Berahirnya suatu perjanjian pengangkutan

4 Biaya pengangkutan Dalam KUHD tidak diatur secara umum mengenai biaya pengangkutan. Tetapi dilihat dari perjanjian pengangkutan, biaya pengangkutan adalah kontra prestasi terhadap penyelenggaraan pengangkutan yang di bayar oleh pengrim atau penerima atau penumpang kepada pengangkut. Dalam pengangkutan barang, biaya pengangkutan dapat di bayar lebih dahulu oleh pengririm, atau dibayar kemudian oleh penerima. Dalam pengangkutan penumpang Pasal 533 KUHD menentukan bahwa biaya pemeliharaan penumpang selama peengangkutan termasuk dalam biaya pengangkutan, dengan demikian, biaya pengangkutan trdiri dari dua unsur, yaitu: a kontra prestasi penyelenggaraan pengangkutan b biaya pemeliharaan yang meliputi makan dan minum selama pengangkutan. Menurut Pasal 533 KUHD biaya pengangkutan penumpang harus dibayar terlebih dahulu.

4. Berahirnya suatu perjanjian pengangkutan

Menurut Pasal 1338 KUHperdata: “semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Perjanjian itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu.Perjanjian itu harus dilakukan dengan itikad baik oleh para pihak”. Dari ketentuan Pasal 1338 KUHPerdata tersebut dapat dilihat bahwa semua persetujuan, baik persetujuan yang bernama dibuat sesuai dengan Universitas Sumatera Utara ketentuan hukum, mengikat para pihak yang membuat atau dibuat secara sah yang berarti dalam perbuatan perjanjian itu adalah sesuai dengan ketentuan pasal 1320 KUHPerdata sehingga dengan demikian perjanjian dengan dibuat itu mengikat dan mempunyai kekuatan hukum bagi kedua belah pihak yang berlaku sebagai Undang-undang. Berahirnya suatu perjanjian berbeda dengan berakhirnya suatu perikatan.Mengenai berakhirnya suatu perjanjian pada umumnya telah ditentukan sendir oleh pihak yang membuat suatu perjanjian tersebut, misalnya jika tujuan dari perjanjian tersebut telah tercapai yaitu masing-masing pihak telah saling menerima prestasi, sebagaimana yang mereka kehendaki bersama dalam mengadakan perjanjian tersebut. Buku III dari BW, berkepala “Pemusnahan Perjanjian” dan Pasal pertama yaitu Pasal 1381 KUHPerdata menyebutkan 10 sepuluh macam cara berakhirnya perjanjian, yakni: 72 a. Pembayaran Pembayaran adalah setiap pemenuhan perjanjian secara suka rela, misalnya pembayaran uang oleh pembeli pemenuhan perjanjian kerja oleh buruh, yang dimaksud dengan pembayaran oleh hukum perikatan bukan sebagaimana ditafsirkan dalam bahasa pergaulan sehari-hari, yaitu pembayaran sejumlah uang, tetapi setiap tindakan pemenuhan prestasi, bagaimanapun sifat dari prestasi tersebut. Penyerahan barang oleh penjual, berbuat sesuatu, atau tidak berbuat 72 R. Wirjono Prodjodikoro, Azas-Azas Hukum Perjanjian,Bandung: Mandar Maju, 2011, hal. 190 Universitas Sumatera Utara sesuatu adalah merupakan pemenuhan dari prestasi atau tegasnya adalah pembayaran. b. Penawaran pembayaran tunai, diikuti dengan penyimpanan atau penitipan Penawaran pembayaran tunai yang diikuti oleh penyimpanan diatur dalam Pasal 1404 KUHPerdata. Penawaran pembayaran tunai terjadi apabila dalam suatu perjanjian kreditur tidak bersedia menerima prestasi yang dilakukan oleh debitur. Untuk membebaskan diri dari perikatan tersebut, maka kreditur dapat melakukan penawaran pembayaran tunai. Prosedur penawaran tersebut diatur dalam Pasal 1405 KUHPerdata. Penawaran pembayaran tunai tersebut diikuti dengan penitipan dari benda atau uang yang akan diserahkan di pengandilan negri. c. Pembaharuan utang novasi Menurut Pasal 1413 KUHPerdata ada 3tiga macam jalan untuk melaksanakan pembaharuan utang novasi, yaitu: 1 Apabila seseorang yang berutang membuat suatu perikatan utang baru guna orang yang mengutangkan kepadanya, yang menggantikan utang yang lama, yang dihapuskan karenanya. 2 Apabila seorang berutang baru ditunjuk untuk menggantikan orang berutang lama, yang oleh si berpiutang dibebaskan dari perikatannya. 3 Apabila sebagai akibat suatu persetujuan baru, sesorang berpiutang ditunjuk untuk menggantikan orang berpiutang lama, terhadap siapa si berutang dibebaskan dari perikatannya. 4 Perjumpaan utang atau kompensasi Kompensasi terjadi apabila dua orang saling berhutang satu pada yang lain dengan mana hutang-hutang antara kedua orang tersebut dihapuskan, oleh Undang-Undang ditentukan bahwa diantara kedua orang tersebut telah terjadi suatu perhitungan menghapuskan perikatannya Pasal 1425KUHPerdata. 73 73 Ibid, hal. 192 Universitas Sumatera Utara d. Perjumpaan hutang atau Kompensasi e. Pencampuran utang Pencampuran utang adalah salah satu hapusnya perikatan karena kedudukan sebagai kreditur dan debitur berkumpul pada satu orang. Pencampuran ini terjadi secara otomatis atau demi hukum. Dalam hal ini demi hukum hapuslah perikatan yang semula ada diantara kedua belah pihak tersebut Pasal 1436 KUHPerdata. f. Pembebasan utang Perikatan yang termasuk dalam suatu perjanjian berdasar pokoknya atas suatu kesuka-relaan itu maka kalau suatu pihak berhak kemudian dengan sukarela berniat membebaskan pihak lain dari suatu perikatan, ini pada hakekatnya tidak boleh di halang-halangi. 74 g. Musnahnya barang yang terutang Pembebasan utang adalah pernyataan dengan tegas si berpiutang atau si kreditur bahwa ia tidak menghendaki lagi prestasi dari si debitur dan melepaskan haknya atas pembayaran atau pemenuhan perjanjian. Apabila terjadi pembebasan utang, maka hapuslah hubungan utang-piutang antara kreditur dan debitur.Pembebasan utang tidak boleh dipersangkakan, tetapi harus dibuktikan. Menurut Pasal 1444 KUHPerdata “jika barang tertentu menjadi objek perjanjian musnah, tidak dapat lagi diperdagangkan atau hilang, maka perikatan hapus”. 74 Warjono Projodikiro, Op, cit, hal. 193 Universitas Sumatera Utara h. kebatalan atau pembatalan perjanjian Batal atau pembatalan yang dimaksud dalam hal ini adalah dapat di batalkan.Sebab apabila perjanjian itu batal demi hukum maka tidak ada satu perikatan hukum yang dilahirkan karenanya, sehingga tentu saja tidak dapat dihapus. Terdapat beberapa dasar atas batal atau kebatalan suatu perjanjian, yaitu apabila: 1 Tidak memenuhi syarat subjektifnya sepakat dan cakap bertindak dalam hukum. 2 Salah satu pihak melakukan wanprestasi tidak memenuhi perjanjian, 3 Karena adanya action pauliana gugatan untuk membatalkan suatu perbuatan debitur yang secara curang dilakukan untuk merugikan para krediturnya. 75 4 Pembatalan oleh pihak yang diberi wewenang khusus berdasarkan Undang-Undang. i. Berlakunya syarat batal Berlakunya syarat batal maksudnya adalah syarat yang apabila dipenuhi akan menghentikan atau mengakhiri perjanjiannya, dan membawa segala sesuatu kembali kepada keadaan semula seolah olah tidak pernah ada suatu perjanjian. Berlakunya syarat batal ini berkaitan dengan adanya perjanjian bersyarat dengan syarat batal, yaitu perikatan yang berdasarkan pada peristiwa yang masih akan datang dan yang masih belum tentu terjadi secara mebatalkan perikatan. 75 Elly Erawati dan Herlien Budiono, Penjelasan Hukum Tentang Kebatalan Perjanjian, Jakarta: Nasional Legal Refrom Program, 2010 hal. 20 Universitas Sumatera Utara j. Kadaluarsa, lewatwaktu verjaring Lewat waktu adalah suatu upaya untuk memperoleh sesuatu atau untuk dibebaskan dari suatu perikatan dengan lewatnya suatu waktu tertentu dan atas syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-uandang. Burgerlijk Wetboek mengenal dua macam daluarsa selaku cara melepaskan diri dari suatu perikatan, yaitu: 1 Lampau waktu selama 30 tahun segala perikatan tentu yang di sebutkan oleh Undang-Undang. Daluarsa ini meliputi segala macam hak-hak dan kewajiban yang berdasar atas suatu perjanjian, dalam hal ini oleh hukum dianggap.Kalau orang yang sebetulnya berhak atas pertolongan hakim untuk pelaksanaan perjanjian, selama tiga puluh tahun diam saja, maka hak atas pertolongan hakim ini di tetapkan lenyap. 76 76 Wirjono Prodjodikoro, Op, cit, hal. 197 Alasan untuk mengadakan peraturan semacam ini adalah untuk melenyapkan keadaan keragu-raguan dalam suatu hubungan hukum dan juga berhubung dengan hal bahwa, apabila selama tiga puluh tahun tidak ada persoalan apa-apa dan baru sesudah lampau waktu yang panjang itu dimajukan soal siapakah yang sebenarnya ada berhak atau kewajiban, maka sukar sekali untuk mendapatkan bukti-bukti yang jitu guna menegakkan atau merobohkan hak-hak atau kewajiban-kewajiban itu dan dapat dipercaya ketepatannya. Lampau waktu ini dalam BW diatur pada pasal 1967. Universitas Sumatera Utara 2 Lampau waktu pendek dalam beberapa macam perhubungan hukum tertentu yang disebutkan dalam Undang-Undang. Pada hakekatnya adalah sama dengan lampau waktu yang ke satu dan hanya merupakan macam istimewa dari lampau ke satu, yaitu dalam beberapa perhubungan hukum yang tertentu dan yang disebutkan satu per satu dalam beberapa pasal dari Burgerlijk Wetboek dan Wetboek Van Koophandel. Waktu-waktu yang amat pendek sudah cukup untuk lenyapnya hak seseorang meminta pelaksanaan hak-hak kewajiban-kewajiban dalam suatu perhubungan hukum. 77 B. Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha Jasa Angkutan Darat 1. Hak dan kewajiban Pengguna Jasa Angkutan Darat Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen menetapkan 9 hak-hak konsumen yaitu : 78 a. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengonsumsi barang danatau jasa. b. Hak untuk memilih barang danatau jasa serta mendapatkan barang danatau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan. c. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang danatau jasa. d. Hak untuk di dengar pendapat dan keluhan atas barang danatau jasa yang digunakan e. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut f. Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen g. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif 77 Ibid, hal.198 78 Janus Sidabalok, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti: Bandung, 2014, hal. 33 Universitas Sumatera Utara h. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi, danatau penggantian apabila barang danatau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya. i. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya. 79 Dari Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen terdapat beberapa bagian yang berhubungan dengan hak-hak konsumen pengguna jasa angkutan darat yang khususnya bus, hak-hak tersebut yaitu: a. Hak atas keamanan, kenyamanan dan keselamatan dalam mengonsumsi barang danatau jasa. Setiap konsumen atau pengguna jasa bus yang paling utama yaitu harus mendapatkan haknya yang berupa kenyamanan dan keselamatan dalam menggunakan jasa angkutan darat tersebut. b. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang danatau jasa. c. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi, danatau penggantian apabila barang danatau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya. Setiap kejadian kecelakaan atau peristiwa yang mengakibatkan penumpang mengalami luka-luka hukumnya wajib bagi pelaku usaha pengangkutan untuk bertanggung jawab atas setiap kejadian yang merugikan penumpangnya. d. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya Selain memperoleh hak-hak tersebut, sebagai balance, konsumen atau pengguna jasa agkutan darat juga mempunyai kewajiban-kewajiban, yaitu: a. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang danatau jasa, demi keamanan dan keselamatan b. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang danjasa c. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati d. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut. 80 79 Abdul Halim Barkatullah, Hukum Perlindungan Konsumen, Kajian Teoritis dan Perkembangan Pemikiran,Bandung: Nusa Media, 2008, hal. 23 80 Abdul Halim Barkatullah. Hak-Hak Konsumen,Bandung: Nusa Media, 2010, hal. 35 Universitas Sumatera Utara Hak-hak tersebut dimaksudkan agar konsumen atau pengguna jasa angkutan darat sendiri dapat memperoleh hasil yang optimum atas perlindungan danatau kepastian hukum bagi dirinya.

2. Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha Angkutan Darat