Kontruksi Pemberitaan Kontroversi Pencalonan Angel Lelga dari Partai Persatuan dan Pembangunan di Okezone.com

(1)

DAN PEMBANGUNAN DI OKEZONE.COM

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memeroleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)

Oleh

Dwi Agus Prasetiyo

NIM: 109051000232

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1435 H/2014 M


(2)

(3)

(4)

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan karya asli saya selaku penulis, yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memeroleh gelar sarjana pada jenjang Strata Satu (S1) di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini, telah saya

cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini merupakan hasil plagiat atau hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Depok, 09 Maret 2014


(5)

i Dwi Agus Prasetiyo

Konstruksi Pemberitaan Kontroversi Pencalonan Angel Lelga dari Partai Persatuan dan Pembangunan di Okezone.com

Pemilu legislatif pada 2014 ini merupakan pesta demokrasi politik di Indonesia. Dengan alasan demokrasi inilah, beberapa orang memberanikan dirinya untuk menjadi caleg. Angel Lelga merupakan salah satu sosok selebriti yang juga ikut memeriahkan pesta demokrasi kali ini. Karena ia termasuk public figure, maka setiap gerak-geriknya pasti selalu jadi sorotan media. Okezone.com adalah salah satu media massa online yang memberitakan Angel Lelga, termasuk keputusannya untuk menjadi caleg dari PPP.

Bertolak dari latar belakang di atas, maka penulis ingin mengetahui bagaimana Okezone.com mendefinisikan masalah terkait berita kontroversi pencalonan Angel Lelga menjadi anggota legislatif dari PPP? Apa yang menjadi penyebab dari masalah/berita pencalonan Angel Lelga menjadi anggota legislatif dari PPP? Bagaimana Okezone.com menekankan nilai moral apa yang dipakai untuk menjelaskan berita pencalonan Angel Lelga menjadi anggota legislatif dari PPP? Dan bagaimana Okezone.com menawarkan penyelesaian untuk mengatasi berita pencalonan Angel Lelga menjadi anggota legislatif dari PPP?

Teori yang digunakan dalam penelitian ini, yakni teori Konstruksi Sosial atas Realitas, yang diperkenalkan oleh Peter L. Berger dan Thomas Luckmann. Yang menjelaskan bahwa sesungguhnya realitas tidak muncul begitu saja, melainkan dibangun atau dikonstruk. Untuk mengetahui bagaimana Okezone.com membingkai berita pencalonan Angel Lelga menjadi anggota legislatif dari PPP, maka penulis menggunakan metode analisis framing model Robert N. Entman. Framing model ini menggunakan empat struktur analisis, yaitu Define Problems (Pendefinisian Masalah), Diagnose Causes (memerkirakan sumber masalah atau sumber masalah), Make Moral Judgement (membuar keputusan moral), dan Treatment Recommendation (menekankan penyelesaian). Penelitian ini menggunakan metodologi penelitian kualitatif dengan teknik pengumpulan data yaitu analisis teks dan wawancara.

Okezone.com menggambarkan sikap yang kurang percaya akan keputusan PPP mengusung Angel Lelga menjadi calegnya. Hal ini memunculkan asumsi bahwa PPP hanya ingin mendulang suara dari para calegnya, khususnya caleg artis ini. Di samping itu, para caleg artis ini kerap mendapat tempat istimewa di dalam partai. Menguatkan dugaan bahwa PPP tidak melakukan sistem kaderisasi terhadap beberapa calegnya.

Dapat disimpulkan bahwa, berita-berita yang dipublikasikan oleh beberapa media, termasuk Okezone.com kepada khalayak, sesungguhnya bukanlah sesuatu yang asli dari realitas sosialnya. Wartawan dan media adalah pihak yang membangun realitas tersebut. Maka dari itu, sebuah media tidak dapat dikatakan

dalam posisi “netral” pada sebuah pemberitaan. Nuansa berita mengenai fenomena artis nyaleg inipun tidak luput dari gubahan sang wartawan dan Okezone.com itu sendiri. Okezone.com terlihat cenderung menyudutkan Angel Lelga dengan mengekspos masa lalu dan rekam jejaknya sebagai selebriti melalui narasumber-narasumbernya.


(6)

ii

Rasa syukur serta terima kasih tidak pernah berhenti dari lisan dan hati penulis kepada Alloh SWT., yang selalu memberikan limpahan ilmu, anugerah, rizqi, juga hidayah, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir berupa skripsi pada jenjang pendidikan Strata Satu (S1) Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam, Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Sholawat teriring salam juga tidak lupa selalu penulis sampaikan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW., beserta keluarga serta para sahabatnya. Dan semoga kita termasuk umat yang akan mendapatkan syafa’at dari beliau, kelak. Aamiin Yaa Robbal’aalamiin.

Penulisan karya ilmiah ini pun tidak lepas dari peran dan jasa orang-orang terdekat penulis, di antaranya ialah Mrs. Mutiyah (Mamam Mut) dan Mr. Tohirin (Papap), yang selalu mendo’akan, mengingatkan, dan memberikan segala macam dukungan, baik berupa materi maupun immateri. Serta untuk kakak tersayang nan terhormat; Syam Romadani, yang juga turut serta memberikan “motivasi” untuk giat berkompetisi dengannya dalam balutan suasana keusilan dan kesenangan. Terima kasih Mam, Pap, dan Mas. Skripsi ini penulis persembahkan untuk kalian bertiga, khususnya.

Proses pengerjaan skripsi ini tidaklah mudah dan singkat, melainkan banyak cobaan dan hambatan yang penulis hadapi. Namun, berkat niat dan tekad, akhirnya penulis dapat melewati segala cobaan dan hambatan tersebut. Lagi-lagi penulis mengucapkan banyak terima kasih dan memberikan apresiasi yang setinggi-tingginya atas semua yang telah penulis terima selama ini, khususnya


(7)

iii

1. Dr. Arief Subhan, M.A., selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Dr. Suparto, M.Ed., selaku Pembantu Dekan (Pudek) I, Drs Jumroni, M.Si., selaku Pudek II, dan Drs. Wahidin Saputra, M.A., selaku Pudek III.

2. Rachmat Baihaky, M.A., selaku Ketua Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam, Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Umi Musyarrofah, M.A., selaku Sekretaris Jurusan dan Fatoni selaku Wakil Sekretaris Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam, Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Dr. Rulli Nasrullah, M.Si., selaku Dosen Pembimbing skripsi, yang telah meluangkan waktu untuk bimbingan skripsi dan memberikan banyak masukan juga saran ke dalam skripsi ini.

5. Fauzun Jamal, Lc., selaku Dosen Pembimbing Akademik KPI G 2009 yang telah banyak membantu dalam setiap hal akademis ataupun personal, serta memberikan pengarahan tentang perkuliahan dari semester 1 hingga sekarang ini.

6. Dr. Gun Gun Heryanto, M.Si., Bintan Humeira, M.Si, serta Muchammad Nasucha, M.Si., yang juga pernah memberikan arahan dan bimbingan terhadap proposal dan skripsi yang penulis susun ini.

7. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen, yang telah berjasa mendedikasikan ilmu pengetahuan dan pengalaman yang bermanfaat kepada penulis. Serta


(8)

iv

seluruh petugas Perpustakaan FIDKOM dan Perpustakaan Utama yang memberikan layanan kepada pengunjungnya (terutama penulis), sehingga penulis merasakan manfaat yang baik dari kedua Perpustakaan tersebut. 8. Para sahabat dan saudara se-iman yang juga satu perjuangan bersama

penulis dalam mengarungi alam perkuliahan yang amat liar, yang tergabung dalam satu perkumpulan persaudaraan “Geng Bunga Matahari” yang juga menaungi sebuah institusi media, yakni “Taplak Media”. Mereka adalah Arief Fadillah, S.Kom.I, Arip Rahman Hakim, S.Kom.I, Iskandar Zulqornain, S.Kom.I, dan Tata Suryana Wijaya, S.Kom.I. Tidak akan pernah penulis musnahkan kenangan bersama kalian selama ini. 9. Keluarga besar mahasiswa/i FIDKOM angkatan 2009, terutama para

Sarjana Komunikasi Islam dari KPI G yang baik hati dan tidak sombong, di antaranya adalah Edi, Soleh, Surya, Rizky, Heri, Rizal, Sanih, Faisal, Hairul, Putra, Ipul, Andri, Fitri, Dewi, Nida, Puni, Ade, Ovi, Winy, Lina, Agni, Yanka, Mega, Aisyah, Isti, dan Nisa. THE BEST YEARS OF MY LIFE!

10.Kelurga besar KKS Ketupat yang menjadi bagian agent of change di Desa Pasarean, Bogor. Keluarga besar ARC (Ar-Rahman Community) yang telah menorehkan “sejarah” dari Ciputat hingga Bayah. Keluarga besar FKPM (Forum Komunikasi Pemuda Mandiri), dan Keluarga besar Ikatan Pemuda MADRASH.


(9)

v

menemani penulis menghabiskan sebagian waktu bersama dengannya

sebagai “teman hidup”, memberikan semangat dan dukungan dalam

berbagai rupa sehingga penulis selalu bersyukur dipertemukan dengannya. The one and only; Wulan Maulidia, S.Kom.I. | Terima kasih Bantal! ♥ 12.Serta untuk seluruh pihak terkait yang tidak dapat penulis sebutkan satu

persatu, yang telah berjasa dalam berbagai hal, terkhusus selama berlangsungnya proses pendidikan di kampus tercinta, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penulis sadar bahwa skripsi ini masih terbilang jauh dari istilah sempurna. Oleh karena itu, penulis mohon maaf atas segala kekhilafan dan kealfaan yang terdapat dalam skirpsi ini. Namun, dengan adanya penelitian ini, penulis berharap di masa mendatang agar bermanfaat dan dapat dipergunakan secara bijak oleh pembaca dan pihak yang membutuhkan akan informasi dalam skripsi ini. Dan sekali lagi penulis mengucapkan terima kasih atas segala hal yang telah diperoleh. Semoga Alloh SWT membalas jasa para Ibu, Bapak, dan seluruh sahabat, serta meridhoi setiap hal baik yang kita lakukan, sehingga kita semua dapat menjadi orang yang berguna bagi orang lain. Aamiin...

Depok, 14 Maret 2014


(10)

vi

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Batasan dan Rumusan Masalah ... 9

1. Batasan Masalah ... 9

2. Rumusan Masalah ... 10

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 10

1. Tujuan Penelitian ... 10

2. Manfaat Penelitian ... 11

D. Tinjauan Pustaka ... 12

E. Kerangka Teori ... 13

F. Metodologi Penelitian ... 14

1. Jenis Penelitian ... 14

2. Tahapan Penelitian ... 15

2.1. Pengumpulan Data ... 15

2.2. Pengolahan Data ... 16

3. Teknik Analisis Data ... 17

G. Sistematika Penulisan ... 19

BAB II KERANGKA TEORI A. Konstruksi Sosial Realitas ... 21

1. Konstruksi Sosial Realitas: Pemikiran Berger L. Berger dan Thomas Luckmann ... 21

2. Konstruksi Sosial Media Massa ... 25

B. Analisis Framing ... 27

C. Media Massa ... 35

1. Definisi dan Karakteristik Media Massa ... 35

2. Fungsi Media Massa ... 37

3. Efek Media Massa ... 38

4. Media Online ... 39

D. Berita ... 40


(11)

vii

A. Sejarah Okezone.com ... 45

1. Media Nusantara Citra Group (MNC) ... 45

2. Situs online Okezone.com ... 48

B. Visi dan Misi Okezone.com ... 51

BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS DATA 1. Analisis Framing Model Robert N. Entman dalam Pemberitaan di Okezone.com Periode April 2013 .... 58

1.1. Setelah Istikharah, Angel Lelga Mantap Jadi Caleg dari PPP (9 April 2013) ... 58

1.2. Ini Alasan PPP Usung Caleg Artis (23 April 2013) ... 63

1.3. Partai Islam Kok Usung Angel Lelga Jadi Caleg? (23 April 2013) ... 67

1.4. Usung Angel Lelga, PPP Siap Dihujat (24 April 2013) ... 72

1.5. Konstituennya Nahdliyin, Kok Usung Angel Lelga? (24 April 2013) ... 76

1.6. Angel Lelga Nyaleg Karena Dapat Hidayah (26 April 2013) ... 61

2. Kaitan Interpretasi atas Temuan dan Analisis Data dengan Teori ... 65

a) Tahap Menyiapkan Materi Konstruksi ... 86

b) Tahap Sebaran ... 86

c) Tahap Pembentukan Konstruksi Realitas ... 86

d) Tahap Konfirmasi ... 88

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 91

B. Saran ... 94

1. Saran Akedemis ... 94

2. Saran Praktis ... 94

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(12)

viii

Tabel 1 Teknik framing Robert N. Entman... 18

Tabel 2 Definisi framing menurut para tokoh... 31

Tabel 3 Item Berita Okezone.com tentang Kontroversi Pencalonan Angel Lelga Menjadi Anggota Legislatif dari Partai Persatuan

dan Pembangunan ... 56

Tabel 4 Paparan Singkat Tentang Kontroversi Pemberitaan

Angel Lelga Menjadi Anggota Legislatif dari Partai Persatuan

dan Pembangunan di Okezone.com ... 57

Tabel 5 Perangkat Framing Entman pada Artikel Berita

Edisi 9 April 2013: Setelah Istikharah, Angel Lelga Mantap

Jadi Caleg dari PPP ... 58

Tabel 6 Perangkat Framing Entman pada Artikel Berita Edisi 23 April 2013: Ini Alasan PPP Usung

Caleg Artis ... 65

Tabel 7 Perangkat Framing Entman pada Artikel Berita Edisi 23 April 2013: Partai Islam Kok Usung

Angel Lelga Jadi Caleg? ... 67

Tabel 8 Perangkat Framing Entman pada Artikel Berita Edisi 24 April 2013: Usung Angel Lelga, PPP

Siap Dihujat ... 72

Tabel 9 Perangkat Framing Entman pada Artikel Berita Edisi 24 April 2013: Konstituennya Nahdliyin,

Kok Usung Angel Lelga? ... 76

Tabel 10 Perangkat Framing Entman pada Artikel Berita Edisi 26 April 2013: Angel Lelga Nyaleg Karena

Dapat Hidayah ... 81

Tabel 11 Hasil Konstruksi dalam Pemberitaan Pencalonan Angel Lelga Menjadi Anggota Legislatif dari PPP


(13)

1 A. Latar Belakang Masalah

Tahun 2014 ini merupakan tahun politik bagi sebagian masyarakat Indonesia yang cukup memerhatikan dan peduli seputar dunia politik, terlebih bagi mereka yang memberanikan diri untuk maju, menyalonkan dirinya sebagai wakil rakyat dari sejumlah partai politik yang mengusungnya. Berbagai macam lapisan masyarakat, mulai dari rakyat biasa, pejabat, bahkan sosok-sosok dari ranah hiburan (selebritis/artis) pun ikut memeriahkan kontestasi Pemilu 2014 ini. Terfokus kepada para selebriti yang maju menjadi calon anggota legislatif, alih-alih berkurang, justru kehadiran dan keeksistensian mereka di panggung politik Indonesia malah kian bertambah.

Bukan kali ini saja mereka (artis) muncul di panggung yang bisa terbilang baru bagi mereka ini. Namun, nama-nama seperti Tantowi Yahya, Nurul Arifin, Rachel Maryam, Dedi Gumelar (Miing), dan sejumlah artis lainnya, sebernarnya telah lebih dulu menjadi anggota legislatif. Dan kini terdapat sederet nama-nama artis baru yang juga mengikuti “senior” mereka yang telah sukses melenggangkan dirinya ke Senayan. Mereka (di antaranya) adalah Anang Hermansyah, Ayu Azhari, Irwansyah, Tommy Kurniawan, Doni Damara, Arzetti Bilbina, dan Angel Lelga. Dan rata-rata dari mereka beralasan ingin menjadi anggota legislatif atau wakil rakyat adalah untuk membangun daerahnya masing-masing.

Apakah salah jika mereka ingin hijrah ke dunia politik? Tentu saja tidak, karena yang mereka lakukan ini merupakan salah satu hak dari setiap warga negara Indonesia. Terlebih lagi, jika sebelumnya para artis ini telah melewati


(14)

proses untuk membangun kapasitas dan kredibilitas mereka masing-masing secara sungguh-sungguh, sehingga mereka dapat memahami norma-norma politik yang mereka dapati, maka keputusan mereka untuk berpartisipasi dalam dunia politik selayaknya dapat kita apresiasi.

Selalu ada hal yang menarik ketika membicarakan perihal artis nyaleg ini. Pasalnya, masyarakat kerap kali dibuat bingung atas keputusan yang diambil para pelaku seni tersebut untuk terjun ke dunia politik. Bahkan, yang dikhawatirkan adalah jika yang mereka lakukan ini hanya sekedar “iseng-iseng” belaka, dengan bermodalkan popularitas dan uang yang berlimpah, mereka lantas terjun ke ranah yang terbilang baru bagi mereka ini.

Fenomena ini mungkin karena efek dari perubahan UU Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilu Legislatif, menjadi UU Nomor 8 Tahun 2012 yang diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Dalam putusan MK tersebut menjelaskan bahwa sistem Pemilu 2009 menggunakan sistem proporsional terbuka, dari yang semula menggunakan sistem proporsional tertutup. Dan hingga kini, putusan MK tersebut masih diberlakukan hingga Pemilu 2014 ini. Di dalam sistem proporsional terbuka, nomor urut di dalam daftar calon tidak lagi dijadikan ukuran untuk menentukan calon mana yang mewakili partai di dalam perolehan kursi, sekiranya tidak ada calon yang memenuhi Bilangan Pembagi Pemilih (BPP). Yang dijadikan ukuran adalah calon yang memeroleh suara terbanyak.1

Oleh sebagian kalangan, sistem proporsional terbuka dianggap paling ideal sebagai wujud keterwakilan rakyat, menciptakan suasana kompetisi antar sesama peserta pemilu untuk bersaing, bahkan dianggap lebih demokratis di internal

1

Kacung Marijan, Sistem Politik Indonesia (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011), h. 96-97.


(15)

partai, dan dapat mendapatkan calon terpilih yang lebih akuntabel kepada konstituennya. Karena, melalui sistem ini, hanya caleg yang meraih dukungan penuh dari rakyat yang dapat duduk di kursi legislatif. Sedangkan sistem proporsional tertutup dimaksudkan bahwa urutan calon anggota legislatif yang dipilih berdasarkan daftar yang ditentukan oleh partai, dan pemilih tidak dapat mengungkapkan suatu preferensi terhadap caleg mana yang disukainya.2 Keuntungannya, partai dapat memasukkan caleg (mungkin anggota kelompok etnis minoritas, kelompok bahasa, atau wanita) yang mungkin akan sulit terpilih tanpa mekanisme ini.3 Walaupun setiap pemilih tidak dapat menentukan langsung siapa wakilnya.

Adanya azas demokrasi di Indonesia serta sistem Pemilu proporsional terbuka inilah yang disinyalir sebagai magnet penarik bagi para selebritis untuk maju menjadi calon anggota legislatif dari sejumlah partai politik. Termasuk salah satu artis yang namanya kerap kali menjadi perhatian masyarakat karena berbagai macam pemberitaan tentang dirinya. Sosok artis tersebut adalah Lely Anggraeni atau yang biasa dikenal oleh masyarakat sebagai Angel Lelga ini merupakan salah satu dari sederet artis yang maju ke dalam bursa calon anggota legislatif di Pemilu Legislatif 2014 lalu dari partai yang berhaluan Islam, yakni Partai Persatuan dan Pembangunan.

Hal ini pun tak ayal menuai kontroversi di kalangan masyarakat yang telah jeli akan informasi dan situasi yang tersaji oleh media. Karena, dewasa ini setiap lapisan masyarakat telah sangat pintar dan cakap untuk mengakses setiap

2

Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2010), h. 461-462.

3

Veri Junaidi, dkk., Politik Hukum Sistem Pemilu: Potret Keterbukaan dan Partisipasi Publik dalam Penyusunan Undang-undang Nomor 8 Tahun 2012 Tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD (Jakarta: Yayasan Perludem, 2013), h. 104-105.


(16)

informasi dan berita yang berkembang di lingkungannya. Terlebih lagi makin banyaknya media massa – baik itu cetak, elektronik, maupun online, yang kian bermunculan di tengah-tengah masyarakat.

Pada Pemilu yang dilaksanakan beberapa waktu yang lalu, sosok Angel Lelga digadang-gadang oleh PPP untuk maju menjadi kandidat caleg di Daerah Pemilihan Jawa Tengah V dengan nomor urut satu. Alhasil peristiwa ini sontak membuat beberapa media massa cetak, elektronik dan online pun memberitakannya. Betapa tidak, yang kita tahu selama ini rekam jejak tentang kepopularitasan Angel Lelga di media massa, pasti selalu dibarengi oleh pemberitaan-pemberitaan yang kurang sedap.

“Tidak percaya”, mungkin kata-kata itulah yang cocok untuk

menggambarkan opini masyarakat ketika mengetahui berita tersebut. Angel Lelga yang ternyata telah menjadi mu’alaf ini memang bisa dikatakan nekad dalam urusan yang terbilang baru bagi dirinya ini. Dari artikel-artikel yang penulis baca di media massa, Angel Lelga berujar bahwa dirinya mampu memeroleh suara untuk dirinya dari penggemar-penggemarnya yang ada di kota Solo. Hal ini secara tidak langsung membuktikan bahwa Angel Lelga mencalonkan diri dengan modal awal sebuah ketenaran. Dan Angel Lelga beralasan, mengapa dirinya memilih PPP sebagai rumah sekaligus kendaraan politiknya, ialah karena dirinya yang sebagai mu’alaf ingin terus mendalami agama Islam dengan cara berkumpul dengan komunitas-komunitas Islam yang ada di PPP. Seperti yang dikatakan oleh Ketua Umum PPP, Suryadharma Ali dalam sebuah artikel yang penulis temukan.

“Katanya dia sudah ditawari partai lain jadi caleg, tapi dia tidak sreg dan hanya sreg sama PPP. Ia bilang, saya jadi Islam karena perkawinan dengan Bang Rhoma. Meski pernikahannya tidak panjang, tetap pegang agama Islam. Ia ingin menjaga agamanya dan ingin


(17)

mendalami Islam dengan berkumpul dengan komunitas-komunitas Islam yang ada di PPP,” bebernya.4

Terlepas dari alasan mengapa Angel Lelga ingin menjadi anggota dan caleg dari PPP, tetap saja masyarakat telah dibuat bingung atas sikap yang ditunjukan oleh PPP dalam merekrut dan mengusung Angel Lelga sebagai calegnya, serta keputusan sang pelaku seni (Angel Lelga) itu sendiri yang mendadak ingin menjadi wakil rakyat dari partai yang berlambangkan Ka’bah ini.

Dan jangan sampai realitas ini akhirnya membuktikan skeptisnya filsuf legendaris zaman Yunani, Socrates. Menurutnya, demokrasi justru membuka peluang bagi manusia “bebal”, “dungu”, dan “tolol” yang kebetulan didukung konstituen mayoritas, untuk menjadi pemimpin negara. Socrates paham benar bahwa rakyat tidak selalu mendukung sosok yang dinilai paling mampu dan cerdas, tetapi lebih sering sosok yang paling disukai. Tragisnya, sosok-sosok demikian kerap tidak memiliki kompetensi untuk memerjuangkan nasib rakyat.5

Peristiwa ini membuat sejumlah media massa cetak, elektronik maupun online turut memberitakannya. Dan salah satu media massa online yang turut mempublikasikan peristiwa ini ialah situs berita dan hiburan Okezone.com. Situs ini sempat mempublikasikan berita yang berhubungan dengan pencalonan Angel Lelga menjadi anggota legislatif sebanyak tujuh buah artikel berita pada edisi bulan April 2013, terhitung dari tanggal 9 hingga 26 April 2013. Namun, penulis hanya meneliti enam buah artikel berita. Dikarenakan hanya keenam berita

4

Tri Ispranoto, “Cerita Suryadharma Ali Mengapa Angel Lelga Pilih PPP”, artikel diakses pada 20 April 2014 dari http://pemilu.okezone.com/read/2014/02/09/568/938170/cerita-suryadharma-ali-mengapa-angel-lelga-pilih-ppp

5

Mahi M. Hikmat, Komunikasi Politik: Teori dan Praktik (dalam Pilkada Langsung) (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2010), h. 169-170.


(18)

tersebut yang memiliki relevansi terhadap penelitian ini, yaitu terkait dengan kontroversi pencalonan Angel Lelga menjadi anggota legislatif dari PPP.

Di antaranya ialah artikel pada tanggal 9 April 2013, yang berjudul “Setelah Istikharah, Angel Lelga Mantap Jadi Caleg dari PPP”. Dalam artikel

ini, Okezone.com memberitakan Angel Lelga yang telah mantap mengambil keputusan untuk menjadi caleg dari PPP setelah dirinya melakukan sholat istikharah. Kemudian terdapat artikel pada tanggal 23 April 2013 yang berjudul “Ini Alasan PPP Usung Caleg Artis”. Kali ini Okezone.com menggunakan penjelasan dari Anggota Komisi III DPR RI dari fraksi PPP, Ahmad Yani, dalam menulis berita. Ahmad Yani menyebutkan beberapa artis yang diusung oleh PPP untuk menjadi caleg beserta alasan mengapa PPP mengusung mereka. Dan masih di tanggal yang sama, yaitu tanggal 23 April 2013, terdapat artikel yang berjudul “Partai Islam Kok Usung Angel Lelga Jadi Caleg?”. Dalam artikel ini, Okezone.com mencoba untuk tampil secara kontra terhadap Angel Lelga, dengan menggunakan sosok Iberamsjah, seorang Guru Besar Ilmu Politik Universitas Indonesia, yang mengemukakan pendapatnya yang juga kontra terhadap pencalonan Angel Lelga menjadi anggota legislatif. Selanjutnya artikel pada tanggal 24 April 2013, yang berjudul, “Usung Angel Lelga, PPP Siap Dihujat”.

Melalui artikel ini, Okezone.com menggunakan pendapat dari Ketua Badan Pemenangan Pemilu PPP, Fernita Darwis, yang menjelaskan sikap PPP yang sangat siap jika suatu waktu PPP “diserang” dengan menjadikan masa lalu Angel Lelga sebagai bahan untuk black campaign dari pihak lain. Disambung dengan artikel di tanggal yang sama, yakni tanggal 24 April 2013, yang berjudul “Konstituennya Nahdliyin, Kok Usung Angel Lelga?”. Kali ini Okezone.com


(19)

menampilkan seorang Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraeni. Ia menjelaskan bahwa ketidaksetujuannya terhadap partai politik yang mengusung calegnya tanpa ada proses kaderisasi, termasuk partai Islam (PPP) yang mengusung artis seperti Angel Lelga yang rekam jejaknya tidak baik, sebagai calegnya. Dan diakhiri dengan artikel pada tanggal 26 April 2013, dengan judul, “Angel Lelga Nyaleg Karena Dapat Hidayah”. Kali ini Okezone.com memberitakan tentang penjelasan PPP melalui pendapat anggota Tim Pemenangan Pemilihan Legislatif PPP, Dimyati Natakusumah; yang memiliki caleg artis seperti Angel Lelga. Dimyati mengatakan bahwa PPP merupakan partai pemberi hidayah kepada siapa pun. Dan PPP memersilahkan kepada siapa pun untuk bergabung, namun harus memiliki niat untuk berubah menjadi orang yang baik.

Berdasarkan temuan data yang penulis peroleh dari sebuah artikel berita, bahwasanya Angel Lelga tidak dapat maju ke Senayan untuk menjadi anggota legislatif. Hal ini dikarenakan perolehan suara yang diraih oleh PPP tidak mencukupi untuk mengantarkan para caleg terpilihnya (salah satunya Angel Lelga) untuk menuju ke Senayan. Walaupun sebenarnya perolehan suara Angel Lelga sendiri terbilang cukup tinggi di PPP.

“Sementara itu, artis ibukota Angel Lelga Anggreyani dipastikan gagal melangkah ke Senayan walaupun berdasarkan hasil rekapitulasi penghitungan suara, suara Angel Lelga sebenarnya paling tinggi di PPP, yakni lebih dari 13.000. Tapi, mantan isteri raja dangdut Rhoma Irama ini tidak bisa melangkah ke Senayan karena perolehan suara PPP hanya 55.950.”6

6Insetyonoto, “

Tertinggi di PPP, Angel Lelga Gagal ke Senayan” artikel diakses pada 2 Mei 2014 dari http://www.solopos.com/2014/04/25/hasil-pemilu-2014-tertinggi-di-ppp-angel-lelga-gagal-ke-senayan-504386


(20)

Namun, fenomena Angel Lelga nyaleg ini tetap menarik bagi penulis. Sebab, situasi yang terjadi saat ini dapat terbilang paradoks jika dibandingkan dengan (permberitaan) artis lain yang juga ikut ke dalam kontestasi Pemilu 2014 lalu. Hal ini akibat sosok Angel Lelga yang kerap muncul dalam pemberitaan di sejumlah media massa dengan rangkaian pemberitaan yang negatif di pikiran masyarakat yang telah terkonstruk oleh media massa tersebut.

Penulis juga menemukan bahwasanya, hanya Okezone.com yang konsisten memberitakan perihal Angel Lelga nyaleg ini dengan gaya dan alur berita yang terbilang cukup dinamis pada periode April 2013. Dalam rangkaian pemberitaaannya, pihak Okezone.com merilis beberapa artikel berita dengan nuansa yang terkesan pro terhadap sosok Angel Lelga. Namun, ada pula sejumlah artikel berita yang cenderung kontra dalam penyajian angle-nya. Dan hal itulah yang membuat penulis tertarik, serta memilih Okezone.com untuk dijadikan sebagai bagian dari objek penelitian ini.

Kemudian beberapa data di atas pun akan penulis analisa dengan menggunakan analisis framing. Analisis framing adalah metode analisa media, seperti halnya analisis isi dan analisis semiotik. Juga merupakan metode penyajian realitas dimana kebenaran tentang suatu kejadian tidak diingkari secara total, melainkan dibelokkan secara halus, dengan memberikan penonjolan terhadap aspek-aspek tertentu, dengan menggunakan istilah-istilah berkonotasi tertentu, dan dengan bantuan foto, karikatur, dan alat ilutrasi lainnya.7

Dan model framing yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah model framing dari Robert N. Entman. Dalam hal ini Entman melihat framing

7

Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008), h. 253.


(21)

dalam dua dimensi besar: seleksi isu dan penekanan atau penonjolan aspek-aspek tertentu dari realitas atau isu. Dan tidak semua aspek atau bagian dari isu ditampilkan, karena wartawan memilih aspek tertentu dari sebuah isu.8

Bertolak dari uraian di atas, maka penulis tertarik untuk menyusun penelitian ini dengan judul; “Konstruksi Pemberitaan Kontroversi Pencalonan

Angel Lelga dari Partai Persatuan dan Pembangunan di Okezone.com”.

B.Batasan dan Rumusan Masalah 1. Batasan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah dan judul yang sudah dipaparkan di atas, maka penulis akan membatasi masalah guna mempermudah penyusunan. Okezone.com telah banyak memuat berita tentang kontroversi pencalonan Angel Lelga menjadi anggota legislatif di beberapa bulan menjelang Pemilu 2014 lalu. Namun, penulis hanya meneliti artikel berita yang dirilis oleh Okezone.com pada bulan April 2013, yaitu sebanyak enam buah artikel berita, yang terkait pada pemberitaan Angel Lelga tersebut.

Namun, penelitian ini memiliki keterbatasan. Yaitu, penulis hanya melakukan konfirmasi atas objek kajian penelitian ini kepada pihak media massa, yang dalam hal ini adalah situs berita dan hiburan Okezone.com. Dan penulis tidak melakukan proses konfirmasi terhadap khalayak atas pemberitaan pencalonan Angel Lelga menjadi anggota legislatif dari Partai Persatuan dan Pembangunan, yang menjadi objek kajian pada penelitian ini.

8

Rachmat Kriyantono, Teknis Praktis Riset Komunikasi, edisi ke-1, cet. Ke-2 (Jakarta, Kencana Prenada Media Group, 2007), h. 253.


(22)

2. Rumusan Masalah

Adapun perumusan masalah yang akan menjadi objek penelitian ini dibagi menjadi empat bagian yang saling berintegrasi dengan konsepsi model framing Robert N. Entman. Di antaranya adalah:

1. Bagaimana Okezone.com mendefinisikan masalah terkait berita tentang kontroversi pencalonan Angel Lelga menjadi anggota legislatif dari PPP ? 2. Apa yang dianggap sebagai penyebab dari masalah/berita kontroversi

pencalonan Angel Lelga menjadi anggota legislatif dari PPP di Okezone.com?

3. Nilai moral apa yang disajikan untuk menjelaskan masalah/berita kontroversi pencalonan Angel Lelga menjadi anggota legislatif dari PPP di Okezone.com?

4. Penyelesaian apa yang ditawarkan untuk mengatasi masalah/berita kontroversi pencalonan Angel Lelga menjadi anggota legislatif dari PPP di Okezone.com?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan pokok permasalahan di atas, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini, yaitu:

a. Untuk mengetahui bagaimana Okezone.com mendefinisikan masalah terkait berita mengenai kontroversi pencalonan Angel Lelga menjadi anggota legislatif pada periode April 2013.


(23)

b. Untuk mengetahui penyebab dari masalah terkait berita kontroversi pencalonan Angel Lelga menjadi anggota legislatif dari PPP di Okezone.com.

c. Untuk mengetahui nilai moral apa yang disajikan untuk menjelaskan masalah terkait berita kontroversi pencalonan Angel Lelga menjadi anggota legislatif dari PPP di Okezone.com.

d. Untuk mengetahui penyelesaian apa yang ditawarkan dalam mengatasi masalah mengenai berita kontroversi pencalonan Angel Lelga menjadi anggota legislatif dari PPP di Okezone.com.

2. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dalam penelitian ini dapat dibagi ke dalam dua aspek, yaitu manfaat akademis dan manfaat praktis:

a. Manfaat Akademis

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangsih ide terhadap konsep media massa dan politik terutama tentang studi pembingkaian berita (framing) dan sekaligus sebagai referensi bagi penelitian-penelitian selanjutnya – yang memiliki relevansi oleh akademisi dalam kajian media massa dan politik dan sekaligus menjadi sebuah analisis kasus melalui pendekataan teori konstruksi sosial.

b. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi civitas akademik di bidang komunikasi, instansi publik, dan masyarakat, untuk dapat mengetahui dan memahami konsep pembingkaian berita (framing) oleh media. Dan hasil dari penelitian ini diharapkan menjadi stimulus bagi


(24)

akademisi yang bergerak di bidang ilmu dakwah maupun komunikasi untuk dapat mengoptimalkan internet, sebagai media untuk menyampaikan pesan-pesan sosial, ekonomi, politik, dan keagamaan sekalipun.

D.Tinjauan Pustaka

Setelah melakukan penelusuran koleksi skripsi pada Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, terdapat beberapa skripsi yang menggunakan media massa online sebagai media dalam menelusuri objeknya. Namun, hanya ada dua skripsi yang menjadi acuan penulis, dan tentu saja terdapat perbedaaan dalam hal fokus penelitiannya.

Selain itu penulis juga menelusuri koleksi skripsi di beberapa unversitas yang diakses melalui perpustakaan versi online mereka. Hasilnya terdapat beberapa skripsi yang sejalan dalam penggunaan metode analisisnya, yaitu analisis framing. Namun, media dan fokus penelitiannya berbeda. Penulis juga meninjau beberapa bahan bacaan yang sangat berguna sebagai bahan referensi bagi penelitian ini. Adapun beberapa tinjauan pustaka tersebut ialah:

1. Skripsi ini menggunakan pedoman penulisan karya ilmiah (skripsi, tesis, dan disertasi) yang diterbitkan oleh CeQDA (Center for Quality Development and Assurance) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, cetakan pertama, tahun 2007.

2. Skripsi karya Emmi Suhermi, mahasiswa Konsentrasi Jurnalistik, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang lulus pada tahun 2005, dengan judul “Analisis Framing Pemberitaan Syekh Puji pada Situs kompas.com dan republika.co.id”.


(25)

Skripsi ini berisikan pemberitaan-pemberitaan mengenai kasus pernikahan Syekh Puji dengan gadis yang masih di bawah umur, yaitu Lutfiana Ulfa. Penelitian ini membandingkan berita-berita tersebut yang terdapat pada situs kompas.com dan republika.co.id dengan menggunakan analisis Framing model Zhongdan Pan dan Gerald M. Kosicki, yaitu dengan mengoperasionalisasikan empat dimensi struktural teks berita sebagai perangkat Framing. Pertama, sturktur sintaksis. Kedua, struktur skrip. Ketiga, stuktur tematik. Keempat, struktur retoris.

3. Skripsi karya Nur Azizah, mahasiswa Jurusan Kominikasi dan Penyiaran Islam, UIN Syarif Hidayatullanh Jakarta yang lulus pada tahun 2009, dengan judul “Analisis Framing Berita Poligami KH. Abdullah Gymnastiar pada Situs Detik.com dan Eramuslim.com”.

Skirpsi ini berisikan berita-berita tentang poligami yang dilakukan oleh KH. Abdullah Gymnastiar yang dimuat pada situs detik.com dan eramuslim.com, dengan menggunakan model framing Robert N. Entmant yang melihat framing dalamdua dimensi besar, yaitu seleksi isu dan penekanan atau penonjolan aspek-aspek tertentu dari realitas/isu.

E.Kerangka Teori

Konstruksi Sosial Media Massa

Realitas Media

a. Model Peta Analog b. Model Refleksi Realitas

Model Robert N. Entmant

a. Definite Problems (pendefinisian masalah) b. Diagnose Cause

(memperkirakan masalah atau sumber masalah) c. Make Moral Judgement (membuat keputusan moral) d. Treatment Recomendation (menekankan penyelesaian)


(26)

Penelitian ini berfokus pada penelitian media massa online, yang dalam hal ini adalah Okezone.com, dan menggunakan analisis framing model Robert N. Entmant untuk mengetahui bingkai berita yang dilakukan oleh media massa online tersebut. Kemudian dielaborasikan dengan teori Konstruksi Sosial Realitas milik Peter L. Berger dan Thomas Luckmann.

F. Metodologi Penelitian 1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif, yang bertujuan mencari sebab dan alasan mengapa suatu terjadi, di antaranya menjelaskan secara akurat mengenai suatu bahasan topik, menghubungkan topik-topik yang berbeda, namun memiliki kesamaan dan membangun atau memodifikasi sebuah teori dalam topik baru atau menghasilkan bukti yang mendukung sebuah penjelasan atau teori.9

Penelitian dengan jenis kualitatif ini memiliki karakteristik yang berbeda dengan kuantitatif yang berbasis pada paradigma positivistik (positivisme-empiris).10 Dan pendekatan kualitatif ini bertujuan untuk mendapatkan pemahaman bersifat umum yang diperoleh setelah melakukan analisis terhadap kenyataan sosial yang menjadi fokus penelitian, kemudian ditarik kesimpulan berupa pemahaman umum tentang kenyataan-kenyataan tersebut.11

Menurut Crasswell, terdapat beberapa asumsi dalam pendekatan kualitatif. Pertama, peneliti kualitatif lebih memerhatikan proses daripada hasil. Kedua,

9

Ipah Farihah, Panduan Penelitian UIN Syahid JKT (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta dengan UIN Press, 2006), h. 35-36.

10

Antonious Birowo, Metode Penelitian Komunikasi: Teori dan Aplikasi (Yogyakarta: Gitanyali, 2004), h. 184.

11

Rosady Ruslan, Metodologi Penelitian Public Relationdan Komunikasi (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003), h. 215.


(27)

peneliti kualitatif lebih memerhatikan interpretasi. Ketiga, penliti kualitatif merupakan alat utama dalam mengumpulkan data dan analisis data, serta peneliti kualitatif harus terjun langsung ke lapangan, melakukan observasi partisipasi di lapangan. Keempat, peneliti kualitatif menggambarkan bahwa peneliti terlibat dalam proses penelitian, interpretasi data, dan pencapaian pemahaman melalui kata atau gambar.12

2. Tahapan Penelitian a. Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data yang digunakan adalah sebagai berikut:

1) Teknik Pengumpulan Data Primer

Teknik pengumpulan data primer adalah proses pengumpulan data yang dilakukan secara langsung pada lokasi panelitian. Pengumpulan data primer dilakukan dengan instrumen sebagai berikut:

a) Teks Berita – yang diambil dari situs berita Okezone.com mengenai pemberitaan kontroversi pencalonan Angel Lelga menjadi caleg pada periode April 2013.

b) Wawancara mendalam, yaitu suatu cara mengumpulkan data atau informasi secara langsung (tatap muka) dengan memberikan sejumlah pertanyaan guna mendapatkan data yang lengkap dan mendalam. Pada wawancara mendalam ini, pewawancara relatif tidak mempunyai kontrol atas respon informan, artinya informan bebas memberikan jawaban atas pertanyaan yang diajukan. Oleh karena itu, penulis

12

Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma, dan Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat (Jakarta: Kencana, 2007), Cet. Ke-2, h. 303.


(28)

mempunyai tugas menuntut waktu dan tenaga agar informan bersedia memberikan jawaban-jawaban yang lengkap, mendalam, bila perlu tidak ada yang disembunyikan. Wawancara seperti ini berlangsung secara informal, seperti orang yang sedang mengobrol, tidak dibatasi adanya perbandingan antara pewawancara dengan informan.13 Dan dalam hal ini, penulis mewawancarai Ahmad Dhani, selaku Redaktur Pelaksana di redaksional Okezone.com.

2) Teknik Pengumpulan Data Sekunder

Teknik pengumpulan data sekunder adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui studi bahan-bahan kepustakaan yang perlu untuk mendukung data primer. Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan instrumen sebagai berikut:

a) Studi Kepustakaan – yaitu pengumpulan data yang diperoleh dari buku-buku, karya ilmiah, serta pendapat para ahli yang memiliki relevansi dengan masalah yang diteliti.

b) Studi Dokumentasi – yaitu pengumpulan data yang diperoleh dengan menggunakan catatan-catatan tertulis yang ada di lokasi penelitian, serta sumber-sumber lain yang menyangkut masalah yang diteliti dengan instansi terkait.

b. Pengolahan Data

Data yang diperoleh melalui instrumen-instrumen di atas, akan diolah dengan cara penjabaran tabel-tabel yang merujuk pada model framing Robert N. Entmant. Dan dari penjabaran tabel tersebut akan tampak bagaimana media

13

Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi, edisi ke-1, cet. Ke-3 (Jakarta, Kencana: 2008), h. 100 & 108.


(29)

mengemas dan membingkai pemberitaan tentang kontroversi pencalonan Angel Lelga menjadi calon legislatif.

3) Teknik Analisis Data

Berangkat dari permasalahan di atas, maka penelitian ini akan menggunakan teknik framing yang dikemukakan oleh Robert N. Entmant. Robert N. Entman adalah salah seorang ahli yang meletakkan dasar-dasar bagi analisi framing untuk studi isi media. Dan menurut Entman, meskipun analisis framing dipakai dalam berbagai bidang studi yang beragam, satu faktor yang menghubungkannya adalah bagaimana teks komunikasi yang disajikan, bagaimana representasi yang ditampilkan secara menonjol memengaruhi khalayak. Dan menurutnya, konsep framing digunakan untuk menggambarkan proses seleksi dan menonjolkan aspek tertentu dari realitas oleh media.

Framing memberi tekanan lebih pada bagaimana teks komunikasi ditampilkan dan bagian mana yang ditonjolkan/dianggap penting oleh pembuat teks. Kata penonjolan itu sendiri dapat didefinisikan seperti membuat informasi terlihat lebih jelas, lebih bermakna, atau lebih mudah diingat oleh khalayak. Informasi yang menonjol kemungkinan lebih diterima oleh khalayak, lebih terasa dan lebih tersimpan dalam memori dibandingkan dengan yang disajikan secara biasa. Bentuk penonjolan tersebut bisa beragam: menempatkan satu aspek informasi lebih menonjol dibandingkan dengan yang lain, lebih mencolok, melakukan pengulangan informasi yang dipandang penting atau dihubungkan dengan aspek budaya yang akrab dibenak khalayak.

Kemudian Eriyanto juga menambahkan; dengan bentuk seperti itu, sebuah ide/gagasan/informasi lebih mudah terlihat, diperhatikan, diingat, dan ditafsirkan,


(30)

karena berhubungan dengan skema pandangan khalayak. Dan kehadiran frame dalam teks bisa jadi tidak seperti yang dideteksi oleh peneliti, khalayak sangat mungkin mempunyai pandangan mengenai apa yang mereka pikirkan atas suatu teks dan bagaimana teks berita tersebut dikonstruksi dalam pikiran mereka.14

Entman juga mengatakan bahwa ada empat cara untuk melakukan framing terhadap berita yang diangkat oleh media, yakni define problems, diagnose causes, make moral judgement, dan treatment recommendation.

Tabel 1

Teknik framing Robert N. Entman

Define Problems

(Pendefinisian Masalah)

Bagaimana suatu peristiwa/isu dilihat? Sebagai apa? Atau sebagai masalah apa?

Diagnose Causes

(Memerkirakan Masalah atau Sumber Masalah)

Peristiwa itu disebabkan oleh apa? Apa

peristiwa yang dianggap sebagai penyebab dari suatu masalah? Siapa (aktor) yang dianggap sebagai penyebab masalah?

Make Moral Judgement

(Membuat Keputusan Moral)

Niali moral apa yang disajikan untuk menjelaskan masalah? Nilai moral apa yang dipakai untuk melegitimasi atau

mendelegitimasi suatu tindakan?

Treatment Recommendation

(Menekankan Penyelesaian)

Penyelesaian apa yang ditawarkan untuk mengatasi masalah/isu? Jalan apa yang ditawarkan dan harus ditempuh untuk

14

Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media (Yogyakarta: LkiS, 2008 ), h. 186.


(31)

mengatasi masalah?

Dalam konsepsi Entman, pada dasarnya framing merujuk pada pemberian definisi, penjelasan, evaluasi, dan rekomendasi dalam suatu wacana untuk menekankan kerangka berpikir tertentu terhadap peritiwa yang diwacanakan. Kemudian terdapat dua level pada frame terhadap berita, yaitu; pertama, konsepsi mental yang digunakan untuk memroses informasi sekaligus sebagai karakteristik dari teks berita. Kedua, perangkat spesifik dari narasi berita yang dipakai untuk membangun suatu pengertian mengenai peristiwa. Dan frame berita dibentuk dari kata kunci, metafora, konsep, simbol, dan citra yang ada dalam narasi berita yang memberi makna tertentu dari teks berita.15

G.Sistematika Penulisan

BAB I – PENDAHULUAN

Pada bab ini terdapat sebuah pemaparan mengenai latar belakang masalah, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, kerangka teori, metodologi penelitian, serta sistematika penulisan.

BAB II – KAJIAN TEORI DAN KERANGKA KONSEPTUAL

Pada bab ini membahas tentang teori Kontruksi Sosial Realitas milik Peter L. Berger dan Thomas Luckmann. Selain itu, pada bab ini juga membahas

15

Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media (Yogyakarta: LkiS, 2002), h. 189.


(32)

mengenai berita, media massa, media online, dan framing model Robert N. Entman.

BAB III – GAMBARAN UMUM

Bab ini berisi tentang profil MNC Group dan Okezone.com selaku badan yang menaungi situs berita dan hiburan Okezone.com, profil itu sendiri terdiri atas sejarah singkat berdirinya MNC Group dan Okezone.com, serta visi dan misi dari Okezone.com.

BAB IV – TEMUAN DAN ANALISIS DATA

Bab ini berisi temuan dan analisis framing terhadap Okezone.com periode April 2013; yang terdiri dari tujuh berita; yang membahas tentang pemberitaan kontroversi pencalonan Angel Lelga menjadi anggota legislatif dari PPP.

BAB V – PENUTUP

Bab ini merupakan bab terakhir dari penelitian ini yang berisikan mengenai kesimpulan dan saran peneliti.


(33)

21 A.Konstruksi Sosial Realitas

1. Konstruksi Sosial Realitas: Pemikiran Peter L. Berger dan Thomas Luckmann

Membicarakan teori konstruksi sosial realitas, tentu tidak bisa terlepas dari hasil pemikiran yang telah dikemukakan oleh Peter L. Berger dan Thomas Luckmann yang notabene sang pencetus teori ini. Peter L. Berger merupakan sosiolog dari New School for Social Research, New York, sementara Thomas Luckmann adalah sosiolog dari University of Frankfurt. Istilah konstruksi atas realitas sosial (social construction of reality) menjadi terkenal sejak diperkenalkan oleh Peter L. Berger dan Thomas Luckmann melalui buku yang berjudul The Social Construction of Reality: A Treatise in the Sociological of Knowledge (1966). Ia menggambarkan proses sosial melalui tindakan dan interaksinya, di mana individu menciptakan secara terus-menerus suatu realitas yang dimiliki dan dialami bersama secara subyektif.1

Teori konstruksi sosial realitas merupakan ide atau prinsip utama dari kelompok pemikiran atau tradisi kultural. Ide ini menyatakan bahwa dunia sosial tercipta karena adanya interaksi antara manusia. Cara bagaimana kita berkomunikasi sepanjang waktu mewujudkan pengertian kita mengenai pengalaman, termasuk ide kita mengenai diri kita sebagai manusia dan sebagai komunikator. Dengan demikian, setiap orang pada dasarnya memiliki teori pribadinya sendiri-sendiri mengenai kehidupan. Teori pribadi itu menjadi model

1

Burhan Bungin, Konstruksi Sosial Media Massa (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008), h. 13.


(34)

bagi manusia untuk memahami pengalaman hidupnya dan teori itu akan terus berkembang serta diperbaiki terus-menerus melalui berbagai interaksi sepanjang hidupnya.2

Berger dan Luckmann (1990: 1) mulai menjelaskan realitas sosial dengan memisahkan pemahaman ‘kenyataan’ dan ‘pengetahuan’. Realitas diartikan sebagai kualitas yang terdapat di dalam realitas-realitas yang diakui sebagai memiliki keberadaan (being) yang tidak tergantung kepada kehendak kita sendiri. Sedangkan pengetahuan didefinisikan sebagai kepastian bahwa realitas-realitas itu nyata (real) dan memiliki karakteristik yang spesifik.3

Dan asal usul konstruksi sosial muncul dari filsafat konstruktivisme yang dimulai dari gagasan-gagasan konstruktif kognitif yang berawal dari Giambatissta Vico, seorang epistemolog dari Italia. Sedangkan dalam Bertens (1993: 89, 106) yang dikutip oleh Bungin, menerangkan bahwa dalam aliran filsafat, gagasan konstruktivisme telah muncul sejak Socrates menemukan jiwa dalam tubuh manusia, sejak Plato menemukan akal budi dan ide. Dan gagasan tersebut makin konkret lagi setelah Aristoteles mengenalkan istilah, informasi, relasi, individu, substansi, materi, esensi, dan sebagainya.4

Kemudian seperti teori-teori lainnya, teori konstruksi sosial realitas juga memiliki arah pemikiran. Yakni Berger dan Luckmann berpandangan bahwa kenyataan itu dibangun secara sosial, dalam pengertian bahwa individu-individu dalam masyarakat itulah yang membangun masyarakat. Oleh karena itu, pengalaman individu tidak terpisahkan dengan masyarakatnya. Berger

2

Morrisan, Teori Komunikasi Massa (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), h. 134.

3

Burhan Bungin, Konstruksi Sosial Media Massa, h. 14-15.

4


(35)

memandang manusia sebagai pencipta kenyataan sosial yang objektif melalui tiga momen dialektis yang simultan, yaitu eksternalisasi, objektivasi, dan internalisasi.

1. Eksternalisasi

Yaitu usaha pencurahan atau ekspresi diri manusia ke dalam dunia, baik ke dalam kegiatan mental maupun fisik. Ini sudah menjadi sifat dasar dari manusia, ia akan selalu mencurahkan diri ke tempat dimana ia berada. Manusia berusaha menangkap dirinya, dalam proses inilah dihasilkan suatu dunia – dengan kata lain, manusia menemukan dirinya sendiri dalam suatu dunia.5

2. Objektivasi

Merupakan hasil yang telah dicapai, baik mental maupun fisik dari kegiatan eksternalisasi manusia tersebut. Hasil itu menghasilkan realitas objektif yang bisa jadi akan menghadapi si penghasil itu sendiri sebagai suatu faktisitas6 yang berada di luar dan berlainan dari manusia yang menghasilkannya.7 Dalam tahap objektivikasi ini, yang terpenting adalah melakukan signifikansi, memberikan tanda bahasa dalam simbolisasi terhadap benda yang disignifikansi, melakukan tipifikasi terhadap kegiatan seseorang yang kemudian menjadi objektivikasi linguistik yaitu pemberian tanda verbal maupun simbolisasi yang kompleks.8

3. Internalisasi

Merupakan penyerapan kembali dunia objektif ke dalam kesadaran sedemikian rupa, sehingga subjektif individu dipengaruhi oleh struktur dunia

5

Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media (Yogyakarta: LkiS, 2012 ), h. 16.

6

Kenyataan bahwa manusia, diluar kemauannya, terdampar di dunia dengan kondisi dan situasi tertentu.

7

Eriyanto, Analisis Framing, h. 16-17.

8


(36)

sosial. Berbagai macam unsur dari dunia yang telah terobjektifikasi tersebut akan ditangkap sebagai gejala realitas diluar kesadarannya, sekaligus sebagai gejala internal bagi kesadaran. Melalui internalisasi manusia menjadi hasil dari masyarakat (Man is a social product).9 Internalisasi memiliki fungsi mentransmisikan institusi sebagai realitas yang berdiri sendiri terutama kepada anggota masyarakat baru agar institusi tersebut tetap dipertahankan dari waktu ke waktu agar status objektivitas sebuah institusi dalam kesadaran mereka tetap kukuh.10

Eksternalisasi, objektivasi, dan internalisasi adalah tiga dialektis yang simultan dalam proses reproduksi. Secara berkesinambungan adalah agen sosial yang mengeksternalisasi realitas sosial. Pada saat yang bersamaan, pemahaman akan realitas yang dianggap objektif pun terbentuk. Pada akhirnya, melalui proses eksternalisasi dan objektivikasi, individu dibentuk sebagai produk sosial. Sehingga dapat dikatakan, tiap individu memiliki pengetahuan dan identitas sosial sesuai dengan peran institusional yang terbentuk atau yang diperankannya.

Dan pada akhirnya, menurut Berger dan Luckmann realitas itu tidak terbentuk secara alamiah, tetapi sebagai sesuatu yang dibentuk dan dikonstruksi. Dalam konteks media massa, sangat memungkinkan sebuah realitas memiliki makna lebih dari satu, dan setiap individu memiliki konstruksi yang berbeda atas realitas yang mereka dapati.

.

9

Eriyanto, Analisis Framing, h. 17.

10

Geger Riyanto, Peter L. Berger: Perspektif Metateori (Jakarta: Pustaka LP3ES, 2009), h. 111.


(37)

2. Konstruksi Sosial Media Massa

Konstruksi sosial media massa diadopsi dari pendekatan teori konstruksi sosial realitas yang dicetuskan oleh Peter L. Berger dan Thomas Luckmann, dengan melihat fenomena media massa dalam proses eksternalisasi, objektivasi, dan internalisasi. Menurut perspektif ini, tahapan-tahapan dalam proses konstruksi sosial media massa tersebut terjadi melalui beberapa tahap, di antaranya ialah tahap menyiapkan materi konstruksi, tahap sebaran konstruksi, tahap pembentukan konstruksi, dan tahap konfirmasi.11 Yang masing-masing dari tahapan tersebut akan dijelaskan sebagai berikut:

1. Tahap menyiapkan materi konstruksi

Ada tiga hal penting dalam tahapan ini, yakni; keberpihakan media massa kepada kapitalisme, keberpihakan semu kepada masyarakat, dan keberpihakan kepada kepentingan umum.

2. Tahap sebaran konstruksi

Tahap ini dilakukan melalui strategi media massa. Prinsip dasar dari sebaran konstruksi sosial media massa adalah semua informasi harus sampai pada khalayak secara tepat berdasarkan agenda media. Apa yang dipandang penting oleh media, menjadi penting pula bagi pemirsa atau pembaca.

3. Tahap pembentukan konstruksi realitas

Pembentukan konstruksi berlangsung melalui; (1) konstruksi realitas pembenaran; (2) kesediaan dikonstruksi oleh media massa; (3) sebagai pilihan konsumtif.

11

Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma, dan Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat (Jakarta: Kencana, 2007), h. 205-212.


(38)

Eksternalisasi

P R O S E S S O S I O L O G I S S I M U L T A N 4. Tahap konfirmasi

Konfirmasi adalah tahapan ketika media massa maupun penonton memberi argumentasi dan akuntabilitas terhadap pilihannya untuk terlibat dalam pembentukan konstruksi.12

Gambar 1

Proses Konstruksi Sosial Media Massa13

Substansi teori dan pendekatan konstruksi sosial realitas Berger dan Luckmann adalah pada proses simultan yang terjadi secara alamiah melalui bahasa dalam kehidupan sehari-hari pada komunitas primer dan semisekunder yang berlangsung sangat cepat dan luas sehingga konstruksi sosial berlangsung dengan sangat cepat dan sebarannya merata. Realitas yang terkonstruksi itu juga

12

Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi, h. 14. 13

Burhan Bungin, Konstruksi Sosial Media Massa, h. 195. Objektivasi Internalisasi M E D I A M A S S A  Objektif  Subjektif  Intersubjektif Realitas terkonstruksi:

 Lebih cepat

 Lebih luas

 Sebaran merata

 Membentuk opini massa

 Massa cenderung terkonstruksi

 Opini massa cenderung apriori

 Opini massa cenderung sinis


(39)

membentuk opini massa, massa cenderung apriori dan opini massa cenderung sinis.

Posisi “konstruksi sosial media massa” adalah mengoreksi dan melengkapi “konstruksi sosial atas realitas”, dengan menempatkan seluruh kelebihan media massa dan efek media pada keunggulan “konstruksi sosial media massa” atas “konstruksi sosial atas realitas”. Namun proses simultan yang digambarkan di atas tidak bekerja secara tiba-tiba, namun terbentuknya proses tersebut melalui beberapa tahap penting.14 Dari kandungan konstruksi sosial media massa, dan proses kelahiran konstruksi sosial media massa tersebut pun melalui tahap-tahap seperti yang telah diterangkan di atas, yakni; (1) tahap menyiapkan materi konstruksi, (2) tahap sebaran konstruksi, (3) tahap pembentukan konstruksi realitas, dan (4) tahap konfirmasi.

B.Analisis Framing

Gagasan mengenai framing pertama kali dilontarkan oleh Beterson pada tahun 1955.15 Framing adalah pendekatan untuk mengetahui bagaimana perspektif atau cara pandang yang digunakan oleh wartawan ketika menseleksi isu dan menulis berita. Cara pandang atau perspektif itu pada akhirnya menentukan fakta apa yang diambil, bagian mana yang ditonjolkan dan dihilangkan, dan hendak dibawa kemana berita tersebut. Atau secara sederhana juga dapat digambarkan sebagai analisis untuk mengetahui bagaimana realitas (peristiwa,

14

Burhan Bungin, Konstruksi Sosial Media Massa, h. 194-195.

15

Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006), h. 161.


(40)

aktor, kelompok, atau apa saja) dibingkai oleh media. Pembingkaian tersebut tentu saja melalui proses konstruksi.16

Di samping itu, analisis framing sebagai suatu metode analisis media, masih terbilang baru. Terutama, ia berkembang berkat pandangan kaum konstruksionis dan ia juga termasuk ke dalam paradigma konstruksionis yang memiliki penilaian tersendiri bagaimana media, wartawan, dan berita dilihat. Seperti yang akan penulis uraikan di bawah ini:

1. Fakta/Peristiwa Adalah Hasil Konstruksi

Kaum konstruksionis beranggapan bahwa realitas itu bersifat subjektif. Realitas itu hadir, karena dihadirkan oleh konsep subjektif wartawan. Realitas tercipta lewat konstruksi, sudut pandang tertentu dari wartawan. Realitas bisa berbeda-beda, tergantung pada bagaimana konsepsi ketika realitas itu dipahami oleh wartawan yang mempunyai pandangan berbeda.

2. Media Adalah Agen Konstruksi

Pandangan konstruksionis mempunyai posisi yang berbeda dibandingkan positivis dalam menilai media. Dalam pandangan positivis, media dilihat sebagai saluran. Sedangkan dalam pandangan konstruksionis, media dilihat sebaliknya. Media bukanlah sekedar saluran yang bebas, ia juga subjek yang mengonstruksi realitas, lengkap dengan pandangan, bias, dan pemihakannya. Di sini media dipandang sebagai agen konstruksi sosial yang mendefinisikan realitas.

3. Berita Bukan Refleksi dari Realitas. Ia Hanyalah Konstruksi dari Realitas

16


(41)

Carey mengatakan bahwa dalam pendangan konstruksionis, berita itu ibaratnya seperti sebuah drama. Ia bukan menggambarkan sebuah realitas, melainkan protet dari arena pertarungan antara berbagai pihak yang berkaitan dengan peristiwa.

4. Berita Bersifat Subjektif/Konstruksi atas Realitas

Hasil kerja jurnalistik tidak bisa dinilai dengan menggunakan sebuah standar yang rigid, seperti halnya positivis. Kaum konstruksionis beranggapan bahwa berita bersifat subjektif, yaitu opini tidak dapat dihilangkan karena ketika meliput, wartawan melihat dengan perspektif dan pertimbangan subjektif.

5. Wartawan Bukan Pelapor. Ia Agen Konstruksi Sosial

Wartawan tidak bisa menyembunyikan pilihan moral dan keberpihakannya, karena ia merupakan bagian yang intrinsik dalam pembentukan berita. Lagipula, berita bukan hanya produk individual, melainkan juga bagian dari proses organisasi dan interaksi antara wartawannya. Kaum konstruksionis melihat wartawan bukanlah pemulung yang mengambil berita begitu saja, melainkan layaknya agen/aktor pembentuk realitas.

6. Etika, Pilihan Moral, dan Keberpihakan Wartawan Adalah Bagian yang Integral dalam Produksi Berita

Menurut pandangan konstruksionin, aspek etika, moral, dan nilai-nilai tertentu tidak mungkin dihilangkan dari pemberitaan media. Wartawan bukanlah robot yang meliput apa adanya, apa yang dia lihat. Wartawan di sini bukan hanya pelapor, karena disadari atau tidak, ia menjadi partisipan


(42)

dari keragaman penafsiran dan subjektifitas dalam publik. Dan ia menulis berita bukan hanya sebagai penjelas, melainkan mengonstruksi peristiwa dari dirinya sendiri dengan realitas yang diamati.

7. Nilai, Etika, dan Pilihan Moral Peneliti Menjadi Bagian Integral dalam Penelitian

Dalam penelitian yang berkategori konstruksionis, pilihan moral dan keberpihakan sukar dihilangkan dalam penelitian. Dan peneliti adalah entitas dengan berbagai nilai dan keberpihakan yang berbeda-beda. Karenanya, bisa jadi objek penelitian yang sama akan menghasilkan temuan yang berbeda di tangan peneliti yang berbeda. Peneliti dengan konstruksinya masing-masing akan menghasilkan temuan yang berbeda pula.

8. Khalayak Mempunyai Penafsiran Tersendiri atas Berita

Dalam pandangan konstruksionis, khalayak bukan dilihat sebagai subjek yang pasif. Ia juga subjek yang aktif dalam menafsirkan apa yang dia baca. Sebab setiap orang bisa mempunyai pemaknaan yang berbeda atas teks yang sama. Kalau saja ada makna yang dominan atau tunggal, itu bukan berarti makna terdapat dalam teks, melainkan begitulah praktik penandaan yang terjadi.

Banyak model yang disajikan dalam analisis framing, di antaranya adalah Murray Edelman, Robert N. Entman, William A. Gamson, maupun Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki. Berikut ini adalah beberapa definisi framing sesuai dengan model dari masing-masing tokoh:


(43)

Tabel 2

Definisi framing menurut para tokoh17

TOKOH DEFINISI

Murray Edelman Pemakaian perspektif tertentu dengan pemakaian kata-kata yang tertentu pula yang menandakan bagaimana fakta atau realitas dipahami. Namun, tidak hanya sekedar kata-kata semata, tetapi menghadirkan realitas sendiri ketika hadir di tengah khalayak.

Robert N. Entman Proses seleksi dari berbagai aspek realitas sehingga bagian tertentu dari peristiwa itu lebih menonjol dibandingkan aspek lain. Ia juga menyertakan

penempatan informasi-informasi dalam konteks yang khas sehingga sisi tertentu mendapatkan alokasi lebih besar.

William A. Gamson Cara bercerita atau gugusan ide-ide yang terorganisir sedemikian rupa dan menghadirkan konstruksi makna peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan objek suatu wacana. Cara bercerita itu terbentuk dalam sebuah kemasan (package). Kemasan itu semacam skem atau struktur pemahaman yang digunakan indivdu untuk mengonstruksi makna pesan-pesan yang ia sampaikan, serta untuk menafsirkan makna pesan-pesan yang ia terima.

17


(44)

Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki

Strategi konstruksi dan memroses berita. Perangkat kognisi yang digunakan dalam mengkode informasi, menafsirkan peristiwa, dan dihubungkan dengan rutinitas dan konvensi pembentukan berita.

Dari definisi-definisi di atas, menyimpulkan bahwa definisi framing mengacu pada suatu cara untuk menyajikan realitas, dimana realitas yang ada dikemas sedimikian rupa dengan menggunakan simbol-simbol yang terpilih, kemudian diseleksi, ditekankan, dan ditonjolkan, sehingga peristiwa tersebut dapat lebih mudah dipahami berdasarkan perspektif tertentu yang dimaksudkan dalam proses framing tersebut. Jadi, realitas yang disampaikan bukanlah realitas yang sepenuhnya utuh dan otentik secara keseluruhan.

Analisis framing menanyakan mengapa peristiwa X diberitakan? Mengapa peristiwa yang lain tidak diberitakan? Mengapa suatu tempat dan pihak yang telibat berbeda meskipun peristiwanya sama? Mengapa realitas didefinisikan dengan cara tertentu? Mengapa sisi atau angle tertentu yang ditonjolkan dan bukan yang lain? Mengapa fakta tertentu ditonjolkan sedang yang lain tidak? Mengapa menampikan sumber berita X dan mengapa bukan sumber berita yang lain yang diwawancarai?18

Pertanyaan-pertanyaan tersebut mendasari bagaimana media massa membentuk dan mengonstruksi realitas, yang membuat khalayak lebih mudah mengingat aspek-aspek tertentu yang ditekankan dan ditonjolkan oleh media massa.

18

Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008), h. 254.


(45)

Proses framing juga terkadang dibenturkan dengan alasan-alasan teknis, seperti keterbatasan-keterbatasan kolom dan halaman (pada media cetak) dan waktu (pada media elektronik), jarang ada media yang membuat berita secara utuh, mulai dari menit pertama kejadian hingga menit akhir. Atas nama jurnalistik, peristiwa yang panjang, lebar, dan rumit, dicoba “disederhanakan” melalui mekanisme pembingkaian (framing) fakta-fakta dalam bentuk berita sehingga layak terbit atau layak tayang.19

Hal ini disebabkan karena produksi berita berhubungan dengan bagaimana rutinitas yang terjadi dalam ruang pemberitaan, yang menentukan bagaimana wartawan didikte/dikontrol untuk memberitakan peristiwa dalam perspektif tertentu. Dan aspek konstruksi berhubungan dengan bagaimana wartawan/media menampilkan peristiwa tersebut sehingga relevan bagi khalayak.

Sebuah realitas bisa jadi dibingkai dan dimaknai secara berbeda oleh media. Tentu saja hal itu akan menimbulkan semacam pengaruh atau efek terhadap khalayak. Dan Eriyanto menjelaskan beberapa efek dari pembingkaian (framing) itu sendiri.

a. Mobilisasi Massa

Framing atas isu umumnya banyak dipakai dalam literatur gerakan sosial. Dalam suatu gerakan sosial, ada stategi bagaimana supaya khalayak mempunyai pandangan yang sama atas suatu isu. Hal itu seringkali terjadi dengan menciptakan masalah bersama, musuh bersama, dan pahlawan bersama. Hanya dengan itu, khalayak dapat digerakkan dan dimobilisasi. Dan semua itu membutuhkan frame: bagaimana isu dikemas, bagaimana peristiwa dipahami, dan

19


(46)

bagaimana pula kejadian didefinisikan dan dimaknai. Framing juga merupakan senjata yang ampuh untuk melupakan kesalahan. Lewat framing, khalayak disediakan perspektif tertentu: seakan hanya perspektif itulah yang hanya bisa digunakan untuk memahami dan mendefinisikan masalah.

Namun, dalam hal menyediakan perspektif tertentu, juga ada konsekuensinya. Karena menyediakan perspektif tertentu, itu sama saja dengan melupakan perspektif atau pandangan lain. Karena itu, framing dapat menjadi senjata yang ampuh untuk menghapus kesalahan atau menuduhkan kesalahan kepada pihak lain. Dengan memberi batasan tertentu, media secara tidak sadar dapat mengukuhkan kesalahan kepada pihak lain.

Framing menentukan bagaimana sebuah peristiwa didefinisikan, sekaligus menentukan apakah sebuah peristiwa dianggap sebagai masalah sosial (social problem) ataukah tidak. Karena itu, framing selalu berhubungan dengan pendapat umum. Bagaimana tanggapan khalayak dan bagaimana penyikapan atas suatu peristiwa, di antaranya tergantung pada bagaimana peristiwa itu dilihat dan dimaknai.20

b. Menggiring Khalayak pada Ingatan Tertentu

Media adalah tempat di mana khalayak memeroleh infromasi mengenai realitas politik dan sosial yang terjadi di sekitar mereka. Oleh karena itu, bagaimana media membingkai realitas tertentu berpengaruh pada bagaiman individu menafsirkan peristiwa tersebut. Apa yang khalayak tahu tentang realitas, sedikit banyak tergantung pada media menggambarkannya. Dalam peristiwa yang

20


(47)

dramatis, dan digambarkan oleh media secara dramatis pula, bahkan memengaruhi pandangan khalayak tentang realitas.

Sebuah ikon dapat didefinisikan sebagai sebuah simbol dan citra yang timbul dari peristiwa yang diberitakan oleh media dan tertanam kuat dalam benak publik. Sebuah ikon, seperti yang dikatakan oleh W. Lance Bennet dan Regina G. Lawrence, timbul ketika berita diarahkan pada peristiwa dramatik. Umumnya, ikon ini berupa gambar atau foto yang menggambarkan secara dramatis suatu peristiwa.

Meskipun ikon yang sama bisa jadi dipahami secara berbeda dalam kurun waktu yang berbeda. Namun, ikon menggambarkan orientasi nilai dan pandangan saat itu. Sebuah ikon bisa jadi pertama kalinya hanya menggambarkan peristiwa, tetapi ia bisa saja mendapatkan penafsiran yang sama sekali berbeda. Ikon membantu wartawan menyediakan bahan; bagaimana peristiwa harus dilihat, sekaligus membentuk dan memperkuat cerita atas peristiwa.21

C.Media Massa

1. Definisi dan Karakteristik Media Massa

Kita pasti telah akrab dengan istilah media massa, namun apakah kita mengetahui istilah tersebut? “Media massa” adalah istilah yang merujuk pada alat atau cara yang terorganisasi untuk berkomunikasi secara terbuka dan dalam jarak jauh kepada banyak orang (khalayak), juga dalam jarak waktu yang ringkas. Media massa bukan sekedar alat semata-mata, melainkan juga institusionalisasi dalam masyarakat sehingga terjadi proses pengaturan terhadap alat itu oleh warga

21


(48)

masyarakat melalui kekuasaan yang ada maupun kesepakatan-kesepakatan yang lain.22

Media massa (mass media) adalah saluran-saluran atau cara pengiriman bagi pesan-pesan massa. Media massa dapat berupa surat kabar, video, CD-Rom, komputer, TV, radio, dan sebagainya.23 Menurut Kurt Lang dan Gladys Engel Lang, media massa memaksakan perhatian pada isu-isu tertentu. Media massa membangun citra publik tentang figur-figur politik. Media massa secara konstan menghadirkan objek-objek yang menunjukkan apa yang hendaknya dipertimbangkan, diketahui, dan dirasakan individu-individu dalam masyarakat.24

Selain itu, terdapat karakteristik-karakteristik dari media massa, yang oleh Cangara dibagi menjadi lima bagian25, antara lain adalah:

a. Bersifat melembaga, artinya pihak yang mengelola media terdiri dari banyak orang yakni mulai dari proses pengumpulan, pengelolaan, sampai pada penyajian informasi.

b. Bersifat satu arah, artinya komunikasi yang dilakukan kurang memungkinkan terjadinya dialog antara pengirim dan penerima.

c. Meluas dan serempak, artinya dapat mengatasi rintangan waktu dan jarak, karena ia memiliki kecepata. Bergerak secara luas dan simultan, dimana informasi yang disampaikan diterima oleh khalayak di saat yang sama. d. Memakai peralatan teknis atau mekanis seperti radio, televisi, surat kabar,

dan semacamnya.

22

Nurani Soyomukti, Pengantar Ilmu Komunikasi (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2010), h. 198.

23

Lynn H. Turner, Pengantar Teori Komunikasi dan Aplikasi (Jakarta: Penerbit Salemba Humanika, 2008), h. 41.

24

Warner J. Severin dan James Tankard, Teori Komunikasi: Sejarah, Metode, dan Terapan dalam Media Massa (Jakarta: Prenada Media Group, 2007), h. 264.

25

Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi (Jakarta: PT raja grafindo persada, 2008), h. 126.


(49)

e. Bersifat terbuka, artinya dapat diterima oleh siapa saja tanpa mengenal usia, jenis kelamin, dan suku bangsa.

2. Fungsi Media Massa

Ada beberapa pendapat ahli yang mengemukakan tentang fungsi dari media massa. Menurut Jay Black dan Federick C. Whitney (1988), fungsi dari media massa,26 antara lain:

1. To inform (menginformasikan), 2. To entertaint (menghibur), 3. To persuade (membujuk), dan

4. Transmission of the culture (transmisi budaya).

Dan tokoh komunikasi lainnya, yakni Dennis McQuail menambahkan fungsi media massa bagi individu dalam bukunya Teori Komunikasi Massa,27 yaitu:

1. Informasi

a. Mencari berita tentang peristiwa dan kondisi yang berkaitan dengan lingkungan terdekat, masyarakat dan dunia.

b. Mencari bimbingan menyangkut berbagai masalah praktis, pendapat, dan hal-hal yang berkaitan dengan penentuan pilihan. c. Memuaskan rasa ingin tahu dan minat umum.

d. Belajar, pendidikan diri sendiri.

e. Memeroleh rasa damai melalui penambahan pengetahuan. 2. Identitas pribadi

26

Nurudin, Pengantar Komunikasi Massa (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007), h. 64.

27

Dennis McQuail, Teori Komunikasi Massa: Suatu Pengantar (Jakarta: Salmba Humanika, 2011), h. 72.


(50)

a. Menemukan penunjang nilai-nilai pribadi b. Menenukan model perilaku

c. Mengidentifikasikan diri dengan nilai-nilai lain (dalam media). d. Menigkatkan pemahaman tentang diri sendiri.

3. Integrasi dan interaksi sosial

a. Memeroleh pengetahuan tentang keadaan orang lain; empati sosial. b. Mengidentifikasikan diri dengan orang lain, dengan meningkatkan

rasa memiliki.

c. Menemukan bahan percakapan dan interaksi sosial. d. Memeroleh teman selain dari manusia.

e. Membantu menjalankan peran sosial.

f. Memungkinkan seseorang untuk dapat menghubungi sanak keluarga, teman, dan masyarakat.

4. Hiburan

a. Melepaskan diri atau terpisah dari permasalahan. b. Bersantai.

c. Memeroleh kenikmatan jiwa, estetis. d. Mengisi waktu.

e. Penyaluran emosi.

f. Membangkitkan gairah seksual.

3. Efek Media Massa

Menurut M. Chaffee, media massa mempunyai efek yang berkaitan dengan perubahan sikap, perasaa, dan perilaku komunikannya. Dari pernyataan


(51)

tersebut dapat dijelaskan bahwa media massa mempunyai efek kognitif, afektif, dan konatif/behavioral. Penjelasannya adalah sebagai berikut:28

a. Efek kognitif

Adalah akibat yang timbul pada diri komunikan yang sifatnya informatif bagi dirinya. Dalam efek ini, akan dibahas tentang bagaimana media massa dapat membantu khalayak dalam memelajari informasi yang bermanfaat dan mengembangkan keterampilan kognitifnya.

b. Efek afektif

Tujuan dari media massa bukan sekedar memberitahu khalayak tentang sesuatu, tetapi lebih dari itu, khalayak diharapkan dapat turut merasakan perasaan iba, terharu, sedih, gembira, dan sebagainya.

c. Efek konatif/behavioral

Merupakan akibat yang timbul pada diri khalayak dalam bentuk perilaku, tindakan, dan kegiatan.

4. Media Online

Internet adalah jaringan dunia yang mengembangkan ARPANET, suatu sistem komunikasi yang terkait dengan pertahanan keamanan yang dikembangkan pada tahun 1960-an. Manfaat sistem komunikasi yang berjejaringan ini dengan cepat ditangkap oleh peneliti dan pendidik secara umum.29 Kemudian internet menjadi suatu fenomena yang baru, yang dapat diterima oleh masyarakat luas. Hasilnya, dengan menggunakan internet, semua orang di belahan dunia manapun dapat berkomunikasi dengan lebih cepat dan lebih mudah.

28

Elvirano Ardianto dan Lukiati Komala Erdinaya, Komunikasi Massa: Suatu Pengantar (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2007), h. 50-57.

29

Werner J. Severin & James W. Tankard, Teori Komunikasi: Sejarah , Metode, dan Terapan dalam Media Massa (Jakarta: Prenada Media Group, 2004), h. 457.


(52)

Adapun beberapa keunggulan dari media internet/online ini dibandingkan dengan media cetak maupun dengan media elektronik. Pertama, pada media online bertita-berita yang disampaikan jauh lebih cepat, bahkan setiap beberapa menit dapat di-update. Peristiwa-peristiwa besar yang baru saja terjadi sudah dapat diketahui dengan membaca media online, masyarakat tidak harus menunggu esok hari lewat koran atau pekan depan lewat majalah. Faktor kecepatan inilah yang tidak diperoleh lewat media cetak.

Kedua, dalam media online, sangat mudah untuk mengakses berita-berita yang disajikan, tidak hanya dapat dilakukan lewat komputer atau laptop yang dipasang internet, tetapi lewat ponsel atau handphone pun bisa, sehingga sangat mudah dan praktis. Pembaca juga bisa berbagi cerita-cerita penting dari media online itu kepada banyak orang yang tidak bisa dilakukan di media cetak maupun elektronik.

Ketiga, pembaca media online dapat memberikan tanggapan atau komentar secara langsung terhadap berita-berita yang disukai atau tidak disukainya dengan mengetik pada kolom komentar yang telah disediakan. Pembaca dapat mengekspresikan pikiran dan uneg-unegnya. Jadi, pembaca tidak perlu menulis surat pembaca yang pemuatannya bisa memakan waktu beberapa hari.30

D.Berita

1. Definisi Berita

Secara etimologis, berita berasal dari Bahasa Inggris. Istilah berita (news) berasal dari kata new (baru). Jadi, berita adalah peristiwa-peristiwa atau hal-hal

30


(53)

yang baru. Sedangkan di kalangan wartawan, ada yang mengartikan news sebagai singkatan dari; north, east, west, dan south. Mereka mengartikan berita sebagai laporan dari keempat penjuru mata angin tersebut, laporan dari mana-mana, dari berbagai tempat di dunia.31 Prof Mitchel V. Charnley dalam bukunya yang berjudul Reporting, mendefinisikan berita sebagai berikut:

News is the timely reports of facts or oppinion of either interest or importance, or both, to a considerable number of people” (Berita adalah laporan tercepat mengenai fakta atau opini yang mengandung hal yang menarik minat atau penting, atau kedua-duanya, bagi sejumlah besar penduduk).32

Istilah berita juga berasal dari bahasa Sansekerta, yakni Vrit, yang kemudian masuk ke dalam bahasa Inggris menjadi Write, yang memiliki arti “ada” atau “terjadi”. Sebagian ada yang menyebutnya Vritta, masuk ke dalam bahasa Indonesia menjadi “berita” atau “warta”.33

Berita juga didefinisikan oleh Dr. Willard G. Bleyer sebagai segala sesuatu yang hangat dan menarik perhatian sejumlah pembaca, dan berita yang terbaik adalah berita yang paling menarik perhatian bagi jumlah pembaca yang paling besar.34 Secara ringkas, dapat dikatakan bahwa berita adalah jalan cerita tentang peristiwa. Ini berarti bahwa suatu berita setidaknya mengandung dua hal, yakni peristiwa dan jalan cerita. Jalan cerita tanpa peristiwa atau peristiwa tanpa jalan cerita tidak dapat disebut berita.35

31

Onong Uchjana Effendy, Ilmu, Teori, dan Filsafat Komunikasi (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2003), h. 130.

32

Onong Uchjana Effendy, Ilmu, Teori, dan Filsafat Komunikasi, h. 131. 33

Totok Djuroto, Manajemen Penerbitan Pers (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2004), cet. III, h. 46.

34

Kustadi Suhandang, Pengantar Jurnalistik: Seputar Organisasi, Produk, dan Kode Etik (Bandung: Penerbit Nuansa, 2004), h. 103.

35


(54)

Berita juga merupakan hasil akhir dari sebuah proses kompleks, dengan menyortir dan menentukan peristiwa dan tema dalam satu kategori tertentu.36 Ada faktor yang menentukan bagaimana berita tersebut diproduksi. Dan faktor-faktor tersebut adalah:

1. Rutinitas Organisasi

Setiap hari, secara teratur sebuah institusi media memproduksi berita, dan proses seleksi itu adalah bagian dari ritme dan keteraturan kerja yang dijalankan setiap hari.

2. Nilai Berita

Nilai berita bukan hanya menentukan peristiwa apa yang akan diberitakan, tetapi juga bagaimana sebuah berita dikemas. Peristiwa tidak lantas dapat disebut sebagai berita, tetapi sebuah berita harus dinilai terlebih dahulu; apakah peristiwa tersebut memenuhi kriteria dan memiliki nilai berita. 3. Kategori Berita

Kategori dipakai untuk membedakan jenis isi berita dan subjek peristiwa yang menjadi berita.

4. Ideologi Profesional/Objektivitas

Objektivitas dalam produksi berita digambarkan sebagai hal yang tidak mencampuradukkan antara fakta dengan opini. Objektivitas merupakan standar profesional yang berhubungan dengan jaminan bahwa apa yang disajikan adalah suatu kebenaran.37

36

Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media (Yogyakarta: LkiS, 2002), h. 102.

37


(1)

PENJELASAN ATAS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011

TENTANG PERUBAHAN ATAS

UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK

I. UMUM

Sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, kemerdekaan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat merupakan hak asasi manusia yang harus dilaksanakan untuk memperkuat semangat kebangsaan dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang demokratis. Hak untuk berserikat dan berkumpul ini kemudian diwujudkan dalam pembentukan Partai Politik sebagai salah satu pilar demokrasi dalam sistem politik Indonesia.

Partai Politik sebagai pilar demokrasi perlu ditata dan disempurnakan untuk mewujudkan sistem politik yang demokratis guna mendukung sistem presidensiil yang efektif. Penataan dan penyempurnaan Partai Politik diarahkan pada dua hal utama, yaitu, pertama, membentuk sikap dan perilaku Partai Politik yang terpola atau sistemik sehingga terbentuk budaya politik yang mendukung prinsip-prinsip dasar sistem demokrasi. Hal ini ditunjukkan dengan sikap dan perilaku Partai Politik yang memiliki sistem seleksi dan rekrutmen keanggotaan yang memadai serta mengembangkan sistem pengkaderan dan kepemimpinan politik yang kuat. Kedua, memaksimalkan fungsi Partai Politik baik fungsi Partai Politik terhadap negara maupun fungsi Partai Politik terhadap rakyat melalui pendidikan politik dan pengkaderan serta rekrutmen politik yang efektif untuk menghasilkan kader-kader calon pemimpin yang memiliki kemampuan di bidang politik.


(2)

- 2 -

Upaya untuk memperkuat dan mengefektifkan sistem presidensiil, paling tidak dilakukan pada empat hal yaitu pertama, mengkondisikan terbentuknya sistem multipartai sederhana, kedua, mendorong terciptanya pelembagaan partai yang demokratis dan akuntabel, ketiga, mengkondisikan terbentuknya kepemimpinan partai yang demokratis dan akuntabel dan keempat mendorong penguatan basis dan struktur kepartaian pada tingkat masyarakat.

Adapun hal-hal pokok yang diatur dalam penataan dan penyempurnaan Partai Politik di Indonesia adalah persyaratan pembentukan Partai Politik, persyaratan kepengurusan Partai Politik, perubahan AD dan ART, rekrutmen dan pendidikan politik, pengelolaan keuangan Partai Politik dan kemandirian Partai Politik.

II. PASAL DEMI PASAL Pasal I

Angka 1 Pasal 1

Cukup jelas. Angka 2

Pasal 2

Cukup jelas. Angka 3

Pasal 3 Ayat (1)

Cukup jelas. Ayat (2)

Huruf a

Cukup jelas.


(3)

- 3 - Huruf b

Yang dimaksud dengan ”mempunyai persamaan pada

pokoknya atau keseluruhannya dengan nama, lambang,

dan tanda gambar Partai Politik lain” adalah memiliki

kemiripan yang menonjol dan menimbulkan kesan adanya persamaan, baik mengenai bentuk, cara penempatan, cara penulisan maupun kombinasi antara unsur-unsur yang terdapat dalam nama, lambang, dan tanda gambar Partai Politik lain.

Huruf c

Kota/kabupaten administratif di wilayah Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta kedudukannya setara dengan kota/kabupaten di provinsi lain.

Huruf d

Yang dimaksud dengan “kantor tetap” adalah kantor

yang layak, milik sendiri, sewa, pinjam pakai, serta mempunyai alamat tetap.

Huruf e

Cukup jelas. Angka 4

Pasal 4 Ayat (1)

Penelitian dan/atau verifikasi Partai Politik dilakukan secara administratif dan periodik oleh Kementerian bekerja sama dengan instansi terkait.

Ayat (2)

Cukup jelas. Ayat (3)

Cukup jelas. Ayat (4)

Cukup jelas.

Angka 5


(4)

- 4 - Pasal 5

Cukup jelas. Angka 6

Pasal 16

Cukup jelas. Angka 7

Pasal 19

Cukup jelas. Angka 8

Pasal 23

Cukup jelas. Angka 9

Pasal 29

Cukup jelas. Angka 10

Pasal 32 Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “perselisihan Partai Politik” meliputi

antara lain: (1) perselisihan yang berkenaan dengan kepengurusan; (2) pelanggaran terhadap hak anggota Partai Politik; (3) pemecatan tanpa alasan yang jelas; (4) penyalahgunaan kewenangan; (5) pertanggungjawaban keuangan; dan/atau (6) keberatan terhadap keputusan Partai Politik.

Ayat (2)

Cukup jelas. Ayat (3)

Cukup jelas.


(5)

- 5 - Ayat (4)

Cukup jelas. Ayat (5)

Cukup jelas. Angka 11

Pasal 33

Cukup jelas. Angka 12

Pasal 34

Cukup jelas. Angka 13

Pasal 34A

Cukup jelas. Angka 14

Pasal 35

Cukup jelas. Angka 15

Pasal 39 Ayat (1)

Cukup jelas. Ayat (2)

Yang dimaksud dengan “akuntan publik” adalah akuntan

yang terdaftar dalam organisasi profesi Ikatan Akuntan Indonesia.

Yang dimaksud dengan “diumumkan secara periodik” adalah

dipublikasikan setiap setahun sekali melalui media massa. Ayat (3)

Cukup jelas.


(6)

- 6 - Angka 16

Pasal 45

Cukup jelas. Angka 17

Pasal 47

Cukup jelas. Angka 18

Pasal 51

Cukup jelas.

Pasal II

Cukup jelas.