BAB IV PERANAN GERAKAN WAHABIYAH
DALAM MEMBANTU MEWUJUDKAN PEMERINTAHAN RAJA ABDUL AZIZ DI ARAB SAUDI
A. Gerakan Wahabiyah sebagai Legitimasi Perjuangan Raja Abdul Aziz
Pada akhir abad ke-18, keluarga Saud bergabung dengan gerakan Wahabi dan memberontak kepada kekuasaan Utsmaniyah di Jazirah Arab.
Pada tahun 1818, bala tentara Mesir yang dipimpin oleh Muhammad Ali berhasil memadamkan pemberontakan tersebut dan sempat mengalami
kemunduran. Namun doktrin Wahabi dibangkitkan kembali oleh Raja Abdul Aziz ibn Saud pada sekitar awal abad ke-20 di mana Abdul Aziz
menggabungkan dirinya pada pemberontakan Wahabi yang dikenal dengan nama Ikhwan, pada awal kemunculan Arab Saudi.
76
Dengan al-Ikhwan ini Abdul Aziz memakainya sebagai alat politiknya untuk memperoleh kekuasaannya. Dengan Ikhwan ia mengorganisasikan
orang-orang Badui untuk memerangi bid’ah-bid’ah di Semenanjung Arab.
Untuk tujuan itu, ia menganjurkan agar mereka dimukimkan di dalam perkampungan-perkampungan pertanian dan diaturnya mereka itu dalam
suatu organisasi militer yang kepatuhan kepadanya tidak diragukan lagi.
76
M. Imdadun Rahmat, Arus Balik Islam Radikal Transmisi revivalisme Islam Timur Tengah Ke Indonesia, Jakarta: Erlangga, 2002, h. 70.
56
Bagi Abdul Aziz gerakan ini sangat penting sekali karena hidup dengan dinamika Islam yang pasti. Meskipun sejarah Ikhwan memperlihatkan
citra diri dari kemurnian ideologis yang ditambahkan pada keresahan kekabilahan dapat menimbulkan perubahan, karena hal itu yang
memperlihatkan akan politik yang perkasa. Dengan menangani Ikwan dengan cerdik, Abdul Aziz dan orang-orang Saudi mampu menghadapi musuh-musuh
mereka. Ikhwan terbukti amat berguna, karena ia tidak hanya merupakan sumber tenaga manusia yang bersemangat untuk digunakan dalam
pertempuran, akan tetapi juga memberikan kontribusi yang besar dalam perjuangan Raja Abdul Aziz menguasai wilayah-wilayah Jazirah Arab.
77
Kekuatan perang Ikhwan disusun dengan tujuan yang jelas, yaitu menguasai Semenanjung Arab, menundukkan semua pesaing yang berebut
kekuasaan, dan membangun negara Islam yang didirikan berdasarkan ajaran keagamaan Wahabi. Ikwan disini memainkan peranan efektif dalam
membangun dan memperluas kendali raja. Namun hingga pada akhirnya mereka tak puas dengan apa yang mereka lihat dimana raja bekerjasama
dengan kaum non-muslim yaitu dengan Inggris hingga Ikhwan melihatnya sebagai liberalisme. Apalagi ketika Raja Abdul Aziz membolehkan
digunakanya temuan moderen seperti telegraf, telegram, mobil dan pesawat udara.
78
77
John L. Esposito, Identitas Islam Pada Perubahan Sosial-Politik. Penerjemah A.Rahman Zainuddin, Jakarta: PT Bulan Bintang, 1986, h. 193-195.
78
John L. Esposito, Identitas Islam Pada Perubahan Sosial-Politik, h. 207
Antara Wahabisme dan al-Saud telah terjalin hubungan yang saling membutuhkan di mana yang satu tidak bisa eksis tanpa keterkaitan antara
keduanya. Pada waktu itu juga kaum Wahabi melayani negara atau setidaknya mereka yang memegang kekuasaan, dan begitu juga dengan
negara melayani kaum Wahabi, jadi diantara mereka ada timbal balik. di wilayah-wilayah yang jatuh ke dalam kekuasaan mereka, kaum Wahabi
memperkenalkan praktik yang secara luar biasa memperluas kekuasaan intrusif negara kepada para pelaksana hukum yang mendefinisikan aturan-
aturan dan tata perilaku. Hubungan antara keluarga al-Saud dan Wahabi berlangsung dengan sangat baik, lebih dari sekedar hubungan pragmatis dan
saling memberi dukungan. Saudi dan Wahabi menemukan satu model untuk menjawab persoalan tentang bagaimana negara Islam seharusnya bertindak di
dunia moderen.
79
B. Wahabiyah Dijadikan sebagai Ideologi oleh Raja Abdul Aziz di Arab