Postpurchase Dissonance LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

A. Postpurchase Dissonance

A.1. Pengertian Postpurchase Dissonance Setelah pembelian, terdapat konsumen yang memiliki perasaan tidak nyaman mengenai kepercayaan mereka, perasaan yang cenderung untuk memecahkannya dengan mengubah sikap mereka agar sesuai dengan perilaku mereka Schiffman dan Kanuk, 1997. Contohnya, ketika konsumen telah membuat suatu komitmen memberi uang muka untuk memesan sebuah produk, terutama sekali produk mahal seperti kendaraan bermotor atau gadget. Disonansi kognitif sering mulai dirasakan ketika berfikir tentang keunikan dan kualitas positif dari merek yang tidak dipilihnya Kartika, 2009. Menurut Festinger dalam Sweeney, Hausknecht, Soutar, 2000 cognitive dissonance merupakan suatu keadaan ketidaknyamanan psikologis yang mendorong seseorang untuk mengurangi keraguan disonansi atas keputusan yang telah terjadi. Disini, Festinger menyebutkan postpurchase dissonance dengan istilah cognitive dissonance. Dalam penelitian ini, pengertian postpurchase dissonance merujuk pada definisi yang dikembangkan oleh Hawkins, Mothersbaugh, Best 2007 yang menyatakan postpurchase dissonance adalah suatu keraguan atau kecemasan yang dialami oleh seorang konsumen setelah melakukan suatu keputusan yang sulit dan relatif permanen. Hawkins , Mothersbaugh, Best, 2007. Universitas Sumatera Utara Keraguan atau kecemasan ini terjadi karena konsumen tersebut berada dalam suatu keadaan yang mengharuskannya membuat komitmen yang relatif permanen terhadap sebuah pilihan dari alternatif lainnya yang tidak jadi dipilih oleh konsumen tersebut. Oleh karena itu, kebanyakan pembuatan keputusan terbatas limited decision making tidak akan menghasilkan postpurchase dissonance. Hal ini karena konsumen tidak mempertimbangkan tampilan- tampilan yang menarik yang ada dalam merek atau produk yang tidak dipilih yang juga tidak ada dalam produk atau merek yang dipilih. Hawkins, Mothersbaugh, Best, 2007. Disonansi kognitif sering mulai dirasakan ketika berfikir tentang keunikan dan kualitas positif dari merek yang tidak dipilihnya Kartika, 2009. Menurut Simamora dalam Bowo, 2010 keraguan muncul kalau ada pertentangan dalam diri seseorang tentang merek yang akan dibeli. Pertentangan ini melahirkan disonansi yang terjadi karena sikap terhadap alternatif pilihan sama atau hampir sama. Disonansi kognitif inilah yang disebut dengan postpurchase dissonance, yakni dimana konsumen memiliki perasaan yang tidak nyaman menegenai kepercayaan mereka. Berdasarkan pengertian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa postpurchase dissonance adalah suatu keadaan ketidaknyamanan psikologis yang dialami oleh seorang konsumen setelah melakukan suatu keputusan yang sulit dan relatif permanen yang kemudian mendorong seseorang untuk mengurangi disonansi tersebut dengan mengubah sikap mereka agar sesuai dengan perilaku mereka. Universitas Sumatera Utara A.2. Dimensi Postpurchase Dissonance Penelitian yang didisain oleh Sweeney, Hausknecht dan Soutar 2000 menyatakan bahwa Dissonance dapat diukur dengan tiga dimensi yaitu : 1. Emotional Ketidaknyamanan psikologis yang dalami seseorang terhadap keputusan membeli. Saat seseorang merasakan keadaan yang tidak nyaman secara psikologis setelah membeli suatu produk yang dirasakan sebagai produk yang penting bagi dirinya, maka dapat dikatakan orang tersebut mengalami postpurchase dissonance. 2. Wisdom of purchase Ketidaknyamanan yang dialami seseorang setelah transaksi pembelian. Mereka bertanya-tanya apakah mereka sangat membutuhkan produk tersebut atau apakah mereka telah memilih produk yang sesuai. 3. Concern over deal Ketidaknyamanan yang dialami seseorang setelah pembelian dimana mereka bertanya – tanya apakah telah dipengaruhi oleh tenaga penjual yang bertentangan dengan kemauan atau kepercayaan mereka individu merasa bebas dalam memutuskan pembelian terhadap suatu produk. Konsumen akan dihadapkan pada informasi-informasi dari luar dirinya, yang dapat membuatnya mengalami postpurchase dissonance. Ketidaknyamanan yang berupa keraguan dan kecemasan seseorang setelah melakukan suatu proses keputusan membeli tidak sama tingkatannya antara satu Universitas Sumatera Utara orang dan lain orang. Perbedaan ini dapat dihubungkan dengan kepribadian yang dimiliki masing-masing konsumen. Sebagai tambahan, kepribadian juga merupakan faktor internal yang cukup berperan dalam kemunculan postpurchase dissonance yang dirasakan konsumen selain faktor eksternal Kardes, 2002.

B. Kepribadian