Tujuan Perjanjian Pengangkutan Asas-asas Hukum Perjanjian Pengangkutan

Undang dibuat atas dasar kehendak yang berhubungan dengan perbuatan manusia yang terdiri dari para pihak. 45 Menurur R. Subekti yang dimaksud dengan perjanjian adalah: “Suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal”. Menurut Pasal 1313 Perdata menyatakan bahwa perjaanjian yaitu “suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih”. 46 Menurut M. Yahya Harahap mengemukakan “perjanjian mengandung suatu hubungan hukum kekayaan atau harta benda antara dua orang atau lebih, yang mewajibkan pada pihak lain untuk menunaikan prestasi”. 47

2. Tujuan Perjanjian Pengangkutan

Purwosujipto mengatakan perjanjian pengangkutan adalah “perjanjian timbal balik dengan mana pengangkut mengikatkan untuk menyelenggarakan pengangkutan barang danatau orang dati suatu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat, sedangkan pengirim mengikatkan diri untuk membayar biaya pengangkutan”. Definisi tersebut hanya meliputi perjanjian antara pengangkut dan penumpang. Perjanjian pengangkutan mempunyai tujuan untuk melindungi hak dari penumpang yang kurang terpenuhi oleh ulah para pelaku usaha angkutan karena 45 Suharnoko, Hukum Perjanjian, Jakarta : Pernada Media, 2004, hal. 117 46 R. Subekti, Hukum Perjanjian, Bandung: PT. Intermasa, 1987, hal. 9 47 M. Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum Perjanjian, Bandung: Alumni, 1986, hal. 6 Universitas Sumatera Utara dengan adanya perjanjian pengangkutan maka memberikan jaminan kepastian hukum bagi pihak-pihak yang mengadakan perjanjian. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 1338 ayat 3 telah memberikan suatu asas keadilan yaitu asas pelaksanaan perjanjian secara itikad baik jaminan keadilan itu juga dipedomani pada pasal 1337 Kitab Undang- Undang Hukum Perdata bahwa suatu perjanjian akan dapat dibatalkan jika bertentangan dengan Undang-Undang Kesusilaan yang baik danatau ketertiban umum.Perjanjian pejhngangkutan dibuat agar pelaku usaha angkutan harus bertanggung jawab atas apa yang terjadi bila sewaktu waktu terhadap penumpang.

1. Asas-asas Hukum Perjanjian Pengangkutan

Satjipto Raharjo mengatakan asas hukum merupakan “jantungnya” peraturan hukum, disebut demikian karena asas hukum merupakan landasan yang paling luas bagi lahirnya suatu peraturan hukum. Ini berarti bahwa peraturan- peraturan hukum itu pada akhirnya dapat dikembalikan kepada asas-asas tersebut. 48 Ada empat asas pokok yang mendasari perjanjian pengangkutan, yaitu : 49 a. Asas konsensual Asas ini mengisyaratkan bentuk perjanjian pengangkutan secara tertulis, sudah cukup apabila ada persetujuan kehendak antara pihak-pihak.Dalam kenyataannya hampir semua perjanjian pengangkutan darat, laut, dan udara dibuat 48 Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum Bandung: Alumni, 1989, hal. 85 49 M. Yahya Harahap, Op, cit, hal. 28 Universitas Sumatera Utara secara tertulis, tetapi selalu didukung oleh dokumen pengangkutan.Dokumen- dokumen tersebut tidak merupakan unsur dari perjanjian pengangkutan, tetapi hanya merupakan salah satu tanda bukti tentang adanya perjanjian pengangkutan. Dokumen pengangkutan bukan perjanjian tertulis oleh karena kewajiban dan pihak-pihak telah di tentukan oleh Undang-undang.Tetapi apabila apabila Undang-Undang tidak menentukan tidak mengatur kewajiban hak dan hak yang wajib dipenuhi, diikutilah kebiasaan yang berakar pada kepatutan.Apabila terjadi perselisihan mereka selesaikan secara musyawarah, atau melalui arbitrase, atau melalui pengadilan.Tetapi kenyataan, sedikit sekali, atau hampir tidak ada perkara mereka yang diselesaikan secara arbitrase atau pengadilan.Mereka memegang prinsip lebih baik rugi sedikit daripada rugi banyak karena biaya pengadilan, yang belum tentu memuaskan semua pihak. b. Asas koordinasi Asas ini mensyaratkan kedudukan yang sejajar antara pihak-pihak dalam perjanjian pengangkutan.Walaupun perjanjian pengangkutan merupakan “pelayan jasa”, asas subordinasi antara buruh dan majikan pada perjanjian pengangkutan.Berdasarkan hasil penelitian dalam perjanjian perburuhan tidak berlaku pada perjanjian pengangkutan.Dalam perjanjian pengangkutan darat, laut, dan udara ternyata pihak pengangkut bukan buruh pihak pengirim atau penumpang dan dalam perjanjian perburuhan tidak berlaku pada perjanjian pengangkutan serta dalam perjanjian pengangkutan darat, laut, dan udara ternyata pihak pengangkut bukan buruh pihak pengirim atau penumpang. c. Asas Campuran Universitas Sumatera Utara Perjanjian pengangkutan merupakan campuran dari tiga jenis perjanjian, yaitu: 50 1 Pemberian kuasa dari pengirim kepada pengangkut. Hal ini terbukti dengan adanya ketetapan dalam Pasal 361, Pasal 371 KUHD dan lain-lain. 2 Penyimpanan barang dari pengirim kepada pengangkut, terbukti dengan adanya ketetapan dalam Pasal 468 KUHD yang berbunyi “Perjanjian pengangkutan mewajibkan pengangkut untuk menjaga keselamatan barang yang diangkutnya, mulai saat diterimanya hingga saat diserahkannya barang tersebut”. 3 Melakukan pekerjaan pengangkutan yang diberikan oleh pengirim kepada pengangkut hal ini didasarkan pada Pasal 1061-b, KUHPerdata. 51 Ketentuan-ketentuan dari tiga jenis perjanjian itu berlaku juga dalam perjanjian pengangkutan dan hasil ketentuan dalam pengangkutan itulah yang berlaku. Jika dalam perjanjian pengangkutan tidak dapat diatur lain, maka diantara ketentuan ketiga jenis perjanjian-perjanjian itu dapat diberlakukan. Hal ini ada hubungannya dengan asas konsensual. d. Asas tidak ada hak retensi Pengangkut tidak punya hak retensi terhadap barang-barang angkutan, yaitu hak menahan barang-barang angkutan bila penerima menolak untuk membayar uang angkutan.Pasal 439 ayat 1 KUHD berbunyi “Dengan tak mengurangi ketentuan ayat 2 Pasal ini, maka guna menjamin uang angkutan dan sumbangan avary-grosse, tak berhak si pengangkut menahan barang yang diangkutnya itu.Setiap janji yang bertentangan dengan ini adalah batal”. Dari bunyi pasal ini jelas bahwa pengangkut tidak mempunyai hak retensi. Kalau penerima menolak untuk membayar uang angkutan maka harus menuntutnya melalui Hakim Pengadilan Negeri stempat Pasal 94 KUHD. Dalam hal ini 50 Ibid, hal. 29 51 Ibid, hal. 29 Universitas Sumatera Utara hakim dapat memerintahkan penjualan umum atas barang-barang muatan itu secukupnya bagi pelunasan pembayaran uang angkutan itu. Selama persoalan itu dalam proses, maka Hakim dapat memrintahkan menyimpan barang-barang angkutan itu dalam gudang umum.

2. Syarat sahnya perjanjian pengangkutan