Bentuk-Bentuk Pertanggungjawaban Pelaku Usaha

C. Bentuk-Bentuk Pertanggungjawaban Pelaku Usaha

Secara garis besar, bentuk-bentuk pertanggungjawaban pelaku usaha dapat digolongkan menjadi dua kelompok, yaitu : 134 1. Pertanggungjawaban Privat Keperdataan Hubungan hukum mungkin telah ada terlebih dahulu antara produsen dan konsumen, yang berupa sebuah hubungan kontraktual hubungan perjanjian, tetapi mungkin juga tidak pernah ada hubungan hukum sebelumnya dan keterikatan secara hukum justru lahir setelah timbul peristiwa yang merugikan konsumen. Pada dasarnya hubungan kontraktual itu berbentuk hubungan perjanjian jual beli, meskipun ada jenis hubungan hukum lainnya. Dalam hukum, setiap tuntutan pertanggungjawaban harus mempunyai dasar, yaitu hal yang menyebabkan seseorang harus wajib bertanggung jawab. Dasar pertanggungjawaban itu menurut hukum perdata adalah kesalahan dan risiko yang ada dalam setiap peristiwa hukum. Keduanya menimbulkan akibat dan konsekuensi hukum yang jauh berbeda di dalam pemenuhan tanggung jawab. Menurut Pasal 19 Undang-Undang Perlindungan Konsumen, kerugian yang dapat dituntut dari produsen adalah sebagai berikut : 135 a. Kerugian atas kerusakan Yang dimaksud dengan kerugian atas kerusakan adalah segala kerugian berupa timbulnya kerusakan pada barang-barang milik konsumen yang ditimbulkan oleh produk yang dipakaidibelinya. Misalnya, konsumen membeli suatu barang lalu disimpan bersama- sama dengan barang lain atau dipakai pada barang lain dan menimbulkan kerusakan pada barang lain itu. b. Kerugian karena pencemaran Yang dimaksud dengan kerugian karena pencemaran adalah kerugian berupa pencemaran yang ditimbulkan oleh produk yang dipakaidibeli. Misalnya, produk yang baru dibeli itu mencemari produk lain yang dimiliki sebelumnya oleh konsumen sehingga barang-barang yang telah ada itu menjadi tidak berguna atau berkurang kegunaannya. 134 Janus Sidabalok, Op. Cit., hal. 93-111. 135 Ibid., hal. 158-159. Universitas Sumatera Utara c. Kerugian konsumen sebagai akibat mengonsumsi barang danatau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan. Yang dimaksud dengan kerugian konsumen adalah kerugian berupa korban manusia. Misalnya, karena mengonsumsi produk tertentu, konsumen jatuh sakit atau bahkan meninggal dunia. Pasal 19 ayat 2 memberikan pedoman tentang jumlah, bentuk, atau wujud ganti kerugian , yaitu : 136 a. Pengembalian uang ; b. Penggantian barang danatau jasa sejenis atau setara nilainya ; c. Perawatan kesehatan ; d. Pemberian santunan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Untuk menentukan besarnya jumlah ganti kerugian, KUH Perdata memberikan beberapa pedoman, yaitu : 137 a. Besarnya ganti kerugian sesuatu dengan fakta tentang kerugian yang benar-benar terjadi dan dialami oleh konsumen. b. Sebesar kerugian yang dapat diduga sehingga keadaan kekayaan dari kreditur harus sama seperti seandainya debitur memenuhi kewajibannya. Kerugian yang jumlahnya melampaui batas-batas yang dapat diduga tidak boleh ditimpakan kepada debitur. c. Besarnya kerugian yang dapat dituntut adalah kerugian yang merupakan akibat langsung dari peristiwa yang terjadi, yaitu sebagai akibat dari wanprestasi atau sebagai akibat dari peristiwa perbuatan melawan hukum. d. Besarnya ganti rugi itu ditentukan sendiri oleh undang-undang , misalnya yang diatur pada Pasal 1250 KUH Perdata, yang mengatakan bahwa dalam tiap-tiap perikatan yang semata-mata berhubungan dengan pembayaran sejumlah uang, penggantian biaya, rugi, dan bunga yang disebabkan terlambatnya pelaksanaan, hanya terdiri atas biaya yang ditentukan oleh undang-undang dengan tidak mengurangi peraturan perundang-undangan khusus. Dalam Undang-Undang Perlindungan konsumen tidak menentukan batas kerugian yang dapat dihukumkan kepada pelaku usaha sehubungan dengan gugatan ganti kerugian dalam sengketa konsumen. Akan tetapi, dalam Pasal 60 ayat 2 disebutkan bahwa sanksi administratif berupa penetapan ganti kerugian yang 136 Ibid., hal. 160. 137 Ibid. Universitas Sumatera Utara ditetapkan oleh Badan Penyelesaian Sengketa BPSK paling banyak Rp. 200.000.000,00 dua ratus juta rupiah. e. Ganti kerugian sebesar isi perjanjian yang dibuat oleh para pihak sebagaimana yang dimungkinkan oleh Pasal 1249 KUH Perdata. Berdasarkan jenis hubungan hukum atau peristiwa hukum yang ada, maka pertanggungjawaban dapat dibedakan atas : 138 a. Pertanggungjawaban atas dasar kesalahan, yang dapat lahir karena terjadinya wanprestasi, timbulnya perbuatan melawan hukum, tindakan yang kurang hati-hati. b. Pertanggungjawaban atas dasar risiko, yaitu tanggung jawab yang harus dipikul sebagai risiko yang harus diambil oleh seorang pengusaha atas kegiatan usahanya. a. Tanggung jawab karena pelanggaran janji wanprestasi dalam hubungan kontraktual. Dalam setiap perjanjian, ada sejumlah janji term of conditions yang harus dipenuhi oleh para pihak. Janji itu merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh pihak yang berjanji dan sekaligus merupakan hak bagi pihak lawan untuk menuntut pemenuhannya. Apabila janji tidak dipenuhi, tentu akan menimbulkan kerugian di pihak lawan, yang akhirnya keadaan tidak dipenuhinya perjanjian wanprestasi, menimbulkan hak bagi pihak lawan untuk menuntut penggantian kerugian. Dalam jual beli, seorang penjual mempunyai kewajiban utama untuk : 139 1 Menyerahkan kebendaan yang dijualnya kepada pembeli. 2 Bertanggung jawab atas cacat tersembunyi pada barang yang dijualnya termasuk segala kerugian yang diderita oleh si pembeli sehubungan dengan tercapainya perjanjian jual beli itu telah dikeluarkan oleh pembeli. Jika ternyata bahwa penjual telah mengetahui adanya cacat itu, penjual diwajibkan pula untuk mengganti seluruh kerugian yang ditimbulkan oleh cacat tersebut. 3 Memenuhi segala apa yang menjadi kewajibannya sesuai dengan perjanjian, seperti janji-janji, jaminan-jaminan, dan sebagainya. 138 Ibid., hal. 102. 139 Ibid., hal. 102-103. Universitas Sumatera Utara Mengenai kerugian dalam konteks perjanjian, menurut Pasal 1244, Pasal 1245, dan Pasal 1246 KUHPerdata dirinci dalam tiga unsur, yaitu : 140 1 Biaya adalah segala pengeluaran atau perongkosan yang nyata-nyata sudah dikeluarkan oleh satu pihak. 2 Rugi adalah kerugian karena kerusakan barang-barang kepunyaan kreditur yang diakibatkan oleh wanprestasi debitur. 3 Bunga adalah keuntungan yang diharapkan akan diperoleh kreditur kemudian hari seandainya debitur melaksanakan kewajibannya dengan baik. Penanggungan atau jaminan atas cacat-cacat tersembunyi yang dimaksud dalam Pasal 1504 KUHPerdata dapat digolongkan berupa janji atau jaminan dari pihak penjual tentang dapat dipergunakan dengan baik. Dalam hal ini terkandung janji bahwa dengan memakai dan mengonsumsi produk tertentu yang dijualnya, penjual menjamin bahwa pembeli konsumen akan memperoleh kenikmatan, manfaat, dan kegunaan tertentu dalam memenuhi kebutuhannya. Ketentuan yang sama pada produsen pembuat pabrik sehingga produsen mempunyai dapatditerapkan keterikatan kepada konsumen dalam bentuk pemberian janji atau jaminan. Hal ini menunjukkan janji sepihak dari produsen pembuat pabrik, di mana dengan memproduksi produk tertentu dengan menyebutkan kegunaan, manfaat, dan kenikmatannya melalui label dan atau menerbitkan suatu brosur mengenai itu, maka dapat ditafsirkan bahwa secara sepihak produsen pembuat telah mengikatkan dirinya dengan memberi janji kepada konsumen. b. Tanggung jawab atas dasar perbuatan melawan hukum. Menurut Pasal 1365 KUH Perdata, tiap-tiap perbuatan melawan hukum, yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut. Kemudian, dalam Pasal 1367 KUH Perdata diatur mengenai pertanggungjawaban khusus sehubungan dengan perbuatan melawan hukum, yaitu pertanggungjawaban atas barang, seseorang tidak saja bertanggungjawab untuk kerugian yang disebabkan perbuatannya sendiri, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan oleh perbuatan orang-orang yang menjadi tanggungannya atau disebabkan oleh barang-barang yang berada di bawah pengawasannya. 140 Ahmadi Miru dan Sakka Pati, Hukum Perikatan, Jakarta : Raja Grafindo Persada,2014, hal. 14-15. Universitas Sumatera Utara Secara lebih luas, perbuatan melanggar hukum diartikan sebagai perbuatan yang : 141 1 Melanggar hak orang lain ; 2 Bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku ; 3 Bertentangan dengan kesusilaan ; 4 Tidak sesuai dengan kepantasan dalam masyarakat dalam hal memperhatikan kepentingan orang lain. Syarat-syarat untuk menuntut ganti kerugian atas dasar perbuatan melawan hukum, yaitu : 142 1 Ada suatu perbuatan melawan hukum ; 2 Ada kesalahan ; 3 Ada kerugian ; 4 Ada hubungan kausal antara kerugian dan kesalahan. Untuk dapat menuntut ganti kerugian, unsur kesalahan harus dibuktikan. Kesalahan diartikan secara luas meliputi kesengajaan atau kelalaian. Kesengajaan menunjukkan adanya maksud atau niat dari produsen untuk menimbulkan akibat tertentu. Akibat itu diketahui atau dapat diduga akan terjadi dan dengan sadar melakukan perbuatan itu. Kelalaian ialah suatu perilaku yang tidak sesuai dengan standar kelakuan yang ditetapkan dalam undang-undang demi perlindungan anggota masyarakat terhadap risiko yang tidak rasional. Kelalaian ini banyak dikaitkan dengan tanggung jawab produk. Syarat-syarat agar kelalaian dapat digunakan sebagai dasar untuk meminta pertanggungjawaban, yaitu : 143 1 Adanya tingkah laku yang menimbulkan kerugian ; 2 Yang harus dibuktikan adalah bahwa tergugat produsen lalai dalam menjaga kepentingan penggugat konsumen ; 3 Kelakuan itu merupakan penyebab nyata dari kerugian yang timbul. 141 E. Utrecht, Pengantar Dalam Hukum Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka, 1989, hal. 276. 142 Rosa Agustina, Perbuatan Melawan Hukum, Jakarta: Pasca Sarjana FH Universitas Indonesia, 2003, hal. 117. 143 Janus Sidabalok, Op. Cit., hal. 110. Universitas Sumatera Utara Gugatan berdasarkan kelalaian ini diikuti dengan pembuktian atas : 144 1 Kerugian yang diderita ditimbulkan oleh cacat yang ada pada produk. 2 Bahwa cacat tersebut telah ada pada saat penyerahan produk. 3 Bahwa cacat pada produk disebabkan oleh kurang cermatnya produsen. Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen diatur mengenai pertanggungjawaban produsen pada Bab VI Pasal 19-28. Ketentuan tersebut adalah sebagai berikut : Pasal 19 : 145 1 Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, danatau kerugian konsumen akibat mengonsumsi barang dan atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan. 2 Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan danatau pemberian sumbangan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 3 Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 tujuh hari setelah tanggal transaksi. 4 Pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 tidak menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasarkan pembuktian lebih lanjut mengenai adanya unsur kesalahan. 5 Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 tidak berlaku apabila pelaku usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut merupakan kesalahan konsumen. Dalam Pasal 20 yang berbunyi bahwa “Pelaku usaha periklanan bertanggung jawab atas iklan yang diproduksi dan segala akibat yang ditimbulkan oleh iklan tersebut”. Selain itu, tanggung gugat juga diberlakukan bagi importir barang atau jasa sebagai pembuat barang yang diimpor atau sebagai penyedia jasa asing jika importisasi barang atau 144 Ibid. 145 Republik Indonesia, Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, Pasal 19. Universitas Sumatera Utara penyediaan jasa asing tersebut tidak dilakukan oleh agen atau perwakilan produsen luar negeri atau perwakilan penyedia jasa asing Pasal 21. 146 Pasal 22 menegaskan bahwa pembuktian terhadap ada tidaknya unsur kesalahan dalam kasus pidana merupakan beban dan tanggung jawab pelaku usaha tanpa menutup kemungkinan bagi jaksa untuk melakukan pembuktian. 147 Pasal 24 : Menurut Pasal 23, Pelaku usaha yang menolak danatau tidak memberi tanggapan danatau tidak memenuhi ganti rugi atas tuntutan konsumen dapat digugat melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen atau mengajukan ke badan peradilan di tempat kedudukan konsumen. 148 1 Pelaku usaha yang menjual barang danatau jasa kepada pelaku usaha lain bertanggung jawab atas tuntutan ganti rugi danatau gugatan konsumen apabila : a. Pelaku usaha lain menjual kepada konsumen tanpa melakukan perubahan apa pun atas barang danatau jasa tersebut ; b. Pelaku usaha lain, di dalam transaksi jual beli tidak mengetahui adanya perubahan barang danatau jasa yang dilakukan oleh pelaku usaha atau tidak sesuai dengan contoh, mutu, dan komposisi. 2 Pelaku usaha sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dibebaskan dari tanggung jawab atas tuntutan ganti rugi danatau gugatan konsumen apabila pelaku usaha lain yang membeli barang danatau jasa menjual kembali kepada konsumen dengan melakukan perubahan atas barang danatau jasa tersebut. Pasal 25 : 149 1 Pelaku usaha yang memproduksi barang yang pemanfaatannya berkelanjutan dalam batas waktu sekurang-kurangnya 1 satu tahun wajib menyediakan suku cadang danatau fasilitas purnajual dan wajib memenuhi jaminan atau garansi sesuai dengan yang diperjanjikan. 146 Celina Tri Siwi Kristiyanti, Op. Cit., hal. 107. 147 Ibid., hal. 109. 148 Republik Indonesia, Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, Pasal 24. 149 Republik Indonesia, Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, Pasal 25. Universitas Sumatera Utara 2 Pelaku usaha sebagaimana dimaksud pada ayat 1 bertanggung jawab atas tuntutan ganti rugi danatau gugatan konsumen apabila pelaku usaha tersebut : a. Tidak menyediakan atau lalai menyediakan suku cadang danatau fasilitas perbaikan ; b. Tidak memenuhi atau gagal memenuhi jaminan danatau garansi yang diperjanjikan. Pada pasal 26 diatur bahwa pelaku usaha yang memperdagangkan jasa wajib memenuhi jaminan danatau garansi yang disepakati danatau yang diperjanjikan. Dalam Pasal 27 diatur mengenai hal-hal yang membebaskan pelaku usaha dari tanggung jawab yang diderita konsumen apabila : 150 a. Barang tersebut terbukti seharusnya tidak diedarkan atau tidak dimaksudkan untuk diedarkan ; b. Cacat barang timbul pada kemudian hari ; c. Cacat timbul akibat ditaatinya ketentuan mengenai kualifikasi barang ; d. Kelalaian yang diakibatkan oleh konsumen ; e. Lewatnya jangka waktu penuntutan 4 empat tahun sejak barang dibeli atau lewatnya jangka waktu yang diperjanjikan. Dalam Pasal 28 dinyatakan bahwa “Pembuktian terhadap ada tidaknya unsur kesalahan dalam gugatan ganti rugi merupakan beban dan tanggung jawab pelaku usaha.” Hal ini berarti berlaku sistem pembuktian terbalik, baik dalam perkara pidana maupun perkara perdata, sesuatu yang menyimpang dari hukum acara biasa. 151 2. Pertanggungjawaban Publik Pidana Produsen sebagai pelaku usaha mempunyai tugas dan kewajiban untuk ikut serta menciptakan dan menjaga iklim usaha yang sehat yang menunjang bagi pembangunan perekonomian nasional secara keseluruhan. Kepada produsen dibebankan tanggung jawab atas pelaksanaan tugas dan kewajiban itu, yaitu melalui penerapan norma-norma hukum, kepatutan, dan menjunjung tinggi kebiasaan yang berlaku di kalangan dunia usaha. 150 Republik Indonesia, Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, Pasal 27. 151 Celina Tri Siwi Kristiyanti, Op. Cit., hal. 107. Universitas Sumatera Utara Kewajiban pelaku usaha untuk senantiasa beritikad baik dalam melakukan kegiatannya sebagaimana yang tertuang dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen Pasal 7 Angka 1, berarti bahwa pelaku usaha ikut bertanggung jawab untuk menciptakan iklim yang sehat dalam berusaha demi menunjang pembangunan nasional. Hal ini merupakan tanggung jawab publik yang dibebankan kepada seorang pelaku usaha. Atas setiap pelanggaran yang dilakukan oleh produsen maka kepadanya dikenakan sanksi-sanksi hukum, baik sanksi administratif maupun sanksi pidana. Beberapa perbuatan yang bertentangan dengan tujuan untuk menciptakan iklim usaha yang sehat dapat dikategorikan sebagai perbuatan kejahatan. Bentuk pertanggungjawaban administratif yang dapat dituntut dari produsen sebagai pelaku usaha diatur dalam Pasal 60 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yaitu pembayaran ganti kerugian paling banyak Rp. 200.000.000,00 dua ratus juta rupiah, terhadap pelanggaran atas ketentuan tentang : a. Kelalaian membayar ganti rugi kepada konsumen Pasal 19 ayat 2 dan 3; b. Periklanan yang tidak memenuhi syarat Pasal 20 ; c. Kelalaian dalam menyediakan suku cadang Pasal 25 ; d. Kelalaian memenuhi garansi jaminan yang dijanjikan. Di samping itu, pertanggungjawaban pidana yang dibebankan kepada produsen, baik pelaku usaha yang bersangkutan maupun pengurusnya jika produsen berbentuk badan usaha, adalah : 152 a. Pidana penjara paling lama lima tahun atau denda paling banyak Rp.2.000.000.000,00 dua miliar rupiah atas pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 13 ayat 2, Pasal 15, Pasal 17 ayat 1 huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf e, ayat 2, dan Pasal 18. b. Pidana penjara paling lama dua tahun atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 lima ratus juta rupiah, terhadap pelanggaran atas ketentuan Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13 ayat 1, Pasal 14, Pasal 16, dan Pasal 17 ayat 1 huruf d dan huruf f. 152 Janus Sidabalok, Op. Cit., hal. 94-95. Universitas Sumatera Utara c. Tindakan pelaku usaha yang mengakibatkan luka berat, sakit berat, cacat tetap, atau kematian, diberlakukan ketentuan pidana yang berlaku, yaitu KUH Pidana dan perundang-undangan lainnya. d. Terhadap sanksi pidana di atas dapat dikenakan hukuman tambahan berupa tindakan : 1 Perampasan barang tertentu ; 2 Pengumuman keputusan hakim ; 3 Pembayaran ganti rugi ; 4 Perintah penghentian kegiatan tertentu yang menyebabkan timbulnya kerugian konsumen ; 5 Kewajiban menarik barang dari peredaran ; 6 Pencabutan izin usaha. Yang termasuk tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun : 153 a. Pasal 8 Undang-Undang Perlindungan Konsumen : memproduksi danatau memperdagangkan barang danatau jasa yang : 1 Tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang disyaratkan. 2 Tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau netto, dan jumlah hitungan sebagaimana dinyatakan dalam label atau etiket barang tersebut. 3 Tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan, dan jumlah menurut ukuran yang sebenarnya. 4 Tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan, atau kemanjuran barang sebagaimana dicantumkan di dalam label, etiket, atau keterangan barang danatau jasa tersebut. 5 Tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahan, gaya, mode, atau penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam label atau keterangan barang danatau jasa tersebut. 6 Tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan, atau promosi penjualan barang danatau jasa tersebut. 7 Tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa atau jangka waktu penggunaanpemanfaatan yang paling baik atas barang tertentu. 8 Tidak mengikuti ketentuan produksi secara halal sebagaimana dengan pernyataan halal yang dicantumkan pada label. 9 Tidak memasang label atau memuat penjelasan barang yang memuat nama barang, ukuran, beratisi bersih atau netto, komposisi, aturan pakai, tanggal pembuatan, akibat sampingan, 153 Ibid., hal. 164-166. Universitas Sumatera Utara nama dan alamat pelaku usaha, serta ketentuan lain untuk penggunaan menurut ketentuan harus dipasangdibuat. 10 Tidak mencantumkan informasi dan atau petunjuk penggunaan dalam bahasa Indonesia sesuai dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku. b. Pasal 9 Undang-Undang Perlindungan Konsumen : menawarkan, mempromosikan, mengiklankan suatu barang danatau jasa secara tidak benar, memperdagangkannya atau melanjutkan penawaran, promosi, dan pengiklanan dari barang tersebut. c. Pasal 10 Undang-Undang Perlindungan Konsumen : menawarkan, mempromosikan, mengiklankan atau membuat pernyataan yang tidak benar atau menyesatkan tentang harga atau tarif, kegunaan, kondisi, tanggungan, jaminan, hak atau ganti rugi, tawaran potongan harga atau hadiah menarik, serta bahaya penggunaan dari barang danatau jasa. d. Pasal 13 ayat 2 Undang-Undang Perlindungan Konsumen : menawarkan, mempromosikan atau mengiklankan obat, obat tradisional, suplemen makanan, alat kesehatan dan jasa pelayanan kesehatan dengan cara menjanjikan pemberian hadiah berupa bangsa danatau jasa lain. e. Pasal 15 Undang-Undang Perlindungan Konsumen : melakukan cara pemaksaan atau cara lain yang dapat menimbulkan gangguan, baik fisik maupun psikis kepada konsumen pada waktu menawarkan barang danatau jasa. f. Pasal 17 ayat 1 Undang-Undang Perlindungan Konsumen : melarang membuat iklan yang : 1 Mengelabui konsumen mengenai kualitas, kuantitas, bahan, kegunaan dan harga barang danatau jasa, serta ketepatan waktu penerimaan huruf a. 2 Mengelabui jaminangaransi terhadap barang danatau jasa huruf b. 3 Memuat informasi yang keliru, salah, atau tidak tepat huruf c. 4 Mengeksploitasi kejadian danatau seseorang tanpa izin yang berwenang atau persetujuan yang bersangkutan huruf e. g. Pasal 17 ayat 2 Undang-Undang Perlindungan Konsumen : melanjutkan peredaran iklan yang dilarang di atas. h. Pasal 18 Undang-Undang Perlindungan Konsumen : melanggar ketentuan undang-undang tentang pencantuman klausula baku dalam perdagangan barang danatau jasa. Universitas Sumatera Utara Yang termasuk tindak pidana yang diancam pidana penjara paling lama dua tahun : 154 a. Pasal 11 Undang-Undang Perlindungan Konsumen : mengelabui atau menyesatkan konsumen tentang mutu, kualitas, serta harga atau tariff pada penjualan dengan cara obral atau lelang. b. Pasal 12 Undang-Undang Perlindungan Konsumen : menawarkan, mempromosikan, atau mengiklankan suatu barang danatau jasa dengan harga atau tarif khusus dalam waktu dan jumlah tertentu, tetapi tidak dipenuhi dengan tepat. c. Pasal 13 ayat 1 Undang-Undang Perlindungan Konsumen : menawarkan, mempromosikan, atau mengiklankan suatu barang danatau jasa dengan cara menjanjikan pemberian hadiah, tetapi akhirnya tidak memberikannya. d. Pasal 14 Undang-Undang Perlindungan Konsumen : tidak melakukan penarikan hadiah setelah batas waktu yang diperjanjikan, mengumumkan hasilnya tidak melalui media massa, memberikan hadiah tidak sesuai dengan yang dijanjikan, serta mengganti hadiah yang tidak setara dengan hadiah yang dijanjikan, dalam hal ada penawaran untuk memberikan hadiah melalui undian. e. Pasal 16 Undang-Undang Perlindungan Konsumen : dalam menawarkan barang danatau jasa melalui pesanan, pelaku usaha tidak menepati pesanan danatau kesepakatan penyelesaian sesuai dengan yang dijanjikan, tidak menepati janji atas suatu pelayanan danatau prestasi. f. Pasal 17 ayat 1 huruf d Undang-Undang Perlindungan Konsumen : memproduksi iklan yang tidak memuat informasi mengenai risiko pemakaian barang danatau jasa. g. Pasal 17 ayat 1 huruf f Undang-Undang Perlindungan Konsumen : memproduksi iklan yang melanggar etika danatau ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai periklanan. 154 Ibid., hal. 167. Universitas Sumatera Utara BAB IV TANGGUNG JAWAB HUKUM PT. INDOCARE PACIFIC CABANG MEDAN TERHADAP KONSUMEN BARANG ECOCARE YANG MEMILIKI CACAT PRODUK DITINJAU DARI UU NO. 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN A. Pengaturan dan Bentuk-Bentuk Cacat Produk yang Terdapat pada Produk Ecocare Pengaturan mengenai cacat produk dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen No. 8 Tahun 1999 Pasal 8 ayat 2 yaitu larangan bagi pelaku usaha yang bunyinya sebagai berikut : “Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang yang rusak, cacat atau bekas, dan tercemar tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar atas barang dimaksud”. 155 Suatu produk dikatakan cacat karena tidak memenuhi suatu standar mutu tertentu. Produk yang digunakan atau dikonsumsi oleh konsumen harus memenuhi standar yang ditetapkan oleh pemerintah, sehingga konsumen akan merasa terlindungi. Oleh karena itu, untuk mengawasi kualitasmutu barang, diperlukan adanya standardisasi mutu barang. Menyadari peranan standardisasi yang penting, pemerintah dengan Keputusan Presiden No. 20 Tahun 1984 yang disempurnakan Keputusan Presiden No. 7 Tahun 1989 membentuk Dewan Standardisasi Nasional. Namun, pengertian mengenai cacat produk itu sendiri tidak dijelaskan dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen No. 8 Tahun 1999. 156 155 Republik Indonesia, Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, Pasal 8, Ayat 2. 156 Ahmadi Miru, Op. Cit., hal. 198. Universitas Sumatera Utara Untuk lebih menjamin produk, yang diperlukan bukan hanya dipenuhinya spesifikasi dan pembubuhan tanda SNI, tapi masih perlu dilakukan pengawasan oleh Departemen Perdagangan terhadap produk yang telah memenuhi spesifikasi SNI yang beredar di pasaran. 157 Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 102 Tahun 2000 tentang Standardisasi Nasional Pasal 1 Angka 3, yang dimaksud dengan Standar Nasional Indonesia SNI adalah “standar yang ditetapkan oleh Badan Standarisasi Nasional dan berlaku secara nasional”. 158 Selain itu, pada Pasal 1 Angka 13 disebutkan pengertian tanda SNI adalah “tanda sertifikasi yang dibubuhkan pada barang kemasan atau label yang menyatakan telah terpenuhinya persyaratan Standar Nasional Indonesia”. 159 Dalam Pasal 3 Peraturan Pemerintah No. 102 Tahun 2000 tentang Standardisasi Nasional, dijelaskan tujuan standardisasi nasional untuk : 160 1. Meningkatkan perlindungan kepada konsumen, pelaku usaha, tenaga kerja, dan masyarakat lainnya baik untuk keselamatan, keamanan, kesehatan maupun pelestarian fungsi lingkungan hidup ; 2. Membantu kelancaran perdagangan ; 3. Mewujudkan persaingan usaha yang sehat dalam perdagangan. 157 Ibid., hal. 199. 158 Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah RI Nomor 102 Tahun 2000 Tentang Standardisasi Nasional, Pasal 1, Angka 3. 159 Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah RI Nomor 102 Tahun 2000 Tentang Standardisasi Nasional, Pasal 1, Angka 13. 160 Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah RI Nomor 102 Tahun 2000 Tentang Standardisasi Nasional, Pasal 3. Universitas Sumatera Utara Sementara itu, dalam Pasal 3 Undang-Undang No. 20 Tahun 2014 tentang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian, menjelaskan tujuan standardisasi dan penilaian kesesuaian sebagai berikut : 161 1. Meningkatkan jaminan mutu, efisiensi produksi, daya saing nasional, persaingan usaha yang sehat dantransparan dalam perdagangan, kepastian usaha, dan kemampuan pelaku usaha, serta kemampuaninovasi teknologi; 2. Meningkatkan perlindungan kepada konsumen, pelaku usaha, tenaga kerja, dan masyarakat lainnya,serta negara, baik dari aspek keselamatan, keamanan, kesehatan, maupun pelestarian fungsi lingkunganhidup; dan 3. Meningkatkan kepastian, kelancaran, dan efisiensi transaksi perdagangan barang danatau Jasa di dalamnegeri dan luar negeri. Beberapa sarjana mencoba memberikan definisi cacat produk. Salah satunya Emma Suratman yang menjelaskan bahwa : 162 Pada dasarnya, suatu produk dapat disebut cacat tidak dapat memenuhi tujuan pembuatannya karena : “produk cacat itu adalah setiap produk yang tidak dapat memenuhi tujuan pembuatannya baik karena kesengajaan atau kealpaan dalam proses produksinya maupun disebabkan hal-hal lain yang terjadi dalam peredarannya, atau tidak menyediakan syarat-syarat keamanan bagi manusia atau harta benda mereka dalam penggunaannya, sebagaimana diharapkan orang”. 163 1. Cacat produk atau manufaktur ; 2. Cacat desain ; 3. Cacat peringatan atau cacat instruksi. 161 Republik Indonesia, Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2014 Tentang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian, Pasal 3. 162 Az. Nasution, Op. Cit., hal. 248. 163 Ibid., hal. 249. Universitas Sumatera Utara Menurut Az. Nasution, yang dimaksud cacat produk adalah : 164 Sementara itu, cacat peringatan atau instruksi adalah cacat produk karena tidak dilengkapi dengan peringatan-peringatan tertentu atau instruksi penggunaan tertentu. Misalnya, peringatan produk harus disimpan pada suhu kamar, dsb. Produk yang tidak memuat peringatan atau instruksi tertentu termasuk produk cacat yang tanggung jawabnya secara tegas dibebankan pada produsen dari produk bersangkutan serta pelaku usaha lainnya, seperti importir produk, distributor atau pedagang pengecernya. “keadaan produk yang umumnya berada di bawah tingkat harapan konsumen atau cacat itu dapat membahayakan harta bendanya, kesehatan tubuh atau jiwa konsumen. Misalnya, setiap orang mengharapkan air minum dalam botol tidak berisi butir-butir pasir, tepung gandum tidak berisi potongan-potongan kecil besi, dll. Cacat desain juga dikategorikan ke dalam cacat produk sebab apabila desain produk itu dipenuhi sebagaimana mestinya, maka tidak akan timbul kejadian yang merugikan konsumen”. 165 Berdasarkan dari data yang didapat dari hasil wawancara,secara garis besar bentuk-bentuk cacat produk yang umumnya terjadi pada produk Ecocare adalah sebagai berikut : 166 1. Pada produk Eco LCD yaitu produk penyegar ruangan dengan sistem spray otomatis, sering terjadi cacat produk yang menyebabkan unit tidak bekerja dengan baik yang disebabkan karena sistem sensornya, sistem spray, baterai yang lemah, dll sehingga menyebabkan unit tidak bekerja dengan efektif tidak mengeluarkan pewangi secara otomatis. Cacat 164 Ibid. 165 Ibid., hal. 250. 166 Hasil wawancara dengan pihak PT. Indocare Pacific Cabang Medan pada tanggal 19 Februari 2016. Universitas Sumatera Utara produk yang terjadi lainnya pada produk ini adalah ketika produk setelah dipastikan oleh teknisi PT. Indocare Pacific Cabang Medan telah terpasang dengan baik dan benar pada dinding, setelah beberapa saat kemudian, unit terjatuh dengan sendirinya. 2. Pada produk Eco Soap Dispenser yaitu unit pelepas sabun pencuci tangan, cacat produk yang pernah terjadi pada produk ini adalah per yang terdapat di dalam produk yang gunanya untuk mengeluarkan sabun pencuci tangan rupanya terlepas dari tempatnya atau per rusak sehingga produk tidak dapat mengeluarkan sabun. Cacat produk lainnya adalah kebocoran sabun yaitu sabun yang mengalir terus menerus tanpa henti. 3. Pada produk Ecocare Insect Killeryaitu unit pengusir lalat atau serangga. Cacat produk yang pernah terjadi pada produk ini adalah unit yang tidak bekerja dengan efektif disebabkan oleh beberapa masalah teknis sehingga masih banyak lalat atau serangga. 4. Pada seluruh produk Ecocare adanya keretakan yang terdapat pada unit. Secara garis besar, PT. Indocare Pacific Cabang Medan tidak membedakan antara cacat produk dan cacat tersembunyi. Yang dimaksud dengan cacat tersembunyi adalah cacat yang tidak kelihatan dengan mudah oleh seorang pembeli yang normal, bukannya seorang pembeli yang terlampau teliti sebab mungkin sekali orang yang sangat teliti akan menemukan cacat itu. 167 167 Janus Sidabalok, Op. Cit., hal. 77. Universitas Sumatera Utara Mengenai kewajiban penjual untuk menanggung cacat tersembunyi ditentukan dalam Pasal 1504 KUH Perdata bahwa : 168 Untuk cacat yang kelihatan, dianggap pembeli telah menerima adanya cacat itu sehingga penjual tidak diwajibkan menanggung akibat dari adanya cacat tersebut. Sehubungan dengan cacat tersembunyi, pembeli dapat mengembalikan barang dan menuntut pengembalian sebagian dari harganya yang sudah dibayarkannya. Jika si penjual telah mengetahui adanya cacat tersembunyi itu, selain ia diwajibkan mengembalikan harga pembelian yang telah diterimanya, juga ia diwajibkan mengganti semua kerugian yang diderita oleh si pembeli sebagai akibat cacatnya barang yang dibelinya Pasal 1507 dan Pasal 1508 KUH Perdata. “Penjual diwajibkan menanggung cacat-cacat tersembunyi pada barang yang dijualnya, yang menyebabkan barang tersebut tidak dapat dipakai untuk keperluan yang dimaksudkan atau cacat yang mengurangi pemakaian itu, sehingga seandainya si pembeli mengetahui adanya cacat- cacat tersebut, ia sama sekali tidak akan membelinya atau membeli dengan harga kurang”. 169 Pada Pasal 1509 KUH Perdata menerangkan bahwa : “Jika si penjual tidak mengetahui adanya cacat-cacat itu, ia hanya diwajibkan untuk mengembalikan harga pembelian dan mengganti biaya yang telah dikeluarkan oleh pembeli untuk menyelenggarakan pembelian dan penyerahan yang telah dikeluarkan oleh si pembeli”. 170 168 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Pasal 1504. 169 Janus Sidabalok, Loc. Cit. 170 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Pasal 1509. Universitas Sumatera Utara B. Tanggung Jawab Hukum PT. Indocare Pacific Cabang Medan Terhadap Konsumen Barang Ecocare yang Memiliki Cacat Produk Produsen pelaku usaha merupakan salah satu konsumen yang turut bertanggung jawab dalam mengusahakan tercapainya kesejahteraan rakyat. Dunia usaha harus mampu menghasilkan berbagai barang dan atau jasa yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat banyak dengan pemastian terhadap mutu, jumlah yang mencukupi, serta keamanan pada pemakai barang dan atau jasa yang diedarkan ke pasar. Demi mencapai tujuan tersebut, maka di dalam berbagai peraturan perundang-undangan diatur hak dan kewajiban serta hal-hal yang menjadi tanggung jawab produsen. Pengaturan tentang hak, kewajiban, dan larangan itu dimaksudkan untuk menciptakan hubungan yang sehat antara produsen dan konsumennya, sekaligus menciptakan iklim berusaha yang kondusif bagi perkembangan usaha dan perekonomian pada umumnya. 171 Menurut Pasal 6 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yang menjadi hak-hak dari produsen pelaku usaha adalah sebagai berikut : 172 a. Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan atau jasa yang diperdagangkan ; b. Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik ; c. Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen ; d. Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan atau jasa yang diperdagangkan ; e. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan perundang-undangan lainnya. 171 Janus Sidabalok, Op. Cit., hal. 83. 172 Republik Indonesia, Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, Pasal 6. Universitas Sumatera Utara Menurut Pasal 7 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, kewajiban produsen pelaku usaha adalah : 173 a. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya ; b. Memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang danatau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan, dan pemeliharaan ; c. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif ; d. Menjamin mutu barang danatau jasa yang diproduksi danatau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang danatau jasa yang berlaku ; e. Memberikan kesempatan kepada konsumen untuk menguji danatau mencoba barang danatau jasa tertentu serta memberi jaminan danatau garansi atas barang yang dibuat danatau yang diperdagangkan ; f. Memberi kompensasi, ganti rugi, danatau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang danatau jasa yang diperdagangkan ; g. Memberikan kompensasi, ganti rugi, danatau penggantian apabila barang danatau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian. Jika dibandingkan dengan hak dan kewajiban konsumen sebagaiman yang diatur di dalam Pasal 4 dan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, tampak bahwa hak dan kewajiban produsen bertimbal- balik dengan hak dan kewajiban konsumen. Artinya, apa yang menjadi hak dari konsumen merupakan kewajiban produsen untuk memenuhinya, dan sebaliknya apa yang menjadi hak produsen adalah kewajiban konsumen. 174 Jika dibandingkan dengan hak dan kewajiban penjual dalam jual beli menurut KUH Perdata sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1474 dan seterusnya, tampak bahwa ketentuan KUH Perdata itu lebih sempit daripada ketentuan 173 Republik Indonesia, Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, Pasal 7. 174 Janus Sidabalok, Op. Cit., hal. 85. Universitas Sumatera Utara Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Hal ini disebabkan karena Undang- Undang Perlindungan Konsumen memandang produsenpelaku usaha lebih dari sekedar penjual. 175 Sebagai kewajiban hukum, maka produsen harus memenuhinya dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab. Jika produsen bersalah tidak memenuhi kewajibannya, maka hal ini dapat dijadikan alasan untuk menuntut produsen secara hukum untuk mengganti segala kerugian yang timbul sehubungan dengan tidak dipenuhinya kewajiban itu. Artinya, produsen harus bertanggung jawab secara hukum atas kesalahan atau kelalaiannya dalam menjalankan kewajibannya itu. 176 Masalah tanggung jawab selain berkaitan dengan hak dan kewajiban, juga berkaitan dengan larangan. Pelanggaran yang dilakukan akan menimbulkan tanggung jawab. Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 diatur larangan- larangan untuk pelaku usaha sebagai berikut : 177 a. Larangan sehubungan dengan berproduksi dan memperdagangkan barang dan jasa Pasal 8. b. Larangan sehubungan dengan memasarkan Pasal 9-16. c. Larangan yang secara khusus ditujukan kepada pelaku periklanan Pasal 17. d. Larangan sehubungan dengan penggunaan klausula baku Pasal 18. 175 Ibid. 176 Ibid. 177 Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Op. Cit., hal. 63. Universitas Sumatera Utara Dari segi pertanggungjawaban, produsen dibebani dua jenis pertanggungjawaban, yaitu : 178 a. Pertanggungjawaban publik Pertanggungjawaban publik terbagi atas 2 macam, yaitu : 1 Pertanggungjawaban administratif Pasal 60 2 Pertanggungjawaban pidana Pasal 61-Pasal 63 b. Pertanggungjawaban privat perdata Pertanggungjawaban privat diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen Pasal 19-Pasal 28. Oleh karena istilah pelaku usaha dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen meliputi berbagai bentukjenis usaha, maka ditentukan urutan-urutan yang seharusnya digugat oleh konsumen manakala dirugikan oleh pelaku usaha. Urutan-urutan tersebut adalah sebagai berikut: 179 a. Yang pertama digugat adalah pelaku usaha yang membuat produk tersebut jika berdomisili di dalam negeri dan domisilinya diketahui oleh konsumen yang dirugikan. b. Apabila produk yang merugikan konsumen tersebut diproduksi di luar negeri, maka yang digugat adalah importirnya, karena Undang-Undang Perlindungan Konsumen tidak mencakup pelaku usaha di luar negeri. c. Apabila produsen maupun importer dari suatu produk tidak diketahui, maka yang digugat adalah penjual dari siapa konsumen membeli barang tersebut. Urutan-urutan di atas hanya diberlakukan jika suatu produk mengalami cacat pada saat diproduksi, karena kemungkinan barang mengalami cacat pada saat sudah berada di luar kontrol atau di luar kesalahan produsen yang memproduksi produk tersebut. 180 178 Janus Sidabalok, Op. Cit., hal. 93. 179 Ahmadi Miru, Op. Cit., hal. 23. 180 Ibid., hal. 24. Universitas Sumatera Utara Sehubungan dengan cacat produk, muncul suatu prinsip tanggung jawab yang disebut tanggung jawab produk cacat product liability. Tanggung jawab produk, barang danatau jasa meletakkan beban tanggung jawab produk itu kepada pelaku usaha pembuat produk produsen. Kerugian yang diderita seorang pemakai produk cacat atau membahayakannya, juga bukan pemakai yang turut menjadi korban, merupakan tanggung jawab mutlak dari produsen. Dengan penerapan tanggung jawab ini, pelaku usaha pembuat produk, dianggap bersalah atas terjadinya kerugian pada konsumen pemakai produk itu, kecuali apabila ia dapat membuktikan sebaliknya. Tanggung jawab produk ini merupakan perluasan dari tanggung jawab perbuatan melawan hukum. 181 Tanggung jawab PT. Indocare Pacific Cabang Medan terhadap konsumen barang Ecocare yang memiliki cacat produk menerapkan prinsip tanggung jawab produk product liability. Apabila memang benar Produk Ecocare yang memiliki cacat produk karena kesalahan dari pihak PT. Indocare Pacific Cabang Medan, maka PT. Indocare Pacific Cabang Medan memberikan ganti kerugian sesuai dengan Pasal 19 ayat 2 Undang-Undang Perlindungan Konsumen, yaitu : 182 a. Pengembalian uang ; b. Penggantian barang danatau jasa sejenis atau setara nilainya ; c. Perawatan kesehatan ; d. Pemberian santunan, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan yang berlaku. Berdasarkan hasil wawancara yang telah didapatkan, bentuk ganti kerugian yang umumnya diterapkan PT. Indocare Pacific Cabang Medan terhadap 181 Az. Nasution, Op. Cit., hal. 247. 182 Republik Indonesia, Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, Pasal 7. Universitas Sumatera Utara konsumen barang Ecocare yang memiliki cacat produk adalah berupa penggantian barang. Terhadap produk Eco LCD, yaitu produk penyegar ruangan dengan sistem spray otomatis, yang biasanya memiliki masalah dalam sistem sensornya, sistem spray, dan baterai lemah, teknisi PT. Indocare Pacific Cabang Medan akan mendatangi tempat dimana produk terpasang terlebih dahulu dan melakukan pengecekan serta perbaikan terhadap produk tersebut. Apabila setelah dilakukan pengecekan dan perbaikan oleh teknisi PT. Indocare Pacific Cabang Medan, produk telah berfungsi kembali dengan baik maka tidak akan dilakukan penggantian barang oleh PT. Indocare Pacific Cabang Medan. Demikian pula, pada produk Eco Soap Dispenser, yaitu unit pelepas sabun cuci tangan, yang umumnya memiliki masalah per yang terletak dalam produk sehingga unit tidak bekerja dengan efektif atau masalah kebocoran sabun. Terlebih dahulu dilakukan pengecekan ke tempat produk terpasang oleh teknisi PT. Indocare Pacific Cabang Medan dan dilakukan perbaikan seperti pemasangan per kembali pada tempatnya. Apabila produk telah berfungsi kembali dengan baik setelah dilakukan perbaikan oleh teknisi PT. Indocare Pacific Cabang Medan, maka produk tidak akan diganti dengan yang baru. Namun apabila terdapat cacat tersembunyi yang tak terlihat seperti tidak terdapat per dalam produk atau per dalam produk rusak sehingga tidak dapat diperbaiki oleh teknisi PT. Indocare Pacific Cabang Medan, maka dalam kasus seperti ini akan dilakukan penggantian barang baru yang sama jenisnya oleh PT. Indocare Pacific Cabang Medan. Hal ini dikarenakan pada PT. Indocare Pacific Cabang Medan belum tersedia perlengkapan yang terdapat dalam produk. Universitas Sumatera Utara Prosedur yang demikian juga dilakukan terhadap produk-produk Ecocare lainnya yang memiliki masalah dalam pemakaian. Produk yang rusak atau yang memiliki cacat produk atau cacat tersembunyi dan tidak dapat diperbaiki oleh teknisi PT. Indocare Pacific Cabang Medan akan dikirim ke PT. Indocare Pacific Pusat di Jakarta sebagai bukti pengklaiman atas produk baru dan laporan kepada PT. Indocare Pacific Pusat. Sementara itu, bentuk pertanggungjawaban PT. Indocare Pacific Cabang Medan terhadap produk Ecocare yang memiliki keretakan biasanya berupa penggantian barang baru yang sama jenisnya. Sejauh ini, dari berdirinya PT. Indocare Pacific Cabang Medan sampai saat ini, belum ada kasus konsumen barang Ecocare yang menelan korban jiwa.

C. Upaya Penyelesaian Sengketa Terhadap Kerugian Konsumen Barang Ecocare yang Memiliki Cacat Produk

Dokumen yang terkait

Tanggung Jawab Apoteker Terhadap Konsumen Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

1 86 105

ASPEK YURIDIS PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP BARANG DAN ATAU JASA ( DITINJAU DARI UU NO.8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN )

1 5 90

Tanggung Jawab Pelaku Usaha Terhadap Penyampaian Informasi Periklanan Barang Produksinya Ditinjau dari Undang-Undang No.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

1 44 104

TANGGUNG GUGAT PERUSAHAAN JASA PENGIRIMAN BARANG TERHADAP KONSUMEN YANG KEHILANGAN BARANG DITINJAU DARI UU NO. 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN (Studi Kasus Di BPSK Kota Surabaya).

2 8 67

Tanggung Jawab Hukum PT. Indocare Pacific Cabang Medan Terhadap Konsumen Barang Ecocare yang Memiliki Cacat Produk Ditinjau dari UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

0 1 8

Tanggung Jawab Hukum PT. Indocare Pacific Cabang Medan Terhadap Konsumen Barang Ecocare yang Memiliki Cacat Produk Ditinjau dari UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

0 0 1

Tanggung Jawab Hukum PT. Indocare Pacific Cabang Medan Terhadap Konsumen Barang Ecocare yang Memiliki Cacat Produk Ditinjau dari UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

0 0 21

Tanggung Jawab Hukum PT. Indocare Pacific Cabang Medan Terhadap Konsumen Barang Ecocare yang Memiliki Cacat Produk Ditinjau dari UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

0 0 32

Tanggung Jawab Hukum PT. Indocare Pacific Cabang Medan Terhadap Konsumen Barang Ecocare yang Memiliki Cacat Produk Ditinjau dari UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

0 0 2

PELAKSANAAN TANGGUNG JAWAB PDAM TIRTA MOEDAL SEMARANG TERHADAP KONSUMEN DITINJAU DARI UU. NO. 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN - Unika Repository

0 0 13