Sarana Rekreasi Atau Hiburan Profil Informan

1 Mesjid 3 2 Langgar 13 3 Gereja 3 Jumlah 29 Sumber : Profil Desa Tanjung Rejo 2010

d. Sarana Transportasi

Desa Tanjung Rejo memiliki sarana perhubungan atau transportasi yaitu sarana transportasi darat dan sarana transportasi laut. Perhubungan darat dilengkapi dengan prasarana jalan darat yang ada di desa ini yang melalui desa yaitu jalan kabupaten sepanjang 2,5 kilometer dan jalan desa sepanjang 26,8 kilometer. Jenis prasarana perhubungan darat yang ada di desa ini terdiri dari terminal, jalan aspal, jalan bebatuan, jalan tanah, dan jembatan. Sarana transportasi darat yang ada di desa ini terdiri dari kendaraan umum roda empat, kendaraan umum roda dua, dan alat transportasi tradisional becak, delman, dan lainnya, sedangkan sarana tranportasi laut yang ada di desa ini yaitu perahu bermotor dan perahu tidak bermotor.

e. Sarana Rekreasi Atau Hiburan

Desa Tanjung Rejo memiliki potensi pariwisata bahari dan hutan wisata, karena wilayah utara yaitu Paluh Merbau, yang merupakan wilayah pesisir yang banyak terdapat hutan mangrove yang dapat dijadikan tempat wisata. Paluh Merbau ini terdapat tempat wisata seperti tempat pemancingan dan taman burung. Wilayah ini juga terdapat telaga atau danau yang dijadikan tempat pemancingan. Wilayah desa ini sangat berpotensi dalam hal kepariwisataan.

f. Sarana Olah Raga

Masyarakat di desa Tanjung Rejo aktif dalam kegiatan olah raga. Kegiatan olahraga yang dilakukan masyarakat tersebut seperti olah raga sepak bola dan bola volly laki-laki dan perempuan. Jumlah anggota dalam olah raga sepak bola sebanyak Universitas Sumatera Utara 44 orang dan jumlah anggota dalam olah raga bola volly sebanyak 72 orang terdiri dari laki-laki dan perempuan. Peningkatan olah raga di desa ini didukung dengan tersedianya sarana olah raga seperti lapangan sepak bola dan lapangan bola volly. Di desa ini memiliki dua lapangan sepak bola didirikan di atas tanah seluas 2 ha dan 4 lapangan bola volly yang didirikan di atas tanah seluas 4 rante atau 1600 m 2

4.1.4 Penduduk

. Jumlah penduduk di desa Tanjung Rejo Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang bulan Desember 2008 adalah 8.658 jiwa, terdiri dari laki-laki berjumlah 4.484 orang dan perempuan berjumlah 4.174 orang. Jumlah kepala keluarga KK sekitar 2052 KK. Seluruh penduduk di desa ini adalah warga Negara Indonesia atau penduduk pribumi. Kepadatan penduduk Desa Tanjung Rejo tahun 2010 sekitar 267,185 per km. Secara terperinci dapat dilihat dalam tabel sebagai berikut: Tabel 4.6Komposisi Penduduk Desa Tanjung Rejo Menurut Golongan Usia Dan Jenis Kelamin No Golongan Umur Jenis Kelamin Jumlah Laki-laki Perempuan 1 0-12 bulan 130 105 235 2 13 bulan – 4 tahun 201 230 431 3 5-6 tahun 275 239 514 4 7-12 tahun 400 270 770 5 13-15 tahun 444 390 834 6 16-18 tahun 475 439 934 7 19-25 tahun 500 470 970 8 26-35 tahun 599 598 1.197 9 36-45 tahun 464 420 884 10 46-50 tahun 350 380 730 11 51-60 tahun 370 250 620 12 61-75 tahun 200 184 384 13 Lebih dari 76 tahun 76 79 155 Jumlah 4.484 4.174 8.658 Sumber : Profil Desa Tanjung Rejo 2010 Universitas Sumatera Utara Tabel 4.7Kepadatan Penduduk Desa Tanjung Rejo No Keterangan Jumlah 1 Laki-laki 4.484 jiwa 2 Perempuan 4.174 jiwa Jumlah seluruhnya 8.658 jiwa Kepadatan penduduk 267,185 per km Sumber : Profil Desa Tanjung Rejo 2010

4.1.5 Perekonomian

Penduduk di Desa Tanjung Rejo Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang terbagi atas dua wilayah yaitu wilayah selatan dan wilayah utara. Karena itu, penduduk di desa ini juga memiliki perberbedaan mata pencaharian sesuai dengan keadaan geografisnya. Wilayah selatan desa ini, penduduk bermatapencaharian sebagai petani karena wilayahnya merupakan wilayah daratan subur yang bagus untuk persawahan didukung dengan perairan yang telah tersedia, sedangkan di wilayah utara desa ini, mayoritas penduduknya bermatapencaharian sebagai nelayan karena wilayah ini merupakan wilayah pesisir dan kurang baik untuk pertanian khususnya tanaman pangan atau padi. Karena itu persawahan di wilayah utara adalah persawahan tadah hujan yaitu persawahan yang dapat diolah tergantung pada curah hujan. Selain bermatapencaharian sebagai petani dan nelayan, penduduk di desa ini juga ada yang bermatapencaharian sebagai buruh tani, peternak, perdagangan dan industri rumah tangga. Penduduk di wilayah utara mayoritas bermatapencaharian sebagai nelayan berjumlah 3125 orang, sedangkan penduduk di wilayah selatan mayoritas bermatapencaharian dalam bidang pertanian berjumlah 975 orang. Nelayan yang ada di wilayah utara desa Tanjung Rejo ini adalah nelayan tradisional yaitu petambak tambak alam atau disebut dengan paluh, pencari udang, kepiting, dan kerang. Hal ini juga didukung oleh keadaan alam yang dipenuhi dengan hutan mangrove sehingga memudahkan penduduk untuk membuat tambak alam, Universitas Sumatera Utara mencari kepiting, udang dan kerang. Selain sebagai nelayan, di wilayah utara juga terdapat petani yaitu petani tadah hujan, tetapi sekarang wilayah pertanian tadah hujan ini banyak yang telah dikonversi menjadi lahan sawit. Hal ini disebabkan karena pertanian tadah hujan tidak memberikan hasil yang maksimal karena curah hujan yang tidak menentu. Peternak juga banyak di wilayah utara ini baik itu peternak kambing, lembu dan lainnya. Petani di wilayah selatan desa ini adalah petani tanaman pangan yaitu petani padi dan bermatapencaharian sebagai petani sawit, karet, kakao, dan lainnya. Pertanian di wilayah selatan ini telah tersedia perairan yang baik. Hal ini memberikan hasil yang maksimal juga bagi petani terhadap hasil panennya. Selain itu peternakan kambing dan sapi juga terdapat di desa ini. Secara terperinci dapat dilihat dalam tabel sebagai berikut: Tabel 4.8Struktur Mata Pencaharian Penduduk Desa Tanjung Rejo No Subsektor Jumlah 1 Pertanian -pemilik sawah -pemilik tegalladang -penyewapenggarap sawah -buruh tani 342 jiwa 342 jiwa 171 jiwa 120 jiwa 2 Peternakan 161 jiwa 3 Nelayan 3.125 jiwa 4 Industri kecilkerajinan 145 jiwa 5 Perdagangan 276 jiwa Jumlah 4.682 jiwa Sumber : Profil Desa Tanjung Rejo 2010

4.1.6 Kondisi Sosial Budaya

Masyarakat di desa adalah suku jawa sebanyak 6927 orang sehingga dalam bermasyarakat mereka menggunakan adat istiadat Jawa. Adat istiadat Jawa dilaksanakan saat upacara-upara tertentu misalnya pada saat upacara perkawinan, khitanan, dan acara sakral lainnya. Adat istiadat Jawa lainnya dapat juga dilihat dari Universitas Sumatera Utara hiburan-hiburan yang ada di desa ini yang menunjukan budaya yang mereka miliki seperti wayang kulit dan kuda lumping. Solidaritas masyarakat terbangun erat dengan adanya sistem sambatan tolong menolong antara warga masyarakat, adanya sistem tolong menolong STM, dan lainnya. Budaya Jawa tidak hanya diterapkan dalam kehidupan sehari-hari misalnya dalam acara perkawinan, dalam acara adat lainnya, tetapi juga diterapkan dalam pekerjaan mereka dalam bidang pertanian, misalnya dalam pekerjaan mereka di persawahan. Dalam pekerjaan, mereka masih melakukannya secara gotong royong atau sambatan. Sambatan merupakan kerja sama atau gotong royong yang dilakukan masyarakat untuk menyelesaikan pekerjaan tertentu khususnya pekerjaan di persawahan dengan cara saling bergantian. Penduduk desa ini mayoritas beragama Islam berjumlah 7.850 orang, beragama Kristen Khatolik berjumlah 362 orang, dan beragama Kristen Protestan berjumlah 446 jiwa.

4.1.7 Pendidikan dan Angkatan Kerja

Pendidikan di desa Tanjung Rejo Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang tergolong baik dilihat dari banyaknya jumlah penduduk yang telah memenuhi wajib belajar sembilan tahun. Dari total penduduk di desa ini, jumlah penduduk yang berpendidikan berjumlah 5778 orang, dan berumlah 3762 yang telah menamatkan atau memenuhi wajib belajar sembilan tahun. Berdasarkan tingkat pendidikan, penduduk yang memiliki pendidikan terahir SD berjumlah 2010 orang, penduduk yang memiliki pendidikan terahir SMP sederajat berjumlah 2218 orang, penduduk yang memiliki pendidikan terahir SMA sederajat berjumlah 1517 orang, penduduk yang memiliki pendidikan terahir Diploma D3 sebanyak 10 orang, penduduk yang memiliki pendidikan terahir S1 sarjana berjumlah 17 orang, penduduk yang memiliki Universitas Sumatera Utara pendidikan khusus berjumlah 6 orang, dan penduduk yang tidak memiliki pendidikan formal atau buta aksara berjumlah 29 orang. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat di dalam tabel dibawah ini sebagai berikut : Tabel4.9 Tingkat Pendidikan Penduduk Desa Tanjung Rejo No Uraian Laki-laki Perempuan Jumlah A Buta aksara 1. 13-15 tahun 1 1 2 2. 16-18 tahun 3 3 6 3. 19-25 tahun 4 4 8 4. Diatas 25 tahun 6 7 13 Jumlah 29 B Tamat pendidikan umum 1. SDSederajat 1.010 1.000 2.010 2. SLTP 1.215 1003 2.218 3. SLTA 759 758 1.517 4. Akademi D3 4 6 10 5. Universitas SI 4 13 17 C Tamat pendidikan khusus 3 3 6 Jumlah 5.778 Jumlah seluruhnya 5.807 Sumber : Profil Desa Tanjung Rejo 2010 Masyarakat di desa ini memiliki jumlah penduduk yang telah mencapai usia kerja dan bekerja itu berjumah 3848 orang. Penduduk yang sudah termasuk angkatan kerja tersebut tersebar ke dalam beberapa jenis mata pencaharian penduduk yaitu petani, nelayan, pekerja di sektor jasa dan pekerja di sektor industri. Petani di desa ini terdapat dua jenis petani yaitu petani tanaman pangan padi dan jagung dan petani tanaman keras perkebunan sawit. Pekerjaan di sektor jasa ini seperti salon, bengkel, penjahit, dan lainnya. Pekerjaan di sektor industri seperti buruh bangunan, buruh Universitas Sumatera Utara pabrik, pedagang kecil dan pedagang besar, dan lainnya. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam tabel dibawah ini sebagai berikut: Tabel 4.10 Jumlah Angkatan Kerja Desa Tanjung Rejo No Angkatan Kerja Jumlah orang 1 Penduduk usia kerja dan bekerja 3848 2 Penduduk usia kerja yang belum bekerja 1924 3 Penduduk usia kerja 5772 Sumber : Profil Desa Tanjung Rejo 2010

4.2 Profil Informan

1. Nama : Selamat Umur : 47 tahun Jenis Kelamin : Laki-Laki Pekerjaan : Kepala Desa Bapak Selamat adalah kepala desa Tanjung Rejo Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang periode kelima dan telah menjabat sebagai kepala desa selama2 tahun. Ia mengatakan bahwa penduduk di Desa Tanjung Rejo ini yang tersebar ke dalam 13 dusun bermata pencaharian sebagai petani dan nelayan. Wilayah ini terbagi ke dalam dua wilayah yaitu wilayah utara dan wilayah selatan. Wilayah utara terdiri dari 3 dusun yaitu dusun XI, dusun XII, dan dusun XIII, dan wilayah selatan terdiri dari dusun I, dusun II, dusun III, dusun IV, dusun V, dusun VI, dusun VII, dusun VIII, dusun IX, dan dusun X. Wilayah utara disebut dengan Paluh Marbau dan wilayah selatan disebut dengan wilayah darat. Wilayah utara merupakan wilayah pesisir sedangkan wilayah selatan merupakan wilayah pertanian irigasi. Keadaan geografis ini juga mempengaruhi perbedaan persawahan yang dilakukan masyarakat. Masyarakat di Paluh Marbau mengolah persawahan tadah hujan sedangkan Universitas Sumatera Utara masyarakat di wilayah selatan mengolah persawahan irigasi. Masyarakat di Paluh Merbau memiliki dua mata pencaharian utama yaitu petani tadah hujan dan nelayan. Nelayan di Paluh Merbau adalah nelayan tradisional seperti petambak, pemancing, pencari kepiting, pencari kerang, dan pencari udang. Sedangkan penduduk di wilayah selatan bermata pencaharian utama sebagai petani dan bekerja di sektor jasa atau dagang dan di sektor industri. Bapak ini mengatakan bahwa luas lahan pertanian di desa ini eluas 1650 ha. Lahan pertanian irigasi sekitar 650 ha dan pertanian tadah hujan sekitar 1000 ha. Kepemilikan lahan pertanian disini 60 dimiliki oleh orang di luar desa ini seperti pendudukBinjai, Medan, dan lainnya, artinya petani dalam memiliki lahan seluas 660 ha dan petani luar memiliki 990 ha. Jumlah petani yang memiliki lahan di desa ini erjumlah 342 orang. Kepemilikan lahan yang paling luas didesa ini seluas1-2 ha dan yang paling sedikit seluas 10 rante 4000 m. Petani yang merupakan petani guremberjumlah 274 orang dan petani yang memiliki lahan 1-2 ha berjumlah 68 orang. Rata-rata kepemilikan lahan yang dimiliki oleh masyarakat desa Tanjung Rejo berjulah 1,9 ha. Bapak Selamat mengatakan bahwa dengan banyaknya jumlah petani gurem di desa ini menyebabkan mereka harus menyewa lahan dari pemilik lahan supaya mereka dapat mengolah lahan persawahan lebih luas lagi. Besarnya biaya sewa berjumlah Rp 100.000- Rp 150.000 per rante 400 m. Biaya sewa diserahkan dalam bentuk uang dan hasil panen. Apabila biaya sewa diberikan dalam bentuk uang maka pembayaran dilakukan di awal, dan apabila biaya sewa dibayar dalam bentuk hasil panen maka dibayar dibelakang atau setelah panen. Universitas Sumatera Utara Bapak Selamat mengatakan bahwa buruh tani di desa ini 80 adalah petani yang memiliki lahan sedikit dan menjadi buruh tani sebagai pekerjaan sampingan mereka dan 20 yang memang benar-benar pekerjaan utamanya sebagai buruh tani. Buruh tani di desa ini bermacam-macam sesuai dengan pekerjaan yang meraka lakukan yaitu buruh tani tanam, buruh tani pencabut bibit, buruh tani bajak, dan buruh tani panen. Semua buruh tani bersifat kelompok-kelompok kecuali buruh tani bajak atau mencangkul lahan. Bagi masyarakat yang pekerjaan utamanya adalah buruh tani mereka memilki pekerjaan sampingan lainnya seperti menjadi nelayan pencari kepiting, bekerja di pabrik, dan lainnya. Bapak Selamet mengatakan bahwa terdapat perbedaan kepemilikan kekayaan bagi petani kaya dan petani miskin. Hal ini dapat dilihat dari bentuk rumah, kepemilikan kendaraan, pakaian, dan lainnya. Namun petani kaya dan petani miskin tetap saling berhubungan baik, hanya saja petani yang memiliki lahan luas lebih dihormati dan disegani dibanding petani yang memiliki lahan sempit. Namun hubungan petani dan buruh tani terdapat kerjasama dengan sistem upah yang ada dan ada hubungan kekeluargaan, hubungan persaudaraan, dan ketetanggaan. Petani dan buruh tani selalu berhubungan baik dan tidak pernah terjadi masalah atau perselisihan antara mereka. Karenapetani yang ingin mempekerjakan buruh tani, sudah terdapat kesepakatan di awal sebelum buruh tani bekerja. Begitu pula antara pemilik lahan dan penyewa lahan tidak pernah terjadi perselisihan karena semua berdasarkan atas kesepakatan mereka di awal penyewaan. Universitas Sumatera Utara Bapak Selamat juga mengatakan bahwa di desa ini terdapat beberapa sistem pengupahan dalam pertanian disini sesuai dengan jenis pekerjaan. Pekerjaan membajak dilakukan oleh buruh perseorangan yang memiliki bajak atau traktor. Petani memberikan upah sebesar Rp 35.000 per rante. Pekerjaan menanam dan mencabut bibit dilakukan buruh tani secara berkelompok- kelompok. Upah menanam dan mencabut bibit padi sebesar Rp 50.000 per rante. Pekerjaan memanen dilakukan secara berkelompok dengan menggunakan sistem persenan seperti sistem bawon juga. Menurut Bapak Selamat, sistem sambatan juga masih ada tetapi hanya sebagian kecil masyarakat yang melakukannya. Namun sistem sambatan saat ini bersifat ekonomis dalam artian buruh tani yang bergantian tetap mendapatkan upah kerja. Sistem sambatan hanya dilakukan oleh buruh tani yang ikut kelompok buruh tani dan memiliki lahan pertanian. Sistem sambatan hanya dilakukan pada pekerjaan menanam, mencabut bibit, dan memanen. Besarnya upah yang diberikan kepada buruh tani ditentukan oleh kesepakatan bersama antara petani dan buruh tani di awal sebelum pekerjaan dilakukan. 2. Nama : Munati Umur : 56 tahun Jenis Kelamin : Perempuan Pekerjaan : Petani Petani Penyewa Ibu ini adalah seorang petani yang menyewa lahan pertanian tanpa memiliki lahan sedikit pun. Ibu ini telah bertani dari tahun 1995 sampai saat ini 17 tahun. Ibu ini menyewa lahan di Paluh Merbau yaitu lahan pertanian tadah hujan. Persawahan tadah hujan di lakukan satu tahun sekali. Ibu ini menyewa Universitas Sumatera Utara lahan 20 rante 8000 m 2 dengan biaya sewa 2 kaleng 20 kilogram padi per rante 400 m 2 Dalam pengelolaan lahan pertanian, Ibu ini menggunakan buruh tani untuk membantu pengolahannya. Buruh tani yang dipakai ibu ini adalah buruh tanam dan buruh panen. Ibu ini menggunakan buruh tani bebas artinya bebas mempekerjakan buruh tanam dan buruh panen manapun yang sesuai tarif upah dan yang memiliki waktu untuk bekerja di lahan Ibu ini. Upah yang diberikan kepada buruh tanam sebesar Rp 50.000 per rante 400 m. Terkadang juga ibu ini mempekerjakan buruh tani untuk merumput lahannya. Upah yang diberikan untuk merumput lahan Rp 40.000 per hari. Buruh tanam dan merumput bekerja mulai pukul 08.00 WIB sampai 12.00 WIB kemudian istirahat dan memulai kembali pukul 13.30 WIB sampai 16.30 WIB. Untuk pekerjaan pemanenan, Ibu ini juga mempekerjakan buruh tani dengan sistem bawon dan besarnya bawon tersebut 2 goni dari 10 goni hasil panen. Jadi jika hasil panen 20 goni maka bawonnya 4 goni. Dalam 1 goni berisi 80 kilogram gabah. Para buruh tani yang dipekerjakan oleh Ibu ini adalah teman atau orang yang memiliki atau mengolah lahan yang terdekat dengan lahannya. Hasil produksi padi yang dikelolah Ibu ini sebesar 160 kilogram dalam 1 rante 400 m. . Pembayaran sewa dibayar setelah panen atau di belakang. Pemilik lahan sawah yang disewa oleh ibu ini adalah orang luar desa yaitu orang Binjai. Ibu ini tidak memiliki ikatan persaudaraan dengan pemilik lahan namun karena sudah lama menyewa jadi seperti saudara sendiri. Intensitas pertemuan mereka setahun 3 kali yakni saat panen, saat hari raya idul fitri, dan saat melihat lahan. Universitas Sumatera Utara Ibu ini mengatakan bahwa petani di desa ini baik menyewa maupun milik sendiri paling luas mengolah lahan seluas 2 hektar dan paling sedikit 10 rante 4000 m. Petani yang hanya memiliki lahan 3- 10 rante 2000 –4000 m berjumlah 80 dari jumlah petani yang memiliki lahan. Pemilik lahan yang luas adalah orang luar desa Tanjung Rejo seperti Binjai, Medan, dan lainnya, sedangkan buruh tani tanpa memiliki lahan atau mengolah lahan berjumlah 20 dari jumlah petani di desa ini. Buruh tani ini biasanya memiliki pekerjaan sampingan di sektor lain misalnya bekerja di pabrik mebel, bekerja di tambak, dan bekerja di tempat lainnya mocok-mocok. 3. Nama : Legino Umur : 55 tahun Jenis Kelamin : Laki-Laki Pekerjaan : Petani Petani Mempekerjakan Buruh Tani Tetap Bapak ini sudah bertani sejak masa lajang namun mulai mengolah lahan sendiri tahun 1987 25 tahun dan telah menjadi penangkar bibit padi selama 3 tahun. Bapak ini memiliki lahan dan menyewa lahan pertanian seluas 7 ha. Di desa ini terdapat petani yang memiliki lahan, petani yang menyewa lahan, petani yang memiliki lahan sedikit dan menyewa, petani yang tidak memiliki lahan tapi hanya bekerja sebagai buruh tani, petani yang memiliki lahan sedikit dan tidak menyewa tapi juga bekerja sebagai buruh tani, dan petani yang memiliki lahan tapi tidak mengolahnya hanya menyewakannya saja. Luas lahan pertanian di desa ini seluas 650 ha. Perbandingan kepemilikan antara orang dalam dan orang luar yaitu 40 : 60, dimana 40 lahan dimiliki oleh orang dalam dan 60 dimiliki oleh orang luar desa ini. Universitas Sumatera Utara Bapak ini mengatakan bahwa kepemilikan lahan yang dimiliki penduduk desa ini paling luas 2 ha dan paling sempit 5 rante 400 m 2 Bapak ini mengatakan bahwa buruh tani di desa ini bermacam-macam seperti buruh bajak, nyemprot, cabut bibit dan tanam, merumput, dan memanen. Kalau buruh tani tanam, cabut bibit, dan panen itu berkelompok. Kalau di desa ini terdapat lebih dari 10 kelompok. Buruh tani tanam dan merumput biasanya dilakukan oleh buruh tani perempuan sedangkan buruh tani cabut bibit dan buruh tani panen dilakukan oleh buruh tani laki-laki. Dalam pekerjaan pertanian sawah ini terdapat perbedaan pekerjaan antara laki- laki dan perempuan, dimana buruh tani perempuan melakukan pekerjaan yang dianggap lebih gampang dan buruh tani laki-laki mengerjakan pekerjaan yang lebih berat. Karena perbedaan jenis pekerjaan maka terjadi juga perbedaan dalam besarnya jumlah upah. . Namun 80 masyarakat di desa ini memiliki lahan 5- 10 rante dan 20 yang memiliki lahan diatas 1 ha. Kepemilikan lahan yang dimiliki orang luar paling luas 10 ha dan paling sedikit 1 ha. Penyewa lahan di desa ini rata-rata menyewa paling luas 2 ha karena mahalnya biaya sewa. Penyewa lahan pertanian dilakukan oleh petani yang memiliki sedikit lahan dan petani yang tidak memiliki lahan sama sekali. Perbandingannya 60:40, dimana 60 petani penyewa adalah petani yang tidak memiliki lahan sama sekali dan 40 petani penyewa adalah petani yang memiliki lahan sedikit dan menyewa untuk memperluas lahan pertaniannya untuk dikelolah. Biaya sewa saat ini sebesar Rp100.000 – Rp150.000 per rante 400 m dibayar di awal. Universitas Sumatera Utara Dalam pengelolaan lahan pertaniannya, bapak Legino menggunakan buruh tani tetap sebanyak 7 orang terdiri dari 5 orang laki-laki dan 2 orang perempuan. Bapak ini telah mempekerjakan mereka selam 3 tahun semenjak memiliki penangkaran. Upah yang diberikan dalam bentuk upah mingguan yaitu setiap 2 minggu sekali. Besarnya upah yang diberikan sebesar Rp40.000 per hari bagi perempuan dan Rp50.000 per hari bagi laki-laki. Perbedaan upah ini karena beda pekerjaannya. Perempuan bekerja merumput, menyisip, menanam, dan membersihkan benteng sedangkan laki-laki mengerjakan membenahi benteng, mencabut bibit, menjemur padi, mengangkat padi, dan pekerjaan berat lainnya. Bapak ini mempekerjakan burh tani tetap karena bapak ini memiliki lahan, memiliki penangkaran padi, dan pengolahan pupuk organik, jadi membutuhkan karyawan rutin yang dapat bekerja setiap hari mengingat banyaknya pekerjaan. Selain itu, Bapak ini ingin menciptakan lapangan pekerjaan bagi orang lain yang tidak memiliki lahan pertanian dan ingin bekerja. Dengan menggunakan buruh tetap maka biaya operasional terasa lebih murah dan pekerjaan semakin gampang. Buruh tani yang direkrut adalah orang lain yang tidak memiliki hubungan keluarga atau persaudaraan dengan Bapak ini. Bahkan buruh tani Bapak ini adalah orang di luar desa Tanjung Rejo. Selain memberikan upah sebagai imbalan kerja, Bapak ini juga pernah memberikan pinjaman bagi buruhnya yang ingin meminjam uang dan pembayarannya dapat dilakukan dengan cara pemotongan upah kerja atau lainnya apabila buruh mampu membayarnya, artinya tidak ada pembatasan waktu. Selain itu,Bapak ini juga sering memberikan bantuan lainnya misalnya Universitas Sumatera Utara ketika sakit, ketika pesta, ketika mereka tidak dapat membayar uang sekolah anaknya, dan ketika hari raya Bapak ini juga sering memberikan THR Tunjangan Hari Raya. Hal ini dilakukannya terutama untuk keeratan dan rasa kasihan dengan buruh dan kenyamanan pekerja itu sendiri sehingga pekerjanya betah bekerja dengannya. Menurut Bapak ini kalau dia baik pada orang maka orang akan baik juga padanya dan kalau upah yang kita berikan memuaskan maka mereka juga akan bekerja yang memuaskannya. Dalam hubungan ini tidak ada ikatan resmi artinya apabila buruh ingin berhenti bekerja maka dengan bebas dapat berhenti bekerja kapan saja. Tetapi sampai saat ini, baru seorang pekerja yang berhenti bekerja karena sudah lansia 60 tahun dan sakit-sakit, tapi orang tersebut sering datang ke rumah Bapak ini untuk bercerita-cerita atau ngobrol dengan bapak ini. Menurut Bapak ini, upah untuk memanen menggunakan sistem persennan, membajak, menanam dan mencabut bibit menggunakan sistem borongan atau per rante, merumput menggunakan sistem upah harian, menjemur menggunakan sistem upah persenan sesuai dengan banyaknya yang diupahkan penjemuran padinya. Bawon yang diambil dalam bentuk persenan yaitu 14 , ada dalam bentuk uang Rp 150 per kilogram padi, dan ada juga dalam bentuk lain yaitu dibagi tujuh, misalnya apabila hasil panen 7 ton maka yang diambil 1 ton untuk bawon. Di desa ini yang sering diberlakukan adalah sistem persenana yaitu dibagi tujuh. Penentuan persenan atau upah setiap kelompok pemanen itu berbeda-beda. Satu kelompok pemanen biasanya terdiri dari 12-15 orang. Hasil persenan akan dibagi rata pada setiap pemanen. Di desa ini terdapat 10 kelompok pemanen atau penggrendel. Buruh tani yang Universitas Sumatera Utara membajak dilakukan secara pribadi bagi yang memiliki traktor. Biaya pembajakan lahan sebesar Rp 35.000 per rante 400 m. Pekerjaan untuk mencabut bibit dan menanam dilakukan secara berkelompok dengan upah borongan. Pekerjaan untuk menanam sebesar Rp 33.000 per rante dan untuk mencabut bibit sebesar Rp 17.000. Menanam padi dilakukan buruh perempuan dan mencabut bibit dilakukan buruh laki-laki. Pekerjaan merumput diberi upah sebesar Rp 40.000 per hari. Buruh tani bekerja mulai pukul 08.00WIB samapai pukul 17.00 WIB dengan dua kali istirahat. Petani tidak memberikan makanan ringan atau makan siang, namun ad juga secara pribadi petani juga memberikan makanan ringan dan minum. Bapak ini hanya mempekerjakan pembajakan sawah karena Bapak ini memiliki buruh tetap. Besarnya upah buruhnya ditetapkan oleh Bapak ini dan kemudian disepakati bersama pada saat awal masuk kerja. Buruh tetap Bapak ini tidak pernah meminta kenaikan upah karena upah yang diberikan majikannya terasa cukup. Menurut Bapak ini, di desa ini petani yang memiliki lahan luas 1-2 haakan dihormati dibandingkan petani yang tidak punya lahan atau lahan yang sedikit 310 rante. Tetapi mereka tetap bergaul dengan masyarakat setempat seperti pada umumnya hubungan bermasyarakat tidak ada perbedaan apa pun hanya dihormati saja. Kalau didesa ini orang kaya akan dihormati, tetapi petani kaya dan petani miskin tetap berhubungan baik, masih saling ngobrol, bersama mengikuti perwiritan, gotong royong, dan lainnya. Selain itu, antara buruh tani dan petani di desa ini tidak pernah terjadi perselisihan seperti masalah upah, karena sebelum buruh tani bekerja, ada kesepakatan antara petani dan buruh Universitas Sumatera Utara tani. Kalaupun ada tawar menawar antara petani dan buruh tani mengenai harga pasti ada kesepakatan antara mereka. Bapak ini mengatakan bahwa pertanian di desa Tanjung Rejo terbagi dua pertanian irigasi dan tadah hujan. Irigasi di wilayah selatan sedangkan tadah hujan di wilayah utara. Untuk pertanian irigasi dalam dua tahun dilakukan 3 kali. Produktivitas padi dibanding tahun ke tahun sedikit meningkat. Dalam 1 ha dapat dihasilkan maksimal 5 ton padi untuk pertanian irigasi. Jenis padi yang ditanam yaitu bestari, cierang, impari, IR 64, dan lainnya. Permasalahan yang paling urgen menurut Bapak ini dalam bidang pertanian yaitu kurangnya peduli pemerintah kepada para petani. Petani tidak dapat mengolaha lahan yang luas. Petani mengolah lahan kurang dari 10 rante sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Semua lahan dikuasai oleh orang luar dan kebanyakan etnis Tionghoa. 4. Nama : Said Umur : 63 tahun Jenis Kelamin : Laki-Laki Pekerjaan : Petani Penyewa Bapak Said sudah bertani selama 40 tahun mulai dari tahun 1971. Bapak ini tidak memiliki lahan sama sekali hanya saja Bapak ini menyewa Universitas Sumatera Utara lahan pertanian dari petani luar yang memiliki lahan di Tanjung Rejo. Pemilik lahan tersebut bertempat tinggal di Binjai. Bapak ini menyewa lahan seluas 20 rante 8000 m. Biaya sewa yang harus dikeluarkan oleh Bapak ini yaitu 55 kilo gabah per rante dan terkadang Bapak ini membayar dengan uang yaitu disesuaikan dengan harga gabah. Saat panen ini harga gabah sekitar Rp 3.750 per kilogram gabah, jadi Bapak ini membayar setiap rante sebesar Rp 3750 x 55 kilo = Rp 206.000 per rante. Biaya sewa lahan pertanian dibayar setelah panen. Bapak ini hanya bekerja mengelolah sawahnya dan tidak memiliki pekerjaan sampingan lainnya. Apabila tidak musim sawah, Bapak ini menanam sayuran di lahan pertaniannya. Bapak ini menggunakan buruh tani langganan dalam mengelolah pertaniannya. Buruh-buruh tani yang dipekerjakan yaitu buruh olah lahan jetor, buruh tanam, dan buruh panen. Buruh jetor langganan Bapak ini adalah buruh jetor ibu Suryati. Buruh tanam langganan Bapak ini adalah kelompok buruh tanam istri Bapak ini. Buruh panen langganan Bapak ini adalah buruh panen kelompok suami Ibu Suryati. Alasan Bapak ini menggunakan buruh-buruh tani langganan adalah untuk mempermudah jalannya pekerjaan pertanian. Dengan berlangganan maka pengelolaan lahan pertanian Bapak ini sering didahulukan dalam pengerjaannya dan apabila bapak ini belum memiliki dana untuk membayar upah buruh tani tersebut, hal ini dapat dilakukan setelah panen. Misalnya buruh tani jetor, Bapak ini sering membayar buruh tani jetor setelah panen. Bapak ini memberikan upah sebesar Rp 40.000 per rante kepada buruh tani jetor dan biaya ini dibayar setelah panen. Upah yang diberikan pada buruh Universitas Sumatera Utara tani tanam dan cabut bibit padi sebesar Rp 50.000 per rante dan upah ini diberikan tunai pada saat pekerjaan selesai. Upah memanen juga diberikan tunai pada saat pekerjaan selesai. Saat ini sistem bawon telah diubah menjadi sistem persen. Upah pemanen adalah 14 dari hasil padi atau gabah yang dihasilkan atau bagi tujuh. Buruh jetor dilakukan oleh 1-2 orang, buruh tanam dan cabut bibit dilakukan oleh 6-20 orang, dan buruh memanen dilakukan oleh 10-20 orang. Penghasilan atau hasil panen biasanya maksimal 300 kilogram gabah dan minimal 230 kilogram gabah per rante. Banyaknya hasil panen padi ini dipengaruhi oleh banyaknya pupuk yang digunakan dan bagusnya kualitas bibit yang ditanam. Bapak ini menjual panen kepada agen-agen padi atau gabah. Penjualan gabah di desa ini kebanyakan dijual pada agen secara bebas. Agen-agen padi akan datang kepada petani yang sedang panen di lahan pertanian mereka dan kemudian hasil panen langsung dijual oleh petani saat itu juga di lahan mereka masing-masing. Bapak ini tidak menjual gabahnya pada satu agen tapi bapak ini menjual padinya pada agen yang menurutnya memberi harga yang tertinggi. Menurut Bapak ini kepemilikan lahan pertanian di desa Tanjung Rejo ini 60 dikuasai oleh orang luar desa dan hanya 40 dimiliki oleh orang desa ini. Petani yang memiliki lahan di desa ini paling luas sebesar 2 ha dan paling sedikit 3 rante. Di desa ini 80 petani memiliki lahan seluas 5-10 rante. Dari seluruh petani di desa ini sebesar 20 petani yang memiliki lahan luas dan sebesar 80 petani yang memiliki lahan sempit petani gurem. Petani gurem atau petani yang berlahan sempit biasanya menyewa lahan pertanian lagi Universitas Sumatera Utara supaya dapat mengolah lahan pertanian lebih luas lagi. Sebanyak 60 petani gurem yang menyewa lahan pertanian juga. Masyarakat pertanian di desa Tanjung Rejo ini menurut Bapak ini akan aktif bekerja di pertanian pada saat musim sawah atau turun sawah. Saat musim sawah tiba, semua petani bekerja di sawah baik itu ibu-ibu ataupun bapak-bapak, anak remaja. Ibu-ibu bekerja menjadi buruh tani tanam, ngaret, dan ngrumput, sedangkan bagi bapak-bapak bekerja sebagai buruh babat beteng, manen, dan jemur padi. Ada 80 ibu-ibu di desa ini kerja di pertanian apabila sudah musim turun sawah. Apabila tidak musim sawah maka mereka mengerjakan pekerjaan sampingannya seperti bekerja menjadi tukang bangunan, kerja di pabrik, dan lainnya. Hubungan Bapak Said sebagai petani dengan buruh taninya berjalan dengan baik dan tidak pernah terjadi konflik atau masalah. Bahkan setiap Bapak ini mempekerjakan buruh taninya, Bapak ini selalu memberikan makanan kecil kepada buruh taninya. Permasalahan upah juga tidak pernah terjadi, karena di Bapak ini sebelum melakukan pekerjaan, terlebih dahulu ada komitmen atau kesepakatan upah antaraBapak ini dan buruh taninya. Di desa ini petani yang memiliki lahan yang luas lebih dihormati dan disegani, namun tidak terdapat perbedaan diantara petani yang berlahan luas dan petani yang berlahan sempit serta buruh tani. Semua bercampur baur karena semua saling membutuhkan satu sama lainnya. Bahkan hubungan ketetanggan masyarakat di desa ini sangat kuat dan tidak jarang petani kaya memberikan bantuan atau pinjaman kepada tetangganya untuk modal bertani, memberi pinjaman padi atau beras, dan kebutuhan rumah tangga lainnya. Pembayarannya biasanya Universitas Sumatera Utara dilakukan setelah panen. Semua buruh tani yang dipekerjakan oleh Bapak ini adalah orang di desa ini atau tetangganya. Petani yang mempekerjakan buruh tetap itu adalah petani yang memiliki lahan luas, memiliki kilang, penangkaran bibit, dan petani yang memilki buruh langganan itu adalah petani yang memiliki hand tractor, memiliki mesin grendel, dan langganan karena saudara atau tetangga. 5. Nama : Suryati Umur : 45 tahun Jenis Kelamin : Perempuan Pekerjaan : Petani Pemilik Pekerja Tetap Ibu Suryati sudah bertani selama 20 tahun dari tahun 1982. Ibu ini memiliki lahan sendiri seluas 21 rante. Ibu ini tidak menyewa lahan lagi, hanya mengelolah lahan miliknya. Ibu ini memiliki hand tractor atau mesin jetor dan memiliki 2 pekerja tetap untuk menjalankan pekerjaan bajak atau jetor. Namun buruh tani tetap ibu ini adalah buruh tani tetap pada saat musiman yakni saat musim sawah atau turun sawah saja. Ibu ini memiliki buruh tani tetap sejak memiliki hand tractor, selama 10 tahun. Buruh tani yang pertama sudah tidak bekerja lagi karena sakit dan digantikan dengan buruh tani yang baru. Buruh tani tersebut bernama Pak Anto dan Pak Darmono. Mereka sudah bekerja selama 3 tahun. Ibu ini memberikan upah bersih diluar uang makan dan rokok sebesar Rp 12.000 per rante sawah yang mereka bajak. Upah ini disesuaikan dengan pemilik jetor lainnya. Buruh tetap Ibu ini tidak pernah memberontak atau meminta tambahan upah selama bekerja. Kalau biaya yang ditetapkan Universitas Sumatera Utara untuk petani yang memakai jasa sebesar Rp 35.000 per rante apabila dibayar secara tunai dan RP 40.000 per rante apabila petani membayar setelah panen. Dalam mengelolah lahannya, Ibu ini menggunakan buruh tani bebas yaitu buruh tanam dan buruh manen. Ibu ini memilih atau mengerjakan buruh tanam dan buruh panen yang bisa bekerja pada saat dia butuhkan. Apabila menggunakan buruh langganan, Ibu ini khawatir terjadi penundaan pengerjaan lahannya karena banyak langganannya, jadi lebih memilih buruh tani bebas yang memiliki waktu dan bisa langsung melakukan saat dimintanya. Upah yang diberikan kepada buruh tani tanam dan cabut bibit sebesar Rp 50.000 per rante dan upah yang diberikan kepada buruh tani panen yaitu upah persenan, yaitu 14 atau dibagi tujuh, artinya setiap hasil padi yang dipanen dalam 7 ton diambil 1 ton atau dibagi tujuh. Besarnya jumlah upah sudah ditetapkan oleh masyarakat sebelumnya sehingga tidak ada perbedaan antara satu kelompok buruh tani dengan buruh tani lainnya dalam pekerjaan yang sama. Berapapun upah yang telah ditetapkan pasti akan disetujui oleh para petani, karena apabila tidak setuju maka tidak ada buruh tani yang mau bekerja di lahan para petani. Walaupun biaya upah tersebut terasa mahal, namun para petani harus membayarnya. Ibu ini mengatakan bahwa buruh tani di desa ini membentuk kelompok-kelompok. Buruh tanam dan cabut bibit biasanya terdiri dari 7-20 orang dan buruh panen biasanya terdiri dari 10-20 orang. Setiap anggota kelompok biasanya adalah tetangga, teman ataupun saudara mereka sendiri. Para petani biasanya menggunakan jasa buruh tani yang ada di desa ini yaitu tetangga mereka. Begitu pula Ibu ini yang menggunakan jasa buruh tani yang Universitas Sumatera Utara ada di desa ini dan terlebih dahulu mengutamakan kelompok yang dimiliki oleh tetangganya atau saudaranya. Kalau membajak sawah. Ibu ini memiliki sendiri alat bajaknya namun tetap memberikan upah Rp 12.000 per rante. Ibu ini juga terkadang menggunakan buruh merumput apabila lahannya terdapat banyak rumput karena seringnya hujan. Upah yang diebrikan kepada buruh merumput sebesar Rp 40.000 per rante. Buruh-buruh tani yang dipekerjakan oleh Ibu ini untuk mengelolah lahannya, sebagian besar adalah tetangganya dan saudaranya. Alasannya supaya Ibu ini lebih mudah mendapatkan jasa buruh tersebut. Menurut Ibu ini selagi bisa menggunakan jasa kerabat, Ibu ini tidak ingin menggunakan jasa orang lain karena kerabat juga membutuhkan pekerjaan. Dan apabila musim turun sawah, 80 ibu-ibu di desa ini bekerja, seperti menanam, mencabut bibit, merumput, mengaret, dan lainnya. Menurut Ibu ini kelompok tanam yang ada di desa ini berjumlah 15 kelompok lebih. Kalau kelompok manen atau grendel berjumlah 10 kelompok karena yang dapat membentuk kelompok grendel adalah orang yang memiliki mesin grendel. Ibu ini memiliki banyak petani langganan yang menggunakan jasa bajaknya atau jetornya berjumlah lebih dari 50 orang petani yang berlangganan dengan Ibu ini. Pembayaran upah jetor atau bajak bisa dibayar di awal dan di belakang pada saat setalah panen. Apabila diawal dikenakan biaya Rp 35.000 per rante dan apabila dibayar setelah panen dikenakan biaya Rp 40.000 per rante. Terkadang ada juga petani yang memberikan upahnya sebagian dulu sebagai uang muka dulu nanti sisanya dibayar saat panen. Petani yang berlangganan tersebut akan memberitahukan terlebih dahulu kepada Ibu ini Universitas Sumatera Utara untuk mengolah lahannnya seminggu sebelum ingin dibajak. Namun tidak menutup kemungkinan ada juga petani langganan Ibu ini yang protes terhadap kinerja buruhnya. Ibu ini hanya memberikan saran pada buruhnya supaya meningkatkan kualitas kerja, tidak pernah memarahi buruhnya. Ibu ini mengatakan bahwa di desa ini 80 petani memliki lahan sempit sekitar 5-10 rante dan 20 lagi adalah petani yang memiliki lahan seluas 20 rante ke atas. Petani yang berlahan sempit itu ada yang menyewa lahan lagi dari orang luar yang ada lahannya di desa ini. Petani yang hanya mengolah lahan sedikit dan tidak menyewa karena tidak bisa membayar uang sewa yang mahal sebesar Rp 150.000 per rante dibayar dimuka dan tiadanya lahan yang akan disewa. Apabila petani tidak menyewa maka mereka akan bekerja sebagai buruh tani sebagai pekerjaan sampingannya. Ada juga yang tidak memiliki lahan pertanian sama sekali dan jumlahnya 20 yang hanya menjadi buruh tani. Menurut Ibu ini meskipun desa ini lebih banyak didominasi oleh petani gurem dan buruh tani dibanding petani berlahan luas tapi masyarakat di desa ini tetap rukun, tetap saling sapa, tetap gotong royong dan saling membantu. Ibu ini tidak pernah menemukan permasalahan atau perselisihan yang terjadi antara petani dan buruh tani selama menjadi kepala dusun. Perbedaanya hanya terlihat pada bentuk rumah yang lebih mewah, agak disegani karena kebanyakan orang meminjam modal usaha kepada petani kaya, namun tetap berlebur menjadi satu dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan petani yang kaya seperti Pak Jarino itu sering meminjamkan uang untuk modal usaha tetangganya dan saudaranya tanpa bunga, dan dibayar setelah panen. Universitas Sumatera Utara Hubungan Ibu ini dengan buruhnya juga terjalin sangat baik meskipun tidak ada ikatan kekeluargaan dan bukan tetangga juga, namun sudah seperti keluarga. Ibu ini juga sering memberikan bantuan berupa uang apabila anaknya sakit selain menjenguknya, memberikan THR dan baju lebaran kepada anak-anak buruh tetapnya saat lebaran Hari Raya idul Fitri, dan memberikan pinjaman tanpa bunga namun pembayaran dilakukan setiap gajian seminggu sekali sedikit demi sedikit sesuai kesepakatan diantara mereka berapa yang mau dipotong utangnya. Bahkan pekerja yang lama itu masih memiliki hutang kepada Ibu ini sampai sekarang. Selain itu, setiap Ibu ini pesta atau buruhnya mengadakan acara, mereka saling bantu membantu. Ibu ini sering ke rumah buruhnya untuk memberitahukan mengenai pekerjaan ataupun saat perjalanaan melewati rumah buruhnya, Ibu ini sering singgah ke rumahnya. Ibu ini tidak melarang buruhnya apabila buruhnya ingin pindah kerja atau tidak bekerja lagi seperti yang telah dilakukannya dengan buruh sebelumnya yang mengundurkan diri karena sudah lansia dan sakit-sakitan. Alasan Ibu ini memberikan bantuan dan berhubungan baik pada buruhnya karena buruhnya sudah bekerja pada dia dengan baik. Jadi dia juga ingin berbuat baik pada buruhnya selagi dia mampu membantu. Buruh Ibu ini tidak pernah meminta kenaikan gaji karena gaji yang telah diberikan disesuaikan dengan pada umumnya dan sebelum memutuskan untuk bekerja dengan Ibu ini, sebelumnya juga sudah ada kesepakatan diantara mereka. Jadi tidak pernah terjadi perselisihan antara mereka. Ibu ini juga percaya pada pekerjaan yang dilakukan oleh buruhnya,karena itu Ibu ini tidak pernah mengawasi pekerjaan mereka. Ibu ini hanya memberikan saran apabila ada Universitas Sumatera Utara petani yang kurang puas dengan kinerja mereka. Menurut Ibu ini, apabila dia memberikan yang terbaik pada orang maka orang juga akan memberikan yang terbaik pada dia. Begitu juga pada buruhnya, dia percaya bahwa buruhnya akan bekerja dengan baik jadi dia tidak pernah mengawasi buruhnya. 6. Nama : Yudi Umur : 33 tahun Jenis Kelamin : Laki-Laki Pekerjaan : Buruh Tani Tetap Bapak ini sudah bekerja sebagai buruh tani tetap di lahan pertanian Bapak Legino selama 1 tahun lebih. Pekerjaanya tidak hanya meliputi pekerjaan persawahan saja tetapi juga bekerja di penangkaran bibit dan pembuatan pupuk organik milik Pak Legino majikannya. Pekerjaan yang dilakukan dalam sehari-hari yaitu saat turun sawah mengerjakan pekerjaan persawahan seperti membabat benteng, mencangkul, menyemai bibit, menanam, rumput, memanen, menjemur, dan lainnya. Pada saat tidak turun sawah, pekerjaan yang dilakukan adalah memilih bibit unggul, menjemur, membuat pupuk organik cair dan padat, menghaluskan pupuk, dan lainnya. Bapak ini memiliki 6 teman kerja, yaitu 2 perempuan dan 4 laki-laki. Dalam pekerjaannya, terdapat pembagian kerja antara para buruh tani. Seorang pekerja laki-laki sebagai supir yaitu menghantarkan barang-barang atau bibit- bibit ke tempat yang dituju, 4 orang pekerja laki-laki mengerjakan pekerjaan Universitas Sumatera Utara yang dianggap berat seperti angkat mengangkat, mencangkul, memanen, menjemur, dan lainnya, dan 2 orang pekerja perempuan mengerjakan pekerjaan yang dianggap ringan seperti menanam, merumput, mengayap, menggiling pupuk padat, dan lainnya. Upah yang diberikan kepada buruh tani laki-laki dan buruh tani perempuan dibedakan karena perbedaan pembagian pekerjaan. Upah kerja diterima oleh bapak ini setiap 2 minggu sekali sebesar Rp 50.000 per hari bagi buruh tani laki-laki dan Rp 40.000 bagi buruh perempuan. Hari kerja mulai hari senin sampai sabtu dan jam kerja dari jam 08.00 WIB sampai 17.00 WIB. Apabila banyak pekerjaan, Bapak ini sering lembur sampai malam hari dan penambahan hari kerja sampai hari minggu. Namun apabila lembur, Bapak ini juga mendapatkan upah dari kerja lemburnya. Upah yang diterima oleh Bapak ini adalah upah bersih, artinya untuk makan, minum, rokok, dan makanan kecil sudah disediakan oleh majikan yang mempekerjakannya. Bapak ini tidak pernah mempermasalahkan mengenai besarnya jumlah upah, karena besarnya upah sudah disepakati pada awal Bapak ini memutuskan untuk bekerja artinya sudah ada kesepakaan bersama antara bapak ini dan majikannya. Awalnya Bapak ini adalah buruh langganan Bapak Legino. Bapak ini sudah bekerja dengan bapak ini selama 3 tahun, namun baru 1 tahun menjadi buruh tetap bagi Pak Legino. Kalau 3 tahun yang lalu, Bapak ini hanya bekerja disaat turun sawah atau musim sawah dan tidak menerima gaji tetap, namun sekarang sudah menjadi buruh tetap dengan upah tetap dan memiliki pekerjaan rutinitas. Bapak ini memilih menjadi buruh tetap karena ia merasa menjadi Universitas Sumatera Utara buruh tetap itu lebih terjamin daripada buruh biasa, memiliki pekerjaan yang rutin dan tetap, tidak memikirkan harus bekerja apa esok hari, berbeda dengan menjadi buruh tani yang setiap hari harus mencari pekerjaan. Bapak ini merasa senang karena sekarang sudah menjadi buruh tetap. Bapak ini juga sering mendapatkan bantuan-bantuan disamping mendapatkan upah. Bantuan–bantuan yang diterima seperti bantuan mendapatkan beras, bantuan pinjaman, bantuan tenaga, bantuan dana apabila ada keluarga yang sakit, dan lainnya. Beras diterima oleh Bapak ini setiap melakukan penggilingan minimal 2 minggu sekali. Gabah-gabah yang digiling adalah gabah yang disortir atau dibuang karena tidak dapat dijadikan bibit unggul. Banyaknya beras yang diterima sesuai dengan banyaknya padi atau gabah yang digiling. Bapak inimendapatkan 5-10 kilogram berassetiap menggiling. Disamping itu, Bapak ini juga pernah mendapatkan bantuan dana pinjaman untuk pengobatan anaknyasakit dan dirawat di rumah sakit. Pembayaran pinjaman dilakukan Bapak ini sesuka hati apabila Bapak ini memiliki uang untuk membayar, terkadang dibayar melalui pemotongan gaji. Bapak ini tidak memiliki hubungan persaudaraan dengan majikannya. Bapak ini tinggal di desa lain yaitu desa Cinta Rakyat. Jadi Bapak ini adalah orang lain yang tidak memiliki hubungan saudara atau kekerabatan dengan majikannya. Namun semenjak menjadi buruh tetapnya, Bapak ini sudah dianggap seperti saudara sendiri. Hal ini yang membuat Bapak ini nyaman bekerja di sini. Karena kebaikan majikannya Bapak ini membalasnya dengan bekerja dengan maksimal, bahkan Bapak ini sering membantu majikannya dalam. Hal pekerjaan personal artinya di luar pekerjaan pertanian ini, misalnya Universitas Sumatera Utara membantu membuat atau memperbaiki rumah majikannya, membersihkan kebun rumahnya, membersihkan sanitasi rumah, dan lainnya. Apabila pesta, Bapak ini dan keluarganya selalu datang untuk membantu dalam menyelenggarakan pesta yang akan diadakan oleh majikannya. Bapak dapat mengundurkan diri pada saat kapanpun juga, hanya harus memberitahukannya dengan majikannya. Namun Bapak ini merasa sudah nyaman dan segan serta tidak ingin berhenti kerja mengingat saat ini mencari kerja sudah sulit dan Bapak ini merasa segan kalau harus mengundurkan diri kecuali sudah tidak dapat bekerja lagi karena sakit bahkan karena segannya, Bapak ini tidak ingin istirahat terlalu lama. Bapak ini merasa segan bila istirahat terlalu lama. Bapak ini juga selalu siapapabila dimintai pertolongan oleh majikannya walaupun itu di luar pekerjaannya. 7. Nama : Ebet Umur : 24 tahun Jenis Kelamin : Laki-Laki Pekerjaan : Buruh Tani Tetap Bapak ini sudah bekerja menjadi buruh tani tetap sejak 6 tahun yang lalu. Bapak ini berasal dari Jawa Tengah yang merantau ke Sumatera. Sejak itu Bapak ini bekerja di rumah majikannya sebagai buruh tani tetapnya. Karena Bapak ini tidak memiliki saudara di desa ini, Bapak ini diangkat menjadi anak angkatnya oleh majikannya. Bapak ini sudah menjadi bagian dari keluarga majikannya.Sejak saat itulah Bapak ini bekerja sebagai buruh tani tetap yang tinggal di rumah majikannya.Pekerjaan yang dilakukannya Universitas Sumatera Utara adalah semua pekerjaan yang ada baik pekerjaan pertanian, pembuatan pupuk, penangkaran bibit, dan di luar pekerjaan pertanian. Bapak ini memang sudah dianggap sebagai anak angkatnya, namun dia juga menerima upah kerja setiap 2 minggu sekali sebesar Rp 50.000 per hari. Namun di luar upah ini, Bapak ini juga menerima uang saku, Tunjangan Hari Raya, dan lainnya. Hubungan antara Bapak ini dengan majikannya lebih cenderung pada hubungan kekeluargaan dibanding hubungan kerja. Karena Bapak ini sudah dianggap anak sendiri. Jadi biaya hidup bapak ini ditanggung oleh majikannya dari makan, minum, tidur, rokok, dan lainnya. Bahkan majikannya sering memberikan saran atau nasihat kepadanya. Karena hubungan kekerabatan sudah terjalin sekian lamanya, maka Bapak ini selalu menuruti apa yang diperintahkan oleh majikannya. Dan Bapak ini merasa tidak berani kalau menolak dan bermalas-malasan. Bapak ini akan menolak perintah yang diperintahkan oleh majikannya apabila ia merasa benar-benar tidak sanggup untuk melakukannya, misalnya karena sakit. Eratnya hubungan kekeluargaan antara Bapak ini dan majikannya menjadikan hubungan kerja yang terjalin merupakan pengabdiannya kepada Bapak ini. Dia juga menganggap majikannya sebagai ayah asuhnya. Jadi dia tidak pernah menganggap adanya kerja lembur, jam kerja, atau lainnya. Semua yang dilakukannya adalah merupakan pengabdiannya pada ayahnya. Dan kalaupun majikannya marah padanya, dia juga menganggap marahnya itu seperti marahnya ayah kepada anaknya. 8. Nama : Jaroni Umur : 51 tahun Universitas Sumatera Utara Jenis Kelamin : Laki-Laki Pekerjaan : Petani Pemilik Lahan Luas Bapak Jaroni sudah bertani selama 20 tahun. Bapak ini memiliki lahan sekitar 1 ha. Bapak ini tidak menyewa lahan lagi untuk memperluas lahannya. Dia hanya mengolah lahannya sendiri. Karena menurutnya biaya sewa lahan pertanian semakin mahal yaitu Rp 200.000 per rante dalam satu kali musim sawah, jadi dia tidak menyewa lahan lagi. Dalam pengelolaan lahan pertaniannya, Bapak ini menggunakan buruh tani langganan mulai dari membajak tanah, menanam, dan memanen. Dia lebih suka menggunakan buruh tani langganan karena dengan berlangganan pasti pekerjaannya akan didahulukan dan tidak pernah diundur dalam pengerjaannya, bahkan sebelum Bapak ini memberitahukan pada buruhnya, terlebih dahulu buruhnya sudah menawarkan jasanya. Pembajakan lahan pertanian dan pemanenan padi dilakukan oleh buruh langganannya yang memiliki ikatan saudara dengannya yaitu adik iparnya. Karena berlangganan, sebelum bapak ini memberitahu untuk meminta lahannya dikerjakan, buruh langganannya sudah mengerjakan terlebih dahulu saat musim sawah tiba. Upah yang diberikan kepada buruh langganannya sama dengan besar upah pada umumnya yaitu Rp 35.000 per rante untuk pembajakan tanah dan sistem upah persenan untuk buruh memanen, namun pemberian dilakukan dalam bentuk uang bukan gabah. Penanaman bibit padi dilakukan oleh kelompok buruh tanam langganannya yang memiliki hubungan persaudaraan dengan Bapak ini juga. Kelompok buruh tanam langganannya itu adalah kelompok buruh tanam adiknya. Upah yang Universitas Sumatera Utara diberikan untuk buruh tanam adalah Rp 50.000 per rante beserta cabut bibitnya. Bapak ini sudah menjadikan buruh ini sebagai buruh langganan selama 5 tahun. Bapak ini tidak menggunakan buruh merumput karena pekerjaan ini dilakukan sendiri. Bapak ini mengatakan bahwa sekarang ini sudah jarang sistem sambatan dalam pekerjaan pertanian. Menanam pun tidak ada lagi yang menggunakan sistem sambatan. Sesama anggota kelompok tetap bergantian tetapi tetap memberikan upah bukan bertukar tenaga. Sistem sambatan ini mulai hilang sejak tahun 2000an. Menurut bapak ini, petani yang memiliki lahan luas di desa Tanjung Rejo ini sangat sedikit berjumah 20 dari jumlah petani yang ada di desa ini. Orang-orang menganggap Bapak ini adalah salah satu petani yang memiliki lahan luas karena Bapak ini memiliki lahan seluas 1-2 ha. Sedangkan selebihnya adalah petani yang memiliki lahan sempit yaitu sekitar 3-10 rante. Biasanya petani ini menjadi buruh tani sebagai pekerjaan sampinganya mengingat hasil panennya yang relatif sedikit karena sedikitnya luas lahan mereka. Di desa ini juga terdapat petani yang sama sekali tidak memiliki lahan atau buruh tani sekitar 15 dari jumlah penduduk yang bekerja di pertanian. Bapak ini menjual padi tidak pada satu agen, tetapi kepada agen manapun yang menurutnya memberi harga yang tertinggi atau harga pada umumnya. Semua petani juga memiliki pola penjualan seperti ini. Petani bebas mau menjual hasil padinya kepada satu agen yang diinginkan. Penjualan ini dilakukan langsung di lahan mereka setelah panen. Seluruh agen Universitas Sumatera Utara akan berkumpul disana. Harga gabah saat ini yaitu Rp 3.750. Dalam serante lahan dapat menghasilkan 220-300 kilogram gabah. Menurut Bapak ini hubungan petani dan buruh tani di desa ini terjalin dengan baik tanpa perbedaan atau batas-batas pergaulan. Hubungan mereka tetap terjalin sebagaimana hubungan manusia dalam bermasyarakat. Perbedaannya hanya terlihat dari kekayaan yang dimiliki. Apabila antara petani dan buruh tani bertetanggaan, terkadang petani memberi pinjaman kepada orang yang berprofesi menjadi buruh tani atau petani kecil, dan pembayaran dilakukan setiap panen atau setiap memiliki uang. Petani berlahan luas, petani kecil, buruh tani, dan apapun pekerjaannya, tetap berhubungan baik sebagaimana hubungan bermasyarakat. Dalam hubungan pekerjaan juga tidak pernah terjadi perselisihan misalnya karena upah, karena upah sudah disepakati dari awal dan petani tidak berhak menetapkan besar upah pada buruh tani, karena buruh tani tidak akan mau mengerjakan pekerjaan di lahan pertaniannya. Petani malahan sering memberikan uang tambahan kepada buruh tani atau memberikan makanan kecil, teh manis, dan rokok kepada buruh tani yang bekerja di lahannya secara pribadi. 9. Nama : Gira Umur : 48 tahun Jenis Kelamin : Perempuan Pekerjaan : Buruh Tani Tanam Universitas Sumatera Utara Ibu ini sudah menjadi buruh tanam selama 3 tahun lebih. Ibu ini memiliki kelompok buruh tani perempuan yang terdiri dari 8 anggota. Kelompok buruh tani Ibu ini tidak hanya mengerjakan penanaman padi tetapi juga merumput, mencabut bibit dan mengaret atau memanen. Ibu ini memiliki mesin grendel atau mesin pengurai gabah padi sejak 3 tahun yang lalu dan yang menjalankan mesin pemanen ini adalah suaminya. Suami Ibu ini memiliki 6 enam anggota dalam satu kelompok grendel. Jadi kalau ada petani yang ingin menggunakan jasa panen, kelompok buruh tani Ibu dan kelompok buruh tani Bapak akan bergabung atau bekerja sama. Kelompok Ibu mengerjakan pekerjaan mengaret padi dan kelompok Bapak menggrendel atau mengurai padi dengan mesin. Dalam pekerjaan menanam juga kelompok Bapak dan kelompok Ibu bergabung, kelompok Bapak mencabut bibit dan kelompok Ibu menanam. Selain pekerjaan ini, Ibu ini hanya memelihara ternak yaitu kambing. Ibu ini tidak bekerja apabila tidak musim turun sawah. Menurut Ibu ini, besarnya upah tanam di desa ini adalah Rp 33.000 per rante dan cabut bibit Rp 17.000 per rante. Pekerjaan menanam biasanya dimulai dari jam 08.00 WIB sampai 17.00 WIB atau sampai selesai. Apabila lahannya tidak terlalu luas maka sebelum jam 17.00 sudah selesai. Jam kerja tidak ditentukan atau menjadi patokan dalam pekerjaan ini. Jam berapapun boleh bekerja yang penting diselesaikan dengan cepat. Bahkan kalau ada kemalangan di desa ini, kelompok Ibu ini akan mendahulukan melayat daripada bekerja dan pergi kerja di siang hari. Apabila hal ini terjadi, ini tidak akan dipermasalahakan oleh petani yang ingin menggunakan jasa kelompok buruh tanam Ibu ini. Persoalan jam kerja tidak seperti jam kerja di pabrik. Universitas Sumatera Utara Sesama anggota kelompok juga bisa dengan sukarela memutuskan untuk bekerja atau tidak. Apabila salah satu anggota kelompok tidak ikut bekerja karena tetangganya meninggal, sakit, atau karena alasan lain, hal ini bukan merupakan permasalahan. Kesertaan anggota kelompok untuk ikut bekerja atau tidak merupakan hak masing-masing anggota. Selain upah yang diberikan terkadang petani memberikan makanan kecil atau snack, teh manis dan rokok kepada pekerja. Saat buruh tani bekerja sering ada pengawasan dari petani yang mempekerjakan mereka bahkan petani pemilik juga ikut menananm bersama buruh taninya. Menurut Ibu ini jarang sekali bahkan tidak pernah terjadi perselisihan antara petani dan buruh tani. Banyak petani yang berlangganan dengan kelompok Ibu ini, biasanya petani itu adalah sesama anggota kelompok, tetangga rumah, tetangga lahan, dan orang lain juga ada. Pemberitahuan kepada buruh tani dilakukan seminggu sebelum hari yang ditetapkan untuk menanam padi di lahannya. Namun kelompok Ibu ini biasanya mengutamakan petani yang telah berlangganan memakai jasa kelompok Ibu ini. Semua anggota kelompok tanam Ibu ini adalah tetangga dan saudara Ibu ini. Ibu mengatakan bahwa upah panen di desa ini tidak lagi menggunakan sistem bawon yang mengambil upah panen dari hasil panen tetapi upah panen sudah dibayar dalam bentuk uang dengan sebutan persenan. Jadi setiap hasil panen dibagi tujuh, dan yang merupakan upah adalah satu bagiannya. Hasil panen sudah dalam bentuk uang. Upah tersebut kemudian dilakukan pembagian lagi pada anggota kelompok. Upah yang dibagikan antara kelompok Ibu dan kelompok Bapak lebih besar jumlahnya diterima oleh Universitas Sumatera Utara kelompok bapak. Hal ini disebabkan karena perbedaan kerja yang dilakukan. Pekerjaan Bapak dianggap lebih berat dibanding dengan pekerjaan Ibu. Kelompok Ibu hanya mengaret atau memotong padi. Selain menjadi buruh tani, Ibu ini juga memiliki lahan pertanian seluas 7 rante. Ibu ini sudah lama bertani sekitar 20 tahun lebih. Hasil pertanian ini hanya sebagai pemenuhan kebutuhan beras atau pangan dalam rumah tangga. Karena luas lahannya yang relatif sempit, maka hasilnya juga relatif sedikit. Dalam sekali panen biasanya Ibu ini mendapatkan hasil berjumlah 32 goni. Segoni atau sekarung gabah berjumlah 80 kilogram. Inilah yang digunakan untuk makan sehari-hari. Ibu ini tidak ingin menyewa lahan dari sejak pertama menyawah karena menurut Ibu ini biaya sewa lahan pertanian terlalu mahal sbesar Rp 200.000 per rante dalam sekali musim turun sawah. Menurut Ibu ini sangat sedikit petani di desa Tanjung Rejo ini yang memiliki lahan pertanian yang luas seluas 20 rante sampai 40 rante. Petani di desa Tanjung Rejo yang memiliki lahan sekitar 5-10 rante ada 80 dari jumlah pemilik lahan. Setiap anggota kelompok buruh tani Ibu ini yang memiliki lahan pertanian sering melakukan giliran dalam mengolah lahan pertanian. Ini bukan merupakan sistem sambatan karena mereka tetap mendapatkan upah. 10. Nama : Roymen Usia : 61 tahun Pekerjaan : Petani Petani Lahan Sempit Bapak ini telah bertani sejak tahun 1970an. Pada awalnya Bapak ini menyewa lahan sebelum mendapat warisan dari orang tuanya. Tahun 1980an, Bapak ini memiliki lahan sendiri seluars 6 rante 2400 m. Saat ini, Bapak ini Universitas Sumatera Utara hanya mengelolah lahan seluas 6 rante. Dalam mempekerjakan lahannya Bapak ini menggunakan buruh tani langganan yaitu buruh tani tanam dan buruh tani panen dan selebihnya dikerjakan sendiri oleh bapak ini. Buruh tani langganannya adalah kelompok buruh tani anaknya yang rumahnya berada di sebelah rumahnya. Alasannya menggunakan buruh tani langganan adalah supaya pekerjaannya dapat secepat mungkin dilakukan tanpa ditunda dan dia merasa lebih beruntung apabila menggunakan kelompok buruh tani anaknya dibanding menggunakan kelompok lain. Selain itu juga dapat membantu pemberian pekerjaan dan penambahan pendapatan anaknya. Di luar musim turun sawah, Bapak ini menanam jagung di sawahnya. Menurut Bapak ini, kepemilikan lahan pertanian di desa ini 60 dimiliki oleh orang luar di desa ini seperti orang Medan, Binjai, dan lainnya. Peralihan kepemilikan dari penduduk dalam kepada orang luar disebabkan karena dahulu lahan ini dimiliki orang yang tidak berdomisili di desa ini, pembagian warisan berupa lahan pertanian kepada anak cucu, dan ketidakstrategisan lahan ini dibanding sekarang yang lahan pertaniannya sudah beririgasi. Petani di desa ini 80 yang menyewa lahan dan 20 petani yang sama sekali tidak memiliki lahan pertanian tapi hanya bekerja sebagai buruh tani. Buruh tani di desa ini berpindah-pindah. Apabila desa ini turun sawah, maka mereka bekerja di desa ini danapabila di desa ini tidak musim sawah maka mereka bekerja di desa lain yang turun sawah atau bekerja di sektor lainnya. Menurut Bapak ini, hubungan petani dan buruh tani di desa ini terjalin kerjasama dan saling membutuhkan. Petani membutuhkan jasa buruh tani dan Universitas Sumatera Utara buruh tani membutuhkan pekerjaan pertanian untuk mendapatkan penghasilan. Namun agak sedikit berbeda dengan petani kaya yang tidak hanya mengolah lahan pertanian sebagai pendapatan utamanya, dengan kata lain lebih sibuk di luar pekerjaan pertaniannya dibanding dengan pekerjaan pertaniannya. Jadi untuk mengolah lahannya dia menyerahkan sepenuhnya dengan buruh tani. Dia hanya menyuruh tetapi jarang sekali mengawasi pekerjaan petani bahkan melihat lahannya pun jarang. Petani kaya ini jarang bertemu dengan buruh tani di sawah tetapi hanya di perwiritan, takjiah, acara syukuran, atau di perkumpulan lainnya. Karena petani kaya jarang ke lahannya dan menyerahkan sepenuhnya pada buruh tani. Karena itu, apabila terjadi penurunan terhadap hasil panen, dia akan menganggap bahwa pekerjaan buruh tani yang kurang bagus, dan untuk musim selanjutnya dia tidak akan menggunakan kelompok buruh tani itu lagi. Dan sistem sambatan yang ada di desa ini misalnya dalam pekerjaan pertanian sekarang sudah bergeser sejak reformasi. Semua sudah memakai perhitungan artinya walaupun bergantian tetap mereka saling memberikan upah. Berbeda dengan sebelum reformasi, para petani banyak yang bergantian tanpa mementingkan untung rugi akan perbedaan luas lahan mereka. Mereka saling pengertian dengan memberikan imbalan lebih apabila lahannya agak luas dengan teman sambatannya. 11. Nama : Ibu Supri Usia : 38 tahun Pekerjaan : Buruh Tani Universitas Sumatera Utara Ibu ini sudah bekerja sebagai buruh tani selama 20 tahun lebih dan baru selama dua tahun terahir Ibu ini menyewa lahan seluas 5 rante. Ibu ini bekerja sebagai buruh tani tanam dan buruh tani manen. Ibu ini tergabung dalam satu kelompok tanam yang berjumlah 8 orang. Kelompok tanam Ibu ini juga bekerjasama dengan kelompok buruh manen suaminya. Ibu ini bekerja setiap musim turun sawah. Apabila tidak musim sawah musim rendeng, Ibu ini menjadi buruh tani di desa lain yang desa itu tiba musim sawah, apabila tidak ada maka Ibu ini tidak bekerja. Diperkirakan Ibu ini tidak bekerja selama 3 bulan dalam waktu sehabis panen sampai musim turun sawah kembali. Setiap bekerja, tidak semua anggota kelompok dapat bekerja bersama-sama. Terkadang yang bekerja 4-6 orang saja. Upah untuk buruh tanam sebesar Rp 30.000 per rante 400 m. Pekerjaan dilakukan secara bersama-sama oleh satu kelompok. Setelah pekerjaan selesai, mereka membagi pendapatannya kepada setiap anggota secara merata. Pendapatan Ibu ini per hari sebesar Rp 40.000 sampai Rp 50.000 dari pukul 08.00 WIB sampai pukul 17.30 WIB. Namun pekerjaan menanam ini tidak dapat dilakukan setiap hari tetapi setiap Ibu ini disuruh bekerja oleh petani. Jadi apabila Ibu ini libur bekerja di kelompoknya maka Ibu ini akan ikut dengan kelompok lain. Ibu ini diajak oleh teman-temannya di kelompok lain. Dalam bekerja, satu hari bisa saja Ibu ini berpindah kerja dari lahan petani yang satu dan lahan petani yang lain. Dalam satu hari terkadang Ibu ini bisa mengerjakan pekerjaaan di tiga lahan petani yang berbeda sampai sore hari. Universitas Sumatera Utara Kelompok buruh tani Ibu ini juga menjadi buruh langganan bagi beberapa petani. Biasanya mereka akan mengutamakan bekerja di tempat petani langganan daripada di tempat petani-petani yang lain. Karena di tempat petani langganan biasanya pelayanannya lebih baik misalnya memberikan makanan kecil atau snack dalam satu hari sebanyak dua kali. Petani langganan tidak pernah protes atas pekerjaan para buruh tani karena sudah sama tahu apa yang diinginkan oleh petani dan buruh tani. Dengan berlangganan, kelompok buruh tani Ibu ini akan selalu memiliki pekerjaan saat musim sawah tiba tanpa harus mencari-cari pekerjaan di tempat petani-petani atau menetapkan kesepakatan awal dan tawar menawar sebelum memulai pekerjaan dengan petani yang bukan langganan. Selain itu petani langganan sering memberikan upah lebih secara pribadi untuk para buruh taninya. Menurut Ibu ini, ada juga petani yang protes terhadap pekerjaan buruh taninya namun tidak secara langsung, tetapi petani yang protes biasanya tidak akan mengguanakan jasa dari kelompok Ibu ini lagi. Petani yang melakukan protes ini adalah petani yang memiliki lahan luas yang tidak mengawasi pekerjaan kelompok Ibu ini bahkan tidak pernah ke ladang. Menurut Ibu ini, para petani yang memiliki lahan sebagian besar mengawasi atau melihat sebentar akan pekerjaaan yang dilakukan oleh kelompok buruh tani Ibu ini, misalnya saat menghantarkan makanan kecil ke lahan bahkan ikut menanam bersama buruh tani. Bagi petani yang memiliki lahan luas atau petani yang memiliki pekerjaan lain yang lebih penting dibandingkan bertani, mereka jarang sekali mengontrol lahannya. Karena itu terkadang petani seperti ini protes terhadap pekerjaan buruh tani. Mereka Universitas Sumatera Utara tidak merasa puas akan pekerjaan buruh taninya, misalnya mengerjakan pekerjaan terlalu lama atau tidak dapat menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan waktu yang ditentukannya. Apabila pekerjaan menanam padi dilakukan dalam waktu yang relatif lama, maka hal ini dapat menyebabkan bibit padi membusuk. Pencabutan bibit biasanya dilakukan oleh kelompok buruh tani laki-laki sehari sebelum bibit akan ditanam. Upah yang diberikan apabila Ibu ini bekerja sebagai buruh tani memanen yaitu dalam bentuk bawon atau persen. Kalau dalam bentuk bawon biasanya setiap hasil panen sebanyak 20 goni 80 kilogram gabah, maka diambil 2 goni, apabila tidak mencapai 20 goni, dihitung per kaleng. Apabila dalam bentuk persen yaitu dibagi tujuh. Namun di desa ini dalam bentuk persen karena padi atau gabah langsung dijual kepada toke atau agen. Pembagian upah memanen dibedakan antara laki-laki dan perempuan karena pekerjaan laki-laki lebih berat daripada pekerjaan perempuan yang hanya mengaret atau memotong padi. Jadi selisih gaji perempuan dan gaji laki-laki yaitu Rp 15.000 sampai Rp 20.000. Ibu ini lebih memilih kerja di pertanian sebagai buruh tani daripada sebagai buruh pabrik denagn alasan Ibu ini tidak ingin terikat, dapat membantu menambah pendapatan sekaligus merawat anak dan rumah, dan ingin memiliki waktu istirahat. Menurut Ibu ini, apabila ia bekerja di pabrik pulangnya sering larut malam dan hari minggu pun bekerja serta terancam akan di PHK Pemutusan Hubungan Kerja apabila sering tidak bekerja. Menurut Ibu ini sebanyak 15 petani di desa ini yang bekerja sebagai buruh Universitas Sumatera Utara tani dan 80 adalah petani berlahan sempit seluas 3-10 rante dan bekerja juga sebagai buruh tani sebagai pekerjaan sampingannya. Ibu ini mengatakan bahwa upah buruh tani disesuaikan dengan besarnya upah buruh tani pada umumnya. Ibu ini tidak bisa memasang tarif upah terlalu mahal atau pun terlalu murah. Apabila terlalu mahal, tidak ada petani yang akan menyuruh mereka bekerja dan apabila terlalu murah maka kelompok buruh tani Ibu ini akan dimarahi oleh para buruh tani yang lain. Walaupun merasa upah yang diterima sedikit, tetapi dia tetap bekerja untuk menambah penghasilan suaminya. Dan hubungan buruh tani dengan petani dalam kehidupan sehari-hari sangat harmonis, saling menegur sapa, saling berkumpul misalnya dalam suatu pengajian atau perwiritan. 12. Nama : Supriadi Usia : 42 tahun Pekerjaan : Buruh tani Bapak ini telah bekerja sebagai buruh tani selama 20 tahun. Tahun 2010,Bapak ini bekerja sebagai buruh tani di Gaperta di Pasar II Saentis, lalu pindah ke Tanjung Rejo. Sudah 2 tahun Bapak ini bekerja sebagai buruh tani di Tanjung Rejo. Bapak ini tidak memiliki lahan pertanian sama sekali. Bapak ini bekerja sebagai buruh tani yang mengerjakan seluruh pekerjaan pertanian dimulai dari babat rumput, babat beteng atau galengan, jetor atau membajak, mencabut bibit, dan memanen. Bapak ini memiliki kelompok buruh tani manen dan buruh tani cabut bibit. Bapak ini ikut dengan elompok buruh tani manen Bapak Sumiran sebagai pemiliki mesin panen atau mesin grendel yang beranggotakan 8 orang Universitas Sumatera Utara dan bergabung dengan kelompok ibu-ibu. Kelompok cabut bibit Bapak ini terdiri dari 4 orang. Apabila kelompoknya tidak sedang bekerja, Bapak ini selalu mencari pekerjaan dengan bergabung dengan kelompok lain. Terkadang Bapak ini diajak oleh temannya yang merupakan anggota kelompok buruh tani yang lain. Buruh tani di desa ini dapat bekerja dengan semua kelompok apabila diajak oleh salah satu anggota kelompok tersebut dan tidak ada larangan dalam hal ini. Bapak ini bekerja sebagai buruh tani pada saat musim turun sawah dan bekerja mocok-mocok pada saat tidak musim sawah. Pekerjaan yang dilakukan Bapak ini di sawah dimulai dari membabat benteng, membajak atau menjetor, mencangkul, menyemai, mencabut bibit padi, memanen atau menggerendel, mengangkat padi ke luar lahan, dan lainnya. Dalam pekerjaan menjadi buruh manen, bapak ini hanya mengikuti pemilik mesin kemana lahan yang akan dikerjakan. Upah yang diterima dalam memanen berdasarkan persenan yaitu dibagi tujuh, artinya setiap 7 ton padi, upahnya adalah 1 ton padi. Namun upah diberikan tidak dalam bentuk padi melainkan dalam bentuk uang. Kemudian upah tersebut dibagi dengan pekerja yang ada. Dalam pekerjaan mencabut bibit padi, Bapak ini mendapatkan upah sebesar Rp 17.000 per rante sawah yang ingin ditanam. Pembagian upah tersebut juga dibagi dengan jumlah pekerja yang ada. Dalam pekerjaan seperti menyemai, membabat beteng, memupuk, dan lainnya tidak memiliki tarif upah, tetapi upah diberikan berdasarkan pribadi petani masing-masing. Terkadang upahnya sesuai terkadang tidak sesuai dengan tenga yang telah dikeluarkan. Kalau membabat Universitas Sumatera Utara beteng biasanya sehari diberi upah sebesar Rp 50.000 dari pukul 08.00 WIB sampai pukul 17.00 WIB. Menurut Bapak ini, jarang sekali terjadi petani yang protes dengan pekerjaan mereka. Hanya saja sebelum bekerja, petani selalu meminta agar kerja mereka itu bersih dalam artian tidak banyak padi yang tertinggal. Terkadanag mereka menerima tambahan upah dari petani yang memang sudah berlangganan menggunakan mesin grendel milik salah seorang kelompoknya. Saat bekerja, mereka selalu diberikan makanan ringan. Bapak ini selalu berusaha bekerja setiap hari dengan bekerja mocok-mocok supaya mendapatkan penghasilan. Bapak ini mengerjakan semua pekerjaan, selain pekerjaan pertanian. Bapak ini juga bekerja di bangunan apabila tidak musim sawah. Bapak ini lebih memilih bekerja sebagai buruh tani daripada buruh bangunan atau buruh pabrik karena tidak terikat dan Bapak ini lebih memiliki keahlian di bidang pertanian dibandingkan dengan pekerjaan lain, hanya saja Bapak ini tidak memiliki lahan pertanian untuk dikelolah. Bapak ini tidak dapat menyewa karena mahalnya biaya sewa lahan dimulai dari Rp 150.000 samapai Rp 200.000 per rante setiap panen. Selain itu, sempitnya lahan yang tersedia sehingga sedikit sekali lahan yang disewakan.

4.3 Struktur Masyarakat Pertanian Desa Tanjung Rejo