5 Kesadaran pemakai terhadap bahaya ;
6 Kemampuan pemakai untuk menghindari bahaya ;
7 Kemungkinan produsen pembuat menyebar risiko kerugian melalui
harga dan asuransi.
d. State of the Art
State of the Art adalah pengetahuan keilmuan dan teknologi yang ada pada saat produk dipasarkan.
Ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam penentuan harapan yang wajar dari konsumen, yaitu :
124
a. Pengetahuan pengalaman konsumen terhadap produk yang sama ;
b. Kepercayaan konsumen terhadap produsen pengetahuan produsen
tentang kekurangan bahaya produk ; c.
Harga produk ; d.
Informasi yang disampaikan produsen tentang produk tersebut.
B. Prinsip-Prinsip Pertanggungjawaban Pelaku Usaha
Prinsip tentang tanggung jawab merupakan hal yang sangat penting dalam hukum perlindungan konsumen. Dalam kasus-kasus pelanggaran hak konsumen,
diperlukan kehati-hatian dalam menganalisa siapa yang harus bertanggung jawab dan seberapa jauh tanggung jawab dapat dibebankan kepada pihak-pihak
terkait.
125
Dalam era globalisasi, hukum harus dapat mendukung tumbuhnya dunia usaha sehingga mampu menghasilkan beraneka ragam barang danatau jasa yang
dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mendapatkan kepastian atas barang danatau jasa yang diperoleh dari perdagangan tanpa mengakibatkan
124
Ibid., hal. 164.
125
Celina Tri Siwi Kristiyanti,Op. Cit., hal. 92.
Universitas Sumatera Utara
kerugian pada konsumen. Kerugian-kerugian yang diderita konsumen merupakan akibat kurangnya tanggung jawab pelaku usaha terhadap konsumen.
126
Beberapa sumber formal hukum, seperti peraturan perundang-undangan dan perjanjian standar di lapangan hukum keperdataan umumnya memberikan
pembatasan-pembatasan terhadap tanggung jawab yang dipikul oleh si pelanggar hak konsumen. Secara umum, prinsip-prinsip tanggung jawab dalam hukum dapat
dibedakan sebagai berikut:
127
1. Prinsip tanggung jawab berdasarkan unsur kesalahan fault liability or
liability based on fault Prinsip ini adalah prinsip yang cukup umum berlaku dalam hukum pidana
dan perdata. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata KUH Perdata, khususnya Pasal 1365, Pasal 1366, dan Pasal 1367, prinsip ini
dipegang secara teguh. Prinsip ini menyatakan bahwa seseorang baru dapat dimintakan pertanggungjawaban secara hukum jika ada unsur
kesalahan yang dilakukannya. Pasal 1365 KUH Perdata, yang dikenal sebagai pasal perbuatan melawan hukum, mengharuskan terpenuhinya 4
unsur pokok, yaitu : a.
Adanya perbuatan ; b.
Adanya unsur kesalahan ; c.
Adanya kerugian yang diderita ; d.
Adanya hubungan kausalitas antara kesalahan dan kerugian. Yang dimaksud dengan kesalahan adalah unsur yang bertentangan dengan
hukum. Pengertian “hukum” artinya tidak hanya bertentangan dengan undang-undang tetapi juga kepatutan dan kesusilaan dalam masyarakat.
Secara umum, asas ini dapat diterima karena adil bagi orang yang berbuat salah untuk mengganti kerugian bagi pihak korban. Di sisi lain, tidak adil
jika orang yang tidak bersalah harus mengganti kerugian yang diderita oleh orang lain.
2. Prinsip praduga untuk selalu bertanggung jawab presumption of liability
principle Prinsip ini menyatakan bahwa tergugat selalu dianggap bertanggung jawab
sampai ia dapat membuktikan bahwa ia tidak bersalah. Jadi, beban pembuktian pada prinsip ini ada pada pihak tergugat. Dalam prinsip ini
126
Adrian Sutedi, Op. Cit., hal. 32.
127
Celina Tri Siwi Kristiyanti,Op. Cit., hal. 92-98.
Universitas Sumatera Utara
diberlakukan beban pembuktian terbalik omkering van bewijslast. Undang-Undang Perlindungan Konsumen mengadopsi sistem pembuktian
terbalik ini. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 19, 22, 23 dan 28 Undang- Undang Perlindungan Konsumen. Dasar pemikiran dari teori pembalikan
beban pembuktian adalah seseorang dianggap tidak bersalah sampai yang bersangkutan dapat membuktikan sebaliknya. Jika digunakan teori ini
dalam kasus perlindungan konsumen, maka yang berkewajiban untuk membuktikan kesalahan itu ada di pihak pelaku usaha yang digugat,
tergugat ini yang harus menghadirkan bukti-bukti bahwa dirinya tidak bersalah. Posisi konsumen sebagai penggugat selalu terbuka untuk digugat
balik oleh pelaku usaha, jika konsumen gagal menunjukkan kesalahan tergugat.
3. Prinsip praduga untuk tidak selalu bertanggung jawab presumption of non
liability principle Prinsip ini adalah kebalikan dari prinsip praduga untuk selalu
bertanggungjawab. Prinsip ini hanya dikenal dalam lingkup transaksi konsumen yang sangat terbatas dan pembatasan demikian biasanya secara
common sense dapat dibenarkan. Contoh dalam penerapan prinsip ini adalah dalam hukum pengangkutan. Kehilangan atau kerusakan pada
bagasi kabin bagasi tangan, yang biasanya dibawa dan diawasi oleh si penumpang. Dalam hal ini, pengangkut pelaku usaha tidak dapat diminta
pertanggungjawaban.
4. Prinsip tanggung jawab mutlak strict liability
Asas tanggung jawab ini dikenal dengan nama product liability. Tanggung jawab produk merupakan tanggung jawab produsen untuk produk yang
dipasarkan kepada pemakai, yang menimbulkan dan menyebabkan kerugian karena cacat yang melekat pada produk tersebut.
128
128
Shidarta, Op. Cit., hal. 80.
Prinsip tanggung jawab mutlak dalam hukum perlindungan konsumen secara
umum digunakan untuk menjerat pelaku usaha. Khususnya produsen barang yang memasarkan barang yang merugikan konsumen. Menurut
prinsip ini, produsen wajib bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh konsumen atas penggunaan produk yang beredar di pasaran. Dalam
tanggung jawab mutlak, unsur kesalahan tidak perlu dibuktikan oleh pihak penggugat. Ketentuan ini merupakan lex specialis dalam gugatan tentang
melanggar hukum pada umumnya. Penggugat konsumen hanya perlu membuktikan adanya hubungan kausalitas antara perbuatan produsen dan
kerugian yang dideritanya. Dengan penerapan prinsip tanggung jawab ini, maka setiap konsumen yang merasa dirugikan akibat produk barang yang
cacat atau tidak aman dapat menuntut kompensasi tanpa harus mempermasalahkan ada atau tidaknya unsur kesalahan di pihak produsen.
Universitas Sumatera Utara
Gugatan product liability dapat dilakukan berdasarkan tiga hal, yaitu : a.
Melanggar jaminan breach of warranty, misalnya khasiat yang timbul tidak sesuai dengan janji yang tertera dalam kemasan produk ;
b. Ada unsur kelalaian negligence, yaitu produsen lalai memenuhi
standar pembuatan obat yang baik ; c.
Menerapkan tanggung jawab mutlak strict liability. Alasan-alasan prinsip tanggung jawab mutlak diterapkan dalam hukum
tentang product liability adalah :
129
a. Diantara korban konsumen di satu pihak dan ada produsen di lain
pihak, beban kerugian seharusnya ditanggung oleh pihak yang memproduksi.
b. Dengan menempatkan mengedarkan barang-barang di pasaran,
berarti produsen menjamin bahwa barang-barang tersebut aman dan pantas untuk digunakan, bilamana terbukti tidak demikian, dia harus
bertanggung jawab.
Product Liability ini dapat diklasifikasikan ke dalam hal-hal yang
berkaitan dengan berikut ini :
130
a. Proses produksi, yaitu menyangkut tanggung jawab produsen atas
produk yang dihasilkannya bila menimbulkan kerugian bagi konsumen. Misalnya, menyangkut produk yang cacat, baik cacat
desain maupun cacat produk.
b. Promosi niaga iklan, yaitu menyangkut tanggung jawab produsen atas
promosi niaga iklan tentang hal ihwal produk yang dipasarkan bila menimbulkan kerugian bagi konsumen.
c. Praktik perdagangan yang tidak jujur, seperti persaingan curang,
pemalsuan, penipuan, dan periklanan yang menyesatkan.
Dalam Protokol Guatemala 1971, prinsip tanggung jawab mutlak ini diterima untuk menggantikan ketentuan Pasal 17 ayat 1 Konvensi
Warsawa 1929. Prinsip ini juga diberlakukan dalam hukum positif Indonesia, yakni dalam Pasal 43 ayat 1 Undang-Undang Nomor 15
Tahun 1992 tentang Penerbangan.
129
M. Yahya Harahap, Beberapa Tinjauan Tentang Permasalahan Hukum, Bandung : Citra Aditya Bakti, 1997, hal. 16-17.
130
Adrian Sutedi, Op. Cit., hal. 65.
Universitas Sumatera Utara
Ketentuan tanggung jawab produk ini dikenal dalam Kitab Undang- Undang Hukum Perdata Pasal 1504 yang berbunyi :
“Si penjual diwajibkan menanggung terhadap cacat tersembunyi pada barang yang dijual, yang membuat barang itu tak sanggup untuk
pemakaian yang dimaksud, atau yang demikian mengurangi pemakaian itu sehingga seandainya si pembeli mengetahui cacat itu,
ia sama sekali tidak akan membeli barangnya, atau tidak akan membelinya selain dengan harga yang kurang”.
Pasal 19 ayat 1 Undang-Undang Perlindungan Konsumen secara lebih
tegas merumuskan tanggung jawab produk, yang berbunyi :
131
Ciri-ciri dari product liability sebagai berikut : “Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas
kerusakan, pencemaran, danatau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang danatau jasa yang dihasilkan dan
diperdagangkan”.
132
a. Yang dapat dkualifikasikan sebagai adalah produsen adalah :
1 Pembuat produk jadi ;
2 Penghasil bahan baku ;
3 Pembuat suku cadang ;
4 Setiap orang yang menampakkan dirinya sebagai produsen dengan
jalan mencantumkan namanya, tanda pengenal tertentu, atau tanda lain yang membedakan dengan produk asli, pada produk tertentu ;
5 Importir suatu produk dengan maksud untuk diperjualbelikan,
disewakan, disewagunakan leasing atau bentuk distribusi lain dalam transaksi perdagangan ;
6 Pemasok supplier, dalam hal identitas dari produsen atau importir
yang tidak dapat ditentukan. b.
Yang dapat dikualifikasikan sebagai konsumen adalah konsumen akhir;
c. Yang dapat dikualifikasikan sebagai produk adalah benda bergerak,
sekalipun benda bergerak tersebut telah menjadi komponen bagian dari benda bergerak atau benda tetap lain, listrik, dengan pengecualian
produk-produk pertanian atau perburuan ;
131
Republik Indonesia, Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, Pasal 19, Ayat 1.
132
Celina Tri Siwi Kristiyanti, Op. Cit., hal. 102.
Universitas Sumatera Utara
d. Yang dapat dikualifikasikan sebagai kerugian adalah kerugian pada
manusia kematian atau luka pada fisik dan kerugian pada harta benda, selain dari produk yang bersangkutan;
e. Produk dikualifikasi mengandung kerusakan apabila produk itu tidak
memenuhi keamanan safetyyang dapat diharapkan oleh seseorang dengan mempertimbangkan semua aspek, antara lain :
1
Penampilan produk ; 2
Maksud penggunaan produk ; 3
Ketika produk ditempatkan di pasaran.
Hal-hal yang dapat membebaskan tanggung jawab produsen dalam product liability adalah :
133
a. Jika produsen tidak mengedarkan produknya ;
b. Cacat yang menyebabkan kerugian tersebut tidak ada pada saat produk
diedarkan oleh produsen, atau terjadinya cacat tersebut baru timbul kemudian ;
c. Bahwa produk tersebut tidak dibuat oleh produsen baik untuk dijual
atau diedarkan untuk tujuan ekonomis maupun dibuat atau diedarkan dalam rangka bisnis ;
d. Bahwa terjadinya cacar pada produk tersebut akibat keharusan
memenuhi kewajiban yang ditentukan dalam peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah ;
e. Bahwa secara ilmiah dan teknis pada saat produk tersebut diedarkan
tidak mungkin terjadi cacat.
5. Prinsip tanggung jawab dengan pembatasan limitation of liability
principle Prinsip ini sangat disenangi oleh pelaku usaha untuk dicantumkan sebagai
klausul eksonerasi dalam perjanjian standar yang dibuatnya. Misalnya, dalam perjanjian cuci cetak film, ditentukan bila film yang dicuci cetak itu
hilang atau rusak termasuk akibat kesalahan petugas, maka konsumen hanya dibatasi ganti kerugian sebesar sepuluh kali harga satu rol film baru.
Prinsip tanggung jawab ini sangat merugikan konsumen apabila ditetapkan secara sepihak oleh pelaku usaha. Dalam Undang-Undang Perlindungan
Konsumen No. 8 Tahun 1999 seharusnya pelaku usaha tidak boleh secara sepihak menentukan klausul yang merugikan konsumen, termasuk
membatasi maksimal tanggung jawabnya. Jika ada pembatasan mutlak harus berdasarkan pada peraturang perundang-undangan yang jelas.
133
Ibid., hal. 105-106.
Universitas Sumatera Utara
C. Bentuk-Bentuk Pertanggungjawaban Pelaku Usaha