Syarat sahnya perjanjian pengangkutan

hakim dapat memerintahkan penjualan umum atas barang-barang muatan itu secukupnya bagi pelunasan pembayaran uang angkutan itu. Selama persoalan itu dalam proses, maka Hakim dapat memrintahkan menyimpan barang-barang angkutan itu dalam gudang umum.

2. Syarat sahnya perjanjian pengangkutan

Menurut Pasal 1320 KUHPerdata, terdapat 4 empat syarat agar suatu perjanjian dinyatakan sah, antara lain: a. Kesepakatan bagi mereka yang mengikat dirinya. Kesepakatan yang dimaksud dalam pasal ini adalah persesuaian kehendak antara pihak, yaitu bertemunya antara penawaran dan penerimaan. Kesepakatan ini dapat dicapai dengan berbagai cara, baik dengan tertulis maupun dengan tidak tertulis. Dikatakan tertulis, bukan lisan karena perjanjian dapat saja terjadi dengan cara tidak tertulis dan juga tidak lisan, tetapi bahkan hanya dengan menggunakan simbol-simbol atau dengan cara lainnya yang tidak secara lisan. 52 Dengan sepakat dimaksudkan bahwa pihak-pihak yang mengadakan perjanjian itu harus bersepakat, setuju seia kata mengenai hal-hal yang pokok dari perjanjian yang diadakan itu.Apa yang dikehendaki oleh pihak-pihak yang satu juga diketahui oleh pihak yang lain. Kesepakatan kedua belah pihak dalam suatu perjanjian itu harus diberikan secara bebas. 53 Mereka menghendaki sesuatu hal yang sama secara timbal balik. Dalam hal persetujuan ini, kedua belah pihak dalam suatu perjanjian harus mempunyai 52 Mariam Darus, Sutan Reemy Sjahdeini, Heri Soepraptomo, H. Faturrahman Djamil, Kompilasi Hukum Perikatan, Jakarta: PT. Citra Aditya Bakti, 2001, hal. 73 53 Ahmadi Miru, Hukum Perikatan, Penjelasan Makna Pasal 1233 sampai 1456 BW, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008, hal. 68 Universitas Sumatera Utara kemauan yang bebas untuk mengikatkan diri dan kemauan itu harus dinyatakan.Dengan demikian kata sepakat antara kedua belah pihak atau lebih di dalam mengadakan perjanjian itu harus tanpa cacat, sebab jika terdapat cacat dalam perjanjian itu, persetujuan itu dapat dimintakan pembatalannya kepada pengadilan.Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 1321 KUHPerdata yang menyebutkan bahwa “tiada kesepakatan sah apabila kesepakatan itu diberikan secara kekhilafan atau diperoleh dengan paksaan atau penipuan”. 54 Mengenai pengertian penipuan bedrog ini terjadi, apabila suatu pihak dengan sengaja memberikan keterangan-keterangan yang tidak benar, disertai Mengenai kekhilafankekeliruan yang dapat dibatalkan, harus mengenai intisari pokok perjanjian, harus mengenai objek atau prestasi yang dikehendaki.Sedangkan kekhilafankekeliruan mengenai orangnya tidak menyebabkan perjanjian dapat menjadi batal Pasal 1322 KUHPerdata. Paksaan drang terjadi jika seseorang memberikan persetujuannya karena ia takut pada suatu ancaman. Dalam hal ini yang diancamkan oleh Undang- Undang harus merupakan suatu perbuatan yang dilarang atau yang tidak diizinkan tidak dibenarkan Undang-undang. Jika suatu perbuatan yang diancam itu dapat dibenarkan atau diizinkan oleh Undang-Undang, misalnya ancaman akan menggugat yang bersangkutan dimuka hakim dengan penyitaan barang, hal seperti itu tidaklah dikatakan suatu paksaan. 54 Komariah, Hukum Perdata,Malang : UMM Press, 2013, hal. 169 Universitas Sumatera Utara dengan kelicikan-kelicikan sehingga pihak lain terbujuk untuk melakukan sesuatu atau memberikan sesuatu. 55 b. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan Syarat ke dua sahnya suatu perjanjian adalah adanya kecakapan hukum.Kecakapan adalah kemampuan menurut hukum untuk melakukan perbuatan hukum perjanjian.Kecakapan ini ditandai dengan dicapainya umur 21 tahun atau telah meikah, walaupun usianya belum mencapai 21 tahun. 56 Kecakapan hukum merupakan ketentuan umum, sedangkan ketidakcakapan merupakan pengecualian darinya.Terminologi yang digunakan Undang-Undang, kecakapan bekwaamheid dan ketidakcakapan onbekwaamheid harus dimaknai secara berbeda dari arti umum yang diberikan kepadanya dalam pergaulan sehari-hari dan juga tidak merujuk pada sifat alamiah sesorang. 57 Tidak cakap menurut hukum adalah mereka yang oleh Undang-Undang dilarang melakukan tindakan hukum, terlepas dari apakah secara faktual ia mampu memahami konsekuensi tindakan-tindakannya. Mereka yang dianggap tidak cakap adalah orang yang belum dewasa atau anak-anak dibawah umur minderjarig dan mereka yang ditempatkan dibawah pengampuan.Mereka ini, tanpa seizin wakil, yakni orang tua atau wali mereka menurut Undang-Undang, 55 Ibid, hal. 177 56 Ahmadi Miru, Op, cit, hal. 68 57 Herlien Budiono, Ajaran Umum Hukum Perjanjian dan Penerapannya di Bidang Kenotariatan,Bandung: PTCitra Aditya Bakti, 2011, hal. 102 Universitas Sumatera Utara dinyatakan tidak dapat melakukan tindakan hukum terkecuali melalui lembaga perwakilan. 58 1 Orang-orang yang belum dewasa Ketentuan Pasal 330 ayat 1 KUHPerdata menegaskan bahwa “Belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap dua puluh satu tahun dan tidak terlebih dulu telah kawin”. Dalam Pasal 1330 KUHPerdata disebutkan bahwa orang-orang yang tidak cakap untuk membuat suatu perjanjian adalah 2 Mereka yang dibawah pengampuan 3 Perempuan yang telah kawin dengan adanya UU No.1 Tahun 1974, ketentuan ini tidak berlaku lagi dan pada umumnya semua orang kepada siapa Undang-Undang telah melarang membuat persetujuan tertentu. 59 Dalam ketiga hal tersebut melakukan perjanjian tanpa izin dari yang mengawasinya maka dikatakan perjanjian tersebut bersifat cacat, oleh karena itu perjanjian tersebut dapat dibatalkan oleh hakim baik secara langsung maupun melalui orang yang mengawasinya. Menurut Pasal 433 KUHPerdata, “orang yang diletakkan dibawah pengampuan adalah setiap orang dewasa yang berada dalam keadaan dungu, sakit otak, atau mata gelap dan boros”. Hal ini dikarenakan dari sudut keadilan, orang yang membuat suatu perjanjian nantinya akan terikat oleh perjanjian itu dan sedangkan dari sudut hukum, karena orang membuat suatu perjanjian itu berarti dengan sendirinya ia mempertaruhkan kekayaannya, maka orang tersebut haruslah orang yang sungguh-sungguh berhak berbuat dengan harta kekayaannya. Tegasnya syarat 58 Ibid, hal. 103 59 Dian Natalia, Perlindungan Hukum Bagi Pengguna Jasa penumpang Angkutan Umum Berdasarkan UU No.22 Tahun 2009,medan: Skripsi USU, 2011, hal. 28 Universitas Sumatera Utara kecakapan untuk membuaat suatu perjanjian mengandung kedaran untuk melindungi baik bagi dirinya maupun dalam hubungan dengan keselamatan dirinya. c. Suatu hal tertentu Ketentuan untuk hal tertentu ini menyangkut objek hukum atau mengenai bendanya.Menurut Pasal 1333 KUHPerdata, “suatu hal tertentu artinya barang yang menjadi objek perjanjian paling sedikit harus dapat ditentukan jenisnya, sedangkan jumlah tidak menjadi soal asalkan dapat ditentukan kemudian”. Hal tertentumengenai objek hukum benda itu oleh pihak-pihak ditegaskan didalam perjanjian mengenai: 60 1 Jenis barang 2 Kualitas dan mutu barang 3 Buatan pabrik dan dari negara mana, 4 Buatan tahun berapa 5 Warna barang 6 Ciri khusus barang tersebut 7 Jumlah barang 8 Uraian lebih lanjut mengenai barang itu. d. Suatu sebab yang halal. Syarat keempat mengenai suatu sebab yang halal, ini juga merupakan syarat tentang isi perjanjian. Kata halal disini bukan dengan maksud untuk memperlawankan dengan kata haram dalam hukum islam, tetapi yang dimaksud adalah bahwa isi perjanjian tersebut tidak dapat bertentangan dengan Undang- Undang kesusilaan dan ketertiban umum. 61 60 Dian Natalia, Op, cit, hal. 29 61 Ahmadi Miru, Op, cit. hal. 69 Universitas Sumatera Utara Sebab atau causa yang dimaksudkan Undang-Undang adalah isi perjanjian itu sendiri, jadi sebab atau causa tidak berarti sesuatu yang menyebabkan sesorang membuat perjanjian yang dimaksud. Menurut Pasal 1337 KUHPerdata, “suatu sebab adalah terlarang, apabila dilarang oleh Undang-Undang, atau apabila berlawanan dengan kesusilaan atau ketertiban umum”.Akibat hukum dari perjanjian yang berisi causa yang tidak halal, mengakibatkan perjanjian itu batal demi hukum.Dengan demikian tidak ada dasar untuk membuat pemenuhan perjanjian dimuka hakim. 62

3. Subjek dan objek hukum pengangkutan