Tauhid: Tuhan, Manusia dan Alam

Buku Siswa KELAS X MA 30 menawarkan amanat kepada langit, bumi dan gunung, maka mereka pun berpaling ketakutan dari tawaran ini. Akan tetapi, manusia menerima amanat ini, dengan kebebasannya untuk berkehendak. Dengan pemberian ini, manusia memiliki peran untuk menjalankan kehendak Allah di muka bumi. Maka tidaklah mungkin, manusia dibiarkan begitu saja dalam keadaan tersesat tanpa petunjuk. Untuk mengetahui kehendak-Nya, Allah memberikan apa yang disebut dengan wahyu kepada mereka yang dikehendaki-Nya untuk menjadi utusan. Inti dari agama yang dengannya para rasul diutus oleh Allah adalah ibadah kepada Allah semata, tidak menyembah selain-Nya, memohon pertolongan kepada-Nya, bertawakkal, berdoa akan kebaikan dan meminta perlindungan dari keburukan. Akan tetapi, tidak hanya kebebasan, manusia juga diberi pedoman yang disebut suatu dengan nilai moral, kemampuan untuk menentukan kebenaran maupun kesalahan dalam statusnya. Kebebasan untuk berkehendak bukanlah berarti manusia selalu benar dalam hidupnya. Dengan semua kemampuannya, manusia menjadi makhluk yang paling berkompeten untuk memakmurkan bumi. Manusia memiliki potensi untuk mengembangkan peradaban, teknologi, masyarakat dan semua yang dibutuhkannya, berbeda dengan eksistensi lainnya, manusia sebagai makhluk yang berkembang, mengembangkan kebudayaannya dari waktu ke waktu. Potensi itu terwujud dengan status manusia sebagai khalifah di muka bumi. Islam berpendapat bahwa setiap manusia terlahir dalam keadaan suci, atas itrahnya, yakni tauhid. Sebelum ia lahir di muka bumi, ketika masih berada dalam alam ghaib sebelum dunia, manusia telah diminta kesaksiannya mengenai ketuhanan Allah, dan ia pun bersaksi, sebagai mana termaktub dalam Al-Qur’an: َلَب اْوُلاَق ْمُكِّبَرِب ُتْس َلَأ ْمِهِسُفْنَأ َ َع ْمُهَدَهْشَأَو ْمُهَتَيِّرُذ ْمِهِروُهُظ ْنِم َمَدآ ِنَب ْنِم َكُبَر َذَخَأ ْذِ . َ يِلِف َغ اَذٰه ْنَع اَنُك اَنِإ ِةَماَيِق ْ لا َمْوَي اْوُلوُقَت ْن َ أ اَنْدِهَش Dan ingatlah, ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka seraya berirman: “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab: “Betul Engkau Tuhan kami, kami menjadi saksi”. Kami lakukan yang demikian itu agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya kami bani Adam adalah orang-orang yang lengah terhadap ini keesaan Tuhan”. QS. al-A’rāf [7]: 172

4. Tauhid: Tuhan, Manusia dan Alam

Islam adalah agama yang komprehensif dengan wawasannya yang relevan bagi setiap aktivitas manusia, bagi setiap usaha, baik isik maupun spiritual. Manusia diciptakan Tuhan 31 ILMU KALAM Kurikulum 2013 dengan maksud turut merealisir tujuan-Nya yang mulia, tujuan kebaikan. Di samping manusia diberi tugas dalam rangka keseluruhan dari penciptaan-Nya, ia juga dituntut agar selalu patuh kepada Tuhan. Di sini Tuhan memberikan daya intelegensi yang tinggi kepada manusia. Dengan akal manusia membedakan yang baik dan yang buruk. Karena itu Tuhan memberikan derajat yang paling tinggi kepada manusia dibandingkan dengan makhluk lain. Di antara makhluk, manusia yang dilengkapi dengan moral. Karena itu manusia, dalam hidupnya, penuh dengan perjuangan, baik perjuangan untuk merealisasikan tujuan penciptaan Tuhan, hubungannya dengan alam, maupun pada level pribadi. Jadi hubungan Tuhan, manusia, dan alam tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Hubungan yang jelas adalah bahwa manusia diberi tugas oleh Tuhan untuk mengelola alam semesta ini dengan tujuan kebaikan dan kesempurnaan dari seluruh rencana Tuhan dan keseluruhan penciptaannya. Hubungan dengan Tuhan bahwa manusia merupakan bagian dari-Nya, dalam arti bahwa Tuhan telah meniupkan ruh-Nya ke dalam diri manusia. Namun, Tuhan tetap sebagai makrokosmos alam besar dan manusia adalah mikrokosmos alam kecil. Alam kecil ini senantiasa berhubungan secara spiritual dengan alam besar, setidaknya pada level ilosois. Karena itu, manusia harus meniru Tuhan di dalam segala sikapnya, mewujudkan kebaikan-kebaikan. Tugas ini, suka atau pun tidak suka, harus dipikulnyaa. Manusia mengemban amanah sebagai khalifah di muka bumi ini khalīfah i al-arḍ. Hubungan manusia dengan alam adalah bahwa manusia memanfaatkan alam demi terciptanya kebaikan-kebaikan itu dan dalam rangka beribadah kepada-Nya. Inilah yang disebut sebagai ‘amr’ atau perintah Tuhan yang harus dilaksanakan oleh manusia. Jadi alam berfungsi sebagai fasilitas dalam rangka tujuan tadi. Dengan demikian dalam Islam manusia menjadi “pengelola”, bukan “eksploitator”. Berangkat dari konsepsi ini, tauhid tidak hanya berbicara tentang keesaan Tuhan, tapi juga berbicara tentang bagaimana manusia berperilaku dan bertindak. Manusia merupakan cermin dari Tuhan atau khalifah Tuhan di bumi, karena itu ia harus mewujudkan misi-Nya di bumi. Ketika ia melakukan interaksi dengan orang lain, maka unsur Tuhan serta nilai- nilai teologis harus dijabarkan. Pandangan ini amat berpengaruh pada pemahamannya tentang etika sosial. Dari gagasan ini, idealnya akan muncul sebuah masyarakat yang di dalamnya terdapat keadilan, kesejahteraan, kedamaian, serta perilaku masyarakat yang dilandasi nilai-nilai moral yang tinggi. Nilai-nilai universal yang menjadi pesan al-Qur`an itu hendaknya menjadi acuan dan basis etis sebuah masyarakat. Karena itu, seluruh manusia tanpa dibatasi oleh atribut tertentu: golongan, suku bangsa, ras, bahasa dan lain-lain, harus menjunjung tinggi nilai-nilai luhur dan universal itu: “keadilan”, “kebaikan”, “persamaan”, merasa sama satu sama lain, tidak merasa lebih tinggi, lebih super dan lain sebagainya, kejujuran Buku Siswa KELAS X MA 32 dan lain-lain. Dengan sikap tauhid yang dinamis ini, maka jelas manusia akan hidup optimis, tanpa berlebihan. Sikap optimis demukian dapat melahirkan sikap rendah hati dan tidak mudah berputus asa. Karena itu, seseorang akan berada pada jalan tengah dan terhindar dari dua kutub ekstrim. Karena dua kutub ekstrim itulah yang menyebabkan manusia jatuh pada “kekufuran”. Di dalam konsep tauhid ini, terciptalah hubungan antara manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan manusia yang lain, dan hubungan manusia dengan alam sekitarnya secara harmonis demi mewujudkan dan merealisasikan tujuan dari penciptaan ini. Landasan tauhid ini menjadi dasar dan prinsip universalitas Islam. Selain itu, banyak ayat al-Qur`an yang senada dengan semangat persatuan, egalitarianisme, dan keadilan sosial. Hal ini mengandaikan Islam menerima—sekalipun secara rinci tidak dijelaskan—gagasan dan ide demokrasi. Ide demokrasi ini pun telah diisyaratkan al-Qur`an. Sebagai indikator misalnya, beberapa ayat menyebut tentang musyawarah syūra`, perintah berlaku adil terhadap siapa saja, bahkan terhadapnmusuh atau orang yang sangat kita benci sekalipun. Maka, jelaslah kesatuan tawḥīd bukanlah semata-mata bagaimana manusia memahami Tuhan itu Esa, melainkan lebih jauh dari itu juga harus berimplikasi positif dan responsif pada persoalan sosial dan politik serta dapat menjawab berbagai problem kemanusiaan lainnya. Karena itu keadilan, demokrasi, egalitarianisme, keterbukaan dan sebagainya, harus menjadi bagian dari, dan berada di bawah pancaran Tauhid. Dengan demikian maka segala tindakan manusia selalu berada pada koridor dan rel tauhid sehingga, nilai-nilai ilahiah dapat dimanifestasikan dalam kehidupan seorang muslim. Inilah yang menjadi salah satu misi manusia sebagai khalifah Tuhan di bumi.

5. Makna Tauhid dalam Kehidupan