commit to user 136
dikatakan lebih baik dari pada realisasi pencapaian target Insident Rate. Walaupun demikian tetap saja produktivitas Dinas Kesehatan
Kabupaten Boyolali cenderung belum mampu mencapai target Insident Rate yang ditetapkan, bahkan dapat dikatakan sangat jauh
untuk dapat mencapai target tesebut. Berdasarkan berbagai penjelasan di atas maka dapat disimpulkan
bahwa produktivitas Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dalam pemberantasan dan penanggulangan penyakit DBD di Kecamatan
Ngemplak masih rendah. Hal tersebut terbukti dari upaya pemberantasan dan penanggulangan di Kecamatan Ngemplak yang belum mampu
mencapai target yang telah ditetapkan. Dari kelima target yang telah ditetapkan hanya satu target yang dapat dicapai oleh Dinas Kesehatan
Kabupaten Boyolali. Namun Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali terus berupaya
untuk memaksimalkan
kegiatan pemberantasan
dan penanggulangan penyakit DBD kepada masyarakat di wilayah Ngemplak.
b. Indikator Responsivitas
Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dalam menjalankan tugas pemberantasan dan penanggulangan penyakit DBD ternyata menerima
keluhan dan tuntutan dari masyarakat di wilayah kerjanya yaitu Kabupaten Boyolali khusunya Kecamatan Ngemplak yang terdiri dari 12 kelurahan.
Keluhan-keluhan dari masyarakat tersebut menyayangkan respon Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali terhadap tuntutan mereka dalam kegiatan
pemberantasan dan penanggulangan penyakit DBD terutama tuntutan
commit to user 137
untuk melakukan fogging focus. Hal tersebut dibenarkan oleh Bapak Edi Siswanto, SKM selaku Kepala Seksi Pemberantasan Penyakit Dinas
Kesehatan pemberantasan dan penanggulangan berikut ini: “Dalam melaksanakan pemberantasan dan penanggulangan
penyakit DBD, memang ada tuntutan dari masyarakat terutama dalam permintaan fogging. Pada umunya masyarakat belum bisa
memahami kriteria focus yang harus difogging.” Wawancara, 10 Maret 2011
Berikut adalah keluhan dan tuntutan masyarakat di Kecamatan
Ngemplak dalam permintaan fogging focus, salah satunya adalah Bapak Rohmad Haryanto yang mengatakan berikut ini:
“Yaa kecewa mbak. Terus terang saja ya mbak kenapa kok minta fogging saja susah. Padahal di tempat kami sudah ada tujuh korban
di RW kami ini. Apa DKK itu harus nunggu sampai ada korban lagi? Wawancara, 4 Juni 2011
Hal senada juga dikatakan oleh Bapak Parmin di Kecamatan Ngemplak berikut ini:
“Kalau saya sendiri belum puas ya mbak dengan program yang dilakukan oleh DKK itu. Karena sampai sekarang ya belum diberi
fogging, paling-paling cuma disuruh melakukan 3M itu dan
abatisasi aja.” Wawancara, 5 Juni 2011 Berdasarkan pendapat yang disampaikan oleh masyarakat di
Kecamatan Ngemplak di atas dapat dilihat bahwa masyarakat mengeluhkan responsivitas Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dalam
pemberantasan dan penanggulangan penyakit DBD. Masyarakat merasa Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali kurang tanggap terhadap permintaan
fogging focus yang diajukan oleh masyarakat dan merasa tidak bertindak cepat dalam memenuhi permintaan fogging focus. Mengacu pada beberapa
commit to user 138
pendapat masyarakat di atas dapat disimpulkan bahwa masyarakat sebagai pengguna jasa belum merasa puas terhadap pelayanan yang diberikan oleh
Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali, karena masyarakat menilai Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali kurang respon terhadap permintaan
fogging yang diajukan oleh masyarakat pengguna jasa. Menanggapi berbagai tuntutan fogging yang diajukan oleh
masyarakat di atas Bapak Kirmanto selaku petugas P2DBD menjawab sebagai berikut:
“Melakukan fogging focus itu harus melalui beberapa prosedur ya mbak. Pertama, masyarakat memberikan laporan kasus DBD ke
puskesmas yang disertai dengan diagnosa. Setelah itu, Puskesmas akan segerta melakukan PE. Dari situ kita bisa melakukan fogging
apabila hasilnya memenuhi kriteria untuk dilakukan fogging. Tetapi kalau hasilnya tidak memenuhi untuk dilakukan fogging
maka kita cukup melakukan PSN dan Abatisasi saja. Pelaksanaan fogging foccus harus benar-benar memenuhi kriteria yang telah
ditetapkan oleh WHO. Karena fogging focus yang digunakan untuk memberantas Nyamuk Aedes itu kan ada resikonya. Selama
ini obat yang kita gunakan untuk fogging itu tergolong obat keras dan berbahaya. Dari fogging kan ada asap yang kita keluarkan
yang mengandung molekul-molekul berbahaya dalam beberapa detik saja kita bernafas sudah kemasukan molekul-molekul
tersebut.
“ Wawancara, 10 Juni 2011 Hal senada juga dikatakan oleh Bapak Edi Siswanto, SKM selaku
Kepala Seksi Pemberantasan Penyakit Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali berikut ini:
“Fogging dapat merusak lingkungan, itulah kenapa harus memenuhi kriteria WHO. Selain itu efek yang ditimbulkan bisa
menyebabkan kanker paru-paru, mata pedih, dan gatal-gatal. Kalau ada yang mengatakan apa harus nunggu ada yang masuk rumah
sakit, lha itu pemikiran masyarakat yang pendek dan tidak mau tahu. Untuk daerah yang meminta fogging tetapi tidak diberi, itu
kemungkinan kita sudah melakukan PE namun hasinya tidak memenuhi kriteria untuk dilakukan fogging sehingga kita hanya
commit to user 139
melakukan PSN dan Abatisasi saja karena kita menganggap daerah tersebut bukan daerah sumber penularan. Kalau dikatakan DKK
mempersulit itu tidak benar. Adanya prosedur yang digunakan itu beralasan tidak sekedar dibuat-buat untuk mempersulit. Kalau
sudah memenuhi kriteria kita pasti kita akan lakukan fogging dan harus memikirkan resikonya
.” Wawancara, 10 Juni 2011 Berdasarkan apa yang disampaikan di atas dapat diketahui bahwa
pihak Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali telah merespon dengan baik tuntutan dari masyarakat yang menginginkan fogging. Permasalahan yang
dihadapi adalah bahwa masyarakat belum memahami kriteria-kriteria untuk melakukan fogging focus, sehingga masyarakat merasa bahwa
Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali tidak merespon keluhan dan tuntutan mereka.
Pihak Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali selalu memberikan penjelasan kepada perorangan maupun dalam pertemuan mengenai
tuntutan fogging tersebut. Pihak Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali juga mengakui bahwa komunikasi mereka dengan masyarakat belum
berjalan dengan baik terutama jalur komunikasi melalui pokja DBD di kelurahan. Hal ini sesuai dengan apa yang telah dikatakan oleh Bapak Edi
Siswanto, SKM selaku Kepala Seksi Pemberantasan Penyakit Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali berikut ini:
“Untuk mengatasi tuntutan masyarakat mengenai fogging kami selalu memberikan penjelasan tentang kriteria-kriteria daerah yang
harus di fogging, mengingat dampak dari fogging yang tidak tepat itu akan berbahaya. Tetapi kami mengakui bahwa komunikasi
kami dengan masyarakat itu belum berjalan baik terutama jalur
komunikasi melalui pokja DBD di tingkat kelurahan.”Wawancara, 10 Juni 2011
commit to user 140
Masyarakat justru puas dengan pelaksanaan PE Penyelidikan Epidemiologi yang dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten
Boyolali berbeda dengan masalah fogging focus. Masyarakat cenderung merasa bahwa Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali tanggap terhadap
laporan kasus DBD dari masyarakat. Hal ini didasarkan beberapa pendapat masyarakat tentang pelaksanaan PE yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan
Kabupaten Boyolali. Salah satunya adalah pendapat yang disampaikan oleh Bapak Suryo Wijayanto di Kecamatan Ngemplak Kabupaten Boyolali
sebagai berikut: “Menurut saya kegiatan pelacakan kasus PE yang dilakukan
selama ini ya cukup baik dan cepat. Karena setiap saya melaporkan ada warga saya yang terkena DBD dan melampirkan diagnosa dari
rumah sakit, maka akan segera dilakukan pelacakan.” Wawancara, 14 Mei 2011
Hal senada juga dikatakan oleh salah satu warga yang anaknya pernah menderita penyakit DBD Ibu Sukatmi warga Kecamatan
Ngemplak berikut ini: “Waktu anak saya terkena penyakit DBD dan dirawat di rumah
sakit, setelah pulang dari rumah sakit saya di beri surat diagnosa untuk diberikan pada puskesmas. Tidak lama setelah surat itu
dilaporkan puskesmas segera melakukan PE. Pada waktu itu dilakukan di rumah saya dan rumah tetangga di sekitar rumah
saya,” Wawancara, 14 Mei 2011 Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa
responsivitas Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dalam melaksanakan PE bisa dikatakan baik. Karena masyarakat cenderung merasakan tindakan
yang segera dilakukan terhadap kasus DBD untuk pemberantasan dan
commit to user 141
penggulangan penyakit DBD tersebut di wilayah Kecamatan Ngemplak. Hal ini tentunya menjadi suatu prestasi yang harus dipertahankan oleh
Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali untuk mewujudkan kinerja yang lebih baik.
Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali selalu berupaya untuk meningkatkan responsivitasnya dalam memberantas dan menanggulangi
penyakit DBD. Hal ini sesuai apa yang telah dikatakan oleh Bapak Edi Siswanto, SKM selaku Kepala Seksi Pemberantasan Penyakit Dinas
Kesehatan Kabupaten Boyolali berikut ini: “Untuk meningkatkan responsivitas dalam pemberantasan dan
penanggulangan penyakit DBD selalu kita lakukan, dengan memberikan pengertian masyarakat tentang bahaya penyakit
DBD. Kita juga meningkatkan peran dan kerja kader pemantau jentik dan melaksanakan PJB sehingga diperoleh HI di kelurahan.
Kami juga melakukan kegiatan MMD untuk merumuskan langkah atau tindakan dalam program ini. Kami memberikan nomor HP
kami kepada masyarakat untuk kontak person.” Wawancara, 10 Juni 2011
Berdasarkan apa yang dikatakan oleh Bapak Edi Siswanto, SKM di atas dapat diketahui bahwa upaya-upaya yang dilakukan Dinas Kesehatan
Kabupaten Boyolali
dalam meningkatkan
responsivitas untuk
memberantas dan menaggulangi penyakit DBD antara lain: 1
Memberikan pengertian masyarakat tentang bahaya penyakit DBD, 2
Melakukan survei mawas diri dengan meningkatkan peran dan kerja kader pemantau jentik melaksanakan PJB sehingga diperoleh House
Index HI di kelurahan,
commit to user 142
3 Melakukan kegiatan MMD Musyawarah Masyarakat Desa untuk
merumuskan langkah atau tindakan dalam pencegahan penyakit DBD, 4
Memberikan nomor HP kepada masyarakat untuk kontak person. Hal senada juga dikatakan oleh Ibu Endah selaku kader PKK di
Kecamatan Ngemplak berikut ini: “Memang mbak di kelurahan ini ada kegiatan MMD. Adanya
kegiatan ini atas kerjasama dari kelurahan dan petugas DKK dan mengundang ketua RW dan ketua RT yang ada di kelurahan ini.
Dalam kegiatan MMD ini membahas tentang tindakan-tindakan yang harus kami lakukan sebagai kader untuk memberantas dan
menanggulangi penyakit DBD. Dalam kegiatan ini kami juga
melaporkan hasil dari PJB yang telah kami lakukan.” Wawancara, 5 April 2011
Hal ini sesuai dengan apa yang disampaikan oleh Bapak Suryo Wijayanto di Kecamatan Ngemplak Kabupaten Boyolali sebagai
berikut: “Dari DKK bekerjasama dengan kelurahan untuk mengadakan
MMD mbak. Jadi setiap saya melaporkan ada warga saya yang terkena DBD ya lewat MMD itu mbak dengan melampirkan
diagnosa dari rumah sakit, maka akan segera dilakukan pelacakan.” Wawancara, 21 Juni 2011
Berdasarkan berbagai pendapat yang disampaikan oleh masyarakat di atas dapat disimpulkan bahwa responsivitas Dinas Kesehatan
Kabupaten Boyolali dapat dikatakan cukup baik, hal ini didasarkan atas pelaksanaan PE Penyelidikan Epidemiologi dan kegiatan MMD
Musyawarah Msyarakat Desa yang dinilai masyarakat cenderung tanggap. Namun perlu adanya peningkatan komunikasi antara Dinas
Kesehatan Kabupaten Boyolali dengan masyarakat sehingga masyarakat
commit to user 143
benar-benar tahu kriteria-kriteria apa saja yang harus dipenuhi untuk mendapatkan fogging. Selain itu, pihak Dinas Kesehatan Kabupaten
Boyolali juga harus mampu menjelaskan kepada masyarakat tentang resiko yang ditimbulkan dari fogging yang dapat merusak lingkungan dan
juga kesehatan masyarakat sendiri apabila tidak memenuhi kriteria yang telah ditetapkan oleh WHO. Dengan demikian masyarakat tidak akan asal
menuntut saja, tetapi juga peduli akan dampak yang ditimbulkan dari fogging focus.
c. Indikator Akuntabilitas