Bangkit dari Bayang Hitam Revolusi Sosial

83 yang tidak memiliki tempat tinggal akibat rumah mereka telah hancur terpaksa menempati rumah-rumah yang tidak berpenghuni itu untuk dijadikan sebagai tempat tinggal mereka. Awalnya mereka hanya sementara menempati rumah itu, namun lama-kelamaan diklaim menjadi milik mereka dengan bukti surat-surat tanah yang tidak jelas kebenarannya. 176

4.3 Bangkit dari Bayang Hitam Revolusi Sosial

Selain situasi di Langkat telah aman, sekolah-sekolah yang sempat vakum selama beberapa tahun telah aktif kembali, termasuk makhtab-makhtab seperti Jamiyatul Mahmudiyah dan Jamiyatul Khalidiyah. Anak-anak bangsawan sudah mulai kembali bersekolah. Akan tetapi perlakuan istimewa sudah tidak mereka peroleh lagi seperti dulu. Mereka diperlakukan sama seperti anak pribumi lainnya. Dua tahun setelah peristiwa revolusi sosial dapat dikatakan aktivitas golongan bangsawan Melayu untuk mengembalikan sistem otokrasi yang telah lebih dari seabad dibangun hampir tidak ada lagi, apalagi Sultan Langkat, sang pemimpin dan ulil amri yang menjadi tauladan mereka telah wafat. Setelah kekuasaan monarki runtuh, orang Melayu sudah tidak memiliki kekuatan. Mereka seperti “anak ayam kehilangan induknya”. Menurut Datuk Oka Abdul Hamid, orang Melayu tidak dapat berjalan karena tidak ada 176 Perlu diketahui bahwa hampir seluruh bangsawan yang berpengaruh di Langkat menjadi korban pembunuhan, sehingga rumah-rumah mereka kosong tidak berpenghuni. Rumah-rumah para bangsawan itu yang dimanfaatkan oleh rakyat sebagai tempat tinggal.Wawancara, dengan Tengku Ta’zul Rizal Azis, Medan, 1 September 2014. Universitas Sumatera Utara 84 pemimpinnya. 177 Untuk menguatkan kembali eksistensi golongan bangsawan dan adat Melayu yang telah bergeser dari roda pemerintahan, mereka mencoba kembali menghidupkan budaya Melayu dengan membangun pemerintahan adat yang dikepalai oleh seorang juriatpemangku adat yang berasal dari keturunan Sultan Mahmud. Akan tetapi aktivitas ini hanya bersifat internal saja.Pada masa itu sulit dijumpai bangsawan Melayu menjadi pejabat di dalam birokrasi pemerintahan. Pemegang jabatan utama di birokrasi pemerintahan, terutama di Langkat kebanyakan adalah orang-orang pendatang. Hanya saja komunikasi mereka dengan tuan “Belanda” masih terjalin dengan baik. 178 Setelah didirikannya Negara Sumatera Timur NST yang bertujuan ingin mengembalikan kedudukan dan kepentingan penduduk asli, bangsawan Melayu Langkat mulai bangkit dan berusaha untuk mengembalikan posisi mereka. Beberapa bangsawan Langkat dipercaya memegang jabatan di pemerintahan Langkat, seperti H.Oka Salamudin yang menjadi Residen Sumatera Timur, Wan Umaruddin sebagai Kepala Pemerintahan Negara Sumatera Timur NST yang berkedudukan di Binjai, Tengku Ubaidulah sebagai Kepala Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berkedudukan di Pangkalan 177 Wawancara, dengan Datuk Oka Abdul Hamid A, Medan, 12 April 2014. 178 Hal ini dapat dilihat bahwasejak pemerintahan Bupati Letkol. T Ismail Ashwin berakhir 1964- 1974, tidak ada bupati Langkat yang berasal dari golongan bangsawan Melayu. Barulah menjelang tahun 2000- an mulai ada orang Melayu yang tampil sebagai bupati di Langkat seperti Bupati Syamsul Arifin 1999-2009. Ini menandakan terjadi peralihan di dalam kepemimpinan. Universitas Sumatera Utara 85 Berandan 179 Mereka juga kembali menata kehidupan dan berupaya untuk menyatukan kembali keluarga atau kerabat yang telah terpisah akibat revolusi sosial. Oleh karena itu, sekitar tahun 1950, untuk mengumpulkan kembali keluarga yang telah terpisah, mereka melakukan pertemuan keluarga yang bersifat internal sebagai upaya untuk mengikat kembali silahturahmi antar keluarga yang sempat terputus. Hal ini juga dibenarkan oleh Jalilah Yahya, bahwa beliau sering mengikuti perkumpulan keluarga bangsawan Langkat dan Deli. dan Tengku Muhammad Khalid sebagai camat di Stabat. Akan tetapi setelah NST dibubarkan, kedudukan mereka kembali melemah. 180 “Selain mengambil upahan mengupas kepah dan mengoyak daun nipah, saya juga mencari kegiatan lain yang menghasilkan uang. Kadang-kadang saya juga Selain itu, golongan bangsawan Langkat juga membuat arisan dan pengajian, namun kegiatan ini berjalan seadanya. Dalam kehidupan bermasyarakat, mereka tetap bersosialisasi seperti biasa dengan rakyat, tanpa ada garis pemisah antara bangsawan dan rakyat. Rakyat, terutama orang-orang Melayu tetap menghormati dan menyapa bangsawan Melayu dengan panggilan gelar bangsawannya, misalnya memanggil namanya dengan tengku, meskipun makna gelar itu tidak ada artinya lagi. Dapat dikatakan kondisi ekonomi golongan bangsawan beberapa tahun revolusi sosial setelah revolusi sosial mengalami pasang surut. Mengenai gambaran kehidupan ekonomi ketika itu dijelaskan oleh pengalaman Ani Darus sebagai berikut: 179 http:www.langkatkab.go.idpage.php?id=135 , diakses pada tanggal 16 Oktober 2014, pukul 05.40 WIB. 180 Wawancara, dengan Jalilah Yahya, Stabat, 7 Mei 2014. Universitas Sumatera Utara 86 mengambil upahan menyemat atap daun nipah. … Uang hasil menyemat atap nipah itu juga saya berikan pada ibu dan selalu ditabung. … Bila tidak ada upahan menganyam atap nipah atau mengupah kepah, saya lalu mencari kegiatan lain yang menghasilkan uang yaitu dengan berjualan telur rebus, telur asin, dan air teh manis di stasiun kereta api Tanjung Pura. 181 “Setelah pabrik getah yang sempat dibakar pada tahun 1948 dibangun kembali, kami anak-anak Oka Darus Umar kembali bisa menjalani kehidupan yang normal walaupun pas-pasan. … Pada tahun 1953 saya tamat SR dan menyambung di SMP di Tanjung Pura. Kemudian pada tahun 1957 saya menumpang di rumah saudara untuk menyambung sekolah di Medan meneruskan cita-cita ke Sekolah Hukum di UGM, Yogyakarta. Golongan bangsawan yang menyadari kondisi yang mereka alami saat ini, berusaha untuk menyekolahkan anak-anak mereka. Dengan harta yang sempat mereka selamatkan, mereka membiayai sekolah anak-anaknya. Hal ini sesuai seperti yang dituturkan oleh Ani Darus sebagai berikut: 182 “Kami bersyukur dari hasil peninggalan pabrik getah ayah, kami bisa bersekolah. Untuk memperoleh pendidikan diperlukan usaha dan pengorbanan karena meskipun harta peninggalan ayahnya ada, namun untuk membiayai anak-anak dari ketiga istrinya tidaklah cukup sehingga selama mereka sekolah harus hidup hemat.” Hal serupa juga dituturkan Musa Darus yaitu sebagai berikut: 183 Selain memanfaatkan harta yang masih ada, mereka juga mulai bangkit dengan melakukan berbagai usaha untuk membiayai anaknya bersekolah. Dalam memilih pekerjaan untuk menopang kehidupan mereka, mereka lebih cenderung memilih pekerjaan yang tidak 181 Rohani Darus Danil, Mendobrak Tradisi : Otobiografi, Medan : Consurtium for Policy Review and Advocacy COPRA, 2000, hlm. hlm. 23-24. 182 Ibid., hlm. 30-33. 183 Wawancara, dengan Musa Darus, Tanjung Pura, 1 Agustus 2014. Universitas Sumatera Utara 87 terikat dengan pemerintahan, seperti menjadi petani, nelayan, dokter, militer dan kebanyakan menjadi guru, disamping menjadi pedagang. 184 “Ayah atok adalah orang yang disiplin. Untuk menyekolahkan anak-anaknya, ayah atok melakukan apa saja yang menghasilkan uang, musim menanam, ya bertani. Gaji sebagai penghulu cuma dapat dari pengertian rakyat karena ayah atok sama sekali tidak digaji pemerintah, misalnya ketika rakyat panen ayah atok dapat beras atau diberi sayur-sayuran, dan sebagainya. Dulu ada program dari pemerintah, siapa yang mau sekolah dapat beasiswa, jadi kami bisa sekolah tanpa terlalu membebankan orang tua. Hampir seluruh keluarga atok menjadi guru karena dulu setelah tamat Sekolah Guru Agama bisa langsung jadi guru.” Hal ini seperti dikatakan oleh Tengku Muhammad Nasir yaitu sebagai berikut: 185 “Setelah saya menikah dan punya anak, kehidupan kami sederhana. Pekerjaan apapun saya lakukan, dari membuat atap, membuat gula aren, bertani, dan mencari ikan di laut pun saya lakukan. Bagi saya, pendidikan sekolah dan ilmu agama penting untuk diajarkan kepada anak-anak, meskipun tidak sampai sekolah tinggi.” Hal senada juga dituturkan oleh Oka Rulam yaitu : 186 “Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarga kami, ayah saya suka menanam di kebun berbagai tanaman yang bisa menghasilkan. Untuk soal pendidikan anak-anaknya, ayah saya sangat mendukung. Ayah berupaya semaksimal mungkin memanfaatkan tanah-tanah miliknya supaya menghasilkan uang untuk membiayai sekolah anak-anaknya. Kami pun juga Menurut beberapa informan, meskipun harta benda sudah tidak ada, namun secara ekonomi mereka tetap dapat menjalankan kehidupan mereka sehari-hari baik secara sederhana atau seadanya. Tengku Rahil mengungkapkan sebagai berikut : 184 Menurut Oka Abdul Hamid, sebelum terjadi revolusi sosial bangsawan Melayu tidak ada yang mau menjadi pedagang karena dianggap tidak baik tidak sesuai dengan karakter bangsawan Melayu. Wawancara, dengan Datuk Oka Abdul Hamid, Medan, 12 April 2014. 185 Wawancara, dengan Tengku Muhammad Nasir, Stabat, 16 April 2014. 186 Wawancara, dengan Oka Rulam, Tanjung Pura, 25 Mei 2014. Universitas Sumatera Utara 88 merasa tahu diri dengan kondisi orang tua sehingga untuk sekolah tidaklah hidup bermewah-mewah. Sebelum berangkat sekolah, kami sarapan kenyang- kenyang karena di sekolah kami tidak jajan. Setelah menamatkan SR di Tanjung Pura dan SMP di Pangkalan Brandan, pada tahun 1954 saya mendapat beasiswa untuk sekolah di SGA di Medan.” Selanjutnya Datuk Oka Abdul Hamid mengatakan : “Ketika saya bersekolah di SR, saya dan saudara lainnya diantar menggunakan sado. Hidup keluarga kami tidaklah begitu susah karena pada tahun 1962 saat krisis ekonomi, saya sudah memiliki sepeda yang ketika itu sudah dianggap mewah.” Upaya golongan bangsawan untuk meminta kembali harta benda mereka yang telah diambil secara paksa sudah mereka lakukan sejak tahun 1948 melalui Negara Sumatera Timur NST. Kemudian pada tahun 1950 melalui Mr. Moh. Hasan yang saat itu menjabat sebagai Wakil Ketua Senat RIS 1949-1950para ahli waris sultan yang ada di Sumatera Timur memohon agar mengkonfirmasi kepada Mohammad Hatta sebagai Perdana Menteri RI di Yogyakarta untuk mengembalikan harta-harta mereka yang telah diambilatau yang diserahkan kepadarepublik melaluiTKRketika terjadi revolusi sosial. Dari studi arsip di Arsip Nasional Republik Indonesia ANRI, penulis hanya menemukan arsip tentang Kesultanan Siak dan para bangsawan Serdang yang meminta kembali harta-harta mereka yang pernah diberikan kepada TKR, dengan melampirkan daftar harta-harta tersebut. 187 187 Mengenai surat Mr. T.M.Hasan kepada Kepala Direksi Pengembalian Hak Rijkswijk dan kepada J.M. Perdana Menteri RI dapat dilihat pada lampiran XV dan XVI. Dari sini penulis beranggapan bahwa, mereka berusaha untuk meminta kembali harta-harta tersebut. Dengan demikian, memang ada usaha keluarga bangsawan Langkat untuk meminta kembali harta benda mereka, namun arsip mengenai Universitas Sumatera Utara 89 keinginan itu tidak penulis temukan. Ketiadaan arsip Langkat itu mungkin disebabkannya banyaknya bangsawan Langkat yang terbunuh saat itu sehingga anak cucu mereka yang masih hidup tidak tahu harus kemana mereka menuntut kembali harta-harta mereka itu dan mereka pun tidak tahu dimana harta itu. Di samping itu mereka juga sudah tidak memiliki kekuatan untuk meminta kembali harta-harta itu. Pendapat penulis ini diperkuat dengan pernyataan Tengku Ta’zul Rizal Azis yang menceritakan tentang keluarganya dan permintaan para bangsawan atas hartanya yaitu sebagai berikut. “Ayah saya Tengku Dhiauddin Azis adalah adik dari Sultan Mahmud. Ketika terjadi revolusi sosial, ayah saya telah bergabung ke dalam perjuangan RI menjadi TKR, sehingga ayah saya tidak masuk dalam daftar bangsawan yang ditangkap. Pasca revolusi sosial kehidupan kami tidaklah begitu buruk. Ayah mampu membiayai kami untuk sekolah hingga sebagian masuk perguruan tinggi dan mengajarkan kami untuk berusaha dengan kemampuan sendiri. … Keluarga bangsawan Langkat yang menjadi korban revolusi sosial secara perorangan menuntut kembali harta-harta yang pernah dijarah. Akan tetapi hal itu sia-sia karena bukti dan orang yang menjarah pun tidak jelas. Mereka tidak tahu mau menuntut kepada siapa karena banyak harta Kesultanan Langkat yang dijarah untuk kepentingan pribadi.” 188 Setelah upaya meminta kembali harta yang dijarah mengalami hambatan, maka pada tahun 1950 para golongan bangsawan Melayu Langkat mencoba memperjuangkan kembali harta-harta Sultan Langkat terdahulu Sultan Abdul Azis dan harta beberapa datuk yang tersimpan di Nederlandsch Indische Handelsbank N.V, Amsterdam. Balasan yang mereka terima menyebutkan bahwa harta-harta sultan yang ada di Bank N.V. Amsterdam telah 188 Wawancara, dengan Tengku Ta’zul Rizal Azis, Medan, 1 September 2014. Universitas Sumatera Utara 90 diblokir oleh Deviezen Instituut Voor Indonesie. Begitu juga surat balasan dari European Banks International Company bahwa harta dan sultan di Belanda itu telah dijual di London. Jawaban yang tidak memuaskan ini masih menimbulkan tanda tanya bagi mereka mengapa bisa diblokir dan jika memang saham-saham dijual kepada siapa, akhirnya mereka meminta konfirmasi kepada pihak Bank Indonesia untuk memberikan kebenarannya dan membantu menyelesaikan persoalan ini. Pada akhirnya apa yang diusahakan para ahli waris tidak membuahkan hasil. 189 Menurut Datuk Oka Abdul Hamid, hal ini disebabkan karena tidak adanya bukti pendukung, semua surat-surat penting telah habis terbakar di masa revolusi sosial. 190 Sekitar tahun 1970-an secara jelas golongan bangsawan mulai membuka diri terhadap lingkungannya, terutama bangsawan terpelajar. Berbekal kemampuan dan ilmu yang dimiliki, mereka diterima bekerja di instansi pemerintah dan swasta. Beberapa nama yang dapat disebutkan adalah Tengku Amal Hamzah adik Tengku Amir Hamzah yang bekerja di Kedutaan Besar Republik Indonesia KBRI di Jerman Barat sekitar tahun 1976 191 dan Prof. Mariam Darus yang menjadi dosen di Universitas Sumatera Utara. 192 Pengalaman bekerja di instansi pemerintahan juga dirasakan oleh Jalilah Yahya. Sebagai seorang guru beliau harus menjadi tauladan yang baik untuk murid dan masyarakat. 189 Lihat Lampiran XVII-XXI 190 Datuk Oka Abdul Hamid A, Sejarah Langkat Mendai Tuah Berseri, Medan : Badan Perpustakaan, Arsip, dan Dokumentasi Propinsi Sumatera Utara, 2011, hlm. 118. 191 Tengku Muhammad Lah Husny,Biography Sejarah Amir Hamzah, Medan: Badan Penerbit Husny,1976, hlm. 4. 192 http:www.mandarmaju.compengarang.php?id=71 , diakses pada tanggal 16 Oktober 2014, pukul 07.00 WIB. Universitas Sumatera Utara 91 Hal itu dibuktikannya dengan terpilihnya beliau menjadi seorang ibu teladan se-provinsi Sumatera Utara pada tahun 1977. Kemudian, beliau terpilih menjadi anggota DPRD Langkat dari Partai Golongan Karya Golkar. Ketika akan memasuki periode kedua, beliau menolak untuk menjabat kembali sebagai anggota DPRD karena menurutnya di dalam politik tidak ada yang abadi kecuali kepentingan. Hal ini sangat bertolakbelakang dengan kepribadiannya. Selain itu, beliau juga senang memelihara anak yatim. Bahkan setelah pensiun dari PNS, beliau lebih banyak melakukan kegiatan keagamaan kepada masyarakat hingga sekarang. 193 Pengalaman berikutnya juga dialami oleh Rohani Darus. Bermodal ijazah sarjana hukumnya, ia melamar sebagai pegawai negeri di instansi pemerintahan di Kabupaten Langkat. Hal ini yang menjadi batu loncatan beliau sehingga beliau mendapat amanah menjadi seorang walikota periode 1990-1995 perempuan pertama di Kota Tebing Tinggi. 194 Menjelang reformasi mulai tampak pergerakan bangsawan Melayu untuk semakin memantapkan pemerintahan adat. Pembentukan kembali pemerintahan adat ini tergerak dari niat yang baik untuk menghidupkan kembali budaya Melayu yang mulai luntur. Menurut Tengku Muhammad Nasir, ungkapan “Tak Melayu hilang di bumi” sudah tidak bisa digunakan. Ungkapan yang lebih pantas adalah “bumi kehilangan Melayu” karena orang Melayu sendiri sudah tidak menunjukkan ciri khas Melayunya dari segi bahasa, pakaian, maupun budayanya. Hal ini lah yang menunjukkan budaya Melayu mulai luntur. 195 193 Wawancara, dengan Jalilah Yahya, Stabat, 7 Mei 2014. 194 Rohani, op.cit., hlm. 100. 195 Wawancara, dengan Tengku Muhammad Nasir, Stabat, 16 April 2014. Universitas Sumatera Utara 92 Sekitar tahun 1999, niat itu terealisasi dengan mengangkat Tengku Herman Syah sebagai Kepala Adat Negeri Kesultanan Langkat, tetapi sebelum ditabalkan beliau meninggal dunia pada tahun 2001. Upaya itu baru dapat diwujudkan dengan baik setelah adanya rencana dari keturunan datuk-datuk yang dahulu memerintah untuk mengangkat kembali Sultan Langkat sebagai pemangku adat Kesultanan Langkat. Pada tahun 2002 Tengku Iskandar Hilali Abdul Jalil Rahmadsyah ditabalkan menjadi Kepala Masyarakat Adat Kesultanan Langkat bergelar sultan. Pada tahun 2003 kedudukan sebagai Kepala adat digantikan oleh Sultan Azwar Abdul Jalil Rahmadsyah. 196 Terlepas dari permasalahan yang terjadi, bangsawan Langkat sudah terbebas dari belenggu revolusi sosial dengan kembali menjalani hidupnya selayaknya manusia biasa. Kini, perlahan-lahan keluarga atau kerabat golongan bangsawan yang terkena dampak revolusi sosial sudah mulai melupakannya. Meskipun ada yang masih merasa sakit hati karena tidak menerima atas perlakuan yang dialami mereka dahulu, namun mereka tidak pendendam. Dari beberapa informan yang diwawancarai oleh penulis, mereka menyatakan bahwa mereka sebenarnya mengetahui orang-orang yang terlibat dalam revolusi sosial, sebab orang yang melakukan revolusi sosial adalah orang-orang yang dikenal dalam pergaulan hidup mereka sehari-hari. Hanya saja mereka tidak mau mengungkapkannya karena akan membuka aib dan luka lama dan menyinggung perasaan orang yang terlibat dalam peristiwa revolusi sosial tahun 1946. 196 Hamid, op.cit., hlm. 116,121; Sebenarnya pembentukan pemerintahan adat ini tidak hanya terjadi di Langkat saja, tetapi seluruh wilayah Indonesia yang berdasarkan catatan sejarah memiliki pemerintahan kesultanan. Kebangkitan pemerintahan adat ini sesuai dengan Keputusan Presiden No. 83 Tahun 1998 tentang kebebasan berserikat dan perlindungan hak untuk berorganisasi. Mengenai Keputusan Presiden, lihat, http:edhigeol.wordpress.com20130220hak-asasi-manusia , diakses pada tanggal 27 Oktober 2014, pukul 22.13 WIB. Universitas Sumatera Utara 93 Mereka sadar bahwa gelar kebangsawanan yang disandangnya bukanlah menjadi segalanya untuk meningkatkan kehormatan mereka, akan tetapi ilmu dan kemampuan yang membuat mereka bisa bangkit seperti sekarang sebagai bangsa Indonesia. Universitas Sumatera Utara 94

BAB V KESIMPULAN