dalam Jhonson 1990, dua orang pemuka utama dari model ini menyimpulkan model pertukaran sosial sebagai berikut : “Asumsi dasar yang mendasari
seluruh analisis kami adalah bahwa setiap individu secara sukarela memasuki dan tinggal dalam hubungan sosial hanya selama hubungan tersebut cukup
memuaskan ditinjau dari segi ganjaran dan biaya”. Ganjaran, biaya, laba, dan tingkat perbandingan merupakan empat konsep pokok dalam teori ini.
Kemudian teori ini di kembangkan oleh George Homans dalam tingkat individu. Homans juga mengambil konsep dasar seperti biaya, imbalan dan
keuntungan Homans memperluasnya hingga mencakup pertukaran sosial juga. Misalnya dukungan sosial seperti uang dapat dijelaskan sebagai suatu reward,
dan berada dalam posisi bawahan dalam suatu hubungan sosial dapat dilihat sebagai cost. Johnson, 1990: 65.
Homans berpendapat bahwa pertukaran yang berulang-ulang mendasari hubungan sosial yang berkesinambungan antara orang tertentu. Pandangan
Homans dituangkan dalam sejumlah proposisinya dan salah satunya yaitu ‘seseorang akan semakin cenderung melakukan suatu tindakan manakala
tindakan tersebut makin sering disertai imbalan”. Dalam pola-pola hubungan sosial atau hubungan patron klien anatar petani pemilik dan buruh tani dalam
produksi pertanian terdapat unsur pertukaran barang atau jasa bagi pihak- pihak yang terlibat. Misalnya buruh tani memberikan tenaganya kepada petani
pemilik, dan petani pemilik memberikan imbalannya berupa upah, dan bentuk- bentuk pertukaran lainnya.
2.4 Sistem Pengupahan dalam Hubungan Kerja pada Masyarakat Pertanian
Universitas Sumatera Utara
Hubungan kerja pada masyarakat pertanian berbeda dengan hubungan kerja pada masyarakat industri. Hubungan kerja pada masyarakat pertanian
antara petani pemilik dan buruh tani terdapat unsur hubungan kekeluargaan atau kekerabatan. Sedangkan dalam hubungan kerja masyarakat industri hanya
berkisar pada hubungan ekonomi. Sistem pengupahan dalam masyarakat pertanian lebih condong pada pola kegotongroyongan. Adapun bentuk-bentuk
hubungan ketenagakerjaan dan kelembagaan upah dalam masyarakat pertanian yaitu sebagai berikut :
1. Sistem Bawon Bawon merupakan upah natural yang diberikan pemilik lahan kepada
buruh tani, khususnya untuk kegiatan panen yang merupakan bagian tertentu dari hasil panen. Collier at.al dalam Susilowati 2005 menyebutkan pada
sistem bawon tradisional, panen padi merupakan aktivitas komunitas yang dapat diikuti oleh semua orang atau kebanyakan anggota komunitas dan
menerima bagian tertentu dari hasil. Susilowati, 2005 : 3. Menurut tradisi di beberapa tempat, petani tidak dapat membatasi jumlah orang yang ikut
memanen. Sistem tersebut merupakan bawon yang “benar-benar terbuka” dalam artian setiap orang diijinkan untuk memanen. Sistem bawon yang lain
yaitu sistem bawon yang lebih ketat adalah sistem bawon dengan peserta tertentu yang diundang saja.
2. Sistem Kedokan Kata kedokan berasal dari bahasa jawa yaitu “kedok” artinya bagian
tertentu dari sawah. Istilah “kedokan” dibeberapa desa di Jawa Barat disebut sebagai “ceblokan” atau “ngedok-ngedok”. Kolf dalam Susilowati 2005
Universitas Sumatera Utara
mendefinisikan kedokan yaitu sistem pengupahan melalui perjanjian dan atau kesepakatan, pekerja akan melakukan pekerjaan tertentu dalam proses usaha
tani padi tanpa dibayar. Susilowati, 2005 : 3. Namun mereka akan memiliki hak untuk panen dan menerima bagian tertentu dari produksi. Tenaga kerja lain
di luar kelompok pengedok tersebut tidak dapat ikut panen apabila tidak ada ijin dari kelompok pengedok, bukan dari pemilik lahan. Dengan demikian
kelompok pengedok mempunyai hak untuk menentukan siapa orang-orang yang bisa terlibat dalam kegiatan panen tersebut. Dengan kata lain sistem
kedokan merupakan suatu kesepakatan yang memeberikan hak berburuh panen secara terbatas kepada sekelompok pekerja terkait dengan kewajiban pekerjaan
yang mereka lakukan pada proses usaha tani, seperti mencangkul oleh buruh laki-laki,memperbaiki galengan dan saluran air, dan lainnya.
Menurut Collier dalam Susilowati 2005, sistem kedokan awalnya digunakan petani agar kecukupan tenga kerja selama proses produksi dapat
terjamin. Susilowati, 2005 : 3. Dalam perkembangannya kemudian sistem tersebut banyak digunakan petani pemilik sawah untuk membatasi jumlah
buruh pemanen dalam rangka menekan biaya panen. Dalam sistem kedokan, karena pemanen tidak dibayar dengan upah tunai maka pemilik lahan tidak
mengeluarkan banyak biaya selama musim tanam. Besarnya bawon dan bagian kedokan bervariasi antara desa. Di daerah Jawa Barat dan Jawa Tengah,
pengedok menerima seperlima dari bagian hasil, sementara pembawon hanya menerima seperlimabelas bagian. Sedangkan di Jawa Timur, pengedok
menerima sepersepuluh bagian hasil panen. 3. Sistem Upah Harian
Universitas Sumatera Utara
Dalam sistem upah harian, secara teoritis tingkat upah diperhitungkan berdasarkan rata-rata produktivitas tenaga kerja perhari. Lazimnya jumlah jam
kerja per hari antara kegiatan maupun antar desa bervariasi demikian pula besarnya upah harian. Dalam hubungan ketenagakerjaan di pedesaan, sifat
kekerabatan dan tenggang rasa antara pemilik lahan dan buruhnya umumnya masih kuat. Ini menjadikan upah harian yang diberikan tidak hanya berupa
uang namun buruh juga diberi makan dan minum bahkan diberi rokok. 4. Sistem Upah Borongan
Besar upah borongan umunya sangat tergantung dari prestasi kerja buruh tani. Semakin tinggi produktivitas kerja, secara teoritis semakin tinggi
pula upah yang diterima buruh tani. Variasi produktivitas antar individu buruh tani atau kelompok buruh tani merupakan determinan upah kerja buruh tani.
Terdapat beberapa hal yang mendorong munculnya sistem upah borongan yaitu pertama, jadwal tanam harus serentak untuk menghambat serangan hama
wereng dan tikus, sehingga pengolahan lahan juga harus serentak. Kedua, sistem pengairan yang semakin baik memaksa petani untuk mempercepat
pengolahan lahan agar dapat melakukan penanaman tepat pada waktunya. Ketiga, penggunaan bibit unggul yang berumur pendek, sehingga pengolahan
lahan harus cepat dilakukan. Keempat, penggunaan traktor dengan upah borongan akan mampu menyelesaikan kegiatan pengolahan tanah dengan
cepat. Kelima, upah borongan dinilai lebih murah dibandingkan upah harian. Keenam, tidak merepotkan pemilik lahan untuk menyediakan makanan.
4. Sistem Sambatan
Universitas Sumatera Utara
Sistem sambatan diartikan sebagai sistem saling membantu bekerja secara bergiliran atau sistem hubungan pertukaran tenaga kerja. Pada
prinsipnya sistem sambatan adalah memobilisasi tenaga kerja dari luar keluarga untuk mengisi kekurangan tenaga kerja dalam keluarga usaha tani
padi, terutama saat musim sibuk. Dimana petani diminta untuk bekerja membantu pemilik lahan untuk kegiatan tertentu di sawah tanpa diberi upah.
Pemilik lahan hanya menyediakan makanan tetapi pada gilirannya, mereka harus mengganti bantuan tersebut secara proposional pada waktu yang
diperlukan Susilowati, 2005 :3-4. Petani dan buruh tani di Desa Tanjung Rejo memiliki relasi kerja dan
relasi sosial yang berbeda-beda yakni relasi dengan buruh tani tetap, buruh tani langganan, dan buruh tani bebas. Adanya perbedaan relasi tersebut maka
sistem pengupahan yang ada di desa ini juga berbeda-beda berdasarkan relasi tersebut. Bahkan di desa ini terdapat sistem upah mingguan bagi buruh tani
tetap, dimana upah diberikan kepada burh tani dalam waktu satu minggu. Buruh tani tetap mengerjakan semua pekerjaan pertanian hingga gabah dapat
disimpan di lumbung padi dan siap untuk digiling menjadi beras. Pekerjaan tersebut meliputi pengolahan lahan, penanaman, pemeliharaan, pemanenan,
dan pengeringan. Berbeda dengan pekerjaan yang dilakukan oleh buruh tani langganan dan buruh tani bebas.
Universitas Sumatera Utara
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dipakai oleh peneliti adalah pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif. Pendekatan kualitatif diartikan sebagai pendekatan
penelitian yang menghasilkann data, tulisan, dan tingkah laku yang didapat dan apa yang diamati dan juga untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh
subyek penelitian. Dengan menggunakan penelitian dengan pendekatan kualitatif peneliti akan memperoleh informasi atau data yang lebih mendalam mengenai pola
relasi sosial petani dengan buruh tani. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang bertujuan untuk melukiskan secara
tepat sifat-sifat suatu individu, keadaan, gejala, dan sebagainya yang merupakan objek penelitian. Pelaksanaannya tidak terbatas kepada pengumpulan data saja melainkan
juga meliputi analisa dan interprestasi dari data itu. Dengan demikian penelitian ini berusaha menurutkan, menganalisa, mengklasifikasi, memperbandingkan, dan
sebagainya. Sehingga pada akhirnya dapat ditarik kesimpulan yang bersifat deduktif. Penelitian deskriftif sering disejajarkan dengan penelitian pengembangan dan
merupakan persiapan bagi penelitian selanjutnya. Ginting,2005:14 . Pendekatan kualitatif dengan menggunakan penelitian deskriptif akan
menggambarkan, meringkas berbagai kondisi, situasi dan realitas sosial yang ada di masyarakat yang menjadi pusat perhatian.
Universitas Sumatera Utara