Pengertian Konsumen, Pelaku Usaha dan Hukum Perlindungan Konsumen

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN EKSISTENSI PT. INDOCARE PACIFIC CABANG MEDAN A. Tinjauan Umum Tentang Perlindungan Konsumen

1. Pengertian Konsumen, Pelaku Usaha dan Hukum Perlindungan Konsumen

Sebagai suatu konsep, “konsumen” telah diperkenalkan beberapa puluh tahun yang lalu di berbagai negara dan sampai saat ini sudah puluhan negara memiliki undang-undang atau peraturan khusus tentang perlindungan konsumen termasuk penyediaan sarana peradilannya. Sesuai dengan perkembangan itu, berbagai negara telah menetapkan hak-hak konsumen yang digunakan sebagai landasan pengaturan perlindungan konsumen. 38 Istilah konsumen berasal dari kata consumer Inggris-Amerika, atau consumentkonsument Belanda. Secara harafiah, arti kata consumer adalah lawan dari arti kata produsen, yaitu “setiap orang yang menggunakan barang”. Tujuan dari penggunaan barang atau jasa yang akan menentukan termasuk konsumen kelompok mana pengguna tersebut. Dalam Kamus Bahasa Inggris- Indonesia, kata consumer diartikan sebagai “pemakai atau konsumen”. 39 Black’s Law Dictionary mendefinisikan konsumen sebagai “A person who buy goods or service for personal, family, or household use, with no intention or resale, a natural person who use products for personal rather than business 38 Nurmadjito, makalah “Kesiapan Perangkat Peraturan Perundang-undangan tentang Perlindungan Konsumen dalam Menghadapi Era Perdagangan Bebas” dalam buku Celina Tri Siwi Kristiyanti, Op. Cit., hal. 22. 39 Az. Nasution, Op. Cit., hal. 3. Universitas Sumatera Utara purpose”. 40 Textbook on Consumer Law menyatakan “Consumer is one who purchase goods or service”. Kamus Umum Bahasa Indonesia mendefinisikan “Konsumen sebagai lawan produsen, yakni pemakai barang-barang hasil industri, bahan makanan, dan sebagainya”. 41 Dari definisi tersebut dihendaki bahwa konsumen adalah “setiap orang atau individu yang harus dilindungi selama tidak memiliki kapasitas dan bertindak sebagai produsen, pelaku usaha danatau pebisnis”. 42 Hukum positif Indonesia yang ada sampai pada tahun 1999, belum mengenal istilah konsumen. Akan tetapi, hukum positif Indonesia berusaha untuk menggunakan beberapa istilah yang pengertiannya berkaitan dengan konsumen. Berbagai penggunaan istilah yang berkaitan dengan konsumen tersebut mengacu kepada perlindungan konsumen, walaupun belum memiliki ketegasan dan kepastian tentang hak-hak konsumen. 43 Hal ini dapat dilihat dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan yang menggunakan istilah “setiap orang” untuk pemakai, pengguna danatau pemanfaat jasa kesehatan dalam konteks konsumen. Istilah ini disebutkan dalam Pasal 1 angka 1, Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5 dan Pasal 46. 40 Bryan A. Garner, Black’s Law Dictionary, St. Paul, Minnesota : West Publishing, 2004, hal. 335. 41 WJS. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka, 1976, hal. 521. 42 Zulham, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta : Kencana, 2013, hal. 15. 43 Ibid., hal. 14. Universitas Sumatera Utara Istilah“masyarakat” yang disebutkan dalam Pasal 9, Pasal 10, dan Pasal 21 juga mengacu kepada konsumen. 44 Berbagai pengertian tentang “konsumen” dikemukakan agar dapat mempermudah pembahasan tentang perlindungan konsumen. Pengertian tersebut dapat ditemukan dalam Rancangan Undang-Undang Perlindungan Konsumen, sebagai upaya ke arah terbentuknya Undang-Undang Perlindungan Konsumen maupun dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen. 45 Pengertian konsumen dalam Rancangan Undang-Undang Perlindungan Konsumen yang diajukan oleh Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, yaitu : “Konsumen adalah pemakai barang atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, bagi kepentingan diri sendiri atau keluarganya atau orang lain yang tidak untuk diperdagangkan kembali”. 46 Pengertian konsumen dalam naskah final Rancangan Akademik Undang- Undang Perlindungan Konsumen, yang disusun oleh Fakultas Hukum Universitas Indonesia bersama dengan Badan Penelitian dan Pengembangan Perdagangan Departemen Perdagangan RI, yaitu : “Konsumen adalah setiap orang atau keluarga yang mendapatkan barang untuk dipakai dan tidak untuk diperdagangkan”. 47 Di Amerika Serikat, pengertian konsumen meliputi “korban produk yang cacat” yang bukan hanya meliputi pembeli, melainkan juga korban yang bukan 44 Ibid. 45 Ahmadi Miru, Op. Cit., hal. 19. 46 Ibid., hal. 20. 47 Ibid. Universitas Sumatera Utara pembeli, namun pemakai, bahkan korban yang bukan pemakai memperoleh yang sama dengan pemakai. Sementara itu di Eropa, dikemukakan pengertian konsumen berdasarkan Product Liability Directive sebagai pedoman bagi negara Masyarakat Ekonomi Eropa MEE dalam menyusun ketentuan mengenai Hukum Perlindungan Konsumen. Berdasarkan directive tersebut, yang berhak menuntut kerugian adalah pihak yang menderita kerugian karena kematian atau cedera atau kerugian berupa kerusakan benda selain produk yang cacat. 48 Di Belanda, oleh Hondius disimpulkan bahwa arti konsumen adalah “pemakai produksi terakhir dari benda dan jasa” 49 , sedangkan di Spanyol, pengertian konsumen didefinisikan secara lebih luas, yaitu “konsumen bukan hanya individu orang, tetapi juga suatu perusahaan yang menjadi pembeli atau pemakai akhir”. 50 Mariam Darus Badrul Zaman mendefinisikan konsumen dengan mengambil pengertian yang dipergunakan oleh kepustakaan Belanda yaitu “Semua individu yang menggunakan barang dan jasa secara konkret dan riil”. Sementara itu, Anderson dan Krumpt menyatakan kesulitannya untuk merumuskan definisi konsumen. Akan tetapi, para ahli hukum pada umumnya sepakat bahwa arti konsumen adalah “Pemakai akhir dari benda danatau jasa yang diserahkan kepada mereka oleh pengusaha”. 51 48 Nurhayati Abbas, Hukum Perlindungan Konsumen dan Beberapa Aspeknya, Ujungpandang : Elips Project, 1996, hal. 13. dalam Ibid., hal. 21. 49 Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta : Grasindo, 2000, hal. 3. 50 Ibid., hal. 4. 51 Zulham, Op. Cit., hal. 16. Universitas Sumatera Utara Terdapat tiga pengertian konsumen yang ingin mendapat perlindungan, yaitu : 52 a. Konsumen dalam arti umum, yaitu pemakai, pengguna danatau pemanfaat barang danatau jasa untuk tujuan tertentu. b. Konsumen antara, yaitu pemakai, pengguna danatau pemanfaat barang danatau jasa untuk diproduksi produsen menjadi barangjasa lain atau untuk memperdagangkannya distributor, dengan tujuan komersial. Konsumen antara ini sama dengan pelaku usaha. c. Konsumen akhir, yaitu pemakai, pengguna danatau pemanfaat barang danatau jasa konsumen untuk memenuhi kebutuhan diri sendiri, keluarga atau rumah tangganya, dan tidak untuk diperdagangkan kembali. Konsumen akhir inilah yang dengan jelas diatur perlindungannya dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen. 53 Pengertian konsumen menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Pasal 1 angka 2 yang menyatakan : “Konsumen adalah setiap orang pemakai barang danatau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan”. 54 Unsur-unsur definisi konsumen yaitu : 55 a. Setiap Orang Subjek yang disebut sebagai konsumen berarti setiap orang yang berstatus sebagai pemakai barang danatau jasa. 56 52 Adrian Sutedi, Tanggung Jawab Produk Dalam Hukum Perlindungan Konsumen, Bogor : Gahlia Indonesia, 2008, hal. 10. 53 Ibid. 54 Republik Indonesia, Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, Pasal 1, Angka 2. 55 Shidarta, Op. Cit., hal. 4-9. 56 Ibid., hal. 27. Dalam Undang- Undang ini, yang dimaksudkan “orang” merupakan orang alami dan bukan badan hukum. Sebab yang dapat menggunakan danatau Universitas Sumatera Utara memanfaatkan barang danatau jasa untuk memenuhi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan, hanyalah orang alami atau manusia. 57 b. Pemakai Sesuai dengan Penjelasan Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Perlindungan Konsumen, kata pemakai merujuk pada konsumen akhir ultimate consumer. Dalam hal ini penggunaan istilah “pemakai” menunjukkan barang danatau jasa yang dipakai tidak serta-merta hasil dari transaksi jual beli. Artinya, konsumen tidak selalu harus memberikan prestasinya dengan cara membayar uang untuk memperoleh barang danatau jasa itu. Konsumen memang tidak sekadar pembeli buyer tetapi semua orang perorangan atau badan usaha yang mengonsumsi jasa danatau barang. Jadi, yang paling penting dalam terjadinya suatu transaksi konsumen berupa peralihan barang danatau jasa, termasuk peralihan kenikmatan dalam menggunakannya. c. Barang danatau Jasa Saat ini, kata “produk” sudah berkonotasi barang atau jasa. Undang- Undang Perlindungan Konsumen mengartikan barang sebagai setiap benda, baik berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, baik dapat dihabiskan maupun tidak dapat dihabiskan, yang dapat untuk diperdagangkan, dipakai, dipergunakan, atau dimanfaatkan oleh konsumen. Undang-Undang Perlindungan Konsumen tidak menjelaskan perbedaan istilah-istilah “dipakai, dipergunakan, atau dimanfaatkan”. Sementara itu, jasa diartikan sebagai setiap layanan yang berbentuk pekerjaan atau prestasi yang disediakan bagi masyarakat untuk dimanfaatkan oleh konsumen. d. Yang Tersedia dalam Masyarakat Barang danatau jasa yang ditawarkan kepada masyarakat sudah harus tersedia di pasaran. Hal ini tercantum juga dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen Pasal 9 ayat 1 huruf e. Namun dalam perkembangan perdagangan yang makin kompleks saat ini, syarat itu tidak mutlak lagi dituntut oleh konsumen. Misalnya, perusahaan pengembang developer perumahan sudah biasa mengadakan transaksi terlebih dulu sebelum bangunannya jadi. e. Bagi Kepentingan Diri Sendiri, Keluarga, Orang Lain, Makhluk Hidup Lain Transaksi konsumen ditujukan untuk kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, dan makhluk hidup lain. Kepentingan ini tidak sekadar ditujukan untuk diri sendiri dan keluarga, tetapi juga barang danatau jasa itu diperuntukkan bagi orang lain di luar diri sendiri dan keluarganya, bahkan untuk makhluk hidup lain, seperti hewan dan tumbuhan. 57 Adrian Sutedi, Op. Cit., hal. 10-11. Universitas Sumatera Utara f. Barang danatau Jasa itu tidak untuk Diperdagangkan Pengertian konsumen dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen mempertegas hanya kepada konsumen akhir. Penegasan ini sudah biasa dipakai dalam peraturan perlindungan konsumen di berbagai negara. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tidak mengenal istilah konsumen atau consument. 58 Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyebutkan beberapa istilah yang berkaitan dengan konsumen yaitu pembeli koperdiatur dalam pasal 1457–1540 KUH Perdata, penyewa hurder diatur dalamPasal 1548– 1600 KUH Perdata, penitip barang bewarrgever diatur dalamPasal 1694–1739 KUH Perdata, peminjam verbruiklener diatur dalam Pasal 1754– 1769 KUH Perdata, dan sebagainya. Sementara itu dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang ditemukan istilah tertanggung verzekerde diatur dalam Pasal 246–308 Buku I KUH Dagang dan penumpang opvarendediatur dalam Pasal 341– 394 Buku II KUH Dagang. 59 Adapun pihak lain selain konsumen yang memiliki peranan penting dan berkaitan dengan hukum perlindungan konsumen adalah pelaku usaha dan pemerintah. Istilah pelaku usaha adalah istilah yang digunakan pembuat undang- undang yang lebih lazim dikenal dengan istilah pengusaha. 60 58 Celina Tri Siwi Kristiyanti, Op. Cit., hal. 62. 59 Zulham, Op. Cit., hal. 14. 60 Adrian Sutedi, Op. Cit., hal. 11. Universitas Sumatera Utara Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia ISEI menyebut kelompok besar kalangan pelaku ekonomi yang terdiri dari tiga kelompok pelaku usaha sebagai berikut : 61 a. Kalangan investor, yaitu pelaku usaha penyedia dana untuk membiayai berbagai kepentingan, seperti perbankan, usaha leasing, tengkulak, penyedia dana lainnya, dan sebagainya. b. Produsen, yaitu pelaku usaha yang membuat, memproduksi barang danatau jasa dari barang-barang danatau jasa-jasa lain bahan baku, bahan tambahanpenolong, dan bahan-bahan lainnya. Mereka dapat terdiri atas orangbadan usaha berkaitan dengan pangan, orangbadan yang memproduksi sandang, orangusaha yang berkaitan dengan pembuatan perumahan, orangusaha yang berkaitan dengan jasa angkutan, perasuransian, perbankan, orangusaha yang berkaitan dengan obat-obatan, kesehatan, narkotika, dan sebagainya. c. Distributor, yaitu pelaku usaha yang mendistribusikan atau memperdagangkan barang danatau jasa tersebut kepada masyarakat, seperti pedagang secara retail, pedagang kaki lima, warung, toko, supermarket, hypermarket, rumah sakit, klinik, dokter, usaha angkutan darat, laut, udara, kantor pengacara, dan sebagainya. Berdasarkan Pasal 3 Product Liability Directive, pengertian “produsen” meliputi : 62 a. Pihak yang menghasilkan produk akhir berupa barang-barang manufaktur. Mereka ini bertanggung jawab atas segala kerugian yang timbul dari barang yang mereka edarkan ke masyarakat, termasuk bila kerugian timbul akibat cacatnya barang yang merupakan komponen dalam proses produksinya. b. Produsen barang mentah atau komponen suatu produk. c. Siapa saja, yang dengan membubuhkan nama, merek, ataupun tanda- tanda lain pada produk menampakkan dirinya sebagai produsen dari suatu barang. 61 Ibid. 62 Agus Brotosusilo, makalah “Aspek-Aspek Perlindungan terhadap Konsumen dalam Sistem Hukum di Indonesia”, dalam Percakapan tentang Pendidikan Konsumen dan Kurikulum Fakultas Hukum Jakarta : YLKI-USAID, 1998, hal. 46. dalam Celina Tri Siwi Kristiyanti, Op. Cit., hal. 41-42. Universitas Sumatera Utara Pengertian yang luas tentang pelaku usaha juga terdapat dalam Undang- Undang Perlindungan Konsumen. Pengertian pelaku usaha menurut Pasal 1 angka 3 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen adalah sebagai berikut : 63 Dalam penjelasan undang-undang yang termasuk dalam pelaku usaha adalah perusahaan, korporasi, Badan Usaha Milik Negara BUMN, Badan Usaha Milik Daerah BUMD, koperasi, importir, pedagang, distributor dan lain-lain. “Pelaku Usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian penyelenggaraan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi”. 64 Berdasarkan Undang-Undang Perlindungan Konsumen Pasal 1 angka 1 disebutkan bahwa “Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen”. Selain istilah-istilah yang telah dibahas sebelumnya, terdapat lagi istilah lain seperti hukum perlindungan konsumen. Di dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen tidak dijelaskan pengertian tentang hukum perlindungan konsumen, tetapi hanya dijelaskan pengertian tentang perlindungan konsumen itu sendiri. 65 63 Republik Indonesia, Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, Pasal 1, Angka 3. 64 Az. Nasution, Op. Cit., hal. 17. 65 Republik Indonesia, Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, Pasal 1, Angka 1. Universitas Sumatera Utara Istilah “hukum konsumen” dan “hukum perlindungan konsumen” sudah sangat sering terdengar. Hukum perlindungan konsumen merupakan salah satu bidang dari ilmu hukum. Hukum konsumen hanya ranting kecil dari pohon hukum, yaitu merupakan bagian dari jangkauan dari hukum dagang yang tercakup dalam bagian III dari hukum dagang dengan cabang besarnya hukum dagang. 66 Secara umum, sebenarnya hukum konsumen dan hukum perlindungan konsumen itu seperti yang dinyatakan oleh Lowe yakni : “… rules of law which recognize the bargaining weakness of the individual consumer and which ensure that weakness is not unfairly exploited”. 67 Ada sarjana yang berpendapat hukum perlindungan konsumen merupakan bagian dari hukum konsumen yang lebih luas itu. Misalnya, Az. Nasution berpendapat bahwa : 68 Adapun pengertian hukum perlindungan konsumen adalah keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah hukum yang mengatur dan melindungi konsumen “Hukum konsumen memuat asas-asas atau kaidah-kaidah yang bersifat mengatur, dan juga mengandung sifat yang melindungi kepentingan konsumen. Hukum konsumen diartikan sebagai keseluruhan asas-asas atau kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan dan masalah antara berbagai pihak satu sama lain berkaitan dengan barang danatau jasa konsumen, di dalam pergaulan hidup”. 66 Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Op. Cit., hal. 22. 67 R. Lowe, Commercial Law, London : Sweet Maxwell, 1983, hal. 23 dalam Shidarta, Op. Cit., hal. 9. 68 Az. Nasution, Op. Cit., hal. 23. Universitas Sumatera Utara dalam hubungan dan masalahnya dengan para penyedia barang danatau jasa konsumen. 69 Hukum konsumen dan hukum perlindungan konsumen adalah dua bidang hukum yang sulit dipisahkan dan ditarik batasnya. Pada dasarnya, hukum konsumen maupun hukum perlindungan konsumen membicarakan hal yang sama, yaitu kepentingan hukum hak-hak konsumen. Dimana materi pembahasannya meliputi bagaimana hak-hak konsumen itu diakui dan diatur di dalam hukum serta bagaimana ditegakkan di dalam praktik hidup bermasyarakat. Dengan demikian, hukum perlindungan konsumen atau hukum konsumen dapat diartikan sebagai keseluruhan peraturan hukum yang mengatur hak-hak dan kewajiban-kewajiban konsumen dan produsen yang timbul dalam usahanya untuk memenuhi kebutuhannya. 70 Dengan demikian, jika perlindungan konsumen diartikan sebagai segala upaya yang menjamin adanya kepastian pemenuhan hak-hak konsumen sebagai wujud perlindungan kepada konsumen, maka hukum perlindungan konsumen adalah hukum yang mengatur upaya-upaya untuk menjamin terwujudnya perlindungan hukum terhadap kepentingan konsumen. 71

2. Pengaturan Hukum Perlindungan Konsumen

Dokumen yang terkait

Tanggung Jawab Apoteker Terhadap Konsumen Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

1 86 105

ASPEK YURIDIS PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP BARANG DAN ATAU JASA ( DITINJAU DARI UU NO.8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN )

1 5 90

Tanggung Jawab Pelaku Usaha Terhadap Penyampaian Informasi Periklanan Barang Produksinya Ditinjau dari Undang-Undang No.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

1 44 104

TANGGUNG GUGAT PERUSAHAAN JASA PENGIRIMAN BARANG TERHADAP KONSUMEN YANG KEHILANGAN BARANG DITINJAU DARI UU NO. 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN (Studi Kasus Di BPSK Kota Surabaya).

2 8 67

Tanggung Jawab Hukum PT. Indocare Pacific Cabang Medan Terhadap Konsumen Barang Ecocare yang Memiliki Cacat Produk Ditinjau dari UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

0 1 8

Tanggung Jawab Hukum PT. Indocare Pacific Cabang Medan Terhadap Konsumen Barang Ecocare yang Memiliki Cacat Produk Ditinjau dari UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

0 0 1

Tanggung Jawab Hukum PT. Indocare Pacific Cabang Medan Terhadap Konsumen Barang Ecocare yang Memiliki Cacat Produk Ditinjau dari UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

0 0 21

Tanggung Jawab Hukum PT. Indocare Pacific Cabang Medan Terhadap Konsumen Barang Ecocare yang Memiliki Cacat Produk Ditinjau dari UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

0 0 32

Tanggung Jawab Hukum PT. Indocare Pacific Cabang Medan Terhadap Konsumen Barang Ecocare yang Memiliki Cacat Produk Ditinjau dari UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

0 0 2

PELAKSANAAN TANGGUNG JAWAB PDAM TIRTA MOEDAL SEMARANG TERHADAP KONSUMEN DITINJAU DARI UU. NO. 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN - Unika Repository

0 0 13