Struktur Masyarakat Agraris Pola Relasi Sosial Masayarakat Agraris .1 Pola Relasi Sosial

kehidupannya selalu melakukan relasi yang melibatkan dua orang atau lebih dengan tujuan tertentu. Hubungan sosial merupakan interaksi sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antar individu, antar kelompok, ataupun antara individu dengan kelompok. Hubungan sosial atau relasi sosial merupakan hubungan timbal balik antar individu yang satu dengan individu yang lain, saling mempengaruhi dan didasarkan pada kesadaran untuk saling menolong. Relasi sosial merupakan proses mempengaruhi diantara dua orang atau lebih.Relasi sosial dalam masyarakat juga terdiri dari berbagai macam bentuk yaitu sebagai berikut : Misalnya pada masyarakat agraris, terjalin relasi antara tuan tanah atau pemilik tanah dengan petani penggarap atau penyewa, petani penyewa dengan buruh tani, petani dengan pedagang, petani dengan pemberi modal, dan lainnya. 1. Relasi atau hubungan sosial assosiatif adalah proses yang berbentuk kerja sama, akomodasi, asimilasi dan akulturasi serta 2. Relasi atau hubungan sosial dissosiatif adalah proses yang berbentuk oposisi. Misalnya persaingan, pertentangan, perselisihan dan lainnya. proses interaksi yang cenderung menjalin kesatuan dan meningkatkan solidaritas anggota kelompok, misalnya kerja sama, kerukunan, asimilasi, akulturasi, persaudaraan, kekerabatan, dan lainnya. http:www.scribd.comdoc3482607146B-Jenis-Hubungan-Sosial diakses tanggal 3 November 2011.

2.1.2 Struktur Masyarakat Agraris

Menurut Sanderson dalam Wisadirana 2005, masyarakat agraris adalah masyarakat yang menyandarkan hidupnya pada pertanian, baik sebagai Universitas Sumatera Utara pemilik lahan maupun bukan pemilik lahan. Sumberdaya agrarian atau lahan digunakan secara berkesinambungan. Oleh karena itu, gambaran struktur masyarakat agraris yang merujuk pada peta hubungan sosial di kalangan anggota masyarakat agraris akan bertumpu pada posisi para petani dalam penguasaan sumberdaya agraria, baik dalam penguasaan tetap maupun penguasaan sementara. Kemudian differensiasi struktur masyarakat agraris merujuk pada keberadaan kelompok-kelompok dalam masyarakat yang posisinya dalam penguasaan sumberdaya agraria tidak sama.Wisadirana, 2005 : 52. Setiap masyarakat senantiasa memiliki penghargaan tertentu terhadap hal-hal tertentu dalam masyarakat yang bersangkutan. Penghargaan yang lebih tinggi terhadap hal-hal tertentu akan menciptakan hal tersebut pada kedudukan yang lebih tinggi dari hal-hal lainnya. Kalau suatu masyarakat lebih banyak memiliki kekayaan material maka orang yang lebih banyak memiliki kekayaan materil akan menempati kedudukan yang lebih tinggi apabila dibandingkan dengan pihak-pihak lain. Gejala tersebut menimbulkan lapisan masyarakat yang merupakan perbedaan posisi seseorang atau suatu kelompok dalam kedudukan yang berbeda-beda secara vertikal.Soekanto, 2009 : 197. Misalnya masyarakat pertanian yang dianggap memiliki kedudukan tertinggi karena mereka dianggap sebagai pemilik lahan yang luas. Berbasis hubungan sosial dalam penguasaan sumber daya agraria, hasil sensus terhadap seluruh rumah tangga petani di empat komunitas petani lokasi penelitian di Jawa Barat menunjukan bahwa bahwa struktur masyarakat agraris terdifferensiasi dalam banyak lapisan. Sebagian dari lapisan-lapisan tersebut Universitas Sumatera Utara dibangun dengan status tunggal status dimaksud merupakan basis dasar pelapisan masyarakat, sedangkan sebagian lapisan-lapisan lainnya dibangun dengan status jamak atau kombinasi. Secara lebih rinci, berbagai lapisan masyarakat agraris yang muncul dalam dua komunitas petani di lokasi penelitian adalah : 1. Petani pemilik. Para petani pada lapisan ini menguasai sumberdaya agararia hanya melalui pola pemilikan tetap baik petani pemilik yang lahannya diusahakan sendiri dan atau petani pemilik yang lahannya diusahakan oleh orang lain. 2. Petani pemilik + penggarap. Para petani pada lapisan ini menguasai sumberdaya agraria tidak hanya melalui pola pemilikan tetap tetapi juga melalui pemilikan sementara dengan cara mengusahakan pemilik mengusahakan lahan milik petani lain melalui sistem bagi hasil, sewa atau gadai. 3. Petani pemilik + buruh tani. Para petani pada lapisan ini menguasai sumberdaya agraria melalui pola pemilikan tetap. Selain itu untuk menambah penghasilan keluarganya, mereka juga menjalankan peranan sebagai seorang buruh tani. 4. Petani penggarap. Para petani pada lapisan ini menguasai sumberdaya agraria hanya melalui pola pemilikan sementara dengan cara mengusahakan lahan milik petani lain, umumnya melaui sistem bagi hasil. 5. Petani penggarap + buruh tani. Para petani pada lapisan ini menguasai sumberdaya agraria melalui pola pemilikan sementara dengan cara Universitas Sumatera Utara mengusahakan lahan milik petani lain melalui sistem bagi hasil, sewa atau gadai. Selain itu, untuk menambah penghasilan keluarga, mereka juga menjalankan peranan sebagai buruh tani. Sebagaimana lapisan petani penggarap, lapisan ini termasuk bukan pemilik lahan tetapi tidak mutlak. 6. Buruh tani. Para petani pada lapisan ini benar-benar tidak menguasai sumberdaya agrarian, sehingga dapat dikategorikan sebagai bukan pemilik lahan mutlak. Namun, mereka masih memperoleh manfaat sumberdaya agrarian dengan cara buruh tani. Sihaloho, 2010 :163- 164. Struktur masyarakat pertanian di desa Tanjung Rejo menunjukan bahwa terdapat lapisan sosial yang terdiri dari lapisan atas petani pemilik, lapisan menengah petani pemilik sekaligus penggarap dan buruh tani. Para petani di desa ini sebagian besar petani pemilik menyewa lahan dari pemilik lahan sawah yang tidak dikelolah. Orang yang disebut sebagai petani di desa ini adalah petani yang memiliki lahan dan menggarap atau menyewa lahan pertanian. Keharusan memenuhi kebutuhan subsistensi keluarga yang mengatasi segala-galanya seperti kekurangan tanah, dan yang memiliki keluarga yang besar, seringkali memaksa petani menambah penghasilannya dengan melakukan pekerjaan-pekerjaan lain seperti menjadi buruh tani. Scott , 1994 : 21. Di desa ini terdapat tiga kelompok buruh tani yaitu buruh tani tetap terikat dengan petani pemilik dan tidak bebas atau tidak dapat bekerja di lahan pertaniaan siapa saja, buruh tani langganan buruh petani yang dipakai secara Universitas Sumatera Utara tetap apabila petani pemilik membutuhkannya untuk mengolah lahannya namun tidak terikat dan dapat bekerja di tempat lain, dan buruh tani bebas tidak terikat dengan petani pemilik dan bebas bekerja di lahan pertaniaan siapa saja. Hasil kajian Kusyrono dalam Susilowati menyatakan bahwa di empat desa di Jawa Barat menemukan buruh tani yang mempekerjakan buruh tani tetap. Buruh tetap bekerja pada seorang pemilik lahan untuk berbagai macam kegiatan baik kegiatan pertanian maupun non pertanian. Penggunaan buruh tani tetap bagi pemilik lahan adalah kepastian untuk memperoleh tenaga kerja. Penggunaan buruh tani langganan mengandung tujuan yang sama dengan penggunaan buruh tani tetap. Penggunaan buruh tani langganan memperlihatkan peningkatan sistem upah harian, mingguan atau upah bulanan.Susilowati,2005 : 10. Buruh tani di desa Tanjung Rejo merupakan buruh tani yang memang hanya mendapatkan penghasilan dengan bekerja di bidang pertanian tanpa mengolah lahan dan buruh tani yang sekaligus memiliki lahan relatif sempit sehingga untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan juga bekerja sebagai buruh tani. Dengan terjalinnya relasi kerja antara petani dan buruh tani, secara otomatis juga terjalinnya relasi sosial diantara mereka.

2.1.3 Pola Relasi Sosial Masyarakat Agraris