumlah
Siswa Persentasi
Jumlah Siswa
Persentase
Sangat Tinggi
7 7
32 × 100 = 21,875
9 9
29 × 100 = 31,03
Tinggi 16
16 32
× 100 = 50 17
1 29
× 100 = 58,62 Cukup
9 9
32 × 100 = 28,125
3 3
29 × 100 = 10,34
Berdasarkan tabel 4.26, maka dapat diketahui motivasi siswa pada kelas kontrol dan kelas eksperimen berdasarkan pengamatan Observer selama pembelajaran pada pertemuan ketiga. Pada kelas kontrol terdapat
21,875 7 siswa yang mempunyai motivasi belajar sangat tinggi, 50 16 siswa mempunyai motivasi belajar yang tinggi, dan 28,125 9 siswa mempunyai motivasi belajar yang cukup. Pada kelas eksperimen terdapat
31,03 9 siswa yang mempunyai motivasi belajar sangat tinggi, 58,62 17 siswa mempunyai motivasi yang tinggi, dan 10,34 3 siswa yang mempunyai motivasi belajar yang cukup.
163
163 Berdasarkan kriteria motivasi siswa secara keseluruhan
pada BAB III, maka motivasi belajar siswa berdasarkan pengamatan oleh Observer pada pertemuan ketiga dapat
digolongkan sebagai berikut : pada kelas kontrol tergolong cukup karena jumlah siswa yang memiliki kriteria sangat tinggi
ditambah dengan jumlah siswa yang memiliki kriteria tinggi dan kriteria cukup = 100 dan lebih dari 65 ST+T+C ≥
65. Sedangkan pada kelas eksperimen tergolong tinggi, karena jumlah siswa yang memiliki kriteria sangat tinggi
ditambah dengan jumlah siswa yang memiliki kriteria tinggi = 89,65 dan lebih dari 75 ST+T ≥ 75.
3. Pertemuan Keempat
Perhatikan tabel berikut : Tabel 4.31 Pertemuan Keempat
Persentase dan Kriteria Hasil Pengamatan Motivasi Belajar oleh
Observer
Nomor Absen
Kelas Kontrol Nomor
Absen Kelas
Eksperimen P
Kriteria P
Kriteria
1 52.78
Cukup 1
77.78 Tinggi
2 66.67
Tinggi 2
47.22 Cukup
3 47.22
Cukup 3
80.56 Tinggi
4 55.56
Rendah 4
63.89 Tinggi
5 61.11
Tinggi 5
75 Tinggi
6 69.44
Tinggi 6
69.44 Tinggi
7 91.67
Sangat Tinggi
7 83.33
Sangat Tinggi
164
Nomor Absen
Kelas Kontrol Nomor
Absen Kelas
Eksperimen P
Kriteria P
Kriteria
8 50
Cukup 8
83.33 Sangat
Tinggi 9
86.11 Sangat
Tinggi 9
86.11 Sangat
Tinggi 10
44.44 Cukup
10 66.67
Tinggi 11
58.33 Cukup
11 61.11
Tinggi 12
44.44 Cukup
12 83.33
Sangat Tinggi
13 44.44
Cukup 13
44.44 Cukup
14 86.11
Sangat Tinggi
14 63.89
Tinggi 15
58.33 Cukup
15 69.44
Tinggi 16
80.56 Tinggi
16 63.89
Tinggi 17
77.78 Tinggi
17 50
Cukup 18
58.33 Cukup
18 77.78
Tinggi 19
61.11 Tinggi
19 44.44
Cukup 20
75 Tinggi
20 61.11
Tinggi 21
77.78 Tinggi
21 72.22
Tinggi 22
41.67 Cukup
22 72.22
Tinggi 23
63.89 Tinggi
23 75
Tinggi 24
52.78 Cukup
24 75
Tinggi 25
63.89 Tinggi
25 86.11
Sangat Tinggi
26 50
Cukup 26
63.89 Tinggi
27 69.44
Tinggi 27
66.67 Tinggi
28 52.78
Cukup 28
61.11 Tinggi
29 52.78
Cukup 29
75 Tinggi
30 77.78
Tinggi 31
52.78 Cukup
32 44.44
Cukup
Tabel 4.31 merupakan persentasi dari data pengamatan motivasi belajar setiap siswa pada kelas kontrol dan kelas
eksperimen selama proses pembelajaran pada pertemuan ketiga, yang kemudian dikelompokkan menjadi beberapa kriteria sesuai
dengan kriteria motivasi belajar pada BAB III. Berdasarkan tabel
165 4.31 maka dapat dihitung jumlah siswa yang tergolong pada setiap kriteria seperti pada tabel berikut :
Tabel 4.32 Jumlah dan Persentase Data Pengamatan Motivasi Siswa
Per Kriteria oleh Observer
Kriteria Kelas Kontrol
Kelas Eksperimen Jumlah
Siswa Persentasi
Jumlah Siswa
Persentase
Sangat Tinggi
3 3
32 × 100 = 9,375
5 5
29 × 100 = 17,24
Tinggi 12
12 32
× 100 = 37,5 20
20 29
× 100 = 69,97 Cukup
17 17
32 × 100 = 53,125
4 4
29 × 100 = 13,79
Berdasarkan tabel 4.32, maka dapat diketahui motivasi siswa pada kelas kontrol dan kelas eksperimen berdasarkan pengamatan Observer selama pembelajaran pada pertemuan keempat. Pada kelas kontrol terdapat
9,375 3 siswa yang mempunyai motivasi belajar yang sangat tinggi, 37,5 12 siswa mempunyai motivasi belajar yang tinggi, dan 53,125 17 siswa mempunyai motivasi belajar yang cukup. Pada kelas eksperimen
166
terdapat 17,24 5 siswa yang mempunyai motivasi sangat tinggi, 69,97 20 siswa mempunyai motivasi belajar
yang tinggi, dan 13,79 4 siswa mempunyai motivasi belajar yang cukup.
Berdasarkan kriteria motivasi siswa secara keseluruhan pada BAB III, maka motivasi belajar siswa berdasarkan
pengamatan oleh Observer pada pertemuan keempat dapat digolongkan sebagai berikut : pada kelas kontrol tergolong
cukup karena jumlah siswa yang memiliki kriteria sangat tinggi ditambah dengan jumlah siswa yang memiliki kriteria tinggi
dan kriteria cukup = 100 dan lebih dari 65 ST+T+C ≥ 65. Sedangkan pada kelas eksperimen tergolong tinggi,
karena jumlah siswa yang memiliki kriteria sangat tinggi ditambah dengan jumlah siswa yang memiliki kriteria tinggi =
87,21 dan lebih dari 75 ST+T ≥ 75. b.
Analisis Data Hasil Pengamatan Motivasi Belajar oleh Observer Secara Inferensial
Setelah dianalisis secara deskriptif, maka data pengamatan motivasi belajar oleh Observer dianalisis secara inferensiall dengan
menggunakan uji Mann-Whitney. Data yang gunakan merupakan penggabungan skor pengamatan motivasi oleh Observer setiap siswa
pada setiap pertemuan. Penggabungan skor tersebut dapat
diperlihatkan pada tabel berikut :
167
Tabel 4.33 Total Skor Pengamatan Motivasi oleh
Observer
No Absen
Siswa kelas Kontrol
No Absen
Siswa Kelas Eksperimen
Pertemuan Pertemuan
I II III Total
I II III Total
1 20 21 19
60 1
31 24 28 83
2 27 29 24
80
2 26 25 17
68
3 21 29 17
67 3
21 34 29 84
4 25 33 20
78
4 20 25 23
68
5 32 29 22
83 5
26 24 27 77
6 19 21 25
65
6 30 32 25
87
7 35 26 33
94 7
21 24 30 75
8 20 26 18
64
8 28 32 30
90
9 28 25 31
84 9
25 22 31 78
10 20 24 16
60
10 27 33 24
84
11 20 24 21
65 11
29 30 22 81
12 27 28 16
71
12 23 22 30
75
13 17 17 16
50 13
32 23 16 71
14 32 30 31
93
14 29 26 23
78
15 25 24 21
70 15
29 27 25 81
16 26 23 29
78
16 25 26 23
74
17 33 31 28
92 17
22 27 18 67
18 28 21 21
70
18 29 32 28
89
19 24 23 22
69 19
33 32 16 81
20 16 18 27
61
20 22 21 22
65
21 32 29 28
89 21
24 32 26 82
22 20 25 15
60
22 24 27 26
77
23 16 20 23
59 23
30 20 27 77
24 35 16 19
70
24 21 15 27
63
25 28 28 23
79 25
21 24 31 76
26 18 21 18
57
26 27 20 23
70
27 33 32 25
90 27
21 30 24 75
28 27 32 19
78
28 32 23 22
77
29 29 20 19
68 29
28 23 27 78
30 25 19 28
72
31 28 30 19
77
32 26 32 16
74
168
Data yang telah diperoleh, kemudian dianalisis menggunakan uji Mann-Whitney
dengan hipotesis sebagai berikut : Misalkan :
μ = data pengamatan motivasi belajar oleh Observer
kelas kontrol μ
1
= data pengamatan motivasi belajar oleh Observer kelas eksperimen
H : data pengamatan motivasi belajar oleh Observer kelas
eksperimen rendah atau sama dengan kelas kontrol µ
1
≤ µ H1 : data pengamatan motivasi belajar oleh Observer kelas
eksperimen lebih tinggi dari kelas kontrol µ
1
µ Output SPSS : Sig 2-
tailed = 0,096 2α 0,10 maka H ditolak.
Jadi berdasarkan data pengamatan motivasi belajar oleh Observer dapat disimpulkan bahwa motivasi kelas eksperimen lebih tinggi
dari kelas kontrol. Hasil perhitungan dapat dilihat pada bagian Lampiran D.13.
D. Pembahasan