KINERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN BOYOLALI DALAM PEMBERANTASAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI KECAMATAN NGEMPLAK KABUPATEN BOYOLALI

(1)

commit to user

DALAM PEMBERANTASAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)

DI KECAMATAN NGEMPLAK KABUPATEN BOYOLALI

Oleh : ASTRI DEVIANTI

D1109005

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas dan Memenuhi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Sosial pada Fakultas Ilmu Sosial

dan Ilmu Politik jurusan Ilmu Administrasi Program Studi Ilmu Administrasi Negara

JURUSAN ILMU ADMINISTRASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2011


(2)

commit to user

i

DALAM PEMBERANTASAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)

DI KECAMATAN NGEMPLAK KABUPATEN BOYOLALI

Oleh : ASTRI DEVIANTI

D1109005

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas dan Memenuhi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Sosial pada Fakultas Ilmu Sosial

dan Ilmu Politik jurusan Ilmu Administrasi Program Studi Ilmu Administrasi Negara

JURUSAN ILMU ADMINISTRASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2011


(3)

commit to user


(4)

commit to user


(5)

commit to user

iv

”Dan mintalah pertolongan kepada Allah dengan sabar dan sholat”

(Al Baqarah 45)

”Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu,

dan boleh jadi pula kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk

bagimu, Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui”

(Al Baqarah 216)

”Allah tidak akan membebani seseorang melainkan sesuai dengan

kesanggupannya”

(Al Baqarah 286)

”Ada dua nikmat yang kebanyakan orang tertipu dengan keduanya,

yaitu nikmat sakit dan nikmat sempat”

(Hadist)

”Ilmu dan amal adalah untuk ibadah”

(Denny Tazakka)


(6)

commit to user

v

Karya ini dipersembahkan kepada :

Bapak dan Ibu tercinta

Abitaq ”Agus Sugiarto”

Mb Devi dan Dek Indra

Teman-teman AN ’09

Almamater


(7)

commit to user

vi

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji syukur selalu tercurah kepada Allah SWT dan Rosul-Nya Nabi Muhammad SAW yang senantiasa melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya kepada setiap umat-Nya sehingga penulis bisa menyelesaikan Skripsi yang berjudul “Kinerja Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dalam Pemberantasan dan Penanggulangan Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kecamatan Ngemplak Kabupaten Boyolali”, ini dengan baik dan

lancar.

Skripsi ini disusun sebagai syarat guna mendapatkan gelar Sarjana pada Jurusan Ilmu Administrasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sebelas Maret. Skripsi ini tidak akan berjalan lancar tanpa bantuan dan dukungan serta bimbingan dari berbagai pihak. Tanpa mengurangi rasa hormat, dengan kerendahan hati saya mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Drs. Sukadi, M.Si., selaku pembimbing, yang dengan penuh kesabaran telah memberikan bimbingan, dorongan, dan pengarahan sehingga penyusunan Skripsi ini dapat terselesaikan.

2. Bapak Drs. Is Hadri Utomo, M.Si., selaku Ketua Jurusan Ilmu Administrasi Universitas Sebelas Maret Surakarta dan Pembimbing Akademis.

3. Bapak Drs. Pawito, Ph.D., selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

4. Bapak dan Ibu dosen Jurusan Ilmu Administrasi, yang telah memberi bekal ilmu pengetahuan selama penulis menempuh kuliah.

5. dr. Yulianto, M.Kes selaku Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali yang telah memberikan ijin untuk melakukan penelitian di Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali.

6. Bapak Edi Siswanto, SKM selaku Kepala Seksi Pemberantasan Penyakit Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali yang telah memberikan ijin dan telah memberikan informasi yang dibutuhkan penulis.


(8)

commit to user

vii

yang telah banyak membantu dan berbagi informasi dan data-data yang dibutuhkan oleh penulis dalam menyusun skripsi ini.

8. dr. Ony Hardoko, selaku Kepala Puskesmas Ngemplak yang telah memberikan ijin dan memberikan informasi yang dibutuhkan penulis.

9. Ibu Suprapti dan Bapak Sis Nugroho yang telah memberikan informasi dan data-data yang dibutuhkan oleh penulis dalam menyusun skripsi ini

10.Bapak, Ibu, Mb Devy, dan Dik Indra yang selalu mendoakanku. Terima kasih untuk kasih sayang, perhatian, pengorbanan, dan doa yang selama ini Kalian berikan.

11.Abitaq Agus Sugiarto untuk cinta dan kasih sayang selama ini, terimakasih karena selalu mendukungku, mendoakan, memotivasi dan menyemangatiku untuk terus maju dan pantang menyerah.

12.Teman-teman Administrasi Negara Non Reguler 2009, terutama Mb Nuning, Poliyuni, Intan, Eka, Laksmindra, Nia, Tia, Nila, Binar, Fitri, ayo semangat jalan kita masih panjang.

13.Berbagai pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah memberikan bantuan menyelesaikan penulisan Skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Skripsi ini masih sangat banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun dari pembaca sangat penulis harapkan. Akhir kata penulis berharap semoga Skripsi ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan pembaca.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Surakarta, 18 Juli 2011


(9)

commit to user

viii

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xiii

ABSTRAK ... xiv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 11

C. Tujuan Penelitian ... 12

D. Manfaat Penelitian ... 13

BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka ... 15

1. Tinjauan Tentang Kinerja ... 15

a. Pengertian Kinerja ... 15

b. Penilaian Kinerja ... 18

c. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja ... 24

d. Indikator Pengukuran Kinerja ... 24

2. Tinjauan Tentang Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali ... 42

3. Tinjauan Tentang Program Pemberantasan dan Penanggulangan Penyakit Demam Berdarah Dengue ... 43


(10)

commit to user

ix

Dalam Pemberantasan dan Penanggulangan Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kecamatan Ngemplak Boyolali

Kabupaten Boyolali ... 52

B. Kerangka Pemikiran ... 59

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 62

B. Lokasi Penelitian ... 63

C. Teknik Pengambilan Sampel ... 63

D. Sumber Data ... 64

1. Data Primer ... 64

2. Data Sekunder ... 65

E. Teknik Pengumpulan Data ... 66

1. Wawancara ... 66

2. Analisis Dokumen dan Arsip ... 67

F. Validitas Data ... 67

G. Analisis Data ... 68

BAB IV HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 72

1. Gambaran UmumWilayah Kecamatan Ngemplak ... 72

a. Kondisi Geografis ... 72

b. Topografi ... 73

c. Keadaan Demografis ... 73

d. Sarana dan Prasarana... 75

2. Profil Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali ... 79

a. Dasar Hukum Berdirinya Organisasi ... 79

b. Visi dan Misi Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali ... 80

c. Tugas, Fungsi, Tujuan, dan Sasaran Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali ... 81


(11)

commit to user

x

Boyolali ... 83

e. Susunan dan Struktur Organisasi ... 85

f. Uraian Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali ... 89

g. Sumber Daya Manusia Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali 97 h. Derajat Kesehatan ... 101

i. Pembiayaan Kesehatan... 102

j. Tenaga dan Sarana Kesehatan ... 102

k. Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali ... 106

B. Hasil Penelitian dan Pembahasan ... 107

1. Kinerja Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali Dalam Pemberantasan dan Penanggulangan Penyakit DBD di Kecamatan Ngemplak ... 107

a. Indikator Produktivitas ... 107

b. Indikator Responsivitas ... 136

c. Indikator Akuntabilitas... 143

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dalam Pemberantasan dan Penanggulangan Penyakit DBD di Kecamatan Ngemplak... 148

a. Faktor yang Menghambat ... 149

b. Faktor yang Meningkatkan ... 154

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 156

B. Saran ... 159

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN


(12)

commit to user

xi

Tabel I.1 Data Kasus DBD Kabupaten Boyolali Tahun 2005 s/d 2010 ... 5 Tabel I.2. Data Jumlah Kasus DBD Per Puskesmas Kabupaten Boyolali Tahun

2009 dan Tahun 2010 ... 10 Tabel IV.1 Kepadatan Penduduk Per Desa Kecamatan Ngemplak Tahun 2010 74 Tabel IV.2 Jumlah penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin

Kecamatan Ngemplak Tahun 2010 ... 75 Tabel IV.3 Jumlah Sarana Kesehatan Per Desa Kecamatan Ngemplak Tahun

2010 ... 76 Tabel IV.4 Jumlah Sarana Perekonomian Per Desa Kecamatan Ngemplak Tahun

2010 ... 78 Tabel IV.5 Struktur Kepegawaian Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali

Berdasarkan Jenis ... 88 Tabel IV.6 Struktur Pegawai Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali Berdasarkan

Tingkat ... 89 Tabel IV.7 Struktur Pegawai Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali Berdasarkan

Pangkat / Golongan Tahun 2010 ... 100 Tabel IV.8 Anggaran Kesehatan Kabupaten/Kota Kabupaten Boyolali Tahun

2010 ... 102 Tabel IV.9 Jumlah dan Rasio Tenaga Kesehatan Kabupaten Boyolali Tahun

2010 ... 104 Tabel IV.10 Jumlah Posyandu Menurut Kecamatan Kabupaten Boyolali Tahun

2010 ... 106 Tabel IV.11 Jumlah Desa Endemis dan Jumlah Kasus DBD di Kecamatan

Ngemplak Tahun 2004-2010... 109 Tabel IV.12 Target HI dan Realisasi Pencapaian oleh Dinas Kesehatan Kabupaten

Boyolali dalam Pemberantasan dan Penanggulangan Penyakit DBD Di Kecamatan Ngemplak Tahun 2004-2010... 113 Tabel IV.13 Persentase Rumah/Bangunan yang Diperiksa dan Bebas Jentik


(13)

commit to user

xii

Ngemplak Kabupaten Boyolali Tahun 2010 ... 118 Tabel IV.15 Jumlah Pelaksanaan Fogging Focus per Puskesmas Kecamatan

Ngemplak Kabupaten Boyolali Tahun 2010 ... 122 Tabel IV.16 Jumlah Pelaksanaan PSN per Desa Kecamatan Ngemplak Kabupaten

Boyolali Tahun 2010 ... 124 Tabel IV.17 Jumlah Kasus Penyakit DBD Tahun 2009 dan 2010 Per Desa

Kecamatan Ngemplak Kabupaten Boyolali ... 128 Tabel IV.18 Jumlah Penderita Penyakit Demam Berdarah Dengue Kecamatan

Ngemplak Kabupaten Boyolali Tahun 2004 sampai 2010 ... 133 Tabel IV.19 Target Insident Rate dan Realisasi Dinas Kesehatan Kabupaten

Boyolali dalam Pemberantasan dan Penanggulangan Penyakit DBD di Kecamatan Ngemplak Tahun 2005-2010 ... 134 Tabel IV.20 Target Case Fatality Rate dan Realisasi Dinas Kesehatan Kabupaten

Boyolali dalam pemberantasan dan penanggulangan Penyakit DBD Di Kecamatan Ngemplak Tahun 2005-2010... 135 Tabel IV.21 Data Pegawai Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali Berdasarkan


(14)

commit to user

xiii

GambarII.1. Kerangka Pemikiran Penelitian Kinerja Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali Dalam pemberantasan dan Penanggulangan Penyakit Demam Berdarah Dengue di Kecamatan Ngempalk Kabupaten Boyolali ... 59 Gambar III.1 Model Analisis Interaktif ... 69 Gambar IV.1 Susunan Organisasi Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali ... 87


(15)

commit to user

xiv

Astri Devianti, D1109005, KINERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN BOYOLALI DALAM PEMBERANTASAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI KECAMATAN NGEMPLAK KABUPATEN BOYOLALI. Skripsi. Jurusan Ilmu Administrasi Program Studi Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta, 2011.

Penyakit DBD adalah penyakit yang berbahaya, dapat menimbulkan kematian dalam jangka waktu yang singkat dan sering menimbulkan wabah. Kabupaten Boyolali telah dinyatakan sebagai daerah endemis DBD dan kasus terbanyak terjadi di Kecamatan Ngemplak. Dari tahun ke tahun data kasus penyakit DBD di Kecamatan Ngemplak terus meningkat. DKK Boyolali merupakan organisasi publik yang bertanggung jawab atas tingginya kasus penyakit DBD di Kabupaten Boyolali. DKK Boyolali diharapkan mampu mengupayakan pemberantasan dan penanggulangan penyakit DBD.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui Kinerja DKK Boyolali dalam pemberantasan dan penanggulangan penyakit DBD di Kecamatan Ngemplak dan untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi kinerja tersebut. Kinerja DKK Boyolali dalam pemberantasan dan penanggulangan penyakit DBD dalam penelitian ini dilihat dari indikator pengukuran kinerja yaitu Produktivitas, Responsivitas, dan Akuntabilitas.

Penelitian ini bersifat diskriptif kualitatif yang menggambarkan keadaaan senyatanya. Sumber datanya meliputi data primer yang diperoleh melalui proses wawancara dan data sekunder yang berasal dari dokumen yang berkaitan dengan penelitian. Metode penarikan sampel yang digunakan bersifat purposive sampling yaitu dengan memilih informan yang dianggap tahu dan dapat dipercaya untuk menjadi sumber data. Teknik pengumpulan data adalah dengan cara wawancara dan dokumentasi. Uji validitas data adalah dengan teknik trianggulasi data yaitu dengan menguji data yang sejenis dari berbagai sumber. Teknik analisis data yang digunakan adalah dengan Teknik Analisis Interaktif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dilihat dari tiga indikator pengukuran kinerja yang digunakan, kinerja DKK Boyolali cukup baik namun perlu adanya peningkatan. Produktivitas DKK Boyolali dapat dikatakan belum maksimal karena hasil yang dicapai belum sesuai dengan target-target yang telah ditetapkan sebelumnya. Responsivitas DKK Boyolali dikatakan cukup baik namun perlu adanya peningkatan. Hal ini ditunjukkan dengan adanya respon terhadap tuntutan yang disampaikan oleh masyarakat terkait dengan pemberantasan dan penanggulangan penyakit DBD. Akuntabilitas DKK Boyolali dikatakan cukup baik, hal ini dibuktikan dengan orientasi pelayanan yang tidak hanya mengacu pada peraturan pelaksanaan saja serta adanya transparansi dana. Beberapa faktor yang mempengaruhi yaitu : kurangnya SDM secara kuantitas dan kurangnya peran aktif masyarakat terhadap program pemberantasan dan penanggulangan DBD.


(16)

commit to user

xv

Astri Devianti, D1109005, THE PERFORMANCE OF BOYOLALI DISCRIT HEALTH OFFICE ERADICATION AND CONTROL THE DENGUE HEMMORHAGIC FEVER (DHF) SUB IN NGEMPLAK BOYOLALI. Thesis. Department of Administrative Science Program Public Administration. Faculty of Social and Political Sciences, Sebelas Maret University of Surakarta, 2011.

Dengue Hemmorhagic Fever (DHF) is an dangerous disease, that can lead to death in a short period of time and frequently generates an endemic. Boyolali district is state a dengeu hemmorhagic fever endemic area and the highest incidence of cases in Ngemplak. The data on DHF disease cases in Ngemplak increases over years. DKK Boyolali is a public organization responsible for the high incidence rate of Dengue Hemmorhagic Fever (DHF) in the district of Boyolali. DKK Boyolali is responsible for the prevention of DHF disease.

The purpose of this research is to find out the performance of DKK Boyolali discrit health office eradication and control the Dengue Hemmorhagic Fever (DHF) sub in ngemplak boyolali and the factors influence the performance. It was measured by three indicators of public organitation’s performance that is productivity, responsiveness, and accountability.

This research is a descriptive qualitative study. The primary data sources were derived from interview process and from the documents relevant to the research for secondary data. The sampling method used was purposive sampling, choosing the informan considered knowledgeable and reliable to become the data source. Techniques of collecting data used were interview and documentation. Data validity used was data triangulation technique of analizing data used was interactive analysis technique.

The results of this research shows that the performance of DKK Boyolali has not reached the achievement target of DHF prevention. Productivity can be said is not maximized because of the results achieved have not been up since the results achieved have not been in accordance with the targets previously set. Responsiveness in preventing the DHF diseases was found good enough and still need to be improved. It is indicated by the presence of respond to the demand conveyed by the public concernig the DHF prevention. The accountability was also found good enough indicated by fund transparency and that service orientation not only refers to the guidelines. Some factors influenced : the minimum number of human resource and the less community participation in the DHF eradication and control program.


(17)

commit to user BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pembangunan merupakan suatu proses kegiatan yang terencana dalam upaya pertumbuhan ekonomi, perubahan sosial dan modernisasi bangsa guna peningkatan kualitas hidup manusia dan kesejahteraan masyarakat. Dalam pembangunan tersebut salah satunya terdapat upaya untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat seperti pelayanan kesehatan, pendidikan, pendapatan dan lain sebagainya. Untuk mencapai keberhasilan pembangunan dibutuhkan manusia yang berkualitas, sumber dana yang memadai dan kekayaaan atau potensi alam yang mendukung.

Salah satu cara untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia adalah melalui perbaikan kesehatan yang dijalankan dalam program pembangunan bidang kesehatan. Pembangunan bidang kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Oleh karena itu pembangunan di bidang kesehatan mempunyai andil yang cukup besar dalam pembangunan nasional. Keberhasilan pembangunan di bidang kesehatan dapat diketahui dari Angka Kematian Bayi dan Balita, Angka Kematian Ibu Melahirkan, Angka Kesakitan dan Angka Kematian Terhadap Penyakit-Penyakit Menular Tertentu, Angka Harapan Hidup dan Status Gizi.


(18)

commit to user

Peningkatan kualitas sumber daya manusia melalui sektor kesehatan harus ditunjang dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia dengan jalan peningkatan mutu lembaga dan pelayanan kesehatan yang memadai, sehingga diharapkan gerak pembangunan dapat berjalan dengan lancar. Pemerintah memberikan perhatian yang serius terhadap masalah penyelenggaraan kesehatan dalam rangka pembangunan masyarakat yang sehat. Hal tersebut dapat dilihat dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan Bab V Pasal 11 yang dijelaskan bahwa penyelenggaraan kesehatan dilaksanakan melalui banyak kegiatan seperti kesehatan keluarga, perbaikan gizi, kesehatan lingkungan, pemberantasan penyakit, penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan serta penyuluhan kesehatan. Penyakit menular yang menjadi sasaran Program Pemberantasan dan Penanggulangan Penyakit Menular meliputi diare, HIV/AIDS, kusta, Demam Berdarah Dengue (DBD), dan lain lain.

Sebagai bagian dari Program Peberantasan dan Penanggulangan Penyakit Menular, Program Pemberantasan dan Penanggulangan Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) penting untuk dilaksanakan karena penyakit ini mudah mewabah, vaksin pencegahannya belum ditemukan, dan vektor perantara penyakit ini tersebar luas di lingkungan sekitar masyarakat. Wujud nyata dari perhatian pemerintah terhadap penyakit DBD adalah dengan dikeluarkannya Program Pemberantasan dan Penanggulangan penyakit DBD di berbagai daerah yang dilanda penyakit ini. Pelaksanaan Program Pemberantasan dan Penanggulangan penyakit DBD ini


(19)

commit to user

didasarkan pada Keputusan Menteri No.581/Menkes/SK/VII/1992 tentang Pemberantasan Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD).

Berkaitan dengan penelitian kinerja pemerintah, terdapat berbagai indikator yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja pemerintah. Indikator tersebut pada umumnya adalah produktivitas, akuntabilitas, orientasi terhadap pelayanan, responsibilitas, dan responsivitas. Beberapa indikator ini dapat memberikan gambaran penilaian mengenai keberhasilan dan kegagalan suatu program atau kegiatan yang dilaksanakan pemerintah bagi masyarakat dalam kurun waktu tertentu dimana pada akhirnya dapat dijadikan input bagi perbaikan atau peningkatan kinerja selanjutnya. Secara spesifik indikator-indikator tersebut juga mampu memberikan penilaian tentang tanggung jawab Pemerintah dalam mengemban misi pemenuhan kepentingan publik dan pada akhirnya juga akan memberikan gambaran tingkat pencapaian tujuan organisasi.

Mengacu pada kinerja pemerintah dalam pembangunan bidang kesehatan, diakui bahwa adanya dinas kesehatan merupakan langkah Pemerintah dalam mewujudkan tingkat kesehatan yang optimal pada seluruh masyarakat karena dinas kesehatan merupakan motor penggerak utama yang akan mendorong masyarakat untuk hidup sehat. Untuk mewujudkan kesehatan masyarakat dinas kesehatan mempunyai kewajiban yang harus dijalankan dan harus dipertanggungjawabkan kepada mayarakat.

Akhir-akhir ini masyarakat mempertanyakan kinerja Dinas Kesehatan. Hal ini terkait dengan pencegahan penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) karena jumlah


(20)

commit to user

kasus DBD semakin meningkat setiap tahunnya terlebih lagi tugas tersebut telah ditetapkan dalam Keputusan Menteri Kesehatan No. 581 Menkes/SK/VII/1992 tentang Pemberantasan Penyakit DBD yang seharusnya dilaksanakan seoptimal mungkin sehingga mampu menekan jumlah kasus DBD.

Jumlah kasus DBD di Indonesia terus meningkat. Pada tahun 1999 terjadi 21.134 kasus, tahun 2000 sebanyak 33.443 kasus, tahun 2001 sebanyak 45.904 kasus, tahun 2002 sebanyak 40.377 kasus, tahun 2003 sebanyak 50.131 kasus dengan kematian 743 orang (www.sinarharapan.co.id). Selain itu tanggal 1 Januari 2004 sampai dengan 5 Maret 2005 secara kumulatif jumlah kasus DBD yang dilaporkan dan telah ditangani sebanyak 26.015 kasus dengan kematian mencapai 389 orang (www.depkes.go.id). Jumlah kasus tersebut terus meningkat dikarenakan minimnya pola hidup bersih masyarakat, curah hujan yang tinggi dan banyak air yang menggenang saat musim hujan, lingkungan kumuh yang memungkinkan berkembangbiaknya nyamuk Aedes Aegypti, dan kesadaran masyarakat yang masih sangat kurang untuk melakukan pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN).

Sehubungan dengan tingginya kasus DBD di Indonesia, Provinsi Jawa Tengah telah menjadi daerah endemis DBD (daerah endemis merupakan daerah dimana dalam tiga tahun terakhir terdapat kasus DBD setiap tahunnya). Kabupaten Boyolali telah dinyatakan sebagai daerah endemis DBD. Sebanyak 17 wilayah kecamatan di Kabupaten Boyolali yang masuk kategori daerah endemis demam berdarah dengue (DBD) menjadi prioritas pengawasan Dinas Kesehatan (Dinkes) setempat mendekati pergantian musim kemarau ke penghujan tahun ini. Saat peralihan musim merupakan


(21)

commit to user

masa rawan serangan berbagai jenis penyakit sehingga masyarakat harus meningkatkan kebersihan dan menjaga kesehatan. Jenis penyakit yang terhitung cukup berbahaya yakni DBD. (www.solopos.co.id). Berikut disertakan data kasus penyakit DBD di Kabupaten Boyolali dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2010 :

Tabel I.1

Data Kasus DBD Kabupaten Boyolali Tahun 2005 s/d 2010

No. Tahun Bulan Jumlah

(Orang) Jan Feb Mrt Apr Mei Jun Jul Ags Sept Okt Nov Des

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15)

1. 2005 7 11 5 12 8 10 13 7 12 9 16 32 142 2. 2006 32 38 21 16 8 10 10 3 5 4 6 7 160 3. 2007 38 55 34 51 40 41 34 21 18 24 26 47 429 4. 2008 75 55 39 41 39 22 23 14 18 14 19 22 381 5. 2009 37 15 35 24 28 33 39 24 15 12 20 44 326 6. 2010 76 75 70 36 27 24 25 18 13 17 17 5 403 Sumber: Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali

Berdasarkan data diatas dapat dilihat bahwa selama tahun 2005 di Kabupaten Boyolali ditemukan kasus penyakit DBD sebanyak 142 kasus. Kasus terbanyak terjadi di tahun 2007 dengan kasus sebanyak 429 sedangkan ditahun-tahun lainnya angkanya cukup fluktuatif yakni mengalami peningkatan dan penurunan penderitanya pertahun. Melihat kenyataan ini, maka hal tersebut menjadi perhatian masyarakat mengenai bagaimana kinerja Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dalam pemberantasan dan penanggulangan penyakit DBD terlebih lagi program pemberantasan penyakit DBD telah ditetapkan dalam Keputusan Menteri Kesehatan No. 581/ Menkes/SK/VII/1992 tentang pemberantasan penyakit DBD.


(22)

commit to user

Terkait dengan tingginya kasus DBD tentu saja masyarakat mengeluhkan kinerja Dinas Kesehatan Boyolali dalam pemberantasan penyakit DBD. Sebenarnya Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali mempunyai pedoman yang digunakan dalam pelayanan P3PL (Pencegahan Pemberantasan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan). Untuk menangani kasus DBD, Pemerintah Kabupaten Boyolali melalui Dinas Kesehatan mempunyai tujuan umum yakni menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat penyakit Demam Berdarah Dengue serta mencegah atau membatasi penjalaran Kejadian Luar Biasa (KLB). Sedangkan tujuan khusus yang hendak dicapai oleh Pemerintah Boyolali adalah :

1. Menurunkan angka kesakitan Insidents Rate di kecamatan endemis, < 3 per 10.000 penduduk

2. Menurunkan angka kematian < 2,5 %

3. Mencegah terjadinya Kejadian Luar Biasa penyakit DBD 4. Meningkatnya Angka Bebas Jentik > 95 %

Dalam usaha mencapai tujuan yang telah dirumuskan, Pemerintah Kabupaten Boyolali menggunakan sejumlah program untuk menangani kasus DBD yaitu :

1. Penyelidikan epidemiologi dan pemutusan rantai penularan dengan upaya-upaya sebagai berikut :

a. Pada daerah ditemukan tersangka Demam Berdarah dan kasus positif DBD dengan indikasi penularan sebanyak 282 kejadian :


(23)

commit to user

2) Fogging seluas minimal radius 100 m yang dilaksanakan pada pagi hari dan sore hari sebanyak 2 kali dengan interval kurang lebih 1 minggu. 3) Penyuluhan

4) Penggerakan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) 5) Abatisasi selektif

b. Pada daerah ditemukan tersangka Demam Berdarah dan kasus positif DBD tetapi tidak ada indikasi penularan sebanyak 110 kejadian:

1) Penyelidikan epidemiologi 2) Penyuluhan

3) Penggerakan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) 4) Abatisasi selektif

5) Di daerah ini apabila masyarakat menghendaki fogging, DKK menyediakan insektisida, mesin swinfog dan teknisi.

2. Upaya pencegahan dan promosi kesehatan, meliputi :

a. Penyebaran informasi berupa penyuluhan kelompok baik institusi sekolah, tempat ibadah, dan institusi lain, dan pemasangan spanduk bertema pemberantasan DBD dengan 3 M pada tempat-tempat strategis.

b. Siaran radio, siaran keliling, penyebaran pamflet dan leaflet. c. Penyuluhan kelompok kepada masyarakat desa.


(24)

commit to user

3. Upaya pemberdayaan dan peningkatan peran masyarakat, meliputi :

a. Pemantauan jentik oleh kader PKK 55 desa endemis DBD di 17 kecamatan dari bulan April – Oktober. Pemantauan dilaksanakan terhadap 250 rumah yang dipilih secara sampling

b. Penggerakan masyarakat untuk melakukan gerakan PSN secara rutin 1 minggu sekali di 119 desa yang terdiri atas 55 desa endemis dan 64 desa sporadis

Pendidikan dan pelatihan serta peningkatan SDM lainnya, meliputi :

a. Koordinasi dan pembekalan terhadap Lurah/ Kepala desa dan Ketua TP-PKK untuk meningkatkan kualitas pemantauan jentik di wilayahnya.

b. Koordinator petugas Puskesmas untuk meningkatkan penggerakan PSN secara terpadu

4. Penyediaan sarana dan prasarana dan logistik, meliputi :

a. Pengadaan mesin swin fog sehingga di setiap puskesmas minimal ada juga ada mesin swin fog.

b. Pengadaan insektisida, dari APBD II dianggarkan 1000 kg abate dan 400 liter insektisida. Disamping itu pada tahun 2007 ada bantuan insektisida dari Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah berupa 1000 liter dan 250 kg abate

c. Sarana laboratorium untuk pemeriksaan darah, utamanya di Puskesmas rawat inap untuk diagnosa dini penyakit Demam Berdarah Dengue


(25)

commit to user

5. Monitoring, evaluasi dan tindak lanjut berupa upaya meningkatkan PSN di desa-desa dan optimalisasi gugus tugas Desa Siaga Sehat di tingkat Kabupaten dan Kecamatan

Dengan adanya kenyataan ini, maka seharusnya hal tersebut menjadi perhatian masyarakat tentang kinerja Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dalam pelaksanaan pemberantasan dan penanggulangan penyakit DBD yang mana telah ditetapkan dalam Keputusan Menteri Kesehatan No. 581/Menkes/SK/VII/1992 tentang pemberantasan penyakit DBD.

Berdasarkan laporan pengamatan dari Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali, Kabupaten Boyolali merupakan daerah endemis DBD karena dari 55 desa yang tersebar di 17 kecamatan di Kabupaten Boyolali termasuk dalam kategori daerah endemis DBD (daerah yang tiga tahun berturut-turut ditemukan kasus DBD). Desa-desa itu terletak di Kecamatan Andong, Banyudono, Boyolali, Musuk, Juwangi, Karanggede, Kemusu, Simo, Wonosaegoro, Klego, Ngemplak, Nogosari, Sambi, Sawit, Ampel, Teras dan Mojosongo. Kasus terbanyak yang terjadi di Kabupaten Boyolali adalah Kecamatan Ngemplak. Hal ini dapat dibuktikan dari tabel berikut :


(26)

commit to user

Tabel I.2

Data Jumlah Kasus DBD Per Puskesmas Kabupaten Boyolali Tahun 2009 dan Tahun 2010

No Puskesmas

Jumlah Kasus DBD

Tahun 2009 Tahun 2010

DBD DBD

1 Selo - -

2 Ampel 4 15

3 Ampel I 2 2

4 Cepogo 6 11

5 Musuk I 7 2

6 Musuk II - 0

7 Boyolali I 27 10

8 Boyolali II 11 14

9 Boyolali III 14 7

10 Mojosongo 14/1 30

11 Teras 19/1 31

12 Banyudono I 27 47

13 Banyudono II 20/1 25

14 Sawit I 6 13

15 Sawit II 11 9

16 SambiI 24 27

17 Sambi II 5 5

18 Ngemplak 48 68

19 Nogosari 35/1 28

20 Klego I 3 3

21 Klego II 1 6

22 Andong 9 19

23 Kemusu I 2 -

24 Kemusu II 5 1

25 Simo 18 18

26 Karanggede 2 5

27 Wonosegoro I - 4

28 Wonosegoro II - 1

29 Juwangi - 2

Jumlah 326 407

IR (Incidence Rate) 3,4/10.000 4,3/10.000 CFR (Case Fatality Rate) 1,2 % 1,7 %


(27)

commit to user

Dari data penderita penyakit DBD tahun 2009 dan tahun 2010 jelas terlihat terjadi peningkatan jumlah kasus penyakit DBD yang signifikan. Pada tahun 2009 jumlah penderita DBD sebanyak 326 kasus sedangkan pada tahun 2010 jumlah penderita DBD sebanyak 403 kasus. Dilihat dari data diatas, dapat diketahui bahwa daerah yang paling banyak terjadi kasus DBD selama tahun 2009 dan tahun 2010 ini adalah di Kecamatan Ngemplak, yaitu sebanyak 48 kasus di tahun 2009 dan 68 kasus di tahun 2010. Angka Kesakitan ( Insidence Rate) meningkat dari 3,4 per 10.000 penduduk menjadi 4,3 per 10.000 penduduk. Kenaikan ini tidak dikehendaki oleh Dinas Kesehatan maupun masyarakat, sedangkan standar Angka Kesakitan yang menjadi target Dinas Kesehatan adalah kurang dari 3 per 10.000 penduduk. Sehingga dapat dikatakan Dinas Kesehatan belum dapat mencapai standar Angka Kesakitan yang telah ditargetkan.

Melihat kenyataan mengenai tingginya jumlah penderita penyakit DBD di Kabupaten Boyolali dan keluhan masyarakat terhadap kinerja Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali, maka hal ini mendorong penulis untuk melakukan penelitian mengenai bagaimana kinerja Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dalam pemberantasan dan penanggulangan penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kecamatan Ngemplak Kabupaten Boyolali.


(28)

commit to user B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang menjelaskan mengenai tingginya kasus Demam Berdarah Dengue yang cenderung mengalami peningkatan di Kecamatan Ngemplak, maka permasalahan yang akan ditekankan penulis dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimanakah kinerja Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dalam pemberantasan dan penanggulangan penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kecamatan Ngemplak Kabupaten Boyolali?

2. Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi kinerja Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dalam pemberantasan dan penanggulangan penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kecamatan Ngemplak Kabupaten Boyolali?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Tujuan Individual:

Penelitian ini bertujuan untuk memenuhi persyaratan dalam memperoleh gelar sarjana (S1) pada Jurusan Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta.


(29)

commit to user

2. Tujuan Operasional:

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk :

a. Mengetahui kinerja Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dalam pemberantasan dan penanggulangan penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kecamatan Ngemplak Kabupaten Boyolai.

b. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dalam pemberantasan dan penanggulangan penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kecamatan Ngemplak Kabupaten Boyolali.

3. Tujuan Fungsional:

a. Mendapatkan gambaran mengenai kinerja Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dalam pemberantasan dan penanggulangan penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kecamatan Ngemplak Kabupaten Boyolali. b. Dapat dijadikan masukan bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali

sehubungan dengan peningkatan kualitas kinerja bagi masyarakat pada umumnya.

c. Memberikan sumbangan pemikiran yang nantinya dapat digunakan untuk membantu bagi penelitian sejenis yang selanjutnya.


(30)

commit to user D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran bagi pembaca dan penulis dalam memahami kinerja Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dalam pemberantasan dan penanggulangan penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kecamatan Ngemplak Kabupaten Boyolali dan mengetahui faktor-faktor pengaruh kinerja tersebut.

2. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali untuk meningkatkan kinerjanya khususnya dalam pemberantasan dan penanggulangan penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kecamatan Ngemplak Kabupaten Boyolali.


(31)

commit to user BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Pustaka

Dalam setiap penelitian selalu membutuhkan kejelasan dan titik tolak atau landasan berfikir yang berguna untuk memunculkan masalah atau menyoroti sebuah masalah. Oleh karena itu diperlukan untuk menyusun tinjauan pustaka yang memuat pokok–pokok pikiran yang menggambarkan dari sudut pandang mana masalah penelitian itu akan disoroti. Sehingga berkaitan dengan pernyataan tersebut maka di bawah ini akan dijelaskan mengenai :

1. Tinjauan Tentang Kinerja a. Pengertian Kinerja

Istilah kinerja merupakan terjemahan dari performance yang sering

diartikan oleh para cendekiawan sebagai “penampilan”, “unjuk kerja”, atau

“prestasi” (Yeremias T. Keban, Ph. D, 2004 : 191).

Secara etimologi, kinerja adalah sebuah kata dalam Bahasa Indonesia

berasal dari kata dasar “kerja” yang menterjemahkan kata dari bahasa asing

prestasi, bisa pula berarti hasil kerja. Sehingga pengertian kinerja dalam organisasi merupakan jawaban dari berhasil atau tidaknya tujuan organisasi yang telah ditetapkan. (www.wikipedia.com)

Berbeda dengan Bernardin dan Russel dalam Yeremias T. Keban (2004:191) mengatakan kinerja sebagai “…the record of outcomes produced


(32)

commit to user

on specified job fungtion or activity during a specified time period…” yang artinya hasil akhir yang diperoleh setelah suatu pekerjaan atau aktivitas dijalankan selama kurun waktu tertentu. Dalam definisi ini, aspek yang ditekankan adalah catatan tentang outcome atau hasil akhir yang diperoleh setelah suatu pekerjaan atau aktivitas dijalankan selama kurun waktu tertentu. Dengan demikian, kinerja hanya mengacu pada serangkaian hasil yang diperoleh seorang pegawai selama periode tertentu dan tidak termasuk karakteristik pribadi pegawai yang dinilai.

Definisi mengenai kinerja dikemukakan oleh Bastian dalam Hessel Nogi (2005:175) sebagai gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan tugas dalam suatu organisasi, dalam upaya mewujudkan sasaran, tujuan, misi, dan visi organisasi tersebut.

Menurut Muhamad Mahsun (2006:25) kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi yang tertuang dalam strategic planning suatu organisasi. Istilah kinerja sering digunakan untuk menyebut prestasi kerja individu maupun kelompok individu. Kinerja dapat diketahui hanya jika individu atau kelompok individu tersebut mempunyai kriteria keberhasilan yang telah ditetapkan. Kriteria keberhasilan ini berupa tujuan-tujuan atau target-target tertentu yang hendak dicapai. Tanpa ada tujuan atau target, kinerja seseorang atau organisasi tidak mungkin dapat diketahui karena tidak ada tolok ukurnya.


(33)

commit to user

Pengertian kinerja menurut Suyadi Prawirasentono dalam Joko Widodo (2008:78) adalah suatu hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing, dalam rangka mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum, dan sesuai dengan moral dan etika.

Kinerja oleh Lembaga Administrasi Negara dalam Joko Widodo (2008:78-79) merupakan gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan atau program atau kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi, visi organisasi. Dengan kata lain, kinerja merujuk kepada tingkat keberhasilan dalam melaksanakan tugas serta kemampuan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kinerja dinyatakan baik dan sukses jika tujuan yang diinginkan dapat tercapai dengan baik.

Menurut Mahmudi (2005:6) kinerja merupakan konstruk (construct)

yang bersifat multidimensional, pengukurannya juga bervariasi tergantung pada kompleksitas faktor-faktor yang membentuk kinerja. Sedangkan beberapa pihak berpendapat bahwa kinerja mestinya didefinisikan sebagai hasil kerja itu sendiri (outcomes of work), karena hasil kerja memberikan keterkaitan yang kuat terhadap tujuan-tujuan strategik organisasi, kepuasan pelanggan, dan kontribusi ekonomi (Rogers dalam Mahmudi, 2005:6).

Dari beberapa definisi mengenai kinerja di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa kinerja adalah tingkat pencapaian pelaksanaan suatu


(34)

commit to user

kegiatan atau aktivitas atau progam yang telah direncanakan untuk mewujudkan sasaran, tujuan, misi, visi organisasi yang telah ditetapkan oleh suatu organisasi yang dilaksanakan dalam kurun waktu tertentu. Dengan demikian dapat disimpulkan pula bahwa kinerja organisasi publik adalah tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan atau aktivitas atau progam yang telah direncanakan untuk mewujudkan sasaran, tujuan, misi, visi organisasi yang telah ditetapkan oleh suatu organisasi publik yang

dilaksanakan dalam kurun waktu tertentu untuk memenuhi kebutuhan publik.

b. Penilaian Kinerja

Bagi setiap organisasi khususnya organisasi publik, penilaian kinerja merupakan suatu kegiatan yang sangat penting karena dapat digunakan sebagai ukuran keberhasilan suatu organisasi dalam mencapai tujuannya. Untuk organisasi pelayanan publik, informasi mengenai kinerja sangat berguna untuk menilai seberapa jauh pelayanan yang diberikan organisasi itu memenuhi harapan dan memuaskan pengguna jasa. Dengan melakukan penilaian terhadap kinerja, maka upaya untuk memperbaiki kinerja bisa dilakukan secara lebih terarah dan sistematis. Informasi mengenai kinerja juga penting untuk menciptakan tekanan bagi para pejabat penyelenggara pelayanan untuk melakukan perubahan-perubahan dalam organisasi (Agus Dwiyanto 2006:47).

Whittaker dan Simons dalam Hessel Nogi (2005:171) menyebutkan bahwa penilaian kinerja merupakan alat manajemen yang digunakan untuk


(35)

commit to user

meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas. Penilaian kerja juga digunakan untuk menilai pencapaian tujuan dan sasaran (goals and objektives). Hal ini selaras dengan definisi penilaian kerja yang tertuang dalam Reference Guide, Profince of Albert, Canada dalam Hessel Nogi (2005:171) yang menyebutkan bahwa penilaian kinerja merupakan suatu metode untuk menilai kemajuan yang telah dicapai dibandingkan tujuan yang telah ditetapkan. Pengukuran kinerja tidak dimaksudkan untuk berperan sebagai mekanisme dalam memberikan penghargaan atau hukuman (reword/punishment), akan tetapi penilaian kinerja berperan sebagai alat komunikasi dan alat manajemen untuk perbaiki kinerja organisasi.

McDonald dan Lawton dalam Yeremias T. Keban (2004:01) menyatakan bahwa penilaian kinerja merupakan suatu kegiatan yang sangat penting bagi setiap organisasi karena dapat dipakai sebagai ukuran penilaian keberhasilan suatu organisasi dalam jangka waktu tertentu bahkan penilaian tersebut juga dapat dijadikan input bagi perbaikan/peningkatan kinerja organisasi selanjutnya.

Bahkan Mardiasmo dalam Hessel Nogi (2005:172) mengemukakan bahwa tolok ukur kinerja organisasi publik berkaitan dengan ukuran keberhasilan yang dapat dicapai oleh organisasi tersebut. Namun menurut Agus Dwiyanto (2006:49) berikut ini :

”Kesulitan dalam mengukur kinerja organisasi pelayanan publik

muncul karena tujuan dan misi organisasi publik sering kali bukan hanya sangat kabur, tetapi juga bersifat multidimensional. Kenyataan


(36)

commit to user

bahwa birokrasi publik memiliki stakeholders yang banyak dan memiliki kepentingan yang sering berbenturan satu dengan lainnya membuat birokrasi publik mengalami kesulitan untuk merumuskan misi yang jelas. Akibatnya ukuran kinerja organisasi publik di mata para stakeholders juga berbeda-beda.”

Penilaian kinerja menurut Joko Widodo (2008:93) menjadi suatu hal yang sangat penting bagi setiap unit organisasi instansi pemerintah karena: 1) Jika kinerja tidak diukur, maka tidak mudah membedakan antara

keberhasilan dengan kegagalan

2) Jika suatu keberhasilan tidak didefinisikan, maka kita tidak dapat menghargainya

3) Jika keberhasilan tidak dihargai, kemungkinan besar malah menghargai kegagalan

4) Jika tidak mengenali keberhasilan, berarti keberhasilan, berarti juga tidak akan bisa belajar dari kegagalan

Selain itu menurut Sedarmayanti (2009:195) arti penting penilaian kinerja organisasi antara lain dapat digunakan untuk :

1) Memastikan pemahaman pelaksana akan ukuran yang digunakan untuk mencapai kinerja

2) Memastikan tercapainya rencana kinerja yang telah disepakati

3) Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan kinerja dan membandingkannya dengan rencana kerja serta melakukan tindakan untuk memperbaiki kinerja


(37)

commit to user

4) Memberi penghargaan dan hukuman yang objektif atas pelaksanaa yang telah diukur sesuai sistem pengukuran yang telah disepakati

5) Menjadi alat komunikasi antara karyawan dan pimpinan dalam upaya memperbaiki kinerja organisasi

6) Mengidentifikasi apakah kepuasan pelanggan telah tercapai 7) Menunjukakan peningkatan yang perlu dilakukan

8) Mengungkap permasalahan yang terjadi

Selain itu, Bastian dalam Hessel Nogi (2005:173) berpendapat bahwa penilaian kinerja dalam organisasi akan mendorong pencapaian tujuan organisasi dan akan memberikan umpan balik untuk upaya perbaikan secara terus menerus (berkelanjutan). Secara terperinci peran penilaian kinerja organisasi adalah sebagai berikut :

1) Memastikan pemahaman para pelaksana dan alat ukuran yang digunakan untuk mencapai prestasi

2) Memastikan tercapainya skema prestasi yang disepakati

3) Memonitor dan mengevakuasi kinerja dengan perbandingan skema kerja dan pelaksanaannya

4) Menjadikan alat komunikasi antara bawahan dan pimpinan dalam upaya memperbaiki kinerja organisasi

5) Membantu proses kegiatan organisasi

6) Memastikan bahwa pengambilan keputusan telah dilakukan secara objektif


(38)

commit to user

7) Mengungkapkan permasalahan yang terjadi

Sedangkan menurut Mahmudi (2005:14) menyebutkan bahwa tujuan dilakukan penilaian kinerja di sektor publik adalah :

1) Mengetahui tingkat ketercapaian tujuan organisasi 2) Menyediakan sarana pembelajaran pegawai 3) Memperbaiki kinerja periode berikutnya

4) Memberikan pertimbangan yang sistematik dalam keputusan pemberian

reward and punishment

5) Memotivasi pegawai

6) Menciptakan akuntabilitas publik

Ukuran kinerja merupakan tanda vital dari sebuah organisasi yang mengukur seberapa baik aktivitas-aktivitas dalam sebuah organisasi dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Hal ini diungkapkan Hronec dalam R.M. Chandima Ratnayake (2009) berikut ini:

Performance measures have been defined as characteristics of outputs that are identified for purposes of evaluation.The ideas of performance measures have been further extended as the vital signs of the organization, which quantify how well the activities within a process or the outputs of a process achieve a specified goal."

(Ukuran-ukuran kinerja didefinisikan sebagai karakteristik dari output-output yang didentifikasikan untuk tujuan evaluasi. Gagasan ukuran kinerja selanjutnya diperluas sebagai tanda-tanda vital dari sebuah organisasi, yang mengukur seberapa baik aktivitas-aktivitas dalam suatu prosess atau output-output dari suatu proses mencapai tujuan yang telah ditetapkan.)


(39)

commit to user

Namun, penilaian kinerja birokrasi publik masih sangat amat jarang dilakukan. Berbeda dengan organisasi bisnis yang kinerja mudah dilihat dari probabilitas, yang diantaranya tercermin dari indeks harga saham, sedangkan pada birokrasi publik tidak memiliki tolak ukur yang jelas dan tidak mudah diperoleh informasinya oleh publik. Terbatasnya informasi mengenai kinerja birokrasi pelayanan publik terjadi karena kinerja belum dianggap sebagai sesuatau hal yang penting bagi pemerintah. Daftar Penilalian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3) yang sebenarnya digunakan untuk menilai kinerja pejabat birokrasi sangat jauh relevansinya dengan indikator-indikator kinerja yang sebenarnya. Faktor lain yang menyebabkan terbatasnya informasi mengenai kinerja organisasi publik adalah kompleksitas indikator kinerjanya. Berbeda dengan organisasi swasta yang indikatornya relatif sederhana dan tersedia di pasar, indikator birokrasi sering sangat kompleks. Penilaian birokrasi publik tidak hanya cukup hanya dilakukan dengan menggunakan indikator yang melekat pada birokrasi seperti efisiensi dan efektivitas, tetapi harus dilihat juga dari indikator-indikator yang melekat pada pengguna jasa seperti kepuasan pengguna jasa, akuntabilitas, dan reponsivitas.

Kesulitan lain dalam menilai kinerja birokrasi publik juga muncul karena tujuan dan misi dari organisasi publik yang bukan hanya sangat kabur, tetapi juga bersifat multidimensional. Kenyataannya bahwa birokrasi publik memiliki stakeholders yang banyak dan memiliki kepentingan yang sering berbenturan satu dengan yang lainnya sehingga membuat birokrasi publik


(40)

commit to user

merumuskan misinya dengan jelas. Akibatnya pada ukuran kinerja organisasi publik di mata para stakeholders juga berbeda-beda. (Agus Dwiyanto, 2006:46)

c. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja

Kinerja suatu organisasi sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor yang datang dari dalam organisasi (faktor internal) dan faktor yang berasal dari luar organisasi (faktor eksternal). Yowono dkk. dalam Hessel Nogi (2005:178-180) mengemukakan pendapat yang berkaitan dengan konsep kinerja organisasi, bahwa kinerja organisasi berhubungan dengan berbagai aktivitas dalam rantai nilai (value chain) yang ada pada organisasi. Berbagai faktor yang mempengaruhi kinerja organisasi sesungguhnya memberikan informasi mengenai prestasi pelaksanaan dari unit-unit organisasi, di mana organisasi memerlukan penyesuaian-penyesuaian atas seluruh aktivitas sesuai dengan tujuan organisasi. Faktor-faktor yang dominan mempengaruhi kinerja suatu organisasi meliputi upaya manajemen dalam menerjemahkan dan menyelaraskan tujuan organisasi, budaya organisasi, kualitas sumber daya manusia yang dimiliki organisasi, dan kepemimpinan yang efektif.

Ruky dalam Hessel Nogi (2005:180) mengidentifikasikan faktor-faktor yang berpengaruh langsung terhadap tingkat pencapaian kinerja organisasi sebagai berikut:

1) Teknologi yang meliputi peralatan kerja dan metode kerja yang digunakan untuk menghasilkan produk atau jasa yang dihasilkan oleh organisasi.


(41)

commit to user

Semakin berkualitas teknologi yang digunakan, maka akan semakin tinggi tingkat kinerja organisasi tersebut

2) Kualitas input atau material yang digunakan organisasi

3) Kualitas lingkungan fisik yang meliputi keselamatan kerja, penataan ruangan, dan kebersihan

4) Budaya organisasi sebagai pola tingkah laku dan pola kerja yang ada dalam organisasi yang bersangkutan

5) Kepemimpinan sebagai upaya untuk mengendalikan anggota organisasi agar bekerja sesuai dengan standar dan tujuan organisasi

6) Pengelolaan sumber daya manusia yang meliputi aspek kompensasi, imbalan, promosi, dan lain-lain

Soesilo dalam Hessel Nogi (2005:180-181) mengemukakan bahwa kinerja suatu organisasi birokrasi publik di masa depan dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut ini:

1) Struktur organisasi sebagai hubungan internal yang berkaitan dengan fungsi yang berkaitan dengan fungsi yang dijalankan aktivitas organisasi 2) Kebijakan pengelolaan, berupa visi dan misi organisasi

3) Sumber daya manusia, yang berkaitan dengan kualitas karyawan untuk bekerja dan berkarya secara optimal

4) Sistem informasi manajemen, yang berhubungan dengan pengelolaan data base untuk digunakan dalam mempertinggi kinerja organisasi


(42)

commit to user

5) Sarana dan prasarana yang dimiliki, yang berhubungan dengan penggunaan teknologi bagi penyelenggaran organisasi pada setiap aktivitas organisasi

Atmosoeprapto dalam Hessel Nogi (2005:181-182) mengemukakan bahwa kinerja suatu organisasi akan sangat dipengaruhi oleh faktor internal maupun faktor eksternal sebagai berikut:

1) Faktor eksternal yang terdiri dari:

a) Faktor politik, yaitu hal yang berhubungan dengan keseimbangan kekuasaan negara yang berpengaruh pada keamanan dan ketertiban, yang akan mempengaruhi ketenangan organisasi untuk berkarya secara maksimal

b) Faktor ekonomi yaitu tingkat perkembangan ekonomi yang berpengaruh pada tingkat pendapatan masyarakat sebagai daya beli untuk menggerakkan sektor-sektor lainnya sebagai suatu sistem ekonomi yang lebih besar

c) Faktor sosial yaitu orientasi nilai yang berkembang di tengah masyarakat yang mempengaruhi pandangan mereka terhadap etos kerja yang dibutuhkan bagi peningkatan kinerja organisasi

2) Faktor internal yang terdiri dari:

a) Tujuan organisasi yaitu apa yang ingin dicapai dan apa yang ingin diproduksi oleh suatu organisasi


(43)

commit to user

b) Struktur organisasi sebagai hasil desain antara fungsi yang akan dijalankan oleh unit organisasi dengan struktur formal yang ada

c) Sumber daya manusia yaitu kualitas dan pengelolaan anggota organisasi sebagai penggerak jalannya organisasi secara keseluruhan d) Budaya organisasi yaitu gaya dan identitas suatu organisasi dalam pola

kerja yang baku dan menjadi citra organisasi yang bersangkutan Menurut Mahmudi (2005:21) kinerja merupakan suatu konstruk multidimensional yang mencakup banyak faktor yang mempengaruhinya. Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja adalah:

1) Faktor Personal/individual, meliputi: pengetahuan, ketrampilan (skill), kemampuan, kepercayaan diri, motivasi, dan komitmen yang dimiliki oleh setiap individu

2) Faktor kepemimpinan, meliputi: kualitas dalam memberikan dorongan, semangat, arahan, dan dukungan yang diberikan manajer dan team leader

3) Faktor tim, meliputi: kualitas dukungan dan semangat yang diberikan oleh rekan dalam satu tim, kepercayaan terhadap sesama anggota tim, kekompakan dan keeratan anggota tim

4) Faktor sistem, meliputi: sistem kerja, fasilitas kinerja atau infrastruktur yang diberikan oleh organisasi, proses organisasi, dan kultur kinerja dalam organisasi

5) Faktor kontekstual (situasional), meliputi: tekanan dan perubahan lingkungan eksternal dan internal


(44)

commit to user

Dari keseluruhan pendapat tersebut di atas dapat diketahui bahwa ternyata terdapat banyak faktor yang dapat mempengaruhi tingkat kinerja yang dapat dicapai oleh suatu organisasi. Setiap faktor tersebut mempunyai potensi yang sama untuk menjadi faktor dominan yang mempengaruhi kinerja organisasi publik. Ada yang menekankan pada peralatan, sarana, prasarana atau teknologi sebagai faktor dominan. Ada yang menekankan pada kualitas sumber daya manusia yang dimiliki oleh suatu organisasi dan ada juga yang menekankan pada mekanisme kerja, budaya organisasi serta efektivitas kepemimpinan yang ada dalam suatu organisasi.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kinerja suatu organisasi publik sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor yang berasal dari dalam organisasi (faktor internal) maupun dari luar organisasi (faktor eksternal). Faktor-faktor tersebut dapat berpengaruh dalam arti negatif (menghambat kinerja), maupun yang positif (meningkatkan kinerja). Dalam penelitian ini akan dibahas faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja organisasi publik baik yang meningkatkan kinerja maupun yang menghambat kinerja Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dalam pemberantsan dan penanggulangan penyakit DBD baik faktor internal maupun faktor eksternal.

d. Indikator Pengukuran Kinerja

Pengukuran kinerja merupakan suatu proses penilaian kemajuan pekerjaan terhadap pencapaian tujuan dan sasaran yang telah ditentukan, termasuk informasi atas efisiensi penggunaan sumber daya dalam


(45)

commit to user

menghasilkan barang dan jasa, kualitas barang dan jasa, perbandingan hasil kerja dan target, dan efektivitas tindakan dalam mencapai tujuan (Robertson dalam Mahmudi, 2008:7). Sedangkan menurut Lohman dalam Muhamad Mahsun (2006:25) pengukuran kinerja merupakan suatu aktivitas penilaian pencapaian target-target tertentu yang diderivasi dari tujuan strategis organisasi.

Pengukuran kinerja sering dipandang dari perspektif menejemen, manajemen menetapkan target kemudian menggunakan pengukuran kinerja untuk mengetahui apakah target tersebut telah tercapai. Hal ini diungkapkan oleh Juhani Ukko (2008) berikut ini:

“Performance measurement is quite often viewed from the perspective of the management. The management sets the targets and applies performance measurement to monitor whether these targets are met.” (Pengukuran kinerja sering dipandang dari perspektif menejemen. Menejemen menetapkan target-target kemudian menerapkan pengukuran kinerja untuk mengetahui apakah target-target tersebut telah tercapai.)

Menurut Joko Widodo (2008:94-95) pengukuran kinerja merupakan aktivitas menilai kinerja yang dicapai oleh organisasi, dalam melaksanakan kegiatan berdasarkan indikator kinerja yang telah ditetapkan. Pengukuran kinerja organisasi digunakan untuk penilaian atas keberhasilan/kegagalan pelaksanaan kegiatan/program/kebijakan sesuai dengan sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan dalam rangka mewujudkan misi dan visi instansi pemerintah. Inti aktivitas pengukuran kinerja yakni melakukan penilaian.


(46)

commit to user

Hakikat penilaian yakni membandingkan antara realita dengan standar yang ada.

Untuk dapat melakukan pengukuran terhadap kinerja maka diperlukan indikator kinerja. Definisi indikator kinerja menurut Muhamad Mahsun (2006:71) merupakan kriteria yang digunakan untuk menilai keberhasilan pencapaian tujuan organisasi yang diwujudkan dalam ukuran-ukuran tertentu. Indikator kinerja sering disamakan dengan ukuran kinerja. Namun sebenarnya, meskipun keduanya merupakan kriteria pengukuran kinerja, terdapat perbedaan makna. Indikator kinerja mengacu pada penilaian kinerja secara tidak langsung yaitu hal yang sifatnya hanya merupakan indikasi kinerja, sehingga bentuknya cenderung kualitatif. Sedangkan ukuran kinerja adalah kriteria kinerja mengacu pada penilaian kinerja secara langsung, sehingga bentuknya lebih bersifat kuantitatif. Indikator kinerja dan ukuran kinerja ini sangat dibutuhkan untuk menilai tingkat ketercapaian tujuan, sasaran, dan strategi.

Menurut Bastian dalam Hessel Nogi (2005:175) indikator kinerja organisasi publik adalah ukuran kuantitatif dan kualitatif yang menggambarkan tingkat pencapaian sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan dengan memperhitungkan elemen-elemen berikut ini:

1) Indikator masukan (inputs), yaitu segala sesuatu yang dibutuhkan agar organisasi mampu meghasilkan produknya, baik barang atau jasa, yang meliputi sumber daya manusia, informasi, kebijakan, dan sebagainya.


(47)

commit to user

2) Indikator keluaran (output), yaitu sesuatu yang diharapkan langsung dicapai dari suatu kegiatan yang berupa fisik atau pun nonfisik

3) Indikator hasil (outcomes), yaitu segala sesuatu yang mencerminkan berfungsinya keluaran kegiatan pada jangka menegah (efek langsung) 4) Indikator manfaat (benefit), yaitu sesuatu yang terkait dengan tujuan akhir

dari pelaksanaan kegiatan

5) Indikator dampak (impacts), yaitu pengaruh yang ditimbulkan, baik positif maupun negatif, pada setiap tingkatan indikator berdasarkan asumsi yang telah ditetapkan

Indikator kinerja menurut Mahmudi (2005:160) merupakan sarana atau alat (means) untuk mengukur hasil suatu aktivitas, kegiatan, atau proses, dan bukan hasil atau tujuan itu sendiri (ends). Peran indikator kinerja bagi organisasi sektor publik adalah memberikan tanda atau rambu-rambu bagi manajer atau pihak luar untuk menilai kinerja organisasi.

Lebih lanjut Mahmudi (2008:148) mengemukakan peran indikator kinerja antara lain :

1) Membantu memperbaiki praktik manajemen

2) Meningkatkan akuntabilitas manajemen dengan memberikan tanggung jawab secara eksplisit dan memberi bukti atas suatu keberhasilan atau kegagalan

3) Memberikan dasar untuk melakukan perencanaan kebijakan dan pengendalian


(48)

commit to user

4) Memberikan informasi yang esensial kepada manajemen sehingga memungkinkan bagi manajemen untuk melakukan pengendalian kinerja bagi semua level organisasi

5) Memberikan dasar untuk pemberian kompensasi kepada staf

Terdapat beberapa indikator kinerja yang biasa digunakan untuk mengukur kinerja organisasi publik. Menurut Agus Dwiyanto (2006:50-51) indikator dalam menilai kinerja birokrasi publik yaitu:

1) Produktivitas

Konsep produktivitas tidak hanya mengukur tingkat efisiensi, tetapi juga efektivitas pelayanan. Produktivitas pada umumnya dipahami sebagai rasio antara input dengan output. Konsep produktivitas dirasa terlalu sempit dan kemudian General Accounting Office (GAO) mencoba mengembangkan satu ukuran produktivitas yang lebih luas dengan memasukkan seberapa besar pelayanan publik itu memiliki hasil yang diharapkan sebagai salah satu indikator kinerja yang penting. (Agus Dwiyanto 2006:50)

2) Kualitas Layanan

Isu mengenai kualitas layanan cenderung menjadi sangat penting dalam menjelaskan kinerja organisasi pelayanan publik. Banyak pandangan negatif yang terbentuk mengenai organisasi publik muncul karena ketidakpuasan masyarakat terhadap kualitas layanan yang diterima dari organisasi publik. Dengan demikian, kepuasan masyarakat terhadap


(49)

commit to user

layanan dapat dijadikan indikator kinerja organisasi publik. Keuntungan utama menggunakan kepuasan masyarakat sebagai indikator kinerja adalah informasi mengenai kepuasan masyarakat sering kali tersedia secara mudah dan murah. Informasi mengenai kepuasan terhadap kualitas pelayanan sering kali dapat diperoleh dari media massa atau diskusi publik. Akibat akses terhadap informasi mengenai kepuasan masyarakat terhadap kualitas layanan relatif sangat tinggi, maka bisa menjadi satu ukuran kinerja organisasi publik yang mudah dan murah dipergunakan. Kepuasan masyarakat bisa menjadi parameter untuk menilai kinerja organisasi publik. (Agus Dwiyanto 2006:50)

3) Responsivitas

Responsivitas menurut Agus Dwiyanto (2006:51-52) adalah kemampuan organisasi untuk mengenali kebutuhan masyarakat, menyusun agenda dan prioritas pelayanan, dan mengembangkan program-program pelayanan publik sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Secara singkat responsivitas di sini menunjuk pada keselarasan antara program dan kegiatan pelayanan dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Responsivitas dimasukkan sebagai salah satu indikator kinerja responsivitas secara langsung menggambarkan kemampuan organisasi publik dalam menjalankan misi dan tujuannya, terutama untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Responsivitas yang rendah ditunjukkan dengan ketidakselarasan antara pelayan dengan


(50)

commit to user

kebutuhan masyarakat. Hal tersebut jelas menunjukkan kegagalan organisasi dalam mewujudkan misi dan tujuan organisasi publik. Organisasi yang memiliki responsivitas rendah dengan sendirinya memiliki kinerja yang jelek pula. (Agus Dwiyanto 2006:51)

4) Responsibilitas

Lenvine dalam Agus Dwiyanto (2006:51) menyatakan bahwa responsibilitas menjelaskan apakah pelaksanaan kegiatan organisasi publik itu dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip administrasi yang benar atau sesuai dengan kebijakan organisasi, baik yang eksplisit maupun implisit. Oleh sebab itu, responsibilitas bisa saja pada suatu ketika berbenturan dengan responsivitas.

5) Akuntabilitas

Akuntabilitas publik dalam Agus Dwiyanto (2006:51) menunjuk pada seberapa besar kebijakan dan kegiatan publik tunduk pada para pejabat politik yang dipilih oleh rakyat. Asumsinya adalah bahwa para pejabat politik tersebut karena dipilih oleh rakyat, dengan sendirinya akan selalu merepresentasikan kepentingan rakyat. Dalam konteks ini, konsep akuntabilitas publik dapat digunakan untuk melihat seberapa besar kebijakan dan kegiatan organisasi publik itu konsisten dengan kehendak masyarakat banyak. Kinerja organisasi publik tidak hanya bisa dilihat dari ukuran internal yang dikembangkan oleh organisasi publik atau pemerintah, seperti pencapaian target. Kinerja sebaiknya harus dinilai dari


(51)

commit to user

ukuran eksternal, seperti nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat. Suatu kegiatan organisasi publik memiliki akuntabilitas yang tinggi kalau kegiatan itu dianggap benar dan sesuai dengan nilai dan norma yang berkembang dalam masyarakat.

Lebih lanjut Agus Dwiyanto (2006:49)mengemukakan indikator-indikator lain yang dapat digunakan untuk menilai kinerja birokrasi publik seperti di bawah ini:

“Penilaian kinerja organisasi publik tidak cukup hanya dilakukan

dengan menggunakan indikator-indikator yang melekat pada birokrasi itu, seperti efisiensi dan efektivitas, tetapi harus dilihat juga dari indikator-indikator yang melekat pada pengguna jasa, seperti kepuasan pengguna jasa, akuntabilitas, dan responsivitas. Penilaian kinerja dari sisi pengguna jasa menjadi sangat penting karena birokrasi publik seringkali memiliki kewenangan monopolis sehingga para pengguna jasa tidak memiliki alternatif sumber pelayanan. Dalam pelayanan yang diselenggarakan oleh pasar, dengan pengguna jasa yang memiliki pilihan sumber pelayanan, pengguna layanan bisa mencerminkan kepuasan terhadap pemberi layanan. Dalam pelayanan oleh birokrasi publik, penggunaan pelayanan oleh publik sering tidak ada

hubungannya sama sekali dengan kepuasannya terhadap pelayanan.”

Selanjutnya Kumorotomo dalam Agus Dwiyanto (2006:52) menggukan beberapa kriteria untuk dijadikan pedoman dalam menilai kinerja organisasi pelayanan publik, yaitu:

1) Efisiensi

Efisiensi menyangkut pertimbangan tentang keberhasilan organisasi pelayanan publik mendapatkan laba, memanfaatkan faktor-faktor produksi serta pertimbangan yang berasal dari rasionalitas ekonomis. Apabila diterapkan secara obyektif, kriteria seperti likuiditas,


(52)

commit to user

solvabilitas, dan rentabilitas merupakan kriteria efisiensi yang sangat relevan.

2) Efektivitas

Apakah tujuan dari didirikanya organisasi pelayanan publik tersebut tercapai? Hal tersebut erat kaitanya dengan rasionalitas teknis, nilai, misi, tujuan, organisasi, serta fungsi agen pembangunan.

3) Keadilan

Keadilan mempertanyakan distribusi dan alokasi layanan yang diselenggarakan oleh organisasi pelayanan publik. Kriteria ini erat kaitannya dengan konsep ketercukupan atau kepantasan. Keduanya mempersoalkan apakah tingkat efektivitas tertentu, kebutuhan dan nilai-nilai dalam masyarakat dapat terpenuhi. Isu-isu yang menyangkut pemerataan pembangunan, layanan kepada kelompok pinggiran dan sebagainya, akan mampu dijawab melalui kriteria ini.

4) Daya Tanggap

Berlainan dengan bisnis yang dilaksanakan oleh perusahaan swasta organisasi pelayanan publik merupakan bagian dari daya tanggap negara atau pemerintah akan kebutuhan vital masyarakat. Oleh sebab itu, kriteria organisasi tersebut secara keseluruhan harus dapat dipertanggungjawabkan secara transparan demi memenuhi kriteria daya tanggap ini.


(53)

commit to user

Ratminto dan Atik Septi Winarsih (2008:174-176) menjelaskan bahwa indikator kinerja sangat bervariasi sesuai dengan fokus dan konteks penelitian yang dilakukan dalam proses penemuan dan penggunaan indikator tersebut. Indikator tersebut antara lain:

1) McDonald dan Lawton

McDonald dan Lawton mengemukakan dua indikator kinerja yaitu:

a) Efficiency atau efisiensi adalah suatu keadaan yang menunjukkan tercapainya perbandingan terbaik antara masukan dan keluaran dalam suatu penyelenggaraan pelayanan publik.

b) Effectiveness atau efektivitas adalah tercapainya tujuan yang telah ditetapkan, baik itu dalam bentuk target, sasaran jangka panjang maupun misi organisasi.

2) Selim dan Woodward

Selim dan Woodward mengatakan bahwa kinerja dapat diukur dari beberapa indikator antara lain ekonomis (economy), efisiensi (efficiency),

efektivitas (effectiveness), dan keadilan (equity). Aspek ekonomi dalam kinerja menyangkut cara untuk menggunakan sumber daya yang seminimal mungkin dalam proses penyelenggaraan pelayanan publik. Efisiensi adalah suatu keadaan yang menunjukkan tercapainya perbandingan terbaik antara masukan (input) dan keluaran (output) dalam suatu penyelenggaraan pelayanan publik. Efektivitas adalah tercapainya


(54)

commit to user

tujuan yang telah ditetapkan, baik itu dalam bentuk target, sasaran jangka panjang maupun misi organisasi. Keadilan atau persamaan adalah pelayanan publik yang diselenggarakan dengan memperhatikan aspek-aspek kemerataan.

3) Lenvinne

Lenvinne mengemukakan tiga indikator yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja organisasi publik, yaitu responsivitas (responsiveness), responsibilitas (responsibility), dan akuntabilitas (accountability). Responsivitas ini mengukur daya tanggap providers terhadap harapan, keinginan, dan aspirasi serta tuntutan customers. Responsibilitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan seberapa jauh proses pemberian pelayanan publik itu dilakukan dengan tidak melanggar ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan. Akuntabilitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan seberapa besar tingkat kesesuaian antara penyelenggaraan pelayanan dengan ukuran-ukuran eksternal yang ada di masyarakat dan dimiliki oleh stakeholders, seperti nilai dan norma yang berkembang dalam masyarakat.

4) Zeithaml, Parasuraman dan Berry dalam Ratminto dan Atik Septi Winarsih (2008:175-176) mengemukakan indikator yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja organisasi antara lain:


(55)

commit to user

a) Tangibles atau ketampakan fisik, artinya pertampakan fisik dari gedung, peralatan, pegawai, dan fasilitas-fasilitas lain yang dimiliki oleh providers

b) Reability atau reabilitas adalah kemampuan untuk

menyelenggarakan pelayanan yang dijanjikan secara akurat

c) Responsiveness atau responsivitas adalah kerelaan untuk menolong customers dan menyelenggarakan pelayanan secara iklas

d) Assurance atau kepastian adalah pengetahuan dan kesopanan para pekerja dan kemampuan mereka dalam memberikan kepercayaan kepada customers

e) Empathy adalah perlauan atau perhatian pribadi yang diberikan oleh providers kepada customers

Menurut Joko Widodo (2008:91), indikator kinerja merupakan ukuran kuantitatif yang menggambarkan tingkat pencapaian suatu sasaran dan tujuan. Indikator kinerja dapat dijadikan patokan (standar) untuk menilai keberhasilan dan kegagalan penyeleggaraan program dalam mencapai misi dan visi organisasi. Joko Widodo (2008:91-92) menyebutkan indikator kinerja tersebut adalah :

1) Indikator masukan adalah sesuatu yang dibutuhkan agar pelaksanaan kegiatan dan program berjalan untuk menghasilkan keluaran.


(56)

commit to user

2) Indikator keluaran merupakan segala berupa produk sebagai hasil langsung pelaksanaan suatu kegiatan dan program berdasarkan masukan dan program.

3) Indikator hasil merupakan sesuatu yang mencerminkan berfungsinya keluaran kegiatan pada jangka menengah. Merupakan seberapa jauh setiap produk/jasa yang dapat memenuhi kebutuhan dan harapan masyarakat. 4) Indikator manfaat merupakan kegunaan suatu keluaran yang dirasakan

secara langsung oleh masyarakat, dapat berupa tersedianya fasilitas yang dapat diakses publik.

5) Indikator dampak indikator dampak ukuran tingkat pengaruh sosial, ekonomi, lingkungan, atau kepentingan umum lain yang dimulai oleh capaian kinerja setiap indikator dalam suatu kegiatan.

Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa terdapat berbagai indikator yang dapat digunakan dalam mengukur kinerja organisasi publik. Secara garis besar indikator yang digunakan untuk mengukur kinerja organisasi dikelompokan menjadi dua pendekatan. Pendekatan pertama melihat indikator kinerja dari perspektif pemberi layanan dan pendekatan kedua melihat indikator kinerja dari perspektif pengguna jasa.

Dari berbagai teori tentang indikator-indikator pengukuran kinerja di atas, dalam penelitian ini penulis memilih teori yang dikemukakan oleh Agus Dwiyanto (2006). Alasan penulis memilih teori tersebut adalah karena teori tentang pengukuran kinerja yang dikemukakan oleh Agus Dwiyanto (2006)


(57)

commit to user

tersebut dipandang lebih tepat dan lebih mampu mengukur kinerja Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dalam pemberantasan dan penanggulangan penyakit DBD di Kecamatan Ngemplak dibandingkan dengan teori pengukuran kinerja yang lainnya.

Teori tentang parameter dalam pengukuran kinerja yang dikemukakan oleh Agus Dwiyanto meliputi lima indikator, yaitu produktivitas, kualitas layanan, responsivitas, responsibilitas dan akuntabilitas. Dari kelima indikator di atas penulis melakukan penyederhanaan dengan mengambil tiga indikator yaitu produktivitas, responsivitas, dan akuntabilitas. Alasan penulis melakukan penyederhanaan ini dikarenakan dalam kaitan dengan penyakit DBD Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali hanya melakukan pemberantasan dan penanggulangannya saja sedangkan penanganan penyakit tersebut dilakukan oleh rumah sakit dan puskesmas yang ada di Kabupaten Boyolali. Sehingga dengan menggunakan indikator produktivitas, responsibilitas, dan akuntabilitas sudah dapat mengukur kinerja Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dalam pemberantasan dan penanggulangan penyakit DBD di Kecamatan Ngemplak. Produktivitas menunjuk pada kegiatan pengukuran terhadap output atau keluaran yang dihasilkan suatu organisasi pada suatu periode waktu tertentu dimana hasilnya dibandingkan dengan target yang telah ditetapkan sebelumnya. Responsivitas didefinisikan sebagai daya tanggap atau kemampuan organisasi untuk mengenali kebutuhan masyarakat, menanggapi keluhan, tuntutan, keinginan dan aspirasi masyarakat serta


(58)

commit to user

mengembangkan program-program pelayanan publik sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Akuntabilitas didefinisikan seberapa besar kebijakan dan kegiatan organisasi tersebut konsisten dengan norma dan nilai dalam masyarakat (ukuran eksternal).

2. Tinjauan Tentang Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali

Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali merupakan penyelenggara urusan pemerintah Kabupaten Boyolali bidang kesehatan berdasarkan asas otonomi daerah dan tugas pembantuan. Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dalam melaksanakan tugas dipimpin oleh seorang Kepala Dinas yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Bupati melalui Sekretaris Daerah. Dinas Kesehatan mempunyai tugas menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang kesehatan. (Peraturan Bupati Boyolali Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penjabaran Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Daerah Kabupaten Boyolali)

Tujuan pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali adalah meningkatkan pemerataan dan mutu upaya kesehatan yang berhasil guna, berdaya guna serta terjangkau oleh segenap lapisan masyarakat dengan menitikberatkan pada upaya promotif dan preventif, meningkatkan kemitraan dengan masyarakat, swasta, organisasi profesi dan dunia


(59)

commit to user

pembangunan kesehatan yang efektif, efisien dan akuntabel, dan memelihara kesehatan individu, keluarga, masyarakat beserta lingkungannya.

Program-program yang dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali antara lain yakni Program Lingkungan Sehat, Perilaku Sehat, Pemberdayaan Masyarakat, Program Peningkatan Kesehatan Keluarga, Anak, Remaja dan Lansia, Program Peningkatan Kualitas Pelayanan Kesehatan, Program Perbaikan Gizi Masyarakat, Program Sumber Daya Masyarakat, Program Obat, Makanan, dan Bahan Berbahaya, Program Kebijakan, Manajemen dan Pelayanan Serta Sumber Daya Kesehatan.

3. Tinjauan Tentang Program Pemberantasan dan Penanggulangan Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD)

Program pemberantasan dan penanggulangan penyakit DBD merupakan program nasional yang memuat Keputusan Menteri No. 581/ Menkes/ SK/ VII/ 1992 bersifat lintas sektoral yang dilaksanakan hampir diseluruh pelosok tanah air, kecuali didaerah yang berketinggian diatas 1000 meter diatas permukaan air laut. Daerah ini merupakan daerah bebas DBD, karena pada ketinggian diatas 1000 meter dari permukaan air laut ini, nyamuk Aedes Aegipty tidak dapat bertahan hidup dan berkembang biak.

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegipty, yang ditandai dengan demam mendadak 2 sampai dengan 7 hari tanpa penyebab yang jelas lemah/lesu, nyeri ulu hati, disertai tanda pendarahan di kulit berupa


(1)

commit to user

b. Faktor yang Meningkatkan Kinerja Dinas Kesehatan Kabupaten

Boyolali dalam pemberantasan dan penanggulangan penyakit DBD di Kecamatan Ngemplak

1) Faktor Internal

Faktor internal yang meningkatkan kinerja Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dalam pemberantasan dan penanggulangan penyakit DBD di Kecamatan Ngemplak adalah faktor dana yang sudah mencukupi. Hal tersebut seperti apa yang dikatakan oleh Bapak Kirmanto selaku petugas P2DBD Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali berikut ini:

“Selama ini dana dari Kabupaten sudah mencukupi untuk

melakukan kegiatan-kegiatan pemberantasan dan

penanggulngan penyakit DBD. Jadi masalah dana, kami tidak ada permasalahan.” (Wawancara, 12 Maret 2011)

Berdasarkan apa yang telah disampaikan oleh Bapak Kirmanto di atas maka dapat disimpulkan bahwa dana bukan merupakan masalah bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dalam pemberantasan dan penanggulangan penyakit DBD di Kecamatan Ngemplak. Dengan demikian dapat dikatakan faktor dana dapat meningkatkan kinerja Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dalam pemberantasan dan penanggulangan penyakit DBD di Kecamatan Ngemplak.

2) Faktor Eksternal

Faktor eksternal yang dapat meningkatkan Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dalam pemberantasan dan penanggulangan


(2)

commit to user

penyakit DBD di Kecamatan Ngemplak adalah adanya kerjasama antara pihak Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dengan para kader, lurah, RW, RT dan tokoh masyarakat. Hal tersebut sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Bapak Kirmanto selaku petugas P2DBD Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali berikut ini:

“Melalui kegiatan Musyawarah Masyarakat Desa kami

melakukan penyuluhan kepada masyarakat. Kami bekerjasama dengan kelurahan setempat untuk mengundang kader-kader kesehatan, RW, RT, dan tokoh masyarakat di kelurahan tersebut. Kemudian kita melakukan penyuluhan kepada mereka. Selanjutnya mereka melakukan penyuluhan kepada warga mereka masing-masing.” (Wawancara, 12 Maret 2011) Hal senada juga dikatakan oleh Bapak Edi Siswanto, SKM selaku Kepala Seksi Pemberantasan Penyakit Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali berikut ini:

“Walaupun kami belum dapat memenuhi target yang telah ditetapkan. Namun kami bekerja sama dengan organisasi masyarakat lainnya dalam hal penyuluhan dan penggerakan

masyarakat.” (Wawancara, 14 April 2011)

Berdasarkan apa yang telah dikatakan oleh Bapak Kirmanto dan Bapak Edi Siswanto, SKM di atas dapat diketahui bahwa Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali melakukan kerjasama dengan

organisasi masyarakat untuk melakukan penyuluhan cara

pemberantasan dan penanggulangan penyakit DBD. Dengan adanya kerja sama ini tentu saja dapat meningkatkan kinerja Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dalam pemberantasan dan penanggulangan penyakit DBD di Kecamatan Ngemplak.


(3)

commit to user BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang penulis lakukan mengenai kinerja Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dalam pemberantasan dan penanggulangan peyakit DBD di Kecamatan Ngemplak, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut ini :

1. Produktivitas Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dalam pemberantasan dan

penanggulangan peyakit DBD di Kecamatan Ngemplak dapat dikatakan belum berhasil. Hal ini terihat dari adanya target-target yang telah ditetapkan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali yang belum dapat tercapai secara maksimal. Target-target yang telah ditetapkan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali antara lain :

a. Target Insident Rate (Angka Kesakitan) yaitu kurang dari 3/10.000 penduduk

b. Target Case Fatality Rate (Angka Kematian) yaitu kurang dari 2,5% c. Target House Index (Angka Kepadatan Jentik) yaitu kurang dari 5% d. Target Angka Bebas Jentik yaitu di atas 95%

e. Target untuk mengubah perilaku masyarakat untuk ikut aktif dalam kegiatan PSN.

Target-target yang telah ditetapkan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dalam pemberantasan dan penanggulangan peyakit DBD di


(4)

commit to user

Kecamatan Ngemplak di atas belum tercapai seluruhnya dari lima target hanya satu target yang tercapai yaitu target Case Fatality Rate (Angka Kematian). Hal ini cukup menjadi bukti bahwa produktivitas Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dalam pemberantasan dan penanggulangan peyakit DBD di Kecamatan Ngemplak belum berhasil, namun Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali terus berupaya untuk memaksimalkan kegiatan pemberantasan dan penanggulangan peyakit DBD kepada masyarakat di Kecamatan Ngemplak.

2. Responsivitas Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dalam pemberantasan dan

penanggulangan peyakit DBD di Kecamatan Ngemplak dapat dikatakan cukup baik namun masih perlu ditingkatkan. Hal ini ditunjukkan dengan adanya respon terhadap keluhan dan tuntutan yang disampaikan oleh masyarakat terkait dengan pelaksanaan fogging focus oleh pihak Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali. Pihak Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali sudah berupaya merespon dengan baik keluhan dan tuntutan dari masyarakat di Kecamatan Ngemplak terutama yang berkaitan dengan kegiatan fogging focus. Sikap responsif Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dalam pemberantasan dan penanggulangan peyakit DBD di Kecamatan Ngemplak juga ditunjukkan dari pengakuan masyarakat di Kecamatan Ngemplak terhadap pelaksanaan Penyelidikan Epidemologi yang segera dilakukan setelah ada laporan dari masyarakat.

3. Akuntabilitas Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dapat dikatakan cukup baik. Hal ini terbukti dengan adanya pola pelayanan yang dijalankan Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali yang tidak selalu berorientasi pada petunjuk


(5)

commit to user

pelaksanaan (juklak) saja tetapi juga melihat situasi dan kondisi masyarakat. Selain itu, transparansi pengguna dana pemberantasan dan penanggulangan penyakit DBD oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali juga dapat dikatakan cukup baik. Hal ini terbukti dengan adanya kemudahan dan kerjasama yang saling mendukung dalam memberikan dana untuk fogging maupun untuk melakukan pemberantasan dan penanggulangan penyakit DBD di masyarakat khususnya di Kecamatan Ngemplak.

4. Beberapa faktor yang menghambat kinerja Dinas Kesehatan Kabupaten

Boyolali dalam pemberantasan dan penanggulangan peyakit DBD di Kecamatan Ngemplak baik yang berasal dari dalam organisasi (internal) maupun dari luar organisasi (eksternal). Faktor internal yang menghambat kinerja Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dalam pemberantasan dan penanggulangan peyakit DBD di Kecamatan Ngemplak adalah kurangnya Sumber Daya Manusia secara kuantitas. Hal ini dikarenakan petugas Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali yang mengurusi kasus DBD hanya berjumlah satu orang. Jumlah ini tentu saja sangat kurang untuk mencakup seluruh wilayah di Boyolali terutama di Kecamatan Ngemplak. Sedangkan faktor eksternal yang menghambat kinerja Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dalam pemberantasan dan penanggulangan peyakit DBD di Kecamatan Ngemplak adalah kurangnya peran aktif masyarakat di Kecamatan Ngemplak dalam melaksanakan program-program pemberantasan dan penanggulangan peyakit DBD di Kecamatan Ngemplak dari Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali.


(6)

commit to user

B. Saran

Dari hasil penelitian dan pembahasan serta dukungan data yang telah dipaparkan diatas. Saran yang dapat dipenuhi sebagai sumbangsih penulisan untuk meningkatkan kinerja Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dalam pemberantasan dan penanggulangan peyakit DBD di Kecamatan Ngemplak adalah sebagai berikut :

1. Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali diharapkan untuk mensosialisasikan kegiatan penangganan penyakit DBD yang lebih efektif di Kecamatan Ngemplak melalui media masa, plamflet-pamflet, media elektronik ataupun terjun secara langsung ke setiap acara-acara masyarakat seperti arisan, kerja bakti, dan kegiatan lainnya.

2. Pembenahan jumlah pegawai di bagian pemberantasan penyakit yang

memadai baik secara kuantitas, sehingga pegawai tersebut mampu menangani semua pekerjaan terlebih lagi pegawai tersebut juga memiliki rangkap tugas.