Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Secara umum masyarakat terbagi atas dua golongan yaitu golongan elite dan non elite. Golongan elite merupakan suatu kelompok minoritas yang biasanya memiliki kekayaan, kekuasaan, dan kehormatan. 1 Dalam sistem pemerintahan Kesultanan Langkat, golongan ini memegang peranan penting. Mereka menduduki posisi tertentu dalam pemerintahan Kesultanan Langkat seperti penasihat sultan, sekretaris, serta bendahara. Untuk menguasai daerah vasal di Kesultanan Langkat, sultan memberikan wewenang kepada kerabat dekat atau golongan bangsawan yang mempunyai hubungan kekerabatan dengan sultan. Dalam hubungannya dengan penelitian ini, maka golongan elite yang dimaksud adalah bangsawan Melayu Langkat, baik bangsawan penguasaraja maupun bukan penguasaraja. Status seseorang yang termasuk dalam golongan bangsawan Melayu dapat dikenali dari gelar bangsawan yang dipergunakan, antara lain tengku, raja, datuk, orangkaya oka, dan wan. 2 Keistimewaan itu tidak hanya ada di pemerintahan Kesultanan Langkat, tapi juga dalam kehidupan ekonomi dan sosial. Dalam hal ekonomi, khususnya golongan bangsawan 1 T.B. Bottomore, Elite dan Masyarakat. Jakarta : Institut Akbar Tanjung. 2006, hlm. 1-2. 2 Ratna, “Birokrasi Kerajaan Melayu Sumatera Timur di Abad XII”, dalam Tesis S2 belum diterbitkan, Yogyakarta : Pasca Sarjana UGM, 1990, hlm. 76-77. Universitas Sumatera Utara 2 raja memiliki hak istimewa menyangkut upeti atau pengutipan pajak-pajak tertentu, misalnya pajak tapak lawang. Pajak tapak lawang adalah pajak yang dikenakan pada seseorang yang membuka ladang. Setelah memperoleh hasil, maka ia wajib membayar pajak tapak lawang kepada sultan sebanyak 10 gantang. 3 Di kehidupan sosial, maka keistimewaan yang dimiliki oleh golongan adalah dalam penggunaan kata-kata tertentu ketika berbicara dengan mereka sebagai tanda penghormatan kepada mereka. Kata patik dan duli adalah dua kata yang sering diucapkan oleh seseorang ketika ia berhadapan atau berbicara dengan orang yang dianggap statusnya lebih tinggi dari dirinya. 4 3 1 gantang = 4,549 liter. 4 Patik berarti saya dan duli berarti debu, debu pasir di bawah telapak kaki sultan. Pada masa kolonial, keistimewaan ini masih tetap dipertahankan termasuk mempertahankan sistem pemerintahan kerajaan tradisional ini. Ketika sistem pendidikan barat diperkenalkan melalui politik etis, ternyata tetap mengutamakan kelompok bangsawan sehingga lahirlah kelompok-kelompok elite modern yang berasal dari keluarga bangsawan Melayu. Bangsawan Melayu Langkat yang pernah mengenyam pendidikan modern antara lain Dr. Abdullah Hod dan Tengku Amir Hamzah yang mendapat gelar meester in de rechten atau sarjana hukum. Meskipun dalam kapasitas kecil, kaum elite modern dari bangsawan Melayu Langkat ini juga terjun dalam arus pergerakan Indonesia, seperti misalnya Tengku Amir Hamzah ketika masih mendapatkan pendidikan di Solo. Universitas Sumatera Utara 3 Perkenalan bangsawan Melayu pada industri perkebunan yang dipelopori oleh Nienhuys ikut membawa perubahan dalam kehidupan bangsawan. Kepentingan akan lahan yang dianggap sebagai milik bangsawan raja sultan telah menyebabkan terjalinnya hubungan kerja sama yang saling menguntungkan antara para pengusaha perkebunan dengan Sultan Langkat. Atas konsesi tanah perkebunan tersebut, Sultan Langkat mendapat ganti rugi berupa “honorarium” yang menjadi pendapatan pribadi sultan. 5 Ketika ditemukan sumber minyak di Pangkalan Brandan membuat kekayaan Sultan Langkat semakin meningkat. Menurut Anthony Reid, honorarium Sultan Langkat sebesar 472,094 gulden pada tahun 1931. 6 Dari honorarium yang diperoleh, sultan mampu membangun tiga istana megah 7 yang berada di Tanjung Pura dan Binjai. Selain itu, Sultan Langkat dan kerabat bangsawan Melayu lainnya mampu membeli barang-barang mewah dan berpesiar. Akan tetapi dari kekayaan tersebut, sultan juga berusaha untuk memakmurkan rakyatnya. Dari catatan sejarah, dengan uang pribadinya Sultan Langkat membangun sarana umum seperti mesjid, makhtab atau sekolah rakyat, dan membagi-bagikan 1 kaleng minyak untuk kebutuhan sehari-hari. 8 5 Anthony Reid, Perjuangan Rakyat : Revolusi dan Hancurnya Kerajaan di Sumatera Timur, Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, hlm. 88. 6 Ibid., hlm. 89. 7 Ketiga istana itu adalah Istana Darul Aman dan Istana Darussalam di Tanjung Pura dan satu Istana lagi di Binjai. 8 Tuanku Luckman Sinar. Bangun dan Runtuhnya Kerajaan Melayu di Sumatera Timur. Tanpa Kota Terbit : Tanpa Penerbit, Tanpa Tahun Terbit, hlm. 244. Ketika harga barang naik, sultan mengumumkan bahwa bagi siapa saja yang Universitas Sumatera Utara 4 tidak mampu membeli beras, sultan akan memberikannya secara cuma-cuma kepada rakyat dengan syarat dipersilahkan untuk mengaji Al-Qur’an, membaca surat Al-Ikhlas atau membaca shalawat di Mesjid Azizi Tanjung Pura. 9 Pada masa penjajahan Jepang, kehidupan para sultan berubah. Mereka yang pada masa Belanda ditimang-timang dengan kekayaan, pada masa Jepang mereka harus bekerja dan turun ke jalan untuk mengerahkan rakyat sebagai tenaga romusha. Kedudukan mereka pun di mata Jepang tidak ada bedanya dengan rakyat pribumi. Kaum bangsawan berusaha mengadakan diplomasi dengan Jepang sehingga perlahan-lahan mereka mendapat sedikit kepercayaan Jepang untuk menggunakan kekuasaannya demi kepentingan Jepang. Akan tetapi sikap dan kekuasaan yang dimiliki kelompok bangsawan ketika berkuasa mungkin telah membuat kelompok yang tergabung dalam partai-partai politik 10 Setelah Indonesia merdeka, situasi politik di Sumatera Timur pada waktu itu ikut bergejolak. Tidak hanya mendapat tantangan adanya isu akan kembalinya Belanda untuk menjajah Indonesia, tetapi juga dari para pemimpin tradisional yang masih pro kontra terhadap kemerdekaan Indonesia.Perlu diketahui bahwa salah satu tujuan kemerdekaan Indonesia tidak hanya bebas dari penderitaan dan dari belenggu penjajah, tetapi terbebas dari tidak senang. Puncak ketidaksenangan itu muncul setelah Indonesia merdeka. 9 Datuk Oka Abdul Hamid A, Sejarah Langkat Mendai Tuah Berseri, Medan : Badan Perpustakaan, Arsip, dan Dokumentasi Propinsi Sumatera Utara, 2011, hlm. 107. 10 Setelah kemerdekaan Indonesiapartai-partai politik tersebut membentuk Persatuan Perjuangan atau VolksfrontsdiantaranyaPSI, PNI, dan PKI, disertai laskar pendukungnya. Kelompok revolusioner inilah yang menjadi dalang peristiwa revolusi sosial di Sumatera Timur. Universitas Sumatera Utara 5 belenggu pemerintahan yang bersifat otokrasi di bawah kaum bangsawan. Landasan inilah yang mengakibatkan kelompok revolusioner bersikap radikal. Sikap ragu-ragu yang ditunjukkan sultan dan kelompok bangsawan Melayu untuk melebur ke dalam Republik Indonesia dan isu terbentuknya Comite van Ontvangst membuat kelompok revolusioner percaya diri untuk melancarkan gerakan yang disebut peristiwa Maret 1946 revolusi sosial. 11 Pasca revolusi sosial, gambaran kehidupan bangsawan Melayu Langkat berubah drastis. Menurut Fachruddin RY Banyak keluarga bangsawan yang dibunuh dan ditawan. 12 11 Faktanya adalah tidak semua kesultanan di Sumatera Timur menolak untuk melebur ke dalam pemerintahan RI, salah satunya adalah Sultan Sulaiman Syariful Alamsyah dari Kesultanan Serdang. Beliau memberikan sebagian harta benda yang dimilikinya untuk kepentingan perang kemerdekaan. Mansyur, The Golden Bridge : Jembatan Emas 1945, Medan : Lembaga Sosial Juang 45 Medan Area, Tanpa Tahun, hlm. 265-266. 12 Wawancara, dengan Fachruddin RY, Stabat, 12 Februari 2014. , sebagian dari golongan bangsawan yang masih hidup dibebaskan dari tawanan. Banyak dari mereka yang trauma dan sudah tidak memiliki harta benda lagi memilih merantau meninggalkan rumahnya. Mereka merantau ke tempat yang aman, seperti Aceh dan kota Medan. Akan tetapi masih ada yang tetap tinggal di rumahnya karena tidak tahu mau pergi kemana. Tanah yang mereka miliki dulu dijual untuk memenuhi kebutuhan hidup, sehingga mereka tidak memiliki harta benda lagi. Berbekal kualitas seadanya dan peninggalan harta benda yang masih bisa diselamatkan, mereka mencoba untuk bangkit dari bayang hitam revolusi sosial, dengan menjalankan usaha yang tidak bergantung dengan orang lain, seperti berdagang, membuka kantor pelayanan jasa, atau bekerja di kantor-kantor swasta seperti bank.Ada juga yang berusaha mengucilkan diri dari masyarakat dan sempat menghapus identitas kebangsawanannya. Universitas Sumatera Utara 6 Dari uraian di atas maka penelitian yang berjudul “Kehidupan Bangsawan Melayu Kesultanan Langkat Sebelum dan Sesudah Revolusi Sosial” tentu sangat menarik dikaji. Alasan peneliti mengapa penelitian ini sangat menarik karena belum pernah dikaji selama ini. Selain itu, pengalaman revolusi sosial telah mempengaruhi kehidupan golongan bangsawan Melayu Langkat yang mengalami keterpurukan. Hal ini yang membuat peneliti merasa tertarik ingin melihat bagaimana kehidupan bangsawan dan apa usaha mereka untuk bangkit menjalani kehidupannya kembali. Penelitian ini mengambil skop temporal pada tahun 1946 merupakan periode awal penelitian ini dikarenakan tahun 1946 merupakan awal tahun terjadinya peristiwa revolusi sosial. Walaupun batasan awal penelitian dimulai pada tahun 1946, namun untuk melihat proses perubahan kehidupan bangsawan perlu adanya perbandingan pada masa-masa sebelumnya yang perlu dikaji. Berakhirnya masa Orde Baru, dan munculnya era pemerintahan Reformasi hingga awal tahun 2002 merupakan batasan akhir penelitian ini. Dalam rentang waktu ini, sudah mulai terlihat upaya yang dilakukan kaum bangsawan untuk bangkit dari masa-masa krusial setelah revolusi sosial, yaitu ditandai dengan upaya mereka menegakkan kembali pemerintahan adat Kesultanan Langkat yang dipimpin oleh bangsawan Melayu. Dengan demikian diharapkan akan terlihat dinamika dari berbagai perubahan yang terjadi, baik dari segi sosial, ekonomi, dan politik terhadap kehidupan golongan bangsawan Melayu selama kurun waktu tersebut. Untuk skop spasial peneliti membatasi di Langkat karena salah satu peristiwa revolusi sosial yang tragis terjadi di Langkat. 13 13 Peristiwa revolusi sosial di Sumatera Timur dikenal dengan istilah malam berdarah. Lihat, Reid, op.cit., hlm. 372. Universitas Sumatera Utara 7 Dalam penelitian ini, objek penelitiannya adalah golongan bangsawan Melayu Langkat. Akan tetapi peneliti tidak membatasi bahwa golongan bangsawan yang dimaksud adalah keluarga dan kerabat kerajaan yang dulunya memiliki kedudukan atau yang menjadi korban dalam peristiwa revolusi sosial saja, melainkan juga mereka yang termasuk golongan bangsawan biasa dan mengalami dampak akibat peristiwa revolusi sosial.

1.2 Rumusan Masalah