commit to user 1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pembangunan merupakan suatu proses kegiatan yang terencana dalam upaya pertumbuhan ekonomi, perubahan sosial dan modernisasi bangsa guna peningkatan
kualitas hidup manusia dan kesejahteraan masyarakat. Dalam pembangunan tersebut salah satunya terdapat upaya untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat seperti
pelayanan kesehatan, pendidikan, pendapatan dan lain sebagainya. Untuk mencapai keberhasilan pembangunan dibutuhkan manusia yang berkualitas, sumber dana yang
memadai dan kekayaaan atau potensi alam yang mendukung. Salah satu cara untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia adalah
melalui perbaikan kesehatan yang dijalankan dalam program pembangunan bidang kesehatan. Pembangunan bidang kesehatan diarahkan untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Oleh karena itu pembangunan di bidang kesehatan mempunyai andil yang cukup
besar dalam pembangunan nasional. Keberhasilan pembangunan di bidang kesehatan dapat diketahui dari Angka Kematian Bayi dan Balita, Angka Kematian Ibu
Melahirkan, Angka Kesakitan dan Angka Kematian Terhadap Penyakit-Penyakit Menular Tertentu, Angka Harapan Hidup dan Status Gizi.
1
commit to user 2
Peningkatan kualitas sumber daya manusia melalui sektor kesehatan harus ditunjang dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia dengan jalan
peningkatan mutu lembaga dan pelayanan kesehatan yang memadai, sehingga diharapkan gerak pembangunan dapat berjalan dengan lancar. Pemerintah
memberikan perhatian yang serius terhadap masalah penyelenggaraan kesehatan dalam rangka pembangunan masyarakat yang sehat. Hal tersebut dapat dilihat dalam
Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan Bab V Pasal 11 yang dijelaskan bahwa penyelenggaraan kesehatan dilaksanakan melalui banyak kegiatan
seperti kesehatan keluarga, perbaikan gizi, kesehatan lingkungan, pemberantasan penyakit, penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan serta penyuluhan
kesehatan. Penyakit menular yang menjadi sasaran Program Pemberantasan dan Penanggulangan Penyakit Menular meliputi diare, HIVAIDS, kusta, Demam
Berdarah Dengue DBD, dan lain lain. Sebagai bagian dari Program Peberantasan dan Penanggulangan Penyakit
Menular, Program Pemberantasan dan Penanggulangan Penyakit Demam Berdarah Dengue DBD penting untuk dilaksanakan karena penyakit ini mudah mewabah,
vaksin pencegahannya belum ditemukan, dan vektor perantara penyakit ini tersebar luas di lingkungan sekitar masyarakat. Wujud nyata dari perhatian pemerintah
terhadap penyakit DBD adalah dengan dikeluarkannya Program Pemberantasan dan Penanggulangan penyakit DBD di berbagai daerah yang dilanda penyakit ini.
Pelaksanaan Program Pemberantasan dan Penanggulangan penyakit DBD ini
commit to user 3
didasarkan pada
Keputusan Menteri
No.581MenkesSKVII1992 tentang
Pemberantasan Penyakit Demam Berdarah Dengue DBD. Berkaitan dengan penelitian kinerja pemerintah, terdapat berbagai indikator
yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja pemerintah. Indikator tersebut pada umumnya adalah produktivitas, akuntabilitas, orientasi terhadap pelayanan,
responsibilitas, dan responsivitas. Beberapa indikator ini dapat memberikan gambaran penilaian mengenai keberhasilan dan kegagalan suatu program atau
kegiatan yang dilaksanakan pemerintah bagi masyarakat dalam kurun waktu tertentu dimana pada akhirnya dapat dijadikan input bagi perbaikan atau peningkatan kinerja
selanjutnya. Secara spesifik indikator-indikator tersebut juga mampu memberikan penilaian tentang tanggung jawab Pemerintah dalam mengemban misi pemenuhan
kepentingan publik dan pada akhirnya juga akan memberikan gambaran tingkat pencapaian tujuan organisasi.
Mengacu pada kinerja pemerintah dalam pembangunan bidang kesehatan, diakui bahwa adanya dinas kesehatan merupakan langkah Pemerintah dalam
mewujudkan tingkat kesehatan yang optimal pada seluruh masyarakat karena dinas kesehatan merupakan motor penggerak utama yang akan mendorong masyarakat
untuk hidup sehat. Untuk mewujudkan kesehatan masyarakat dinas kesehatan mempunyai kewajiban yang harus dijalankan dan harus dipertanggungjawabkan
kepada mayarakat. Akhir-akhir ini masyarakat mempertanyakan kinerja Dinas Kesehatan. Hal ini
terkait dengan pencegahan penyakit Demam Berdarah Dengue DBD karena jumlah
commit to user 4
kasus DBD semakin meningkat setiap tahunnya terlebih lagi tugas tersebut telah ditetapkan dalam Keputusan Menteri Kesehatan No. 581 MenkesSKVII1992
tentang Pemberantasan Penyakit DBD yang seharusnya dilaksanakan seoptimal mungkin sehingga mampu menekan jumlah kasus DBD.
Jumlah kasus DBD di Indonesia terus meningkat. Pada tahun 1999 terjadi 21.134 kasus, tahun 2000 sebanyak 33.443 kasus, tahun 2001 sebanyak 45.904 kasus,
tahun 2002 sebanyak 40.377 kasus, tahun 2003 sebanyak 50.131 kasus dengan kematian 743 orang www.sinarharapan.co.id. Selain itu tanggal 1 Januari 2004
sampai dengan 5 Maret 2005 secara kumulatif jumlah kasus DBD yang dilaporkan dan telah ditangani sebanyak 26.015 kasus dengan kematian mencapai 389 orang
www.depkes.go.id. Jumlah kasus tersebut terus meningkat dikarenakan minimnya pola hidup bersih masyarakat, curah hujan yang tinggi dan banyak air yang
menggenang saat musim hujan, lingkungan kumuh yang memungkinkan berkembangbiaknya nyamuk Aedes Aegypti, dan kesadaran masyarakat yang masih
sangat kurang untuk melakukan pemberantasan Sarang Nyamuk PSN. Sehubungan dengan tingginya kasus DBD di Indonesia, Provinsi Jawa Tengah
telah menjadi daerah endemis DBD daerah endemis merupakan daerah dimana dalam tiga tahun terakhir terdapat kasus DBD setiap tahunnya. Kabupaten Boyolali
telah dinyatakan sebagai daerah endemis DBD. Sebanyak 17 wilayah kecamatan di Kabupaten Boyolali yang masuk kategori daerah endemis demam berdarah dengue
DBD menjadi prioritas pengawasan Dinas Kesehatan Dinkes setempat mendekati pergantian musim kemarau ke penghujan tahun ini. Saat peralihan musim merupakan
commit to user 5
masa rawan serangan berbagai jenis penyakit sehingga masyarakat harus meningkatkan kebersihan dan menjaga kesehatan. Jenis penyakit yang terhitung
cukup berbahaya yakni DBD. www.solopos.co.id. Berikut disertakan data kasus penyakit DBD di Kabupaten Boyolali dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2010 :
Tabel I.1 Data Kasus DBD Kabupaten Boyolali
Tahun 2005 sd 2010 No. Tahun
Bulan Jumlah
Orang Jan Feb Mrt Apr Mei Jun Jul Ags Sept Okt Nov Des
1 2
3 4 5 6
7 8 9 10 11 12 13 14
15 1.
2005 7
11 5
12 8
10 13
7 12
9 16
32 142
2. 2006
32 38
21 16
8 10
10 3
5 4
6 7
160 3.
2007 38
55 34
51 40
41 34
21 18
24 26
47 429
4. 2008
75 55
39 41
39 22
23 14
18 14
19 22
381 5.
2009 37
15 35
24 28
33 39
24 15
12 20
44 326
6. 2010
76 75
70 36
27 24
25 18
13 17
17 5
403 Sumber: Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali
Berdasarkan data diatas dapat dilihat bahwa selama tahun 2005 di Kabupaten Boyolali ditemukan kasus penyakit DBD sebanyak 142 kasus. Kasus terbanyak
terjadi di tahun 2007 dengan kasus sebanyak 429 sedangkan ditahun-tahun lainnya angkanya cukup fluktuatif yakni mengalami peningkatan dan penurunan penderitanya
pertahun. Melihat kenyataan ini, maka hal tersebut menjadi perhatian masyarakat mengenai bagaimana kinerja Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dalam
pemberantasan dan penanggulangan penyakit DBD terlebih lagi program pemberantasan penyakit DBD telah ditetapkan dalam Keputusan Menteri Kesehatan
No. 581 MenkesSKVII1992 tentang pemberantasan penyakit DBD.
commit to user 6
Terkait dengan tingginya kasus DBD tentu saja masyarakat mengeluhkan kinerja Dinas Kesehatan Boyolali dalam pemberantasan penyakit DBD. Sebenarnya
Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali mempunyai pedoman yang digunakan dalam pelayanan P3PL Pencegahan Pemberantasan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.
Untuk menangani kasus DBD, Pemerintah Kabupaten Boyolali melalui Dinas Kesehatan mempunyai tujuan umum yakni menurunkan angka kesakitan dan
kematian akibat penyakit Demam Berdarah Dengue serta mencegah atau membatasi penjalaran Kejadian Luar Biasa KLB. Sedangkan tujuan khusus yang hendak
dicapai oleh Pemerintah Boyolali adalah : 1. Menurunkan angka kesakitan Insidents Rate di kecamatan endemis, 3 per
10.000 penduduk 2.
Menurunkan angka kematian 2,5 3.
Mencegah terjadinya Kejadian Luar Biasa penyakit DBD 4.
Meningkatnya Angka Bebas Jentik 95 Dalam usaha mencapai tujuan yang telah dirumuskan, Pemerintah Kabupaten
Boyolali menggunakan sejumlah program untuk menangani kasus DBD yaitu : 1.
Penyelidikan epidemiologi dan pemutusan rantai penularan dengan upaya-upaya sebagai berikut :
a. Pada daerah ditemukan tersangka Demam Berdarah dan kasus positif DBD
dengan indikasi penularan sebanyak 282 kejadian : 1
Penyelidikan epidemiologi
commit to user 7
2 Fogging seluas minimal radius 100 m yang dilaksanakan pada pagi hari
dan sore hari sebanyak 2 kali dengan interval kurang lebih 1 minggu. 3
Penyuluhan 4
Penggerakan Pemberantasan Sarang Nyamuk PSN 5
Abatisasi selektif b.
Pada daerah ditemukan tersangka Demam Berdarah dan kasus positif DBD tetapi tidak ada indikasi penularan sebanyak 110 kejadian:
1 Penyelidikan epidemiologi
2 Penyuluhan
3 Penggerakan Pemberantasan Sarang Nyamuk PSN
4 Abatisasi selektif
5 Di daerah ini apabila masyarakat menghendaki fogging, DKK
menyediakan insektisida, mesin swinfog dan teknisi. 2.
Upaya pencegahan dan promosi kesehatan, meliputi : a.
Penyebaran informasi berupa penyuluhan kelompok baik institusi sekolah, tempat ibadah, dan institusi lain, dan pemasangan spanduk bertema
pemberantasan DBD dengan 3 M pada tempat-tempat strategis. b.
Siaran radio, siaran keliling, penyebaran pamflet dan leaflet. c.
Penyuluhan kelompok kepada masyarakat desa.
commit to user 8
3. Upaya pemberdayaan dan peningkatan peran masyarakat, meliputi :
a. Pemantauan jentik oleh kader PKK 55 desa endemis DBD di 17 kecamatan
dari bulan April – Oktober. Pemantauan dilaksanakan terhadap 250 rumah
yang dipilih secara sampling b.
Penggerakan masyarakat untuk melakukan gerakan PSN secara rutin 1 minggu sekali di 119 desa yang terdiri atas 55 desa endemis dan 64 desa
sporadis Pendidikan dan pelatihan serta peningkatan SDM lainnya, meliputi :
a. Koordinasi dan pembekalan terhadap Lurah Kepala desa dan Ketua TP-PKK
untuk meningkatkan kualitas pemantauan jentik di wilayahnya. b.
Koordinator petugas Puskesmas untuk meningkatkan penggerakan PSN secara terpadu
4. Penyediaan sarana dan prasarana dan logistik, meliputi :
a. Pengadaan mesin swin fog sehingga di setiap puskesmas minimal ada juga
ada mesin swin fog. b.
Pengadaan insektisida, dari APBD II dianggarkan 1000 kg abate dan 400 liter insektisida. Disamping itu pada tahun 2007 ada bantuan insektisida dari Dinas
Kesehatan Propinsi Jawa Tengah berupa 1000 liter dan 250 kg abate c.
Sarana laboratorium untuk pemeriksaan darah, utamanya di Puskesmas rawat inap untuk diagnosa dini penyakit Demam Berdarah Dengue
d. Penyediaan obat-obatan
commit to user 9
5. Monitoring, evaluasi dan tindak lanjut berupa upaya meningkatkan PSN di desa-
desa dan optimalisasi gugus tugas Desa Siaga Sehat di tingkat Kabupaten dan Kecamatan
Dengan adanya kenyataan ini, maka seharusnya hal tersebut menjadi perhatian masyarakat tentang kinerja Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dalam
pelaksanaan pemberantasan dan penanggulangan penyakit DBD yang mana telah ditetapkan dalam Keputusan Menteri Kesehatan No. 581MenkesSKVII1992
tentang pemberantasan penyakit DBD. Berdasarkan laporan pengamatan dari Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali,
Kabupaten Boyolali merupakan daerah endemis DBD karena dari 55 desa yang tersebar di 17 kecamatan di Kabupaten Boyolali termasuk dalam kategori daerah
endemis DBD daerah yang tiga tahun berturut-turut ditemukan kasus DBD. Desa- desa itu terletak di Kecamatan Andong, Banyudono, Boyolali, Musuk, Juwangi,
Karanggede, Kemusu, Simo, Wonosaegoro, Klego, Ngemplak, Nogosari, Sambi, Sawit, Ampel, Teras dan Mojosongo. Kasus terbanyak yang terjadi di Kabupaten
Boyolali adalah Kecamatan Ngemplak. Hal ini dapat dibuktikan dari tabel berikut :
commit to user 10
Tabel I.2 Data Jumlah Kasus DBD Per Puskesmas
Kabupaten Boyolali Tahun 2009 dan Tahun 2010
No Puskesmas
Jumlah Kasus DBD Tahun 2009
Tahun 2010 DBD
DBD 1
Selo -
- 2
Ampel 4
15 3
Ampel I 2
2 4
Cepogo 6
11 5
Musuk I 7
2 6
Musuk II -
7 Boyolali I
27 10
8 Boyolali II
11 14
9 Boyolali III
14 7
10 Mojosongo 141
30 11 Teras
191 31
12 Banyudono I 27
47 13 Banyudono II
201 25
14 Sawit I 6
13 15 Sawit II
11 9
16 SambiI 24
27 17 Sambi II
5 5
18 Ngemplak 48
68 19 Nogosari
351 28
20 Klego I 3
3 21 Klego II
1 6
22 Andong 9
19 23 Kemusu I
2 -
24 Kemusu II 5
1 25 Simo
18 18
26 Karanggede 2
5 27 Wonosegoro I
- 4
28 Wonosegoro II -
1 29
Juwangi -
2 Jumlah
326 407
IR Incidence Rate 3,410.000
4,310.000 CFR Case Fatality Rate
1,2 1,7
Sumber : Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali
commit to user 11
Dari data penderita penyakit DBD tahun 2009 dan tahun 2010 jelas terlihat terjadi peningkatan jumlah kasus penyakit DBD yang signifikan. Pada tahun 2009
jumlah penderita DBD sebanyak 326 kasus sedangkan pada tahun 2010 jumlah penderita DBD sebanyak 403 kasus. Dilihat dari data diatas, dapat diketahui bahwa
daerah yang paling banyak terjadi kasus DBD selama tahun 2009 dan tahun 2010 ini adalah di Kecamatan Ngemplak, yaitu sebanyak 48 kasus di tahun 2009 dan 68 kasus
di tahun 2010. Angka Kesakitan Insidence Rate meningkat dari 3,4 per 10.000 penduduk menjadi 4,3 per 10.000 penduduk. Kenaikan ini tidak dikehendaki oleh
Dinas Kesehatan maupun masyarakat, sedangkan standar Angka Kesakitan yang menjadi target Dinas Kesehatan adalah kurang dari 3 per 10.000 penduduk. Sehingga
dapat dikatakan Dinas Kesehatan belum dapat mencapai standar Angka Kesakitan yang telah ditargetkan.
Melihat kenyataan mengenai tingginya jumlah penderita penyakit DBD di Kabupaten Boyolali dan keluhan masyarakat terhadap kinerja Dinas Kesehatan
Kabupaten Boyolali, maka hal ini mendorong penulis untuk melakukan penelitian mengenai bagaimana kinerja Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dalam
pemberantasan dan penanggulangan penyakit Demam Berdarah Dengue DBD di Kecamatan Ngemplak Kabupaten Boyolali.
commit to user 12
B. Perumusan Masalah