Pengaturan Hukum Perlindungan Konsumen

dalam hubungan dan masalahnya dengan para penyedia barang danatau jasa konsumen. 69 Hukum konsumen dan hukum perlindungan konsumen adalah dua bidang hukum yang sulit dipisahkan dan ditarik batasnya. Pada dasarnya, hukum konsumen maupun hukum perlindungan konsumen membicarakan hal yang sama, yaitu kepentingan hukum hak-hak konsumen. Dimana materi pembahasannya meliputi bagaimana hak-hak konsumen itu diakui dan diatur di dalam hukum serta bagaimana ditegakkan di dalam praktik hidup bermasyarakat. Dengan demikian, hukum perlindungan konsumen atau hukum konsumen dapat diartikan sebagai keseluruhan peraturan hukum yang mengatur hak-hak dan kewajiban-kewajiban konsumen dan produsen yang timbul dalam usahanya untuk memenuhi kebutuhannya. 70 Dengan demikian, jika perlindungan konsumen diartikan sebagai segala upaya yang menjamin adanya kepastian pemenuhan hak-hak konsumen sebagai wujud perlindungan kepada konsumen, maka hukum perlindungan konsumen adalah hukum yang mengatur upaya-upaya untuk menjamin terwujudnya perlindungan hukum terhadap kepentingan konsumen. 71

2. Pengaturan Hukum Perlindungan Konsumen

Sebenarnya, sebelum Indonesia merdeka sudah ada beberapa peraturan yang berkaitan dengan perlindungan konsumen. Beberapa peraturan yang 69 Janus Sidabalok, Perlindungan Konsumen di Indonesia, Bandung : Citra Aditya Bakti : 2010, hal. 46. 70 Ibid. 71 Ibid., hal. 47. Universitas Sumatera Utara berkaitan dengan perlindungan konsumen pada zaman Hindia-Belanda, antara lain: 72 a. Reglement Industriele Eigendom, S. 1912-545, jo. S. 1913 Nomor 214, b. Loodwit Ordonnantie Ordonansi Timbal Karbonat, S. 1931 Nomor 28, c. Hinder Ordonnantie Ordonansi Gangguan, S. 1926-226 jo. S. 1927- 449, jo. S. 1940-14 dan 450, d. Tin Ordonnantie Ordonansi Timah Putih, S. 1931-509, e. Vuurwerk Ordonnantie Ordonansi Petasan, S. 1932-143, f. VerpakkingsOrdonnantie Ordonansi Kemasan, S. 1935 Nomor 161, g. Ordonanntie Op de Slacth Belasting Ordonansi Pajak Sembelih, S. 1936-671, h. Sterkwerkannde Geneesmiddelen Ordonnantie Ordonansi Obat Keras, S. 1937-641, i. Bedrijfsrelementerings Ordonanntie Ordonansi Penyaluran Perusahaan, S. 1938-86, j. Ijkodonnantie Ordonansi Tera, S.1949-175, k. Gevaarlijke Stoffen Ordonanntie Ordonansi Bahan-bahan Berbahaya, S. 1949-377, dan l. Pharmaceutische Stoffen Keurings Ordonanntie, S.1955-660. Selain itu, terdapat pula beberapa ketentuan yang memberikan perlindungan konsumen, yaitu : 73 a. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata KUH Perdata, khususnya Buku III tentang Perikatan. b. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang KUH Dagang, tentang pihak ketiga yang harus dilindungi, tentang perlindungan penumpangbarang muatan pada hukum maritim, dan sebagainya. c. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana KUH Pidana, tentang pemalsuan, penipuan, persaingan curang, pemalsuan merek, dan sebagainya. d. Dalam hukum adat, seperti prinsip kekerabatan yang kuat dari masyarakat adat yang tidak berorientasi pada konflik, yang memposisikan setiap warganya untuk saling menghormati sesamanya, prinsip terang pada pembuatan transaksi khususnya transaksi tanah yang mengharuskan hadirnya kepala adatkepala desa dalam transaksi tanah, dan prinsip adat lainnya. 72 Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Op. Cit., hal. 18. 73 Ibid., hal. 19. Universitas Sumatera Utara Pada dasarnya, Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen bukan merupakan awal dan akhir dari hukum yang mengatur tentang perlindungan konsumen, karena sampai dengan terbentuknya Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen telah ada beberapa Undang-Undang yang materinya melindungi kepentingan konsumen yang belum memiliki ketegasan dan kepastian hukum tentang hak-hak konsumen, antara lain : 74 a. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1961 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1961 tentang Barang, menjadi Undang-Undang ; b. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1966 tentang Hygiene ; c. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah ; d. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal ; e. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan ; f. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1987 tentang Kamar Dagang dan Industri ; g. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Agreement Establishing the World Trade Organization Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia ; h. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan ; i. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1997 tentang Paten ; j. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1997 tentang Merek ; k. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1997 tentang Penyiaran ; l. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan ; m. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas ; n. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil ; o. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan ; 74 Ibid., hal. 20 Universitas Sumatera Utara p. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup ; q. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan ; r. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan ; s. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian ; t. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1997 tentang Hak Cipta ; Selain itu, masih terdapat sejumlah perangkat hukum lain yang dapat dijadikan sebagai sumber atau dasar hukum perlindungan konsumen, yaitu : 75 a. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 57 Tahun 2001 Tanggal 21 Juni 2001 tentang Badan Perlindungan Konsumen Nasional. b. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2001 Tanggal 21 Juli 2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen. c. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 59 Tahun 2001 Tanggal 21 Juli 2001 tentang Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat. d. Keputusan Presiden Rakyat Indonesia Nomor 90 Tahun 2001 Tanggal 21 Juli 2001 tentang Pembentukan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Pemerintah Kota Medan, Kota Palembang, Kota Jakarta Pusat, Kota Jakarta Barat, Kota Bandung, Kota Semarang, Kota Yogyakarta, Kota Surabaya, Kota Malang, dan Kota Makassar. e. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia Nomor 301MPPKEP102001 tentang Pengangkatan, Pemberhentian Anggota dan Sekretariat Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen. f. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia Nomor 302MPPKEP102001 tentang Pendaftaran Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat. g. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia Nomor 418MPPKEP42002 Tanggal 30 April 2002 tentang Pembentukan Tim Penyeleksi Calon Anggota Badan Perlindungan Konsumen. h. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia Nomor 480MPPKEP62002 Tanggal 13 Juni 2002 tentang Perubahan Atas Keputusan Menteri Perindustrian dan 75 Happy Susanto, Op. Cit., hal. 20. Universitas Sumatera Utara Perdagangan Nomor 302MPPKEP102001 tentang Pendaftaran Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat. i. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia Nomor 605MPPKEP82002 tentang Pengangkatan Anggota Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen pada pemerintah Kota Makassar, Kota Palembang, Kota Surabaya, Kota Bandung, Kota Semarang, Kota Yogyakarta, dan Kota Medan. Perkembangan di bidang perlindungan konsumen baru terjadi setelah lahirnya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang disahkan dan diundangkan pada 20 April 1999. Undang-Undang ini masih memerlukan waktu satu tahun untuk berlaku efektif. Undang-Undang ini merupakan hasil dari hak inisiatif Dewan Perwakilan Rakyat DPR dimana hak itu tidak pernah digunakan sejak Orde Baru berkuasa pada 1966. 76

3. Hak dan Kewajiban Konsumen dan Pelaku Usaha

Dokumen yang terkait

Tanggung Jawab Apoteker Terhadap Konsumen Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

1 86 105

ASPEK YURIDIS PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP BARANG DAN ATAU JASA ( DITINJAU DARI UU NO.8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN )

1 5 90

Tanggung Jawab Pelaku Usaha Terhadap Penyampaian Informasi Periklanan Barang Produksinya Ditinjau dari Undang-Undang No.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

1 44 104

TANGGUNG GUGAT PERUSAHAAN JASA PENGIRIMAN BARANG TERHADAP KONSUMEN YANG KEHILANGAN BARANG DITINJAU DARI UU NO. 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN (Studi Kasus Di BPSK Kota Surabaya).

2 8 67

Tanggung Jawab Hukum PT. Indocare Pacific Cabang Medan Terhadap Konsumen Barang Ecocare yang Memiliki Cacat Produk Ditinjau dari UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

0 1 8

Tanggung Jawab Hukum PT. Indocare Pacific Cabang Medan Terhadap Konsumen Barang Ecocare yang Memiliki Cacat Produk Ditinjau dari UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

0 0 1

Tanggung Jawab Hukum PT. Indocare Pacific Cabang Medan Terhadap Konsumen Barang Ecocare yang Memiliki Cacat Produk Ditinjau dari UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

0 0 21

Tanggung Jawab Hukum PT. Indocare Pacific Cabang Medan Terhadap Konsumen Barang Ecocare yang Memiliki Cacat Produk Ditinjau dari UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

0 0 32

Tanggung Jawab Hukum PT. Indocare Pacific Cabang Medan Terhadap Konsumen Barang Ecocare yang Memiliki Cacat Produk Ditinjau dari UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

0 0 2

PELAKSANAAN TANGGUNG JAWAB PDAM TIRTA MOEDAL SEMARANG TERHADAP KONSUMEN DITINJAU DARI UU. NO. 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN - Unika Repository

0 0 13