Perdagangan Nomor 302MPPKEP102001 tentang Pendaftaran Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat.
i. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik
Indonesia Nomor 605MPPKEP82002 tentang Pengangkatan Anggota Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen pada pemerintah
Kota Makassar, Kota Palembang, Kota Surabaya, Kota Bandung, Kota Semarang, Kota Yogyakarta, dan Kota Medan.
Perkembangan di bidang perlindungan konsumen baru terjadi setelah lahirnya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
yang disahkan dan diundangkan pada 20 April 1999. Undang-Undang ini masih memerlukan waktu satu tahun untuk berlaku efektif. Undang-Undang ini
merupakan hasil dari hak inisiatif Dewan Perwakilan Rakyat DPR dimana hak itu tidak pernah digunakan sejak Orde Baru berkuasa pada 1966.
76
3. Hak dan Kewajiban Konsumen dan Pelaku Usaha
Sebelum membahas mengenai hak dan kewajiban para pihak, maka terlebih dahulu akan dibahas tentang pengertian hak dan kewajiban itu sendiri.
Hukum mengatur peranan dari para subjek hukum berupa hak dan kewajiban. Pengertian hak adalah suatu peran yang bersifat fakultatif artinya boleh
dilaksanakan atau tidak dilaksanakan, sedangkan pengertian kewajiban adalah suatu peran yang bersifat imperatif artinya harus dilaksanakan. Hubungan antara
hak dan kewajiban saling berhadapan dan berdampingan karena di dalam hak terdapat kewajiban untuk tidak melanggar hak orang lain dan tidak
menyalahgunakan haknya.
77
76
Shidarta, Op. Cit., hal. 52.
77
Happy Susanto, Op. Cit., hal. 22.
Universitas Sumatera Utara
Pada dasarnya, hak dan kewajiban lahir karena adanya hubungan hukum. Sehingga jika berbicara soal hak dan kewajiban, maka harus kembali kepada
undang-undang. Undang-undang dalam kajian hukum perdata, selain dibentuk oleh pembuat undang-undang lembaga legislatif, juga dapat dilahirkan dari
perjanjian antara pihak-pihak yang mempunyai hubungan hukum satu dan yang lainnya.
78
Secara umum, ada 4 empat hak dasar konsumen yang diakui secara internasional, yaitu :
79
a. Hak untuk mendapatkan keamanan the right to safety
Aspek ini ditujukan pada perlindungan konsumen dari segi pemasaran barang danatau jasa yang membahayakan keselamatan konsumen.
Berkaitan dengan hal ini, intervensi, tanggung jawab dan peranan pemerintah dalam rangka menjamin keselamatan dan keamanan
konsumen sangat penting. Oleh karena itu, pengaturan dan regulasi perlindungan konsumen sangat dibutuhkan untuk menjaga konsumen
dari perilaku produsen yang berdampak dapat merugikan dan membahayakan keselamatan konsumen.
b. Hak untuk mendapatkan informasi the right to be informed
Bagi konsumen, hak memilih merupakan hak prerogatif yang dimiliki konsumen apakah ia akan membeli atau tidak membeli suatu barang
danatau jasa. Apabila tanpa ditunjang hak untuk mendapatkan informasi yang jujur, tingkat pendidikan yang patut, dan penghasilan
yang memadai, maka hak ini tidak akan berarti.Apalagi dengan meningkatnya teknik penggunaan pasar, terutama lewat iklan,
sehingga hak untuk memilih ini lebih banyak ditentukan oleh faktor- faktor di luar diri konsumen.
c. Hak untuk memilih the right to choose
Hak ini memiliki arti yang sangat fundamental bagi konsumen jika dilihat dari sudut kepentingan dan kehidupan ekonominya. Setiap
keterangan atau informasi mengenai suatu barang yang akan dibelinya atau akan mengikat dirinya, haruslah diberikan secara lengkap dan
dengan penuh kejujuran. Informasi baik secara langsung maupun secara umum melalui berbagai media komunikasi seharusnya
disepakati bersama agar tidak menyesatkan konsumen.
78
Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Op. Cit., hal. 25.
79
Zulham, Op. Cit., hal. 47-48.
Universitas Sumatera Utara
d. Hak untuk didengar the right to be heard
Hak ini dimaksudkan untuk menjamin konsumen bahwa kepentingannya harus diperhatikan dan tercermin dalam kebijaksanaan
pemerintah, termasuk turut didengar dalam pembentukan kebijaksanaan tersebut. Selain itu, setiap keluhan maupun harapan
konsumen dalam mengonsumsi barang danatau jasa yang dipasarkan oleh produsen harus didengar.
YLKI menambahkan satu hak lagi sebagai pelengkap empat hak dasar konsumen, yaitu hak mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat,
sehingga keseluruhan dari hak tersebut dikenal sebagai “Panca Hak Konsumen”.
80
Dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen Bab III Pasal 4 terdapat hak-hak konsumen antara lain :
81
a. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam
mengkonsumsi barang danatau jasa ; b.
Hak untuk memilih barang danatau jasa serta mendapatkan barang danatau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta
jaminan yang dijanjikan ;
c. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan
jaminan barang danatau jasa ; d.
Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang danatau jasa yang digunakan ;
e. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya
penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut ; f.
Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen ; g.
Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif ;
h. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi danatau penggantian,
apabila barang danatau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya ;
i. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan
lainnya.
80
Celina Tri Siwi Kristiyanti, Op. Cit., hal. 31.
81
Republik Indonesia, Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, Pasal 4.
Universitas Sumatera Utara
Hak-hak di atas merupakan penjabaran dari Pasal-pasal yang bercirikan negara kesejahteraan, yaitu Pasal 27 ayat 2 dan Pasal 33 UUD Negara Republik
Indonesia.
82
Di samping hak-hak konsumen yang tercantum dalam Pasal 4 Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, adapun dua hak
konsumen yang berkaitan dengan pertanggungjawaban produk, antara lain :
83
a. Hak untuk mendapatkan barang yang memiliki kuantitas dan kualitas
yang baik serta aman. Dengan adanya hak ini berarti konsumen harus dilindungi untuk
mendapatkan barang dengan kuantitas dan kualitas yang bermutu. Ketidaktahuan konsumen atas suatu produk yang dibelinya sering kali
diperdaya oleh pelaku usaha.
b. Hak untuk mendapat kerugian.
Jika barang yang dibelinya itu terdapat cacat, rusak, atau telah membahayakan konsumen, maka ia berhak mendapatkan ganti
kerugian yang pantas. Akan tetapi, jenis ganti kerugian yang diklaimnya untuk barang yang terdapat cacat atau rusak, harus sesuai
dengan ketentuan yang berlaku atau atas kesepakatan masing-masing pihak, artinya konsumen tidak dapat menuntut secara berlebihan dari
barang yang dibelinya dan harga yang dibayarnya, kecuali barang yang dikonsumsinya itu menimbulkan gangguan pada tubuh atau
mengakibatkan cacat pada tubuh konsumen, maka dengan kondisi tersebut, tuntutan konsumen dapat melebihi harga barang yang
dibelinya.
Selain memperoleh hak, konsumen juga memiliki kewajiban sebagaimana yang tercantum dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen Pasal 5, yaitu :
84
a. Membaca dan mengikuti informasi dan prosedur pemakaian atau
pemeliharaan barang danatau jasa, demi keamanan dan keselamatan ; b.
Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang danatau jasa ;
c. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati ;
82
Adrian Sutedi, Op. Cit., hal. 24.
83
Ibid., hal. 51.
84
Republik Indonesia, Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, Pasal 5.
Universitas Sumatera Utara
d. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan
konsumen secara patut. Menurut Hans W. Miclitz, secara garis besar perlindungan konsumen
dapat ditempuh dengan dua model kebijakan, yaitu :
85
a. Kebijakan yang bersifat komplementer, yaitu kebijakan yang
mewajibkan pelaku usaha memberikan informasi yang memadai kepada konsumen hak atas informasi.
b. Kebijakan kompensantoris, yaitu kebijakan yang berisikan
perlindungan terhadap kepentingan ekonomi konsumen hak atas keamanan dan kesehatan.
Sebagai penyeimbang atas hak-hak yang diberikan kepada konsumen dan kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi konsumen serta untuk menciptakan
kenyamanan berusaha bagi para pelaku usaha, maka kepada pelaku usaha diberikan juga hak dan kewajiban yang tercantum dalam Pasal 6 dan Pasal 7
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
86
Adapun hak pelaku usaha yang tercantum dalam Pasal 6 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, antara lain :
87
a. Menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai
kondisi dan nilai tukar barang danatau jasa yang diperdagangkan ; b.
Mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik ;
c. Melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum
sengketa konsumen ; d.
Rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang danatau jasa yang
diperdagangkan ;
e. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan
lainnya.
85
Shidarta, Op. Cit., hal. 49.
86
Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Op. Cit., hal. 33.
87
Republik Indonesia, Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, Pasal 6.
Universitas Sumatera Utara
Selain itu, dalam Pasal 7 Undang-Undang Perlindungan Konsumen diatur mengenai kewajiban pelaku usaha, sebagai berikut :
88
a. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya ;
b. Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi
dan jaminan barang danatau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan, dan pemeliharaan ;
c. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta
tidak diskriminatif ; d.
Menjamin mutu barang danatau jasa yang diproduksi danatau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang danatau
jasa yang berlaku ;
e. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji danatau
mencoba barang danatau jasa tertentu serta memberi jaminan danatau garansi atas barang yang dibuat danatau diperdagangkan ;
f. Memberi kompensasi, ganti rugi danatau penggantian atas kerugian
akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang danatau jasa yang diperdagangkan ;
g. Memberi kompensasi, ganti rugi danatau penggantian apabila barang
danatau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.
Selain kewajiban yang harus dipenuhi oleh pelaku usaha, adapun kegiatan yang dilarang atau tidak boleh dilakukan pelaku usaha seperti yang tercantum
dalam Pasal 8 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yaitu :
89
a. Tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang
dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan ; Ayat 1 :
Pelaku usaha dilarang memproduksi danatau memperdagangkan barang danatau jasa yang :
b. Tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau netto, dan jumlah
dalam hitungan sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiket barang tersebut ;
c. Tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan, dan jumlah dalam
hitungan menurut ukuran yang sebenarnya ;
88
Republik Indonesia, Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, Pasal 7.
89
Republik Indonesia, Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, Pasal 8.
Universitas Sumatera Utara
d. Tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan atau
kemanjuran sebagaimana dinyatakan dalam label, etiket atau keterangan barang danatau jasa tersebut ;
e. Tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses
pengelolaan, gaya mode, atau penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam label atau keterangan barang danatau jasa
tersebut ;
f. Tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket,
keterangan, iklan atau promosi penjualan barang danatau jasa tersebut ;
g. Tidak mencantumkan tanggal kadaluarsa atau jangka waktu
penggunaanpemanfaatan yang paling baik atas barang tertentu; h.
Tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana pernyataan “halal” yang dicantumkan dalam label;
i. Tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang
memuat nama barang, ukuran, beratisi bersih atau netto, komposisi, aturan pakai, tanggal pembuatan, akibat sampingan,
nama dan alamat pelaku usaha serta keterangan lain untuk penggunaan yang menurut ketentuan harus dipasangdibuat ;
j. Tidak mencantumkan informasi danatau petunjuk penggunaan
barang dalam bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Ayat 2 : Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang yang rusak, cacat
atau bekas, dan tercemar tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar atas barang dimaksud.
Ayat 3 : Pelaku usaha dilarang memperdagangkan sediaan farmasi dan pangan
yang rusak, cacat atau bekas dan tercemar, dengan atau tanpa memberikan informasi lengkap dan benar.
Ayat 4 : Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran pada ayat 1 dan ayat 2
dilarang memperdagangkan barang danatau jasa tersebut serta wajib menariknya dari peredaran.
Secara garis besar, larangan yang dikenakan dalam Pasal 8 tersebut dapat dikategorikan menjadi 2 larangan pokok, yaitu :
90
a. Larangan mengenai produk itu sendiri, yang tidak memenuhi standar
yang layak untuk dipergunakan atau dipakai atau dimanfaatkan oleh konsumen.
90
Abdul Halim Barkatullah, Hukum Perlindungan Konsumen, Bandung : Nusa Media, 2005, hal. 34.
Universitas Sumatera Utara
b. Larangan mengenai ketersediaan informasi yang tidak benar dan akurat,
yang menyesatkan konsumen. Selanjutnya, dalam Pasal 9 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen dirinci lebih jelas kegiatan yang tidak boleh dilakukan oleh pelaku usaha, sebagai berikut :
91
a. Barang tersebut telah memenuhi danatau memiliki potongan harga,
harga khusus, standar mutu tertentu, gaya atau mode tertentu, karakteristik tertentu, sejarah atau guna tertentu ;
Ayat 1 : Pelaku usaha dilarang menawarkan, memproduksikan, mengiklankan
suatu barang danatau jasa secara tidak benar, danatau seolah-olah :
b. Barang tersebut dalam keadaan baik danatau baru ;
c. Barang danatau jasa tersebut telah mendapatkan danatau memiliki
sponsor, persetujuan, perlengkapan tertentu, keuntungan tertentu, ciri- ciri kerja atau aksesori tertentu ;
d. Barang danatau jasa tersebut dibuat oleh perusahaan yang
mempunyai sponsor, persetujuan atau afiliasi ; e.
Barang danatau jasa tersebut tersedia ; f.
Barang tersebut tidak mengandung cacat tersembunyi ; g.
Barang tersebut merupakan kelengkapan dari barang tertentu ; h.
Barang tersebut berasal dari daerah tertentu ; i.
Secara langsung atau tidak langsung merendahkan barang danatau jasa lain ;
j. Menggunakan kata-kata yang berlebihan, seperti aman, tidak
berbahaya, tidak mengandung risiko, atau efek sampingan tanpa keterangan yang lengkap ;
k. Menawarkan sesuatu yang mengandung janji yang belum pasti.
Ayat 2 : Barang danatau jasa sebagaimana dimaksuda pada ayat 1 dilarang
untuk diperdagangkan. Ayat 3 :
Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran terhadap ayat 1 dilarang melanjutkan penawaran, promosi, dan pengiklanan suatu barang danatau
jasa tersebut.
91
Republik Indonesia, Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, Pasal 9.
Universitas Sumatera Utara
Adapun faktor-faktor yang dapat membebaskan produsen dari tanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh konsumen walaupun kerusakan timbul
akibat cacat produk, yaitu apabila :
92
a. Produk tersebut sebenarnya tidak diedarkan ;
b. Cacat timbul di kemudian hari ;
c. Cacat timbul setelah produk berada di luar kontrol produsen ;
d. Barang yang diproduksi secara individual tidak untuk keperluan
produksi ; e.
Cacat timbul akibat ditaatinya ketentuan yang ditetapkan oleh penguasa.
4. Hubungan Hukum antara Pelaku Usaha dan Konsumen