Jalan Peristiwa Revolusi Sosial

49 menjadi penanda dimulainya revolusi sosial di Langkat yang ditujukan untuk menyingkirkan golongan bangsawan.

3.2 Jalan Peristiwa Revolusi Sosial

Pada tanggal 2 Maret 1946, rombongan dr. Amir telah tiba di Medan dan suasana di Medan ketika itu benar-benar tegang. Dr. Amir yang berusaha membujuk para kelompok radikal itu tidak mampu menghentikan langkah mereka untuk melakukan revolusi sosial terhadap para bangsawan. Orang-orang di belakang layar ternyata sejak lama telah merencanakan revolusi sosial dengan rapi. Mereka adalah orang-orang yang tergabung dalam Markas Agung PKI yang dipimpin oleh Sarwono Sastrosutardjo. 97 Pada tanggal 2 Maret malam, Rokyoto sedang berada di markas istimewa Pesindo di Binjai. Pada tengah malam itu beliau mendapat telepon dari Residen Sumatera Timur, Mr. Luat Siregar, untuk berbicara dengan Tengku Achmad Chairy ketua Pesindo Binjai. Dalam perbincangan itu, Mr. Luar Siregar memerintahkan bahwa mulai besok pada tanggal 3 Maret 1946 wilayah istimewa Kesultanan Langkat dihapuskan. Tangkap para bangsawan dan cegah pertumpahan darah. Achmad Chairy segera memberikan komando kepada Laskar Pesindo untuk bersiap. Beliau memberi komando untuk menangkap seluruh golongan bangsawan yang memiliki jabatan dan orang-orang yang pro Belanda. Politik saling curiga mencurigai pada masa itu adalah hal biasa di Sumatera Timur. 98 97 Tengku Lah Husny, Revolusi Sosial di Sumatera UtaraTapanuli Disertai Pangkal dan Akibatnya. Medan : Badan Penerbit Husny. 1983, hlm. 46. 98 Wawancara, S.P. Dewi Murni dengan Rokyoto, Binjai, 12 Juni 1983. Universitas Sumatera Utara 50 Pada tanggal 3 Maret 1946 mulailah diberlakukan revolusi sosial di Sumatera Timur. Pertama-tama revolusi sosial berlangsung di Sungga l. Di Binjai, Volksfront memaksa agar pemerintah wilayah Binjai diserahkan kepada mereka. Pada tanggal 4 Maret Datuk Jamil yang mendengar aksi penangkapan dan pembunuhan itu, segera meminta bantuan kepada sekutu dan Pesindo Koloni V 99 untuk memberikan perlindungan dan menjaga istana di Binjai. Setelah situasi dinilai aman, mereka pindah ke Istana Darul Aman Tanjung Pura yang dijaga oleh TKR. Pesindo yang telah mengetahui hal itu segera melakukan penyerbuan ke istana di Langkat. 100 Pada tanggal 4 Maret jam 23.00 WIB, Tengku Saidi Husny sebagai Wakil Asisten Residen di Tanjung Pura mendapat telepon dari Abu Samah ketua PKI Langkat yang mengatakan bahwa besok tanggal 5 Maret 1946 revolusi sosial di Langkat akan dilaksanakan. Mendapat berita yang mengejutkan itu, ia langsung menghubungi Tengku Amir Hamzah yang menjabat sebagai Asisten Residen RI di Langkat untuk mengkonfirmasi berita tersebut. Dalam pembicaraan itu, Tengku Amir Hamzah hanya berpesan jangan sampai terjadi pertumpahan darah. Keesokan harinya Joenoes Nasution menghadiri rapat di Binjai dan memerintahkan penghapusan sistem kesultanan pada pukul 05.00 sore tanpa kejelasan pasti tentang pengganti kekuasaannya. 101 99 Pesindo Koloni V merupakan Laskar Pesindo pimpinan Dr. Nainggolan yang bertujuan untuk mempertahankan kerajaan. Anggota laskar ini terdiri dari orang Batak antara lain, Raja Ngena Karo-Karo, Raja Ismail Maklan, Philips Simanjuntak, dan L.Lumbantobing. 100 Tuanku Luckman Sinar,Bangun dan Runtuhnya Kerajaan Melayu di Sumatera Timur,Tanpa Kota Terbit : Tanpa Penerbit, Tanpa Tahun Terbit, hlm. 493. Mengenai jalannya peristiwa revolusi sosial di Sumatera Timur, lihat lampiran V dan VI. 101 Reid, op.cit., hlm. 380. Kemudian jabatan Tengku Amir Hamzah Universitas Sumatera Utara 51 sebagai Asisten Residen Langkat dan keduduka n bangsawan lain di pemerintahan telah dicopot dan diganti oleh para tokoh radikal. 102 Kemudian pada tanggal 7 Maret dini hari, Tengku Amir Hamzah ditangkap di Istana Binjai dan dibawa ke Kebun Lada, kemudian diasingkan di Kuala Begumit. Sebelum beliau ditangkap, bangsawan dan datuk-datuk lainnya di Binjai telah ditangkap. Tengku Amir Hamzah ditangkap dengan tuduhan sebagai kaki tangan Belanda. Pada malam itu, ada 18 orang yang ditangkap. Selain Tengku Amir Hamzah dan para bangsawan, terdapat orang- orang Batak yang tergabung dalam Pesindo Koloni V. Mereka ditangkap karena jelas-jelas pro terhadap Belanda, seperti Raja Ngena Karo-Karo mantri polisi RI di Binjai, Raja Ismail Maklan komisi kantor bupati, dan Philips Simanjuntak kantor pos Binjai, dan L.Lumbantobing pegawai kantor kota. 103 Melihat tidak ada reaksi dari sultan mengenai berita di Binjai, pada tanggal 7 Maret, Volksfront mengutus Marwan cs dan Usman Parinduri dari Pesindo, sementara di pihak kesultanan diwakilkan oleh Tengku Mochtar dan Tengku Jafar. Dalam pertemuan itu, tokoh Pesindo itu memerintahkan sultan untuk menyerahkan kekuasaan pemerintahan agar tidak terjadi pertumpahan darah. Mereka mengatakan percuma saja para bangsawan mempertahankan pemerintahan karena rakyat pun sudah tidak senang terhadap kesultanan. Akhirnya sultan mengalah dan memerintahkan agar polisi Istana Langkat yang menjaga 102 Jabatan Tengku Hafas sebagai Residen Sumatera Timur digantikan oleh Joenoes Nasution, sedangkan jabatan Tengku Amir Hamzah sebagai asisten residen Langkat digantikan oleh Adnan Nur Lubis. Husny, op.cit., hlm. 48. 103 Sinar, op.cit., hlm. 494. Universitas Sumatera Utara 52 istana untuk mundur. Sementara itu, Datuk Jamil telah mati ditembak ketika melarikan diri dari tahanan rumah mantan Residen Tengku Hafas di Medan, di dalam perjalanan ke Tanjung Pura. 104 Setelah istana dapat dikendalikan, pada tanggal 7 Maret tepat pukul 12.00 malam, barisan Pesindo yang dipimpin Marwan cs dan Usman Parinduri menyerbu istana Langkat. Ketika itu, opas yang bekerja sedang memukul lonceng rubuh terkena tembakan. Lampu- lampu mati seketika dan membuat suasana semakin mencekam. Kemudian para laskar masuk ke dalam istana dan menangkap para bangsawan. Tengku Harison yang sempat ingin melarikan diri ditangkap dan disiksa. Ketika itu, istana Langkat dihuni oleh 200 kepala keluarga yang merupakan kerabat Sultan Langkat. Mereka yang bermaksud menghindari lubang ular, malah masuk ke lubang buaya. 105 Menurut Oka Rulam, yang memperoleh cerita dari temannya Dollah Abdullah anggota Laskar Pesindo yang ikut dalam eksekusi tersebut, bahwa sewaktu istana Langkat diserbu oleh Pesindo, sultan dan keluarga serta bangsawan lainnya tidak ada yang melawan. Akan tetapi adiknya Sultan Mahmud yang bernama Tengku Harun berusaha melarikan diri, akhirnya ditembak hingga meninggal. 106 Di luar istana, suara tembakan itu terdengar oleh rakyat. Menurut Fachrudin Ray, ketika terjadi revolusi sosial, ia mendengar tembakan dari istana karena rumahnya berada di 104 Ibid., hlm. 495. 105 Ibid., hlm. 496. 106 Wawancara, dengan Oka Rulam, Tanjung Pura, 25 Mei 2014. Universitas Sumatera Utara 53 belakang Mesjid Azizi yang tidak jauh dari istana. Ia melihat dari jendela banyak kelompok pemuda hilir mudik di istana. Beliau dan keluarga serta rakyat sekitar merasa ketakutan, namun setelah mengetahui bahwa penyerbuan itu ditujukan untuk menangkap golongan bangsawan, mereka tidak terlalu cemas. Rakyat sekitar tidak mampu berbuat apa-apa untuk menolong para bangsawan itu. 107 “Marwan cs yang merupakan penggerakpromotor revolusi sosial di Tanjung Pura. Semua golongan partai seperti PKI, PNI, dan organisasi agama serta masyarakat umum yang ingin merdeka juga melakukan revolusi sosial. Jadi, yang melakukan revolusi sosial tidak hanya PKI.” Perlu diketahui, bahwa orang yang melakukan revolusi sosial tidak hanya barisan Pesindo yang disokong Volksfront, tetapi juga banyak partai-partai lainnya seperti PNI dan partai beraliran agama seperti Hizbullah dan Sabilillah ikut terlibat. Pendapat itu dibenarkan oleh Abdul Kahar Abdullah, seorang anggota Pesindo cabang Medan. 108 Menurut Tengku Mochtar Azis, Marwan cs dan Usman Parinduri adalah orang yang tidak asing baginya. Ia bercerita bahwa Marwan merupakan pemuda Tanjung Pura. Ketika masih bersekolah di Makhtab Mahmudiyah, ia pernah kesal kepada Tengku Temenggung karena disuruh mencari hama sehingga kini ia ingin balas dendam. Mengenai Usman Parinduri, ia pernah ditangkap oleh Jepang dan Tengku Mochtar Azis yang 107 Wawancara, dengan Fachrudin Ray, Stabat, 12 Februari 2014. 108 Wawancara, Ratna dengan Abdul Kahar Abdullah, Medan, 2 Juni 1983. Universitas Sumatera Utara 54 membebaskannya. 109 Ia merupakan bekas anggota Kenkokutai dan pemimpin PKI di Langkat. 110 Menjelang subuh, sultan dan keluarga serta para bangsawan dibawa ke Sawit Seberang dan ditahan di sebuah rumah perkebunan di Sawit Seberang. Regu pertama yang terdiri dari Datuk Jamil, Oka. Ibrahim, dan Tengku Siddik dibawa ke Sungai Sawit Seberang dan satu persatu kepala mereka dipenggal. Dalam peristiwa itu, kedua putri sultan juga turut diperkosa oleh Marwan cs dan Usman Parinduri. Hal yang sama juga terjadi kepada bangsawan lain di Binjai. Tengku Amir Hamzah dan Pesindo Koloni V juga dibunuh pada tanggal 20 Maret 1946. 111 Menurut Rokyoto, Tengku Amir Hamzah adalah orang yang baik. Rakyat sendiri tidak memandang pemerintahan yang diemban beliau sebagai pemerintahan yang kejam. Ia tetap orang yang bersahaja, meskipun pada saat pemerintahan Jepang, beliau hanya menjadi pejabat di bagian ekonomi kerajaan yang bertugas mengurusi upeti rakyat bagi pemenuhan kebutuhan logistik militer Jepang. Sungguh ini suatu pekerjaan yang sangat menyakiti hatinya. Akan tetapi beliau tidak melawan terutama kepada Sultan Mahmud yang merupakan paman sekaligus mertuanya. Bagi adat yang berlaku di istana “titah dijunjung, titah disembah” masih dipegang teguh oleh para bangsawan. Meskipun itu salah tetapi jika perintah sultan maka wajib dilaksanakan. Sikap Tengku Amir Hamzah inilah yang kemudian 109 Wawancara, Tengku Luckman Sinar dengan Tengku Mochtar Azis, Medan, 22 Juli 1983. 110 Reid, op.cit., hlm. 368. 111 Sinar, op.cit., hlm. 497. Universitas Sumatera Utara 55 membuat partai politik menuduhnya sebagai kaki tangan Belanda. Mereka dibunuh atas perintah Sulaiman Saleh yang memiliki pengaruh di Pesindo. 112 Suasana yang tidak menentu membuat nafsu untuk membunuh semakin membara. Revolusi sosial yang ditujukan untuk menghapuskan kekuasaan otokrasi Kesultanan Langkat menjadi peristiwa berdarah yang mengerikan. Rokyoto menambahkan, meskipun Tengku Achmad Chairy dan Tengku Kamil Hasyim sebagai pemimpin Pesindo di Binjai, namun mereka tidak mengetahui akan ada peristiwa berdarah. Mereka yang mendapat perintah dari markas Pesindo pusat untuk melakukan evakuasi tanpa pertumpahan darah segera mengomando pasukannya, namun apa yang terjadi di lapangan mereka tidak mampu membendungnya. 113 Dalam peristiwa revolusi sosial di Langkat orang-orang yang dibunuh diperkirakan sebanyak 200 orang, dan lebih kurang sekitar 34 orang adalah keluarga Sultan Langkat termasuk para pembesar istana. 114 Di samping itu juga terdapat pegawai perkebunan dan pejabat istana yang ditangkap kemudian dibebaskan, seperti Datuk Mahidin, Datuk Ahmad Setia Berjasa, H. Oka Salamudin, Haris Lubis dan Jabal Nasution. Dalam peristiwa revolusi sosial, rakyat Melayu biasa yang memiliki hubungan dengan sultan juga ditangkap, seperti keluarga Darus 115 112 Wawancara, SP Dewi Murni dengan Rokyoto, Binjai, 12 Juni 1983. 113 Ibid. 114 Lihat lampiran VII. dan Umri yang menjadi korban revolusi sosial. 115 Keluarga Darus yang menjadi korban revolusi sosial adalah pengusaha kaya di Langkat dan pemimpin Orkes Langkat Band, OkaMuhammad Darus Umar. Beliau ditangkap oleh laskar rakyat di rumahnya karena dituduh mata-mata Belanda. Ia ditangkap dan dibawa naik kereta api ke Kuala Simpang dan hingga kini Universitas Sumatera Utara 56 Perlu diketahui bahwa tidak semua bangsawan Melayu ditangkap dalam peristiwa revolusi sosial. Jadi, walaupun ia memiliki kedudukan tetapi tidak terbukti adanya hubungan sebagai kaki tangan Belanda, maka ia tidak ditangkap. Hal ini yang dibenarkan oleh Tengku Muhammad Nasir yang dipaparkannya sebagai berikut: “Ayah atok sejak tahun 1927 hingga tahun 1967 jadi penghulu kepala desa di Stabat Lama. Tapi waktu terjadi revolusi sosial ayah atok tidak ditangkap. Kami tenang-tenang saja di rumah.” 116 Selain pembunuhan dan pemerkosaan, harta-harta sultan dan bangsawan lain yang tidak sempat diselamatkan dijarah oleh para laskar rakyat yang kemudian diserahkan kepada republik, 117 dan banyak diantara mereka yang merampok untuk kepentingan pribadi. Menurut Rokyoto, situasi yang tidak dapat dikontrol membuat sesama anggota laskar rakyat saling bertengkar untuk memperebutkan harta, sedangkan yang dekat dengan pimpinan akan mendapat bagian lebih banyak dari harta sultan dan bangsawan Langkat tersebut. 118 Setelah mendengar berita penangkapan sultan, sekutu Belanda segera menyampaikan pernyataan kepada dr. Amir dan memerintahkan tentara Jepang di Tanjung Beringin bergerak mencari dan menyelamatkan Sultan Langkat. Dr. Amir sendiri berusaha sekuat tenaga untuk tidak diketahui dimana jasadnya.Rohani Darus Danil, Mendobrak Tradisi : Otobiografi. Medan : Consortium for Policy Review and Advocacy COPRA. 2000, hlm. 13. 116 Wawancara, dengan Tengku Muhammad Nasir, Stabat, 16 April 2014. 117 Harta-harta sultan Langkat yang dijarah seperti emas, berlian, barang-barang perak, mobil mewah,perabotan rumah, uang, dan sebagainya. 118 Wawancara, SP Dewi Murni dengan Rokyoto, Binjai, 12 Juni 1983. Universitas Sumatera Utara 57 menyelamatkan Sultan Langkat yang telah banyak berjasa kepadanya. 119 Kepada pihak Volksfront Langkat, Jepang menyampaikan ultimatum agar menyelamatkan sultan tanpa cedera sedikitpun. Mendengar info dari kurir-kurirnya di kota, Marwan cs cemas dan tiga hari kemudian segera memindahkan rombongan sultan ke Perkebunan Namu Unggas. 120 Di sana rombongan diserahkan kepada laskar-laskar pimpinan Ismail Daud, sedangkan Marwan cs melarikan diri. Dua minggu kemudian rombongan sultan dipindahkan lagi ke Batang Serangan dan kemudian dipindahkan lagi ke Tanjung Selamat untuk menghilangkan jejak. Di Tanjung Selamat, rombongan sultan dipecah dua, sebagian dikembalikan lagi ke Sawit Seberang dan sultan sendiri dengan dua istri dan anaknya yang paling kecil langsung dibawa ke Berastagi. Kemudian pada tanggal 26 Maret 1946 rombongan tawanan laki-laki dari Sawit Seberang dibawa menuju Sunggal dan kemudian dibawa ke Kampung Merdeka Berastagi. 121 Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, selain perlakuan keji terhadap bangsawan, juga terjadi pemerkosaan terhadap kedua putri sultan. Akan tetapi berita pemerkosaan itu tersebar luas setelah beberapa bulan peristiwa itu terjadi sehingga muncul protes keras dari organisasi-organisasi Islam. Kejadian-kejadian di Langkat itu membuat rakyat ragu terhadap revolusi sosial yang dianggap telah melenceng jauh. Marwan cs dan Usman Parinduri yang jelas bersalah ditangkap dan dihukum mati oleh organisasi pemuda Islam dari Laskar 119 Selama Sultan Mahmud ditahan, dr. Amir berusaha mencari tahu keberadaan Sultan Mahmud dan keluarganyaserta meminta kepada Sarwono cs agar hanya nyawa sultan diselamatkan, sedangkan bangsawan lain terserah saja. Lihat, Sinar, op.cit.,hlm. 498. 120 Ibid., hlm. 497. 121 Ibid., hlm. 498. Universitas Sumatera Utara 58 Hizbullah Masyumi, sedangkan orang-orang yang terlibat dalam pembunuhan para sultan menurut pemuka agama, perlu disyahadatkan kembali. Selain itu, protes juga dilakukan oleh kerabat Sultan Langkat, salah satunya adalah Tengku Abdullah Hod abang Tengku Amir Hamzahyang berada di Amsterdam. Di dalam surat yang ditujukan kepada Menteri Luar Negeri Hindia Belanda di Gravenhage, beliau mengecam segala tindakan pembunuhan, pemerkosaan, dan penjarahan yang dilakukan oleh orang-orang yang mengaku dirinya laskar rakyat sehingga mencoreng adat istiadat Melayu. 122 Dalam surat balasannya yang ditulis oleh Sekretaris Gubernur Jenderal, w.g. J.M.Kiveron mewakili Menteri Luar Negeri Hindia Belanda, disebutkan bahwa mereka turut bersimpati apa yang dialami oleh golongan bangsawan dan akan memberikan bantuan serta berkontribusi untuk pemulihan kedamaian di Sumatera Timur di bawah kedaulatan Belanda atas Indonesia. 123 Munculnya protes itu membuat ketegangan para pemimpin itu. Dr Amir yang posisinya sudah tersudutkan mulai melakukan tindakan untuk mereorganisasi dewan pemerintah untuk mengadili para bangsawan itu. Posisi Joenoes Nasution 124 122 Lihat Lampiran VIII. 123 Lihat Lampiran IX. 124 Joenoes Nasution merupakan salah satu tokoh PKI penting di Sumatera Timur. Ia pernah menjabat sebagai ketua PKI Sumatera Timurdan membentuk Badan Pusat Perekonomian Rakyat atau BAPPER pada Desember 1945 kemudian menjadi ERRI. Ia juga menjadi salah aktor penggerak revolusi sosial 1946 dan pernah menjabat sebagai Residen Sumatera Timur pada Maret tahun 1946. yang tergeser dari kedudukannya membuat ia melakukan ancaman terhadap dr. Amir di rumahnya. Setelah kembali dari tur pada tanggal 21 Maret, tampak ketegangan diantara kedua kubu pemimpin Universitas Sumatera Utara 59 ini semakin meningkat. Untuk menghindari kudeta terhadapnya, T.M. Hasan mengambil kebijakan untuk pergi ke Pematang Siantar pada tanggal 24 Maret 1946. Hal ini juga dengan maksud untuk memindahkan pusat pemerintahan Sumatera Timur ke kota tersebut karena dinilai cukup aman dari ancaman sekutuNICA yang akan datang kembali untuk menduduki Sumatera Timur. 125 Situasi dan tekanan-tekanan yang semakin menyudutkannya, akhirnya dr. Amir segera mengambil tindakan melarikan diri ke kamp RAPWI Inggris di Medan pada tanggal 25 April 1946. 126 Dari Binjai, suami saya dipindahkan ke penjara di Brastagi selama 3 bulan, kemudian dipindahkan ke Tahanan Rakyat di Raya selama 1 tahun. Saya sempat melihat suami dan Tengku Sulong disana. Setelah dibebaskan suami saya pernah bercerita bagaimana kehidupan di penjara. Di sana mereka tinggal 5 orang dalam 1 kamar dan makan dalam 1 talam. Nasinya seperti makanan ayam karena bercampur kerikil dan ikan busuk. Suami saya sering tidak makan tetapi anaknya sangat lahap makan.” Pengalaman masa-masa sulit dan kejamnya revolusi sosial juga dirasakan oleh bangsawan Melayu Langkat lainnya. Hal ini diutarakan oleh Jalilah Yahya, seperti berikut : “Ketika itu selepas maghrib rumah kami didatangi oleh orang yang tidak dikenal. Ternyata rumah kami telah dikepung oleh 12 orang pemuda Laskar Pesindo. Tujuan mereka adalah untuk membawa Tengku Muhammad Khalid Kejuruan Stabat. Merasa tidak bersalah suami saya mengikuti perintah mereka dan digiring ke dalam truk. Sebelum pergi, ia berpesan kepada saya untuk menyampaikan kepada keluarga di rumah besar jika ia dibawa oleh kelompok pemuda. Anak tertuanya, Tengku Sulong juga ikut ditangkap oleh Pesindo dan dikumpulkan di Pekan Pajak Stabat sekarang. Disana telah ramai para bangsawan telah dikumpulkan. Dari Pekan Stabat, mereka dibawa ke markas Pesindo di Binjai sekolah Binjai 3 sekarang. 125 Reid, op.cit., hlm. 386; Lihat juga Lampiran X. 126 Lihat NEFIS Publicatie, De Rol Door Dr Amir Gespeeld In De Sociale Revolutie Ter Oostkust van Sumatera No. 7 , Batavia tanggal 17-6-1946. Dan di ARA 1207 Archief Algemeene Secretarie Kist II, dossier 51. Universitas Sumatera Utara 60 Selama suaminya di penjara, kehidupan keluarganya susah. Jalilah berusaha menghidupi dirinya dan anaknya yang masih berumur 3 bulan. Akan tetapi karena kesulitan ekonomi dan tidak bisa bekerja karena sekolah telah ditutup, akhirnya ia memutuskan untuk pergi mengungsi ke rumah ibunya Besilam. Untuk pergi ke Besilam, ia berjalan kaki sambil menggendong anaknya dan baru tiba disana menjelang maghrib. 127 Pemuda : “Untuk menyatukan diri dengan Pemerintahan Republik Indonesia” Hal serupa juga dituturkan oleh Tengku Sulong Chalizar, anak Tengku Muhammad Chalid, Kejuruan Stabat. Tengku Sulong bercerita bahwa pada malam itu rumahnya rumah besar didatangi oleh dua pemuda yang kemudian diketahui sebagai anggota Laskar Pesindo. Beliau memperagakan seperti di bawah ini: Pemuda : “Assalamualaikum. Selamat malam” Tengku Sulong : “Waalaikumsalam. Silahkan duduk. Ada apa?” Pemuda : “Saya diutus untuk menyiapkan tengku untuk membawa tengku ke markas” Tengku Sulong : “Untuk apa?” 128 Merasa tidak bersalah, tanpa ragu-ragu, beliau ikut dengan kedua pemuda tersebut. Setelah beliau turun dari tangga beliau melihat di sekeliling rumahnya telah dikepung oleh Pesindo yang lengkap membawa senjata tajam. Dari rumahnya, beliau dikumpulkan ke 127 Wawancara, dengan Jalilah Yahya, Stabat, 22 Mei 2014. 128 Wawancara, Tengku Luckman Sinar dengan Tengku Sulong Chalizar, Stabat, 18 Juni 1983. Universitas Sumatera Utara 61 Pekan Stabat dan dibawa ke Tanjung Kasau. Setelah itu, beliau dibawa ke markas Pesindo di sekolah Biskop sekarang SMP 3 Binjai. Di markas itu sudah terdapat para tawanan yang terdiri dari pembesar-pembesar Stabat termasuk ayahnya Kejuruan Stabat. 129 Di markas Pesindo Binjai, beliau bertemu dengan Ketua Pesindo Stabat, Abdul Hamid yang merupakan teman baik Tengku Sulong. Ketika melihat Tengku Sulong ditawan Abdul Hamid menangis karena tahu akan terjadi sesuatu dengan temannya. Suatu hari, Tengku Sulong dipanggil keluar dari tahanan untuk menemui salah satu anggota Pesindo. Anggota Pesindo itu menanyakan keterlibatan Tengku Sulong di dalam Harib Harimau Bampu. Harib merupakan perkumpulan pasukan inti dari Sabilillah. Pesindo menangkap Tengku Sulong dengan alasan bahwa beliau pro Belanda karena b dari kata Harib dimaksudkan sebagai Belanda. Beliau melawan sehingga beliau dimaki-maki dengan kasar oleh anggota Pesindo tersebut. 130 Selama berada di markas Pesindo di Binjai, meskipun sering dimaki, golongan bangsawan masih diperlakukan dengan baik. Seminggu ditawan di Biskop Binjai, kemudian mereka dibawa ke Kebun Lada. Disana mereka tinggal di dalam kamar-kamar yang sempit dan gelap. Setiap kamar diisi oleh 3 orang, dan disinilah penderitaan mereka jelas nyata. Tengku Sulong bercerita selama disana mereka makan 3 kali sehari tetapi tidak diberi air minum. Mereka makan nasi bungkus dan nasinya dibungkus dengan rapi. Sesampainya di depan pintu, mereka ditanya mau makan atau tidak. Jika mau, nasi yang dibungkus tadi 129 Ibid. 130 Ibid. Universitas Sumatera Utara 62 dilempar ke lantai yang kotor. Lauknya pun menggunakan ikan busuk. Jadi bercampurlah nasi itu dengan pasir dan kerikil. Begitulah makanan sehari-hari yang mereka makan selama di dalam tahanan. Selain itu, mereka juga kerap mendapat pukulan fisik. 131 Setelah 5 hari berada disana, kemudian mereka dipindahkan ke Kuala Begumit. Disana beliau bertemu dengan golongan bangsawan dan orang penting kerajaan yang ditangkap seperti Wan Syaifuddin. Di Kuala Begumit mereka ditahan selama 2 minggu. Mereka yang ditahan ada 15 orang dan semuanya adalah bangsawan Melayu. Beliau bercerita bahwa tiap malam ada yang dibebaskan atau dibunuh. Orang yang membunuh mereka adalah mandor-mandor perkebunan yang dulunya akrab dengan mereka, seperti mandor Yang Wijaya adalah orang yang membunuh Tengku Amir Hamzah. Yang Wijaya dulunya adalah ayah angkat Tengku Amir Hamzah dan pernah bekerja sebagai guru silat di istana Langkat. Pada siang hari, penjaga yang selalu mengantar nasi membocorkan siapa- siapa saja yang masuk daftar untuk dibunuh nanti malam. 132 Oleh karena merasa tindakan Pesindo sudah tidak manusiawi, maka para tawanan itu sepakat untuk melawan dengan menggunakan alat-alat sederhana yang mereka dapatkan di dalam kamar tahanan itu. Ketika itu, Tengku Sulong tidak merasa takut. Akan tetapi niat itu diurungkan karena ayahnya melarangnya. Ayahnya berpesan jika memang mereka harus meninggal sekarang itu karena takdir mereka sudah ditentukan oleh Allah SWT. 133 131 Ibid. 132 Ibid. 133 Ibid. Universitas Sumatera Utara 63 Malam yang dinantikan datang. Setelah adzan Isya berkumandang, angin bertiup sangat kencang. Mereka menunggu sampai dipanggil, ternyata hingga keesokan paginya mereka belum dipanggil sehingga mereka masih selamat.Akan tetapi tidak dipanggil malam itu bukan akhir dari penderitaan mereka. Keesokan malamnya, sekitar pukul 10 malam pasukan Volksfront datang. Pimpinan mereka memerintahkan untuk membawa Tengku Sulong ke Binjai untuk diinterogasi dan kemudian dibawa kembali ke Kuala Begumit. 134 Setelah 2 minggu, Volksfront memerintahkan para tawanan untuk dibawa ke tahanan di Kampung Merdeka, Berastagi. Ketika dibawa ke Berastagi, mereka diangkut menggunakan truk dan di dalam truk itu telah banyak para tawanan lainnya. Sebelum naik truk, Tengku Sulong sempat dinasehati oleh anggota Volksfront yang masih memiliki hati nurani supaya jangan duduk di tepi. Akhirnya ia dan ayahnya naik truk dan memilih duduk di tengah. Truk berhenti di tengah jalan untuk mengangkut tahanan orang Karo dan anggota Pesindo yang pro Belanda, truk mereka dihadang oleh para anggota laskar. Sambil memaki, mereka mengancam akan membunuh. Kemudian datanglah segerombolan pemuda Laskar Pesindo dengan menggunakan motor. Di saat itu mereka dimaki-maki dan seketika itu juga mereka disiksa dengan menggunakan pisau sehingga para tawanan yang duduk di tepi truk mengalami luka. Ternyata itulah sebab mengapa pemuda itu berpesan agar mereka jangan duduk di tepi. 135 134 Ibid. 135 Ibid. Universitas Sumatera Utara 64 Setelah sampai di Markas Pesindo di Kampung Merdeka, mereka diminta untuk turun satu persatu. Mereka dijaga oleh gabungan Laskar Pesindo dan TKR. Disana beliau bertemu dengan Suhut, Ketua Pesindo di Berastagi. Beliau pernah sebelumnya bertemu dengan Suhut ketika pergi menemui Tengku Ja’far di Berastagi sebelum revolusi sosial terjadi. 136 Setelah turun, dengan leher terikat satu dengan yang lain oleh rantai, mereka dikumpulkan. Suhut memanggil nama Tengku Sulong. Ketika maju, beliau ditanyakan kembali mengapa beliau mendirikan Harib dan mengapa namanya Harib. Beliau menjawab Harib didirikan sebagai basis utama Laskar Sabilillah. Jika namanya Hariw maka nanti dikira orang Harimau Ratu Wilhelmina. Oleh karena jawaban Tengku Sulong dianggap melawan, Suhut mengambil balok dan memukul kepala Tengku Sulong dengan keras sehingga kepalanya mengeluarkan darah dan beliau jatuh tersungkur. 137 Setelah kejadian itu, mereka disuruh masuk ke kamar. Para bangsawan tidur tanpa menggunakan alas dan baju. Keesokan paginya, setelah sadar Tengku Sulong bangun dan mengintip dari celah dinding bahwa yang berada di tahanan adalah bangsawan dan orang Melayu dari Langkat, Serdang, dan sebagainya. 138 Paginya, mereka disuruh duduk berbaris. Untuk mengambil makan, mereka harus berkelompok. Setiap kelompok terdiri dari 5 orang. Mereka makan menggunakan talam dan tidak boleh berbagi. Untuk makan, yang memasak makanan adalah para golongan 136 Ibid. 137 Ibid. 138 Ibid. Universitas Sumatera Utara 65 bangsawan yang menjadi tawanan. Mereka masak di ruangan besar. Tidak jarang mereka makan kerak nasi bercampur tanah dan kerikil. 139 Tengku Sulong bercerita bahwa pernah suatu malam pintu kamar tahanan diketuk dan Tengku Sulong disuruh keluar. Tengku Sulong diminta membuka semua pakaiannya dan kemudian diperintahkan tidur tanpa sehelai benangpun. Jika ingin membuang air kecil atau air besar, maka mereka harus buang di kamar itu juga. Salah seorang sekamarnya yang ingin membuang air besar, karena tidak tahan, ia mengetuk pintu untuk meminta penjaga supaya membiarkannya keluar untuk buang air besar. Akan tetapi penjaga itu tidak mengizinkan dan menyuruhnya buang air besar di kamar. Akhirnya, ia buang air besar di dalam kamar tersebut menggunakan alas pecinya. Najis-najis bersatu dengan tempat mereka tidur. Selama disana mereka memang selalu buang air besar di dalam kamar menggunakan baju atau alas-alas lainnya. Barulah setelah itu mereka diizinkan untuk membuangnya keluar. 140 Menurutnya selama berada di penjara mereka mengalami kesulitan air, sehingga untuk mandi seminggu sekali dapat dikatakan sangat jarang. Pada suatu malam, ketika hujan lebat turun, mereka disuruh keluar. Mereka disuruh membuka semua pakaian mereka dan mandi hujan. Menurutnya hal itu sungguh memalukan dan tidak berperikemanusiaan. 141 Para tahanan diperiksa satu persatu oleh jaksa yang bekerja dibawah Volksfront. Tengku Sulong yang sedang diinterogasi sempat melihat laporan dari pimpinan PKI di Stabat 139 Ibid. 140 Ibid. 141 Ibid. Universitas Sumatera Utara 66 bernama Iswaidi. Di dalam laporan tersebut disebutkan bahwa Tengku Sulong harus disingkirkan. Meskipun tidak ada bukti, mereka tetap dianggap bersalah. 142 Setelah diperiksa oleh jaksa, para tawanan dibawa ke tahanan di Raya. Di Raya mereka sudah sepenuhnya dijaga dan diawasi oleh TKR dan Laskar Barisan Harimau Liar. Selama berada di Raya beliau diperbolehkan untuk dijenguk oleh sanak keluarga. Di dalam tahanan itu, sering juga ada tawanan yang dipindahkan, seperti Sultan Langkat dan bangsawan lain, dipindahkan ke Perkebunan Bah Birung Ulu dan ada sebagian lain ke Kuta Cane. 143 Mengingat Sultan Langkat yang menderita sakit parah, ia dititipka n di rumah seorang saudagar Pakistan di Wilhelmina Straat sekarang jalan Sutomo Pematang Siantar. Sultan Langkat sering memperlihatkan dirinya di jendela loteng sehingga orang mudah melihatnya. 144 Pengalaman ditangkap ketika terjadi revolusi sosial juga dirasakan oleh Tengku Mochtar Azis, adik Sultan Langkat. Ketika terjadi revolusi sosial, Tengku Mochtar Azis sedang berada di Tanjung Beringin. Kemudian beliau ditangkap di rumahnya dengan alasan akan diperiksa sebentar di markas Pesindo dan kemudian diangkut menggunakan truk ke Binjai. Selama ditahan, ia mendengar cerita dari orang teman satu kamarnya yang dikenalnya di istana yang bernama Yusuf sebelum dibunuh bahwa Tengku Amir Hamzah telah meninggal dipancung karena dituduh pro Belanda. 142 Ibid. 143 Ibid. 144 Prabudi Said ed.,Berita Peristiwa 60 Tahun, Medan : Tanpa Penerbit. Tanpa Tahun Terbit, hlm. 5. Universitas Sumatera Utara 67 Pada hari itu juga tanggal 20 Maret 1946 mereka dibawa ke Gundaling, Berastagi. Selama berada di tempat itu mereka mendapat perlakuan kejam dan tidak manusiawi oleh pemuda laskar. Mereka tinggal di kamar yang berisi 5 orang. Setelah 12 hari disana, mereka dipindahkan ke Kampung Merdeka, Berastagi. Makanan yang disuguhkan kepada mereka persis seperti makanan untuk hewan dan untuk mandi hanya seminggu sekali. Selama di tahanan banyak bangsawan yang sakit karena makanan dan lingkungan yang buruk dan sebagian ada yang dibawa ke rumah sakit. Setelah 100 hari ditahan, kemudian Tengku Mochtar Azis dan para bangsawan Langkat dipindahkan ke Tahanan Rakyat di Raya. 145 Pengalaman serupa juga dialami keluarga Datuk Oka Abdul Hamid dari Lepan. Ayahnya Oka Abdullah Debot pernah bercerita kepadanya, bahwa ketika terjadi revolusi sosial ayahnya ikut ditangkap, sedangkan kakek dari ayah dan ibunya mengungsi ke Kuala Simpang dan Banda Aceh dengan berjalan kaki melewati hutan. Memang ketika itu, banyak penduduk Melayu di Langkat yang merasa takut sehingga memilih mengungsi ke Aceh karena situasi disana cukup aman. Ayahnya mengatakan selama di tahanan, untuk makan dan ganti pakaian sekali seminggu sangat susah. Akan tetapi tidak lama ayahnya dibebaskan kembali. 146 145 Wawancara, Tengku Luckman Sinar dengan Tengku Mochtar Azis, Medan, 22 Juli 1983; Lihat juga Pandji Ra’jat, 2 September 1947. 146 Wawancara, dengan Datuk OK Abdul Hamid A, Medan, 12 April 2014. Universitas Sumatera Utara 68 Pengalaman pahit masa-masa revolusi sosial juga dialami oleh Tengku Rahil dan Keluarga Darus. 147 147 M. Darus Umar merupakan salah satu pengusaha kaya di Langkat dan pemimpin grup musik Langkat Band yang terkenal pada masa Belanda. Ayahnya, H. Abdullah Umar adalah termasuk kerabat Sultan Langkat. M. Darus Umar memiliki tiga orang istri dan 20 orang anak. Rohani, op.cit., hlm. 4. Untuk mengetahui lebih jelas silsilah keluarga M. Darus Umar, lihat, Susilo. “Pengaruh Revolusi Sosial di Langkat Terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Bangsawan Melayu di Kabupaten Langkat”, dalam Skripsi Sarjana Belum Diterbitkan. Medan : Fakultas Ilmu Sosial Unimed. 2008, hlm. 77-79. Untuk mengenal Muhammad Darus Umar, lihat foto lampiran XI. Kedua keluarga ini harus mengalami kehidupan di dalam pengungsian. Tengku Rahil bercerita, ketika peristiwa revolusi sosial terjadi, beliau masih berumur 8 tahun. Berselang beberapa hari setelah penangkapan keluarga sultan, malam harinya rumah mereka didatangi beberapa orang pemuda yang diketahui dari Laskar Pesindo. Menurutnya, orang yang mendatangi rumahnya anggota Pesindo itu merupakan penduduk yang dikenal baik dalam kehidupan sehari-hari, misalnya pedagang es, dan sebagainya. Mereka sangat ketakutan. Tujuan mereka mendatangi rumahnya, agar keluarga Tengku Rahil pindah mengungsi dari rumahnya. Akan tetapi karena orang tuanya tidak terlibat atau tidak memiliki kedudukan penting di Kesultanan Langkat, orang tuanya tidak ditangkap seperti uwaknya Tengku Amir Hamzah. Mereka hanya disuruh pindah dari Tanjung pura, sedangkan atoknya, Tengku Pangeran Jambak, yang dulunya pernah menjabat sebagai Luhak Langkat Hilir tidak ditangkap karena sudah tua dan sakit-sakitan. Mengingat situasi Langkat yang tidak aman dan memikirkan keselamatan anak-anaknya, akhirnya orang tuanya memutuskan agar mereka mengungsi ke rumah sanak keluarganya yang tinggal di Pekubuan yang situasinya jauh lebih aman. Mereka mengungsi hanya dengan membawa barang-barang seadanya, sedangkan harta benda ditinggal di rumah. Universitas Sumatera Utara 69 Selama berada di tempat pengungsian di Pekubuan, maka untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarga, ayahnya bekerja bercocok tanam di kebun milik mereka yang berada disana. Tengku Rahil yang masih kecil pun berusaha meringankan beban orang tuanya dengan tidak nakal dan membantu ibunya menjaga adik. Ketika itu, kondisi orang tuanya sangat terpuruk, terutama ibunya yang dilanda kesedihan karena banyak sanak keluarga ibunya yang meninggal akibat kejamnya revolusi sosial. Selama berada di Pekubuan, aktivitas orang tuanya diawasi dan sekali-kali datang anggota Laskar Pesindo ke tempat mereka mengungsi. Mereka mengungsi selama 3 bulan lamanya hingga ada berita dari para anggota laskar bahwa mereka boleh kembali ke rumah. Ketika kembali, kondisi rumah sudah berantakan. Harta-harta benda yang ditinggal sudah habis dijarah oleh Laskar Pesindo. 148 Mengenai harta-harta benda Sultan Langkat tidaklah jelas keberadaannya. Menurut Rokyoto, sebagian harta-harta yang diambil oleh Laskar Pesindo kemudian dibawa ke Binjai. Akan tetapi ketika Pesindo pusat di Medan melakukan pengawasan terhadap Pesindo Binjai, harta-harta tersebut dibawa mereka ke Medan. 149 Menurut Oka Abdul Hamid, harta-harta yang dibawa ke Medan kemudian dikumpulkan di depan halaman Hotel de Boer. 150 148 Wawancara, dengan Tengku Rahil, Tanjung Pura, 28 Mei 2014. 149 Wawancara, SP Dewi Murni dengan Rokyoto, Binjai, 12 Juni 1983. 150 Wawancara, dengan Datuk Oka Abdul Hamid A, Medan, 12 April 2014. Salah satu harta Sultan Langkat yang dirampas yaitu mobil luks bermodel sport merk “Maybach”, Universitas Sumatera Utara 70 dikendarai oleh pemimpin PKI, Abdul Xarim MS, di Pematang Siantar, tidak lama setelah peristiwa revolusi sosial terjadi. 151 Menjelang akhir bulan April 1946, harta benda Kesultanan Langkat diambil alih oleh Komando Divisi-IV dan dibawa ke Pematang Siantar oleh Mayor Mahroezar dan Mayor Tengku Dhamrah. Harta benda itu akhirnya diserahkan kepada Kapten Adil yang menjadi Perwira Keuangan Divisi-IV untuk disimpan dalam kas divisi. Akan tetapi dari tujuh belas peti yang berisi harta sultan, hanya tiga belas peti yang sampai ke tangan Komando Divisi- IV. Dalam bulan November 1946 dibentuk panitia oleh Dja’far Harahap untuk meregistrasi dan menilai harta benda yang berada dalam pengamanan tentara. Kemudian dalam bulan Januari 1947 sebagian harta benda feodal yang disimpan dalam kas Divisi-IV berganti nama menjadi Divisi Gajah-II sekitar sepuluh juta gulden Belanda, diputuskan untuk dilelang di hadapan umum dan hasilnya dipergunakan untuk membiayai perjuangan kemerdekaan. 152 151 Said, op.cit., hlm. 5. 152 Biro Sejarah Prima, op.cit., hlm. 635. Setelah revolusi sosial mulai mereda, datang kembali tantangan dari adanya Agresi Militer Belanda I yang dimulai tanggal 21 Juli 1947. Pasukan Sekutu mendarat di Sumatera Timur. Di sisi lain, perhatian ekstrim Pesindo terhadap golongan bangsawan sudah mulai berkurang. Kegiatan Laskar Pesindo dan barisan pemuda terfokus di markas Pangkalan Brandan untuk mempersiapkan perang melawan Belanda. Penjagaan para tahanan bangsawan di Raya sudah sepenuhnya berada di tangan TKR. Universitas Sumatera Utara 71 Pergerakan Belanda cukup gesit untuk menguasai Sumatera Timur. Ketika itu Belanda telah menduduki Stabat dan rumah besar Kejuruan Stabat dijadikan markas Belanda. 153 Oleh karena merasa posisi mereka mulai tersudutkan, pada tanggal 27 Juli 1947 para pemuda dan laskar rakyat bergabung untuk membumihanguskan Kota Tanjung Pura, termasuk seluruh gedung-gedung pemerintahan dan Istana Kesultanan Langkat agar tidak diduduki Belanda. Aksi bumi hangus yang dilakukan TNI dan laskar rakyat menimbulkan efek psikologis terhadap penduduk Sumatera Timur, terutama penduduk Melayu serta Cina. 154 Menurut Rohani Darus, malam tanggal 27 Juli 1947, Kota Tanjung Pura dibumihanguskan, termasuk seluruh pabrik getah, kilang padi, dan kilang papan milik ayahnya, Muhammad Darus Umar. Menurut kabar yang beredar, ayahnya diculik oleh sekelompok anggota PKIPesindo karena dituduh mata-mata Belanda. 155 Hal serupa juga dibenarkan oleh adik kandung Ani Darus bernama Musa Darus. Menurut Musa Darus, ketika terjadi Agresi Militer Belanda beliau masih berumur 5 tahun. Situasi yang menakutkan, sehingga ibunya memutuskan membawa mereka mengungsi naik kereta api ke Kualasimpang Aceh. Begitu pula dengan istri dan anak-anak ayahnya yang lain juga ikut mengungsi ke daerah yang aman. 156 153 Wawancara, Tengku Luckman Sinar dengan Tengku Sulong Chalizar, Stabat, 18 Juni 1983. 154 Suprayitno, op.cit., hlm. 83. 155 Rohani,loc.cit. 156 Wawancara, dengan Musa, Tanjung Pura, 1 Agustus 2014. Universitas Sumatera Utara 72 Rohani Darus menggambarkan bagaimana situasi kehidupan mereka selama mengungsi di Aceh, yaitu sebagai berikut : “Ketika kereta api yang membawa kami mengungsi tiba di stasiun Kualasimpang, kami tidak tahu bagaimana nasib ayah yang sebenarnya. Tapi karena kondisi yang tidak mengizinkan kami tidak sempat lagi mencek keberadaan ayah. Menurut informasi yang kami terima, ayah termasuk salah seorang yang diculik anggota PKIPesindo. Masih menurut berita dari mulut ke mulut, kabarnya ayah sempat ditahan di Kualasimpang lalu dipindahkan ke Langsa. Tapi sampai saat ini, kami tidak dapat mengetahui dimana sebenarnya ayah kami ditawan karena tidak tahu hutan rimbanya. Ketika mengungsi, kami pun tidak bisa membawa barang-barang apapun karena rumah kami ikut terbakar. Jadi yang kami bawa hanyalah baju yang melekat di tubuh kami. Yang penting kami bisa menyelamatkan diri dari serangan tentara Belanda … Tidak lama kami tinggal di Kualasimpang. Entah apa sebabnya kami harus pindah lagi ke Sungai Raya, Aceh Perlak. Di sini kami tinggal di gudang milik PJKA yang tidak terpakai lagi di dekat stasiun kereta api. Sebagai gudang lama yang tak terpakai lagi, tentu tidak sehat bagi kami yang masih anak-anak. Selain kumuh dan berdebu, gudang itu juga tidak mempunyai jendela sehingga tidak ada udara segar yang masuk. Akibatnya, kami selalu menderita sakit. Hampir seluruh badan kami terkena penyakit kudis atau puru patek.” 157 Menurut Musa Darus, selama di Sungai Raya kehidupan mereka sangat susah. Untuk makan menggunakan ikan asin sudah sangat mewah. Di sana mereka tidak memiliki sanak saudara, dan menurutnya penduduk disana tidak ada yang membantu mereka. Untuk bertahan hidup, mereka berjualan dengan membantu ibunya. Abang dan kakaknya berjualan teh manis dan telur rebus di stasiun kereta api, sedangkan beliau yang masih kecil hanya 157 Rohani, op.cit., hlm. 13-14. Universitas Sumatera Utara 73 membantu membawa barang dagangan. Uang hasil jualan mereka berikan kepada ibunya untuk keperluan sehari-hari. 158 Kami menjajakan dagangan masing-masing di stasiun kereta api ketika kereta api itu berhenti di stasiun itu baik untuk menaikkan atau menurunkan penumpang. Pekerjaan ini kami jalani setiap hari dengan tidak mengenal lelah atau capek. Uang hasil jualan itu, nantinya dikumpulkan untuk membeli keperluan pokok seperti beras dan ikan asin. Ibu juga berkali-kali mengatakan kepada kami, agar selama dalam pengungsian ini hidup dengan hemat dan berusaha mengumpulkan uang sebanyak-banyaknya untuk modal bila keadaan sudah pulih kembali.” “ … Abang dan kakak saya memilih berjualan nasi bungkus dan teh manis. Sedangkan saya, sesuai dengan kondisi yang masih kecil memilih berjualan rokok daun nipa dan sirih … 159 Selama Agresi Militer Belanda, Pemerintah Belanda terus mendesak Pemerintahan RI melalui gubernur Sumatera untuk membebaskan para tawanan revolusi sosial. Akhirnya pada tanggal 1 Agustus 1947, para tawanan yang terdiri dari para sultan dan raja-raja sibayak dan bekas pejabat sipil kolonial resmi dibebaskan setelah adanya pernyataan dari Pemerintah RI bahwa revolusi sosial yang terjadi di Sumatera Timur dianggap tidak sah. Pernyataan ini menjadi titik berakhirnya revolusi sosial di Sumatera Timur, meskipun kebebasan para tawanan belum sepenuhnya dirasakan. 158 Wawancara, dengan Musa Darus, Tanjung Pura, 1 Agustus 2014. 159 Rohani, op.cit., hlm. 15. Universitas Sumatera Utara 74

BAB IV KAUM BANGSAWAN MELAYU LANGKAT