Nilai, Etika, dan Pilihan Moral Peneliti Menjadi Bagian Integral Khalayak Mempunyai Penafsiran Tersendiri atas Berita

Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki Strategi konstruksi dan memroses berita. Perangkat kognisi yang digunakan dalam mengkode informasi, menafsirkan peristiwa, dan dihubungkan dengan rutinitas dan konvensi pembentukan berita. Dari definisi-definisi di atas, menyimpulkan bahwa definisi framing mengacu pada suatu cara untuk menyajikan realitas, dimana realitas yang ada dikemas sedimikian rupa dengan menggunakan simbol-simbol yang terpilih, kemudian diseleksi, ditekankan, dan ditonjolkan, sehingga peristiwa tersebut dapat lebih mudah dipahami berdasarkan perspektif tertentu yang dimaksudkan dalam proses framing tersebut. Jadi, realitas yang disampaikan bukanlah realitas yang sepenuhnya utuh dan otentik secara keseluruhan. Analisis framing menanyakan mengapa peristiwa X diberitakan? Mengapa peristiwa yang lain tidak diberitakan? Mengapa suatu tempat dan pihak yang telibat berbeda meskipun peristiwanya sama? Mengapa realitas didefinisikan dengan cara tertentu? Mengapa sisi atau angle tertentu yang ditonjolkan dan bukan yang lain? Mengapa fakta tertentu ditonjolkan sedang yang lain tidak? Mengapa menampikan sumber berita X dan mengapa bukan sumber berita yang lain yang diwawancarai? 18 Pertanyaan-pertanyaan tersebut mendasari bagaimana media massa membentuk dan mengonstruksi realitas, yang membuat khalayak lebih mudah mengingat aspek-aspek tertentu yang ditekankan dan ditonjolkan oleh media massa. 18 Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008, h. 254. Proses framing juga terkadang dibenturkan dengan alasan-alasan teknis, seperti keterbatasan-keterbatasan kolom dan halaman pada media cetak dan waktu pada media elektronik, jarang ada media yang membuat berita secara utuh, mulai dari menit pertama kejadian hingga menit akhir. Atas nama jurnalistik, peristiwa yang panjang, lebar, dan rumit, dicoba “disederhanakan” melalui mekanisme pembingkaian framing fakta-fakta dalam bentuk berita sehingga layak terbit atau layak tayang. 19 Hal ini disebabkan karena produksi berita berhubungan dengan bagaimana rutinitas yang terjadi dalam ruang pemberitaan, yang menentukan bagaimana wartawan didiktedikontrol untuk memberitakan peristiwa dalam perspektif tertentu. Dan aspek konstruksi berhubungan dengan bagaimana wartawanmedia menampilkan peristiwa tersebut sehingga relevan bagi khalayak. Sebuah realitas bisa jadi dibingkai dan dimaknai secara berbeda oleh media. Tentu saja hal itu akan menimbulkan semacam pengaruh atau efek terhadap khalayak. Dan Eriyanto menjelaskan beberapa efek dari pembingkaian framing itu sendiri. a. Mobilisasi Massa Framing atas isu umumnya banyak dipakai dalam literatur gerakan sosial. Dalam suatu gerakan sosial, ada stategi bagaimana supaya khalayak mempunyai pandangan yang sama atas suatu isu. Hal itu seringkali terjadi dengan menciptakan masalah bersama, musuh bersama, dan pahlawan bersama. Hanya dengan itu, khalayak dapat digerakkan dan dimobilisasi. Dan semua itu membutuhkan frame: bagaimana isu dikemas, bagaimana peristiwa dipahami, dan 19 Ibnu Hamad, Konstruksi Realitas Politik Jakarta: Granit, 2004, h. 21. bagaimana pula kejadian didefinisikan dan dimaknai. Framing juga merupakan senjata yang ampuh untuk melupakan kesalahan. Lewat framing, khalayak disediakan perspektif tertentu: seakan hanya perspektif itulah yang hanya bisa digunakan untuk memahami dan mendefinisikan masalah. Namun, dalam hal menyediakan perspektif tertentu, juga ada konsekuensinya. Karena menyediakan perspektif tertentu, itu sama saja dengan melupakan perspektif atau pandangan lain. Karena itu, framing dapat menjadi senjata yang ampuh untuk menghapus kesalahan atau menuduhkan kesalahan kepada pihak lain. Dengan memberi batasan tertentu, media secara tidak sadar dapat mengukuhkan kesalahan kepada pihak lain. Framing menentukan bagaimana sebuah peristiwa didefinisikan, sekaligus menentukan apakah sebuah peristiwa dianggap sebagai masalah sosial social problem ataukah tidak. Karena itu, framing selalu berhubungan dengan pendapat umum. Bagaimana tanggapan khalayak dan bagaimana penyikapan atas suatu peristiwa, di antaranya tergantung pada bagaimana peristiwa itu dilihat dan dimaknai. 20 b. Menggiring Khalayak pada Ingatan Tertentu Media adalah tempat di mana khalayak memeroleh infromasi mengenai realitas politik dan sosial yang terjadi di sekitar mereka. Oleh karena itu, bagaimana media membingkai realitas tertentu berpengaruh pada bagaiman individu menafsirkan peristiwa tersebut. Apa yang khalayak tahu tentang realitas, sedikit banyak tergantung pada media menggambarkannya. Dalam peristiwa yang 20 Eriyanto, Analisis Framing, h. 169-172. dramatis, dan digambarkan oleh media secara dramatis pula, bahkan memengaruhi pandangan khalayak tentang realitas. Sebuah ikon dapat didefinisikan sebagai sebuah simbol dan citra yang timbul dari peristiwa yang diberitakan oleh media dan tertanam kuat dalam benak publik. Sebuah ikon, seperti yang dikatakan oleh W. Lance Bennet dan Regina G. Lawrence, timbul ketika berita diarahkan pada peristiwa dramatik. Umumnya, ikon ini berupa gambar atau foto yang menggambarkan secara dramatis suatu peristiwa. Meskipun ikon yang sama bisa jadi dipahami secara berbeda dalam kurun waktu yang berbeda. Namun, ikon menggambarkan orientasi nilai dan pandangan saat itu. Sebuah ikon bisa jadi pertama kalinya hanya menggambarkan peristiwa, tetapi ia bisa saja mendapatkan penafsiran yang sama sekali berbeda. Ikon membantu wartawan menyediakan bahan; bagaimana peristiwa harus dilihat, sekaligus membentuk dan memperkuat cerita atas peristiwa. 21

C. Media Massa

1. Definisi dan Karakteristik Media Massa

Kita pasti telah akrab dengan istilah media massa, namun apakah kita mengetahui istilah tersebut? “Media massa” adalah istilah yang merujuk pada alat atau cara yang terorganisasi untuk berkomunikasi secara terbuka dan dalam jarak jauh kepada banyak orang khalayak, juga dalam jarak waktu yang ringkas. Media massa bukan sekedar alat semata-mata, melainkan juga institusionalisasi dalam masyarakat sehingga terjadi proses pengaturan terhadap alat itu oleh warga 21 Eriyanto, Analisis Framing, h. 177-183. masyarakat melalui kekuasaan yang ada maupun kesepakatan-kesepakatan yang lain. 22 Media massa mass media adalah saluran-saluran atau cara pengiriman bagi pesan-pesan massa. Media massa dapat berupa surat kabar, video, CD-Rom, komputer, TV, radio, dan sebagainya. 23 Menurut Kurt Lang dan Gladys Engel Lang, media massa memaksakan perhatian pada isu-isu tertentu. Media massa membangun citra publik tentang figur-figur politik. Media massa secara konstan menghadirkan objek-objek yang menunjukkan apa yang hendaknya dipertimbangkan, diketahui, dan dirasakan individu-individu dalam masyarakat. 24 Selain itu, terdapat karakteristik-karakteristik dari media massa, yang oleh Cangara dibagi menjadi lima bagian 25 , antara lain adalah: a. Bersifat melembaga, artinya pihak yang mengelola media terdiri dari banyak orang yakni mulai dari proses pengumpulan, pengelolaan, sampai pada penyajian informasi. b. Bersifat satu arah, artinya komunikasi yang dilakukan kurang memungkinkan terjadinya dialog antara pengirim dan penerima. c. Meluas dan serempak, artinya dapat mengatasi rintangan waktu dan jarak, karena ia memiliki kecepata. Bergerak secara luas dan simultan, dimana informasi yang disampaikan diterima oleh khalayak di saat yang sama. d. Memakai peralatan teknis atau mekanis seperti radio, televisi, surat kabar, dan semacamnya. 22 Nurani Soyomukti, Pengantar Ilmu Komunikasi Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2010, h. 198. 23 Lynn H. Turner, Pengantar Teori Komunikasi dan Aplikasi Jakarta: Penerbit Salemba Humanika, 2008, h. 41. 24 Warner J. Severin dan James Tankard, Teori Komunikasi: Sejarah, Metode, dan Terapan dalam Media Massa Jakarta: Prenada Media Group, 2007, h. 264. 25 Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi Jakarta: PT raja grafindo persada, 2008, h. 126. e. Bersifat terbuka, artinya dapat diterima oleh siapa saja tanpa mengenal usia, jenis kelamin, dan suku bangsa.

2. Fungsi Media Massa