BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada era globalisasi dan perdagangan bebas saat ini, banyak bermunculan berbagai macam produk barangpelayanan jasa yang dipasarkan kepada konsumen
di Tanah Air, baik melalui promosi, iklan, maupun penawaran secara langsung.
1
Permasalahan yang dihadapi konsumen Indonesia saat ini, seperti juga yang dialami konsumen di negara-negara lainnya, yaitu mengenai kesadaran
semua pihak, baik dari pelaku usaha, pemerintah maupun konsumen sendiri tentang pentingnya perlindungan konsumen. Pelaku usaha menyadari bahwa
mereka harus menghargai hak-hak konsumen dengan memproduksi barang dan jasa yang berkualitas, aman dimakandigunakan, mengikuti standar yang berlaku,
serta harga yang sesuai reasonable. Ini menyebabkan semakin banyaknya barang danatau jasa di pasaran.
Kondisi ini sebenarnya memberi keuntungan bagi konsumen karena kebutuhan konsumen akan barang danatau jasa yang diinginkan akan terpenuhi. Selain itu,
mereka juga dapat memilih barang danatau jasa sesuai dengan keinginan dan kemampuannya.
2
1
Happy Susanto, Hak-Hak Konsumen Jika Dirugikan, Jakarta:Transmedia Pustaka,2008, hal. 1.
2
Ibid.
Ada beberapa masalah atau kasus yang bermunculan dan mendapat perhatian di bidang perlindungan konsumen yaitu
Universitas Sumatera Utara
mengenai pelanggaran terhadap hak-hak konsumen yang dilakukan oleh pelaku usaha.
Pelanggaran terhadap hak-hak konsumen memberi dampak yang sangat negatif terhadap diri dan juga keselamatan konsumen. Pelanggaran tersebut
dipengaruhi beberapa faktor, antara lain faktor sikap pelaku usaha yang masih memandang konsumen sebagai pihak yang lemah. Konsumen dipandang sebagai
pihak yang dengan mudah dipengaruhi untuk memakai atau mengkonsumsi segala bentuk barang atau jasa yang ditawarkan, baik melalui iklan-iklan, atau bentuk
penawaran lainnya.
3
Secara umum, masalah-masalah yang sering dikeluhkan konsumen berkaitan dengan pelanggaran hak konsumen adalah sebagai berikut :
4
1. Keluhan terhadap keterlambatan pengiriman barang.
2. Barang yang dikirim sering kali berbeda dengan apa yang sudah
dipesan. 3.
Kualitas barang yang tidak bagus. 4.
Pelayanan barangjasa yang buruk. 5.
Manipulasi produk barangjasa yang ditawarkan dengan berbagai cara. Jika dicermati lebih lanjut, konsumen ternyata tidak hanya dihadapkan
pada persoalan lemahnya kesadaran dan ketidakmengertian pendidikan mereka terhadap hak-haknya sebagai konsumen. Hak-hak yang dimaksud, misalnya
bahwa konsumen tidak mendapatkan penjelasan tentang manfaat barang atau jasa yang dikonsumsi. Lebih dari itu, konsumen ternyata tidak memiliki bargaining
position posisi tawar yang berimbang dengan pihak pelaku usaha. Hal ini terlihat
3
Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Hukum Tentang Perlindungan Konsumen, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2003, hal. 1.
4
Happy Susanto, Op. Cit., hal. 12.
Universitas Sumatera Utara
sekali pada perjanjian baku yang siap untuk ditandatangani dan bentuk klausula baku atau ketentuan baku yang tidak informatif dan tidak bisa ditawar-tawar lagi.
5
Prinsip yang digunakan para pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan perekonomiannya adalah prinsip ekonomi, yaitu mendapatkan keuntungan
semaksimal mungkin dengan modal seminimal mungkin. Artinya, dengan pemikiran seperti ini, sangat mungkin pihak konsumen akan dirugikan, baik
secara langsung maupun tidak langsung.
6
Hukum Perlindungan Konsumen merupakan masalah yang menarik dan menjadi perhatian Pemerintah Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari peraturan
perundang-undangan yang mengatur hal ini, yaitu Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Perlindungan Konsumen
merupakan hal yang sangat perlu untuk terus dilakukan karena berkaitan dengan upaya mensejahterakan masyarakat dalam kaitan dengan semakin berkembangnya
transaksi perdagangan pada zaman modern saat ini. Perhatian mengenai perlindungan konsumen ini bukan hanya di Indonesia tetapi juga telah menjadi
perhatian dunia.
7
Dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Perlindungan Konsumen dirumuskan pengertian perlindungan konsumen sebagai berikut “segala upaya
yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada
5
Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Op. Cit., hal. 3.
6
Happy Susanto, Op. Cit., hal. 4.
7
M.Sadar, Moh. Taufik Makarao, dan Habloel Mawadi, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, Jakarta : Akademia, 2012, hal. 1.
Universitas Sumatera Utara
konsumen”.
8
Masalah perlindungan konsumen tanpa disadari sering ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Manusia sebagai salah satu subjek hukum juga sebagai
konsumen yang memakai barang danatau jasa yang tersedia dalam masyarakat. Hal ini dipertegas oleh Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen Pasal 1 angka 2 yang menyatakan : “Konsumen adalah setiap orang pemakai barang danatau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik
bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan”.
Akan tetapi, kehadiran Undang-Undang ini belum menyelesaikan segala masalah mengenai perlindungan konsumen secara tuntas.
9
Faktor yang memperparah masalah perlindungan konsumen yakni kurang mengertinya masyarakat umum sebagai konsumen terhadap hak-haknya. Banyak
konsumen yang belum mengetahui hak dan kewajibannya sebagai konsumen. Jika haknya diabaikan, konsumen tidak bisa berbuat apa-apa karena memang tidak
tahu dan tidak sadar. Ketika sadar, mereka justru tidak mengerti bagaimana tata cara atau prosedur pengaduan dan penuntutan atas hak-haknya yang
dilanggar.
10
Penjelasan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen secara umum mengatakan, “Pembangunan dan
Perlindungan terhadap konsumen dipandang secara material maupun formal makin terasa sangat penting.
8
Republik Indonesia, Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, Pasal 1, Angka 1.
9
Happy Susanto, Op.Cit., hal.1.
10
Ibid, hal. iii.
Universitas Sumatera Utara
perkembangan perekonomian umumnya dan khususnya di bidang perindustrian dan perdagangan nasional telah menghasilkan berbagai variasi barang danatau
jasa yang dapat dikonsumsi”.
11
Adanya undang-undang yang mengatur perlindungan konsumen tidak dimaksudkan untuk mematikan usaha para pelaku usaha. Undang-Undang
Perlindungan Konsumen justru bisa mendorong iklim usaha yang sehat serta mendorong lahirnya perusahaan yang tangguh dalam persaingan yang ada dengan
menyediakan barangjasa yang berkualitas.
12
Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, pengertian barang adalah “setiap benda baik berwujud maupun tidak
berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, dapat dihabiskan maupun tidak dapat dihabiskan, yang dapat untuk diperdagangkan, dipakai, dipergunakan, atau
dimanfaatkan oleh konsumen”.
13
Sedangkan pengertian produk adalah “semua benda bergerak atau tidak bergeraktetap”.
14
Penggunaan istilah produk mengandung makna yang sama dengan pengertian barang dalam Undang-Undang
Perlindungan Konsumen. Hal ini dapat dilihat dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen digunakan istilah barang sebagai pengganti istilah
produk sebagaimana yang sudah lazim digunakan.
15
11
M.Sadar, Moh. Taufik Makarao, dan Habloel Mawadi, Op. Cit., hal. 2.
12
Happy Susanto, Op.Cit., hal. 2.
13
Republik Indonesia, Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
14
Ahmadi Miru, Prinsip-Prinsip Perlindungan Hukum Bagi Konsumen di Indonesia, Jakarta : Rajawali Pers, 2013,hal. 24.
15
Ibid., hal.25.
Universitas Sumatera Utara
Dalam kehidupan sehari-hari pastinya ada orang yang membeli produk baik barang atau jasa. Tapi khususnya pada barang yang dibeli tidak ada jaminan
bahwa produk tersebut dalam kondisi yang baik atau cacat. Adakalanya barang yang dibeli memiliki cacat tersembunyi yang tidak terlihat oleh mata.
Cacat menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia dapat diartikan sebagai “kekurangan yang menyebabkan berkurangnya nilai atau mutunya kurang baik
atau kurang sempurna”.
16
Suatu produk dapat dikatakan cacat tidak dapat memenuhi tujuan pembuatannya karena :
17
1. Cacat produk atau manufaktur, dimana keadaan produk umumnya
berada di bawah tingkat harapan konsumen. Dapat pula cacat itu demikian rupa sehingga dapat membahayakan harta bendanya.
2. Cacat desain, dimana desain produk tidak dipenuhi sebagaimana
semestinya, sehingga merugikan konsumen. 3.
Cacat peringatan atau industri, dimana produk tidak dilengkapi dengan peringatan-peringatan tertentu atau instruksi penggunaan tertentu.
Jadi dapat disimpulkan pengertian produk cacat adalah setiap produk yang tidak dapat memenuhi tujuan pembuatannya baik karena kesengajaan atau
kealpaan dalam proses produksinya maupun disebabkan hal-hal lain yang terjadi dalam peredarannya, atau tidak menyediakan syarat-syarat keamanan bagi
manusia atau harta benda dalam penggunaannya, sebagaimana diharapkan orang.
18
16
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional Jakarta, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta : Pusat Bahasa, 2008, hal.249.
17
Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta: Sinar Grafika, 2009, hal. 103-104.
18
Az. Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta: Diadit Media, 2001, hal.248.
Barang cacat menurut sifat cacatnya dapat dibagi menjadi barang cacat yang kelihatan dan barang cacat yang tersembunyi.
Universitas Sumatera Utara
Barang cacat yang kelihatan seperti yang telah dijelaskan pada paragraf sebelumnya, sedangkan barang cacat tersembunyi memiliki arti barang cacat yang
tidak mudah dilihat oleh seorang pembeli yang terlampau teliti, sebab adalah mungkin sekali bahwa orang yang sangat teliti akan menemukan adanya cacat
tersebut.
19
PT. Indocare Pacific bergerak di bidang support services, terutama hygiene service di ruang toilet. PT. Indocare Pacific mengeluarkan produk yang
dinamakan Ecocare. Produk Ecocare terdiri dari rangkaian produk ruangan dan toilet hygiene system. Contoh beberapa produk Ecocare antara lain :
Dalam kaitan dengan penjelasan umum yang telah dikemukakan di halaman-halaman sebelumnya, untuk mempelajari lebih khusus tentang tanggung
jawab hukum pelaku usaha terhadap barang yang memiliki cacat produk, maka dipilihlah sebuah perusahaan yang bernama PT. Indocare Pacific Cabang Medan
untuk dipelajari secara mendalam.
20
1. Eco LCD yaitu produk penyegar ruangan dengan sistem spray otomatis.
2. Eco Soap Dispenser yaitu unit pelepas sabun pencuci tangan.
3. Eco Hand Dryer yaitu unit pengering tangan secara otomatis.
Karena kebanyakan produk Ecocare menggunakan sistem otomatis, adakalanya produk tidak bekerja sesuai dengan sistem tersebut. Bisa juga ketika
produk telah dipasang di tempat konsumen dan melewati pengecekan tidak
19
R. Subekti, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Jakarta : PT. Pradnya Paramita,2001.
20
PT. Indocare Pacific, diakses dari http:www.ecocare.co.id
, pada tanggal 1 Desember 2015 pukul 21.05
Universitas Sumatera Utara
terdapat masalah, namun setelah beberapa waktu digunakan konsumen, produk tersebut tidak bekerja sebagaimana mestinya. Berbagai kemungkinan masalah
lainnya yang dapat dialami oleh konsumen produk Ecocare, walaupun produk Ecocare diproduksi oleh pabrik, namun pengawasan dan pengecekan produk
dilakukan oleh manusia sehingga ada kemungkinan terjadi human error. Permasalahan yang dialami konsumen produk Ecocare pada umumnya
yaitu salah satu unit produk Ecocare yang dipakai konsumen rusak sehingga unit tersebut tidak bekerja dengan efektif. Berdasarkan keluhan pihak konsumen
produk Ecocare yang ada pada PT. Indocare Pacific Cabang Medan, beberapa permasalahan yang pernah dialami oleh konsumen, antara lain :
1. Produk Eco LCDyang menggunakan sistem spray otomatis tidak bekerja
dengan efektif dikarenakan baterai dalam produk lemah. 2.
Kebocoran sabun pada produk Eco Soap Dispenser. Suatu produk dikualifikasi mengandung kerusakan apabila produk itu
tidak memenuhi keamanan safety seseorang dengan mempertimbangkan aspek sebagai berikut :
21
1. Penampilan produk ;
2. Maksud penggunaan produk ;
3. Ketika produk ditempatkan di pasaran.
21
Celina Tri Siwi Kristiyanti, Op. Cit., hal. 102.
Universitas Sumatera Utara
Berkaitan dengan hal diatas, dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Pasal 19 ayat 1 menyatakan :
“Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, danatau kerugian konsumen akibat mengonsumsi barang
danatau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan”.
22
Berkaitan dengan barang yang memiliki cacat produk yang dapat diminta pertanggungjawaban pelaku usaha dapat dikategorikan sebagai berikut :
23
1. Kesalahan Produksi, dimana kesalahan yang meliputi kegagalan proses
produksi, pemasangan produk, kegagalan pada sarana inspeksi, serta produk-produk yang terbukti tidak aman dalam pemakaian normal.
2. Cacat desain, dimana terjadi cacat pada desain, komposisi atau konstruksi.
3. Informasi yang tidak memadai, meliputi pemberian label produk, cara
penggunaan, peringatan atas risiko tertentu atau hal lainnya yang dapat memberikan jaminan produk-produk tersebut dapat dipergunakan
sebagaimana yang dimaksudkan.
Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas, maka dianggap penting untuk mengangkat topik penulisan skripsi dengan judul :“Tanggung Jawab
Hukum PT. Indocare Pacific Cabang Medan Terhadap Konsumen Barang Ecocare yang Memiliki Cacat Produk Ditinjau dari UU No.8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen”.
22
Republik Indonesia, Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
23
Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2011, hal.160-161.
Universitas Sumatera Utara
B. Perumusan Masalah