Pembuatan Dan Karakterisasi Plafon Gipsum Dengan Menggunakan Serat Rami (Boehmeria nivea (L) Gaud) Dan Campuran Semen PPC

(1)

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI PLAFON GIPSUM

DENGAN MENGGUNAKAN SERAT RAMI

(Boehmeria nivea (L) Gaud) DAN

CAMPURAN SEMEN PPC

TESIS

Oleh:

JUNAIDI MARUTO

117026009 / FIS

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU FISIKA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI PLAFON GIPSUM

DENGAN MENGGUNAKAN SERAT RAMI

(Boehmeria nivea (L) Gaud) DAN CAMPURAN SEMEN PPC

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam

Program Studi Magister Ilmu Fisika Pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

JUNAIDI MARUTO 117026009 / FIS

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU FISIKA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

PENGESAHAN TESIS

Judul Tesis : PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI

PLAFON GIPSUM DENGAN

MENGGUNAKAN SERAT RAMI

(Boehmeria nivea (L) Gaud) DAN CAMPURAN SEMEN PPC

Nama Mahasiswa : Junaidi Maruto Nomor Induk Mahasiswa : 117026009

Program Studi : Magister Ilmu Fisika

Fakultas : Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. Nasruddin MN, M.Eng.Sc) Ketua

(Prof. Drs. Mohammad Syukur, M.S) Anggota

Ketua Program Studi,

(Dr. Nasruddin MN, M.Eng.Sc) NIP. 195507061981021002

Dekan,

(Dr. Sutarman, M.Sc) NIP. 196310261991031001


(4)

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI PLAFON GIPSUM DENGAN MENGGUNAKAN SERAT RAMI (Boehmeria nivea (L) Gaud) DAN

CAMPURAN SEMEN PPC

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian mengenai pembuatan dan karakterisasi plafon gipsum dengan menggunakan serat rami (Boehmeria nivea (L) Gaud) dan campuran semen PPC. Plafon gipsum dibuat dengan memvariasikan antara serat rami dan campuran semen PPC. Dalam penelitian ini, gipsum komersial digunakan sebagai pembanding. Variasi paling optimum gipsum, semen PPC dan serat rami yaitu (65:29:6). Untuk karakterisasi sifat fisik diperoleh densitas 1176 kg/m3 dan daya serap air 23,83%, namun hasil ini tidak jauh berbeda dibandingkan dengan densitas 1030 kg/m3 dan daya serap air 37,40% dari papan gipsum komersial. Untuk karakterisasi sifat mekanik dihasilkan nilai MOR (16,92 x 106 N/m2), MOE (76,04 x 106 N/m2), impak (4600 J/m2) dan kuat tarik (6,65 x 106 N/m2) yang menunjukkan hasil lebih baik dari pada nilai MOR (1,28 x 106 N/m2), MOE (6,13 x 106 N/m2), impak (2500 J/m2) dan kuat tarik (0,91 x 106 N/m2) dari papan gipsum yang komersial. Untuk karakterisasi sifat panas diperoleh suhu transisi gelas 140 0C dan titik dekomposisi 420 0C, dan menunjukkan bahwa campuran hanya terjadi ikatan secara fisis. Hasil pengujian XRD berdasarkan tiga puncak tertinggi menunjukkan adanya mineral calcite yang memenuhi sistem hexagonal.


(5)

PREPARATION AND CHARACTERIZATION OF GYPSUM CEILING WITH USING FIBER RAMI (Boehmeria nivea (L) Gaud) AND MIXED

PPC CEMENT

ABSTRACT

The research about the preparation and characterization of gypsum ceiling with using fiber rami (Boehmeria nivea (L) Gaud) and mixed PPC cement has been done. The gypsum ceiling is produced by varying fiber rami and mixed PPC cement. In this research, gypsum commercial is used as the standard of comparison. The optimum variation of gypsum, PPC cement and fiber rami is (65:29:6). The characterization for physical properties obtained by the density of 1176 kg/m3 and water absorbtion of 23,83%, but this result not too different than the commercial gypsum board is density of 1030 kg/m3 and water absorbtion of 37,40%. The characterization for mechanical properties of the resulting value of MOR (16,92 x 106 N/m2), MOE (76,04 x 106 N/m2), impact (4600 J/m2) and tensile strength (6,65 x 106 N/m2), which showed better results than the value of MOR (1,28 x 106 N/m2), MOE (6,13 x 106 N/m2), impact (2500 J/m2) and tensile strength (0,91 x 106 N/m2) of commercial gypsum board. The characterization for termal properties obtained temperature of glass transition 140 0C and a melting point of 420 0C and showed that a mixture occurred only in a physical bond only. XRD test results based on the three highest peaks indicate the presence of the mineral calcite meet hexagonal system.


(6)

KATA PENGANTAR

Segala puji penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan semesta alam yang memelihara makhluk-Nya tanpa ada sedikitpun merasa berat. Limpahan rahmat dan hidayah-Nya senantiasa selalu tercurah kepada orang-orang yang beriman dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. Atas berkat rahmat dan karunia-Nya

penulis dapat menyelesaikan tesis ini yang berjudul “Pembuatan Dan Karakterisasi

Plafon Gipsum Dengan Menggunakan Serat Rami (Boehmeria nivea (L) Gaud) Dan

Campuran Semen PPC”. Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan

gelar Magister Sains dalam Program Studi Magister Ilmu Fisika pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Dengan diselesaikannya tesis ini, perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

Rektor Universitas Sumatera Utara Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, D.T.M.&H., M.Sc. (C.T.M.), Sp.A.(K.) atas kesempatan yang diberikan kepada kami untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan program Magister.

Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara atas kesempatan menjadi Mahasiswa Program Magister pada Program Pascasarjana FMIPA Universitas Sumatera Utara.

Ketua Program Studi Magister Ilmu Fisika, Dr. Nasruddin MN, M.Eng.Sc, dan Sekretaris Program Studi Magister Ilmu Fisika Dr. Anwar Dharma Sembiring, M.S


(7)

beserta seluruh Staf Pengajar pada Program Studi Magister Ilmu Fisika Program Pascasarjana Fakultas MIPA Universitas Sumatera Utara.

Terimakasih yang tak terhingga dan penghargaan yang setinggi-tingginya penulis ucapkan kepada :

1. Bapak Dr. Nasruddin MN, M.Eng.Sc selaku Pembimbing Utama dan Bapak Prof. Drs. Mohammad Syukur, M.S selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah memberikan perhatian, dorongan, bimbingan dan arahan dengan penuh kesabaran menuntun dan membimbing penulis hingga selesainya penelitian ini.

2. Bapak Dr. Anwar Dharma Sembiring, M.S, Bapak Prof. Dr. Eddy Marlianto, M.Sc, dan Bapak Dr. Kerista Sebayang, M.S selaku penguji yang telah banyak memberikan masukan dan saran untuk menyelesaikan tesis ini.

3. Ibu Dr. Yugia Muis, M.Sc selaku Kepala Laboratorium Polimer FMIPA USU beserta staf atas fasilitas dan sarana yang diberikan selama penelitian.

4. Kepala Laboratorium Penelitian FMIPA USU, Kepala Laboratorium PTKI Medan, dan Kepala Laboratorium Penelitian FMIPA UNIMED dalam bantuannya menganalisa sampel.

5. Ayahanda Alm. Muhammad Wadin dan Ibunda Wahinah, Bapak mertua Khamisin

dan ibu mertua Khaheni yang telah memberikan do’a restu serta dorongan moril

maupun material sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan dengan baik. 6. Teristimewa terima kasih untuk istri tersayang dan tercinta Saripah Aini Selian,

S.Pd, anak-anakku terkasih Auzai Bahrul Ilmi dan Musyaffa Abrar yang rela dikurangi waktu kebersamaannya dan memberikan dorongan moril yang sangat besar sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan.


(8)

7. Abangda : Ismarudin Subhan dan istri, Ludi Sudianto dan Istri, Kakanda Sri Agustina dan suami, adik-adikku : Abdul Basir, Siti Saenah, SH.I yang sangat aku

cintai dan selalu mendo’akan serta memberikan semangat kepada penulis.

8. Seluruh rekan seperjuangan di Program Magister Ilmu Fisika angkatan 2011, yang tidak mungkin penulis sebutkan namanya satu persatu atas kekompakan dan kerjasamanya yang baik selama perkuliahan maupun selama penelitian.

9. Rekan-rekan sekalian mulai dari Pimpinan, Wakasek, dewan Guru dan staf Administrasi/Pegawai di SMK-PP Negeri Kutacane – Aceh yang telah memberikan support dan waktu yang luang sehingga terselesaikannya perkuliahan penulis ini.

10.Teman-teman Kos Kuliah Di G-29 Komplek Pamen Padang Bulan yang terus memberikan semangat pada penulis untuk menyelesaikan tesis ini.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih kurang sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pihak pembaca demi kesempurnaan tesis ini. Akhirnya penulis berharap semoga tesis ini bermanfaat bagi semua pihak untuk dipergunakan sebagaimana mestinya.

Medan, 6 Juli 2013 Penulis,


(9)

Telah diuji pada Tanggal : 6 Juli 2013

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Nasruddin MN, M.Eng.Sc

Anggota : 1. Prof. Drs. Mohammad Syukur, M.S 2. Dr. Anwar Darma Sembiring, M.S 3. Prof. Dr. Eddy Marlianto, M.Sc 4. Dr. Kerista Sebayang, M.S


(10)

PERNYATAAN ORISINALITAS

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI PLAFON GIPSUM DENGAN MENGGUNAKAN SERAT RAMI

(Boehmeria nivea (L) Gaud) DAN CAMPURAN SEMEN PPC

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa saya mengakui semua karya tesis ini adalah kerja saya sendiri kecuali kutipan dan ringkasan yang tiap satunya telah dijelaskan sumbernya dengan benar.

Medan, 6 Juli 2013

JUNAIDI MARUTO NIM. 117026009


(11)

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH

UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademika Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Junaidi Maruto

NIM : 117026009

Program Stidi : Magister Ilmu Fisika Jenis Karya Ilmiah : Tesis

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non – Ekslusif ( Non – Ekslusive Royalty Free Right ) atas Tesis saya yang berjudul :

“PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI PLAFON GIPSUM

DENGAN MENGGUNAKAN SERAT RAMI (Boehmeria nivea (L) Gaud) DAN

CAMPURAN SEMEN PPC”

Beserta perangkat yang ada ( jika diperlukan ). Dengan Hak Bebas Royalti Non – Ekslusif ini, Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan, mengalihkan media, memformat, mengelola dalam bentuk data-base, merawat dan mempublikasikan Tesis saya ini tanpa meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis dan sebagai pemegang atau sebagai pemilik hak cipta.

Demikian pernyataan ini dibuat dengan sebenarnya.

Medan, 6 Juli 2013

JUNAIDI MARUTO NIM. 117026009


(12)

RIWAYAT HIDUP

DATA PRIBADI

Nama Lengkap berikut gelar : Junaidi Maruto, S.Pd Tempat dan Tanggal Lahir : Pemalang, 5 Maret 1982

Alamat Rumah : Perumnas Badar Indah Kec. Badar, Kab.Aceh Tenggara, Kutacane.

Telepon/HP : 085260058646

Email : junaidimaruto@ymail.com

Instansi Tempat Bekerja : SMK-PP Negeri Kutacane Prov. Aceh Alamat Kantor : Jl. Kutacane-Blangkejeren Km.4 Tanah

Merah Kec. Badar Kab. Aceh Tenggara.

DATA PENDIDIKAN

SD : SDN Cot Bayu, Aceh Selatan Tamat : 1994

SMP : SLTPN 1 Trumon, Aceh Selatan Tamat : 1997 SMU : SMUN 1 Trumon, Aceh Selatan Tamat : 2000 Strata-1 : FKIP Fisika Unsyiah, Banda Aceh Tamat : 2005 Strata-2 : Program Studi Magister Fisika USU Tamat : 2013


(13)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Batasan Masalah ... 3

1.4 Tujuan Penelitian ... 4

1.5 Manfaat Penelitian ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Serat Rami ... 5

2.1.1 Struktur Molekul Rami ... 7

2.1.2 Susunan Kimia Rami ... 8

2.1.3 Bentuk Serat Rami ... 8

2.2 Pengertian Gipsum ... 9

2.3 Papan Gipsum ... 11

2.3.1 Standar Papan Gipsum ... 12

2.3.2 Jenis Papan Gipsum ... 13

2.3.3 Plafon Gipsum ... 15

2.4 Semen PPC (Portland Pozzolan Cement) ... 15

2.5 Pengujian Fisik ... 17

2.5.1 Densitas (kerapatan) ... 17


(14)

2.6 Pengujian Mekanik ... 18

2.6.1 Pengujian Kuat lentur (MOR) ... 18

2.6.2 Pengujian MOE ... 19

2.6.3 Pengujian Impak ... 20

2.6.4 Pengujian Kuat tarik ... 22

2.7 Pengujian Termal (DTA) ... 24

2.8 Pengujian XRD ... 25

2.9 Polymorphism Mineral ... 26

2.9.1 Calcite dan Aragonite ... 26

BAB III METODE PENELITIAN ... 28

3.1 Tempat Penelitian ... 28

3.2 Alat dan Bahan ... 28

3.2.1 Alat ... 28

3.2.2 Bahan ... 28

3.3 Prosedur Penelitian ... 29

3.3.1 Penyediaan Serat Rami ... 29

3.3.2 Pembuatan plafon gipsum dengan semen dan serat rami... 29

3.3.3 Proses pembuatan dan pengujian spesimen ... 31

3.4 Pengujian Sampel ... 31

3.4.1 Proses Pengujian Densitas ... 31

3.4.2 Proses Pengujian Daya Serap Air ... 32

3.4.3 Proses Pengujian Kuat lentur (MOR) ... 32

3.4.4 Proses Pengujian Modulus Elastisitas (MOE) ... 33

3.4.5 Proses Pengujian Impak ... 33

3.4.6 Proses Pengujian Kuat tarik ... 34

3.4.7 Proses Pengujian Termal dengan DTA ... 35

3.4.8 Proses Pengujian dengan XRD ... 36

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 37

4.1 Hasil Pembuatan Plafon Gipsum ... 37


(15)

4.2.1 Pengujian Densitas ... 37

4.2.2 Pengujian Daya Serap Air ... 38

4.2.3 Pengujian Kuat Lentur (MOR) ... 39

4.2.4 Pengujian Modulus Elastisitas (MOE) ... 40

4.2.5 Pengujian Impak ... 42

4.2.6 Pengujian Kuat tarik ... 43

4.2.7 Pengujian Termal dengan DTA ... 44

4.2.8 Pengujian XRD ... 48

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 51

5.1 Kesimpulan ... 51

5.2 Saran ... 52

DAFTAR PUSTAKA ... 53


(16)

DAFTAR TABEL

Nomor Tabel

Judul Halaman

2.1 Bagian Tanaman Rami dan Kandungannya 6

2.2 Sifat fisik dan kimia serat rami 8

2.3 Komposisi Gipsum 10

2.4 Spesifikasi Ukuran Papan Gipsum 13

2.5 Standar Papan Gipsum 14

3.1 Variasi Gipsum, Semen PPC dan Serat Rami dalam


(17)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Gambar

Judul Halaman

2.1 Pohon Rami 5

2.2 Struktur Molekul Serat Selulosa 8

2.3 Bentuk Serat Rami Membujur 9

2.4 Bentuk Serat Rami Melintang 9

2.5 Uji MOR dan MOE 20

2.6 Pengujian Impak dengan metode Charpy 21

2.7 Skema pengujian tarik dengan UTM 25

2.8 Difraksi Sinar-X oleh bidang atom 27

2.9 Hexagonal Sistem 29

3.1 Diagram Alir Penelitian 33

3.2 Sampel Uji Kuat Tarik 37

3.3 Alat Uji DTA 38

3.4 X-Ray Diffractometer 39

4.1 Grafik Hubungan Antara Densitas Terhadap Variasi

Sampel (Gipsum:Semen PPC:Serat Rami) 40

4.2 Grafik Hubungan Antara Persentase Daya Serap Air Dengan Variasi Sampel (Gipsum:Semen PPC:Serat

Rami) 41

4.3 Grafik Hubungan Antara Nilai Kuat Lentur Terhadap

Variasi Sampel (Gipsum:Semen PPC:Serat Rami) 43 4.4 Grafik Hubungan Antara Nilai Modulus Elastisitas

Terhadap Variasi Sampel (Gipsum:Semen PPC:Serat

Rami) 44

4.5 Grafik Hubungan Antara Harga Impak Terhadap

Variasi Sampel (Gipsum:Semen PPC:Serat Rami) 45 4.6 Grafik Hubungan Antara Kuat Tarik Terhadap Variasi

Sampel (Gipsum:Semen PPC:Serat Rami) 46

4.7 Grafik Hasil Pengukuran Uji DTA Terhadap Plafon Gipsum Untuk Sampel Gipsum:Semen PPC:Serat

Rami (65:35:0) 49

4.8 Grafik Hasil Pengukuran Uji DTA Terhadap Plafon Gipsum Untuk Sampel Gipsum:Semen PPC:Serat

Rami (65:31:4) 49

4.9 Grafik Hasil Pengukuran Uji DTA Terhadap Plafon Gipsum Untuk Sampel Gipsum:Semen PPC:Serat

Rami (65:29:6) 50

4.10 Pola X-Ray Diffraction Plafon gypsum pada


(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Lampiran

Judul Halaman

A Densitas Dari Papan Gipsum Plafon Terhadap

Sampel (Gipsum:Semen PPC:Serat Rami) L.1 B Persentase Penyerapan Air Dari Papan Gipsum

Plafon Terhadap Sampel (Gipsum:Semen PPC:Serat

Rami) L.2

C Modulus Patah Dari Papan Gipsum Plafon Terhadap

Sampel (Gipsum:Semen PPC:Serat Rami) L.3 D Modulus Elastisitas Dari Papan Gipsum Plafon

Terhadap Sampel (Gipsum:Semen PPC:Serat Rami) L.4 E Uji Impak Dari Papan Gipsum Plafon Terhadap

Sampel (Gipsum:Semen PPC:Serat Rami) L.5 F Kuat Tarik Dari Papan Gipsum Plafon Terhadap

Sampel (Gipsum:Semen PPC:Serat Rami) L.6 G Data Hasil Perhitungan Perubahan Temperatur (T)

Terhadap Sampel (Gipsum:Semen PPC:Serat Rami) L.7 H Data Hasil Analisis XRD Untuk Sampel (65:29:6) L.8

I Peak Data List Hasil analisis XRD Untuk Sampel

(65:29:6) L.9

J Foto Hasil Pencetakan Plafon Gipsum dengan Menggunakan Serat Rami dan Campuran Semen

PPC L.10

K Foto Bahan Penelitian L.11

L Foto Pengujian Mekanik dan Fisik Terhadap Sampel

Papan Gipsum Plafon L.12


(19)

DAFTAR ISTILAH

ASTM : American Standart for Testing and Material. Densitas : Ukuran kepadatan dari suatu material.

DTA : Differential Thermal Analysis, merupakan alat untuk mengidentifikasi sifat termal dari suatu senyawa.

Gipsum : Mineral yang bahan utamanya terdiri dari

hydrated calcium sulfate.

JIS : Japanese Industrial Standards.

MOE : Perbandingan antara tegangan dan regangan. MOR : Tegangan lengkung akhir sebelum terjadinya

patah dari suatu material dalam kelengkungannya. MPa : Satuan kekuatan tekan dalam satuan Mega Pascal Plafon : Interior permukaan bagian atas dari ruangan yang

digunakan untuk menutupi sebagian atau seluruh struktur dasar dari atap.

PPC : Portland Pozzolan Cement.

SNI : Standar Nasional Indonesia.

Tg : Transisi gelas atau suhu leleh dalam satuan 0C. Tm : Titik maksimum atau titik lebur dalam satuan 0C.


(20)

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI PLAFON GIPSUM DENGAN MENGGUNAKAN SERAT RAMI (Boehmeria nivea (L) Gaud) DAN

CAMPURAN SEMEN PPC

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian mengenai pembuatan dan karakterisasi plafon gipsum dengan menggunakan serat rami (Boehmeria nivea (L) Gaud) dan campuran semen PPC. Plafon gipsum dibuat dengan memvariasikan antara serat rami dan campuran semen PPC. Dalam penelitian ini, gipsum komersial digunakan sebagai pembanding. Variasi paling optimum gipsum, semen PPC dan serat rami yaitu (65:29:6). Untuk karakterisasi sifat fisik diperoleh densitas 1176 kg/m3 dan daya serap air 23,83%, namun hasil ini tidak jauh berbeda dibandingkan dengan densitas 1030 kg/m3 dan daya serap air 37,40% dari papan gipsum komersial. Untuk karakterisasi sifat mekanik dihasilkan nilai MOR (16,92 x 106 N/m2), MOE (76,04 x 106 N/m2), impak (4600 J/m2) dan kuat tarik (6,65 x 106 N/m2) yang menunjukkan hasil lebih baik dari pada nilai MOR (1,28 x 106 N/m2), MOE (6,13 x 106 N/m2), impak (2500 J/m2) dan kuat tarik (0,91 x 106 N/m2) dari papan gipsum yang komersial. Untuk karakterisasi sifat panas diperoleh suhu transisi gelas 140 0C dan titik dekomposisi 420 0C, dan menunjukkan bahwa campuran hanya terjadi ikatan secara fisis. Hasil pengujian XRD berdasarkan tiga puncak tertinggi menunjukkan adanya mineral calcite yang memenuhi sistem hexagonal.


(21)

PREPARATION AND CHARACTERIZATION OF GYPSUM CEILING WITH USING FIBER RAMI (Boehmeria nivea (L) Gaud) AND MIXED

PPC CEMENT

ABSTRACT

The research about the preparation and characterization of gypsum ceiling with using fiber rami (Boehmeria nivea (L) Gaud) and mixed PPC cement has been done. The gypsum ceiling is produced by varying fiber rami and mixed PPC cement. In this research, gypsum commercial is used as the standard of comparison. The optimum variation of gypsum, PPC cement and fiber rami is (65:29:6). The characterization for physical properties obtained by the density of 1176 kg/m3 and water absorbtion of 23,83%, but this result not too different than the commercial gypsum board is density of 1030 kg/m3 and water absorbtion of 37,40%. The characterization for mechanical properties of the resulting value of MOR (16,92 x 106 N/m2), MOE (76,04 x 106 N/m2), impact (4600 J/m2) and tensile strength (6,65 x 106 N/m2), which showed better results than the value of MOR (1,28 x 106 N/m2), MOE (6,13 x 106 N/m2), impact (2500 J/m2) and tensile strength (0,91 x 106 N/m2) of commercial gypsum board. The characterization for termal properties obtained temperature of glass transition 140 0C and a melting point of 420 0C and showed that a mixture occurred only in a physical bond only. XRD test results based on the three highest peaks indicate the presence of the mineral calcite meet hexagonal system.


(22)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dewasa ini tingkat kebutuhan masyarakat terhadap perumahan di Indonesia setiap tahun semakin meningkat sejalan dengan pertambahan penduduk dan kemajuan teknologi. Hal tersebut tentunya memicu penggunaan kayu secara besar-besaran yang akan berdampak terganggunya kelestarian hutan yang ada, sehingga dapat merusak keseimbangan alam yang pada akhirnya akan merugikan manusia. Dengan kondisi tersebut maka pemerintah memperketat pengawasan penebangan dan peredaran kayu hutan. Dipihak lain produksi kayu secara keseluruhan tidak sanggup mengejar kebutuhan tersebut, karena kayu berkualitas baik semakin berkurang dan sulit didapat dan harganya semakin tinggi pula (Budi, 2009).

Komposit adalah suatu material yang terbentuk dari kombinasi dua atau lebih material pembentuknya melalui campuran yang tidak homogen, dimana sifat mekanik dari masing-masing material pembentuknya berbeda. Dari campuran tersebut akan dihasilkan material komposit yang mempunyai sifat mekanik dan karakteristik yang berbeda dari material pembentuknya. Material komposit mempunyai sifat dari material konvensional pada umumnya dari proses pembuatannya melalui percampuran yang tidak homogen, sehingga kita leluasa merencanakan kekuatan material komposit yang kita inginkan dengan jalan mengatur komposisi dari material pembentuknya. Komposit merupakan sejumlah sistem multi fasa sifat dengan gabungan, yaitu gabungan antara bahan matriks atau pengikat dengan penguat (Nurudin,A , 2011).

Unsur utama komposit adalah serat yang mempunyai banyak keunggulan, oleh karena itu bahan komposit serat yang paling banyak dipakai. Bahan komposit serat tediri dari serat-serat yang diikat oleh matrik yang saling berhubungan.

Penggunaan bahan-bahan yang berasal dari alam saat ini banyak sekali digunakan dalam bidang material khususunya pada bidang material komposit, aplikasi


(23)

bidang material komposit tersebut pada bidang pembuatan bahan-bahan perumahan diantaranya pembuatan partisi gipsum dan plafon gipsum.

Plafon merupakan papan buatan jenis komposit yang terbuat dari partikel-partikel kayu atau bahan selulosa lainnya yang diikat dengan perekat organic dan dengan bantuan tekanan dan panas (hot press) dalam waktu tertentu (Paino, 2011).

Gipsum adalah salah satu produk jadi setelah material baku gipsum diolah melalui proses pabrik. Gipsum merupakan bahan dasar dalam pembuatan plafon yang mempunyai rumus kimia CaSO4 2H2O sehingga lebih dingin dan tahan terhadap api. Papam gipsum digunakan sebagai salah satu elemen dari dinding partisi dan plafon. Dulu sebelum papan gipsum popular, masyarakat menggunakan triplek sebagai bahan penutup plafon. Saat ini triplek menjadi material yang cukup mahal dikarenakan bahan baku triplek tersebut sudah sangat sulit didapat. Akan tetapi, masih banyak masyarakat yang belum melihat manfaat dari papan gipsum tersebut. Papan gipsum plafon merupakan interior permukaan bagian atas dari ruangan yang digunakan untuk menutupi sebagian atau seluruh struktur dasar dari atap (Simbolon,T 2011).

Plafon gipsum adalah produk jadi yang terbentuk melalui pengolahan lanjutan material gipsum (serbuk gipsum). Pengolahan plafon gipsum dapat dilakukan dengan menggunakan serat dari alam seperti serat sabut buah kelapa, sawit dengan serat tandan kosong, serbuk tempurung kelapa dan serat rami. Karena serat alam lebih murah dalam hal biaya, pengolahan dan sumber dayanya dapat diperbaharui.

Semen merupakan bahan campuran yang secara kimiawi aktif setelah berhubungan dengan air. Semen dihasilkan oleh industri yang sangat kompleks, dengan campuran serta susunan yang berbeda-beda (Mulyono, 2005).

Saat ini penggunaan serat rami sebagai bahan baku tekstil mulai mendapat perhatian, hal ini disebabkan karena sifat-sifatnya seperti kekuatan tarik, daya serap terhadap air maupun zat warna dan daya tahan kusutnya sangat baik sehingga nyaman dipakai. Pemanfaatan serat rami selain sebagai bahan baku tekstil dapat digunakan sebagai bahan dasar pulp untuk menghasilkan selulosa. Serat rami dapat juga digunakan sebagai bahan baku pembuatan komposit yang ramah lingkungan dan berpotensi menggantikan logam dan plastik (Purwati, D.R 2012).


(24)

Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk mencoba menvariasikan serat rami dengan campuran semen untuk aplikasi pada plafon gipsum.

1.2 Perumusan Masalah

Dari latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Apakah serat rami sesuai untuk dapat digunakan sebagai pengisi plafon gipsum?

2. Berapa besar peningkatan sifat mekanik, penyerapan air dan ketahanan panas plafon gipsum dengan menggunakan campuran semen?

3. Dengan pertimbangan peningkatan sifat mekanik, sifat fisis dan sifat bahan tahan air dan panas akan ditentukan komposisi serat rami untuk diaplikasikan dalam pembuatan plafon gipsum.

4. Apakah plafon gipsum yang dibuat telah memenuhi Standar? 1.3. Batasan Masalah

Dalam penelitian ini dilakukan batasan masalah yang diteliti, yaitu :

1. Komposit yang akan dibuat menggunakan gipsum sintesis sebagai matriks dengan Semen PPC dan serat kulit rami sebagai filler.

2. Susunan serat kulit rami secara acak.

3. Panjang serat acak yang digunakan sebagai filler adalah 4 cm.

4. Ukuran berat gipsum sintesis adalah (65%), sedangkan variasi persentase berat serat kulit rami dimulai dari 0 %, 2 %, 4 % , 6 %, 8 % dan 10 %, dengan variasi persentase semen PPC adalah 35 %, 33 %, 31%, 29 %, 27 %, dan 25 %.

5. Pengujian sifat fisis komposit meliputi : densitas (kerapatan) , penyerapan air dan sifat mekanik adalah berupa: uji kuat patah (Modulus Of Rapture / MOR), uji kuat lentur (Modulus Of Elastisitas / MOE) , uji tarik, uji impak , analisa DTA, dan analisa XRD.


(25)

1.4. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mengolah gipsum, serat rami, semen PPC menjadi plafon gipsum.

2. Mengetahui pengaruh jumlah fraksi volume plafon gipsum, serat rami, semen PPC terhadap sifat fisis (densitas dan penyerapan air), sifat mekanis; uji kuat patah (Modulus Of Rapture / MOR), uji kuat lentur (Modulus Of Elastisitas / MOE) , uji tarik, uji impak , analisa DTA, dan analisa XRD. 3. Mengoptimasi pembuatan dan karakteristik plafon gipsum tahan air dan

tahan bakar dengan pengisi bahan semen PPC.

1.5. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah :

1. Memberikan pemecahan masalah pemanfaatan serat rami untuk keperluan pembuatan plafon gipsum dengan bahan semen PPC sehingga plafon gipsum tahan terhadap air dan api

2. Memberi informasi pengetahuan tentang pengaruh jumlah fraksi volume plafon gipsum, serat rami, semen PPC terhadap sifat fisis (densitas dan penyerapan air), sifat mekanis; uji kuat patah (Modulus Of Rapture / MOR), uji kuat lentur (Modulus Of Elastisitas / MOE) , uji tarik, uji impak , analisa DTA, dan analisa XRD plafon gipsum.

3. Mendapatkan bahan pembuat plafon gipsum yang kuat dan tahan terhadap air dan api.


(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Serat Rami

Tanaman rami adalah tanaman tahunan berumpun yang menghasilkan serat dari kulit kayunya. Tanaman yang diduga berasal dari Cina ini secara botanis dikenal dengan nama Boehmeria nivea (L). Di Jawa Barat dikenal dengan nama haramay, sedangkan di Minangkabau dikenal dengan romin. Di Sumatera Barat disebut kelu dan di Sulawesi dikenal gambe. Dalam perdagangan internasional tanaman ini dikenal dengan sebutan ramie. Adapun sistematika botani tanaman rami dan gambar pohon rami (Gambar 2.1) adalah sebagai berikut.

Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliosida Subkelas : Hammamelidae Ordo : Urticales Famili : Urticaceae Genus : Boehmeria

Spesies : Boehmeria nivea (Musaddad, 2007)


(27)

Tanaman rami (Boehmeria nivea, L. Gaud) merupakan salah satu tanaman penghasil serat alam yang dapat menjadi sumber bahan baku produk tekstil seperti halnya kapas karena memiliki kemiripan dengan kapas, bedanya kapas merupakan serat pendek sedangkan rami adalah serat panjang. Dibanding dengan kapas, serat rami lebih kuat, mudah menyerap keringat dan tidak mudah kena bakteri atau jamur. Selain diambil serat dari kulit batangnya, semua bagian tanaman rami dapat dimanfaatkan. Akar tanaman (rhizome) dapat digunakan sebagai bahan tanaman (bibit) untuk pengembangan rami, daunnya dapat sebagai pakan ternak, sedangkan kulit batang dan kayunya dapat digunakan untuk bahan baku pulp maupun kompos (Musaddad, 2007).

Rami tidak sekadar tanaman penghasil serat, tetapi memiliki manfaat lain. Bahkan, rami bisa digolongkan sebagai komoditas zero waste. Artinya, limbah hasil olahan yang berupa serat dapat diolah menjadi berbagai produk alternatif. Tidak hanya limbah olahan, seluruh bagian tanaman rami yang tidak diolah bisa dijadikan produk dengan nilai ekonomi tinggi. Pemanfaatan bagian lain dari tanaman rami selain sebagai penghasil serat karena memiliki kandungan seperti dipaparkan dalam Tabel 2.1 berikut.

Tabel 2.1 Bagian Tanaman Rami dan Kandungannya

Bagian Tanaman Kandungan

Daun Berat kering (19,56%), protein kering (26,38%), serat kasar (16,24%), lemak kering (3,04%), kalori (4659,13

kalori/gram), N (2,94%), C organik (27,61%), C/N ratio (9), bahan organik (47,76%), P (0,3%), K (2,2%), Mg (0,45%), S (0,19%), Cu (7,95 ppm), Zn (10,68 ppm), Mo (1,43 ppm)

Pucuk daun Protein (9,46%), lemak (0,96%), tanin (1,68%), vitamin C (1904,6 ppm), total asam (1,25 %), total gula (0,15%) Batang dan akar N (0,84%), C organik (37,88%), C/N ratio (45), bahan

organik (65,53%), P (80%), K (1,06%), Mg (0,51%), S (20 ppm), Zn (4,77 ppm)

Sumber: Musaddad, M.A (2007).

Rami (Boehmeria nivea, L. Gaud.) merupakan tanaman yang memiliki potensi tinggi. Serat rami dapat diolah menjadi kain fashion berkualitas tinggi, karena


(28)

memiliki karakter mirip dengan serat kapas. Selain itu, serat rami merupakan bahan untuk pembuatan selulosa berkualitas tinggi (selulose α). Daunnya merupakan bahan kompos dan pakan ternak yang bergizi tinggi, kayunya baik untuk bahan bakar (Purwati, 2012).

Prospek pengembangan pasar untuk serat rami sangat baik karena harga jual yang relatif tinggi. Indonesia memiliki potensi yang cukup besar untuk mengembangkan rami karena memiliki lahan yang relatif luas dan iklim yang cocok untuk tanaman rami. Rami sangat cocok dikembangkan di Indonesia bagian barat yang beriklim basah karena tanaman ini memerlukan curah hujan sepanjang tahun. Pemasaran serat rami cukup luas di dalam maupun di luar negeri, mulai dari serat mentah (China grass), serat panjang hasil di gumming ( ramie raw ), serat pendek ( ramie stafle fibre ) maupun serat panjang ( ramie top ). Saat ini pangsa pasar konsumen serat rami dunia sekitar 350.000 ton dan diperkirakan kebutuhan serat rami dunia terus menaik hingga 400.000 – 500.000 ton/tahun (Anonim, 2007).

Serat dari batang tanaman rami sebenarnya memiliki beberapa keunggulan, antara lain kualitas tekstil yang dihasilkan cukup baik karena memiliki kehalusan serat (dyener) seperti halnya kapas. Serat rami juga memiliki tingkat elastisitas yang baik dan lebih sejuk bila dipakai. Serat rami juga dapat dijadikan sebagai campuran bahan kain lainnya, seperti katun, rayon, linen, dan polyester. Dibandingkan dengan kapas, serat rami lebih kuat sehingga banyak dimanfaatkan untuk bahan pakaian atau perlengkapan militer. Bahkan, sudah ada penelitian yang menyebutkan bahwa serat rami anti peluru (Musaddad, 2007).

2.1.1 Struktur Molekul Rami

Rami merupakan serat tumbuh-tumbuhan jenis Boehmeria Nivea. Selulosa mempunyai rumus (C6H10 O5)n, dimana “n” merupakan derajat polimerisasinya dan sebagian besar serat rami (68,6 % - 76,2 %) terdiri dari selulosa. Analisa Frenderberg, Haworth dan Braun dalam buku Tekstil Fiber menunjukkkan bahwa selulosa dibentuk oleh cindin glukosa, sehingga dapat disebutkan bahwa struktur serat selulosa merupakan kesatuan dari anhydro glukosa yang dihubungkan satu dengan yang


(29)

lainnya oleh jembatan oksigen pada kedudukan 1 – 4(Evgust, 2011), seperti ditunjukkan pada Gambar 2.2 berikut.

Gambar 2.2 Struktur Molekul Serat Selulosa 2.1.2 Susunan Kimia Rami

Analisa kimia memperlihatkan bahwa selulosa merupakan komponen utama dari serat rami. Komposisi kimia serat rami dapat dilihat pada Tabel 2.2 berikut :

Tabel 2.2 Sifat fisik dan kimia serat rami

Karakter Nilai

Selulosa (% berat) 68,6 – 76,2

Lignin (% berat) 0,6 – 0,7

Hemiselulosa (% berat) 13,1 – 16,7

Pektin (% berat) 1,9

Lilin (% berat) 0,3

Sudut mikrofibril ( 0 ) 7,5

Kadar air (% berat) 8,0

Kerapatan (mg/m3) 1,5

Sumber : Purwati, D.R (2012) 2.1.3 Bentuk Serat Rami

Bentuk serat rami terdiri dari membujur dan melintang, jika membujur bentuk memanjang seperti silinder dengan permukaan bergaris – garis dan berkerut-kerut membentuk benjolan-benjolan kecil dan jika melintang bentuk lonjong memanjang dengan dinding sel yang tebal dan lumen yang pipih. Ujung sel tumpul dan tidak berlumen (Evgust, 2011). Gambar serat rami membujur dan melintang dapat dilihat pada Gambar 2.3 dan Gambar 2.4 berikut.


(30)

Gambar 2.3 Bentuk Serat Rami Membujur

Gambar 2.4 Bentuk Serat Rami Melintang 2.2. Pengertian Gipsum

Gipsum adalah batu putih yang terbentuk karena pengendapan air laut. Gipsum merupakan mineral terbanyak dalam batuan sedimen, lunak bila murni. Merupakan bahan baku yang dapat diolah menjadi kapur tulis. Dalam dunia perdagangan biasanya gipsum mengandung 90% CaSO4.2H2O.

Menurut Suhala, S et al (1997: 186) ”Gipsum adalah salah satu bahan galian industri yang mempunyai kegunaan cukup penting di sektor industri, kontruksi maupun bidang kedokteran; baik sebagai bahan baku utama maupun bahan baku


(31)

Tabel 2.3 Komposisi Gipsum

Bahan Kandungan (%)

Kalsium (Ca) 23,28

Hidrogen (H) 2,34

Kalsium Oksida (CaO) 32,57

Air (H2O) 20,39

Sulfur (S) 18,62

Sumber: (Salon S, 2009)

Gipsum ada di mana-mana. Gipsum adalah mineral sulfat yang paling umum diatas bumi. Secara teknik, gipsum dikenal sebagai zat kapur sulfate. Dengan perlakuan panas, tekanan, percampuran dengan unsur-unsur yang lain dapat menghasilkan berbagai jenis gipsum. Gipsum adalah zat kapur sulfate (CaSO4). Alam menyediakan dua macam gipsum yaitu anhidrit dan dehydrate. Dehydrate (CaSO4 + 2H2O) berisi dua molekul dan air sedangkan anhidrit (CaSO4) tidak berisi molekul air. Gipsum yang disuling disebut dengan anhidrit dibentuk dari 29,4 % zat kapur (Ca) dan 23,5 % belerang (S). Secara kimiawi, satu-satunya perbedaan antara kedua jenis gipsum ini adalah dua molekul air yang ada dalam senyawanya.

Pada umumnya, gipsum mempunyai air yang dihubungkan dalam struktur molekular (CaSO4.2H2O) dan kira-kira 23,3 % Ca dan 18,5 % S. Gipsum adalah garam yang netral dari suatu cuka yang kuat dan tidak meningkatkan atau mengurangi kadar keasaman.

Gipsum digunakan untuk pembuatan bangunan plester, papan dinding, ubin, sebagai penyerap untuk bahan-kimia, sebagai pigmen cat dan perluasan, dan untuk pelapisan kertas. Gypsum california alami, berisi 15% - 20% belerang, digunakan untuk memproduksi ammonium sulfate untuk pupuk. Gipsum juga digunakan untuk membuat asam belerang dengan pemanasan sampai 20000F (10930C) dalam permukaan tertentu. Resultan calsium sulfida bereaksi untuk menghasilkan kapur perekat dan sulfuricacid.

Gipsum mentah juga digunakan untuk campuran portland semen. Warna sebenarnya adalah putih, tetapi mungkin saja diwarnai kelabu, warna coklat, atau merah. Berat jenisnya adalah 2.28 - 2.33 dan kekerasan Mohs 1,5 - 2. Gipsum menjadi


(32)

kering ketika dipanaskan sekitar 374oF (190oC), membentuk hermihydrate

2CaSO4.H2O, yang merupakan dasar dari kebanyakan plester gipsum. Disebut sebagai

gypsum calcined, pada saat digunakan untuk pembuatan hiasan, bahan gypsum calcined dicampur dengan air, membentuk sulfate hydrated yang akan mengeraskan.

Palestic adalah gipsum yang dicampur dengan ureaformalidehyde damar dan suatu katalisator. calcium sulfate tanpa air kristalisasi digunakan untuk pengisi kertas dengan nama pearl filler. Terra alba adalah nama asal untuk gipsum sebagai pengisi cat.

Zat kapur (sulfate) yang tak berair di dalam bubuk atau format berisi butiran kecil akan menyerap 12-14% berat airnya dan digunakan untuk mengeringkan bahan kimia dan gas. Gipsum bisa digunakan kembali dengan pemanasan. Anhidrit adalah zat kapur tak berair (sulfate). Anhidrit digunakan untuk memproduksi belerang, dioksida belerang, dan ammonium sulfate. Banyak gypsum calcined, digunakan sebagai gipsum untuk memplester dinding. Untuk penggunaan seperti itu, dicampur dengan kapur perekat air atau lem air dan pasir. Papan dinding gipsum atau eternity berupa papan atau lembaran, campuran dari gypsummixed lebih dari 15% serabut, biasanya dipasang pada langit-langit rumah. Butir yang terdapat di dalamnya tahan terhadap api karena menggunakan suatu tiruan wood-grain untuk permukaan dinding.

Scott’s semen adalah suatu plester untuk perekat dengan gypsum calcined dan dapat merekat dengan cepat.

Gipsum dapat berubah secara perlahan-lahan menjadi hemihidrat (CaSO4.0.5H2O) pada suhu 900C. Bila dipanaskan atau dibakar pada suhu 1900C– 2000C akan menghasilkan kapur gipsum atau stucco yang dikenal dalam perdagangan sebagai plester paris. Pada suhu yang cukup tinggi yaitu lebih kurang 5340C akan dihasilkan anhydrite (CaSO4) yang tidak dapat larut dalam air dan dikenal sebagai gipsum mati.

Saat ini gipsum sebagai bahan bangunan digunakan untuk membuat papan gypsum dan profil pengganti triplek dari kayu. Papan gipsum profil adalah salah satu produk jadi setelah material gipsum diolah melalui proses pabrikasi menjadi tepung. Papan gipsum profil digunakan sebagai salah satu elemen dari dinding partisi dan plafon (Simbolon, 2011).


(33)

Material gipsum tidak membahayakan bagi kesehatan manusia, sebagai faktanya banyak pengobatan modern dengan gipsum sudah dimulai sejak dulu dimana gipsum digunakan sebagai pengisi pencetakan gigi dalam bidang kedokteran (Noerdin, 2003).

2.3 Papan Gipsum

Papan gipsum adalah nama generik untuk keluarga produk lembaran yang terdiri dari inti utama yang tidak terbakar dan dilapisi dengan kertas pada permukaannya. Selain untuk plafon, gipsum biasa dipakai dinding partisi seperti skat kamar dan lining wall (penutup tembok). Hanya saja gipsum tak bisa diaplikasikan untuk eksterior, kolom dinding atau penahan beban. Gipsum ini hanya untuk interior yang tidak berkaitan dengan struktur bangunan. Kekuatan papan gipsum berbanding lurus dengan ketebalannya (Simbolon, 2011).

Bagian inti papan gipsum yang dibawah memiliki tegangan. Bagian atas inti papan gipsum tertekan oleh gaya yang diakibatkan oleh berat panel, beban yang diberikan pada bagian belakang papan dan gravitasi. Papan gipsum memanfaatkan kekuatan yang terdapat pada inti dan menambah kekuatannya dengan kertas berkekuatan tarik tinggi. Kertas pada permukaan gipsum dipergunakan sebagai penguat komposit dan menjadi bagian penting dari kekuatan ultimate dan kemampuan panel (Anonim, 2004).

Berdasarkan SNI 03-6384-2000 tentang spesifikasi panel atau papan gypsum, memberikan ukuran atau standar nominal (toleransi) untuk papan gypsum, dengan rincian pada tabel 2.4 sebagai berikut :


(34)

Tabel 2.4 Spesifikasi Ukuran Papan Gipsum

NO Tebal (mm) Panjang (mm) Lebar (mm) Keterangan

1 6,4 1200-3700

2 8 1200-4300 Untuk toleransi :

3 9,5 1200-4900 Tebal ± 0,8 mm

4 12,7 1200-4900 1200-1370 Panjang ± 6,4 mm

5 15,9 1200-4900 Lebar ± 2,4 mm

6 19 -

7 25 -

2.3.1 Standar Papan Gipsum

Standar merupakan sesuatu yang ditetapkan untuk digunakan sebagai dasar pembanding dalam pengukuran atau penilaian terhadap kapasitas, kuantitas, isi, luas, nilai dan kualitas (Guralnik, 1997). Sehubungan dengan hal tersebut, maka pada penelitian ini digunakan standar papan gipsum dari JIS A 5908 (JIS, 2003) sebagai pembanding terhadap mutu papan gipsum yang dihasilkan, selain itu digunakan juga standar SNI 03-2105-2006 (papan partikel) (BSN, 2006) dan Standar Jayaboard komersial (Simbolon, T 2011). Dengan demikian standar tersebut dapat memberikan gambaran apakah papan gipsum yang dihasilkan telah memiliki mutu sesuai standar atau tidak. Tabel 2.5 berikut menunjukkan nilai spesifik karakteristik papan tiruan dari tiga buah standar.


(35)

Tabel 2.5 Standar Papan Gipsum

Sifat Papan Standar

JIS A 5908-2003 SNI 03-2105-2006

Jayaboard

Kerapatan (kg/m3) 400 – 900 Maks 1000 1030

*kadar air (%) 5 – 13 Maks 10 -

*Penyerapan air (%) 45,29 – 62,31 Maks 50 37,4

Pengembangan tebal (%) Maks 12 - -

Modulus Of Elastisitas / MOE ( x 106 N/m2 )

Min 1962 - 6,13

Modulus Patah / MOR ( x 106 N/m2 )

Min 7,85 9,81 - 13,73 1,28 Nilai Kuat Tarik (x 106

N/m2 )

- - 0,91

Nilai Impak (J/m2) - - 2500

Internal bond (N/m2) Min 0,15 - -

Kuat Pegang sekrup (kg) Min 30 - -

*Setelah direndam air selama 24 jam pada suhu kamar Keterangan : JIS A 5908-2003 (Papan partikel) SNI 03-2105-2006 (Papan Partikel)

Jayaboard – 2011 (Papan Partikel, Simbolon, T 2011) 2.3.2 Jenis Papan Gipsum

Papan gipsum merupakan alternatif yang tepat untuk menggantikan triplek dan dapat diklasifikasikan dari jenis performa papan dan ketebalannya sebagai berikut: 1. Papan Gipsum Standar

Papan gipsum ini merupakan varian umum dari papan gipsum tebal yang tersedia yaitu 9 mm, 12 mm dan 15 mm (SNI 03-6384-2000).


(36)

2. Papan Gipsum Tahan Kelembaban

Papan gipsum ini mempunyai performa ketahanan terhadap kelembaban, cocok digunakan untuk daerah-daerah yang lembab dalam bangunan seperti dapur, toilet dan gudang. Bila papan gipsum ini digunakan sebagai dinding kamar mandi, maka disarankan untuk dilapisi oleh keramik dinding, tahan kelembaban bukan berarti tahan air. Tebal yang tersedia 9 mm, 12 mm dan 15 mm (SNI 03-6384-2000).

3. Papan Gipsum Tahan Benturan

Papan gipsum ini mempunyai performa ketahanan terhadap benturan, dimana benturan-benturan yang dimaksud adalah benturan dari tubuh manusia, trolly, kursi, meja dan sebagainya. Papan gipsum ini cocok dipergunakan dikoridor, ruang fitness, dinding kamar rumah sakit dan sebagainya. Tebal yang tersedia yaitu 12 mm dan 15 mm (SNI 03-6384-2000).

4. Papan Gipsum Tahan Api

Papan gipsum ini mempunyai performa ketahanan terhadap api, durasi ketahanan apinya tergantung dari system, dinding partisi yang digunakan. Tebal yang tersedia yaitu 12 mm dan 15 mm (SNI 03-6384-2000).

Selain jenis papan gipsum diatas ada pula produk papan gipsum yang difungsikan untuk memperbaiki kualitas akustik ruang dan biasanya dibuat berlubang-lubang. Dengan semua variasi papan gipsum diatas dan kehebatan-kehebatannya sayang sekali bila pola pembangunan masih menggunakan bahan dari kayu (triplek). Dengan mengurangi penggunaan produk kayu berarti sudah berpartisipasi dalam membantu konservasi alam dan ikut mengurangi tingkat pemanasan global (Anonim, 2010).

2.3.3 Plafon Gipsum

Plafon atau sering disebut juga langit-langit merupakan bidang atas bagian dalam dari ruangan bangunan ( rumah ). Fungsi dari pada langit-langit atau plafon adalah :


(37)

b. Untuk menahan kotoran yang jatuh dari bidang atap.

c. Untuk menahan percikan air hujan, agar ruangan dan isinya selalu terlindungi.

d. Supaya ruangan di bawah atap selalu tampak bersih.

e. Menambah estetika ruangan, karena konstruksi plafon bisa dibuat beraneka macam bentuk.

Plafon adalah bagian konstruksi merupakan lapis pembatas antara rangka bangunan dengan rangka atapnya, sehingga bisa sebagai atau dapat dikatakan tinggi bangunan dibawah rangka atapnya (Rahmadi, 2011).

Plafon merupakan bagian dari interior yang harus didesain sehingga ruangan menjadi sejuk dan enak dipandang (artistik). Plafon sebagai batas tinggi suatu ruangan tentunya ketinggian dapat diatur disesuaikan dengan fungsi ruangan yang ada. Umpamanya; untuk ruang tamu pada sebuah rumah tinggal cenderung tinggi plafon direndahkan, begitu juga ruang keluarga atau ruang makan, agar mempunyai kesan lebih familier dan bersahabat.

Plafon berfungsi juga sebagai isolasi panas yang datang dari atap atau sebagai penahan perambatan panas dari atap (aluminium foil). Plafon dapat juga sebagai meredam suara air hujan yang jatuh diatas atap, terutama pada penutup atap dari bahan logam. Plafon sebagai finishing (elemen keindahan), mempunyai tempat untuk menggantungkan bola lampu, sedang bagian atasnya untuk meletakkan kabel –kabel listriknya (sparing instalasi).

2.4 Semen PPC (Portland Pozzolan Cement)

Semen adalah bahan yang mempunyai sifat adhesif dan kohesif digunakan sebagai bahan pengikat (Bonding material) yang dipakai bersama batu kerikil, pasir, dan air. Semen Portland akan mengikat butir-butir agregat (halus dan kasar) setelah diberi air dan selanjutnya akan mengeras menjadi suatu massa yang padat. Portland Cement merupakan bahan utama atau komponen beton terpenting yang berfungsi sebagai bahan pengikat an-organik dengan bantuan air dan mengeras secara hidrolik.


(38)

Portland Cement inilah yang dapat menyatukan antara agregat halus dan agregat kasar sehingga mengeras menjadi beton. Adapun komponen–komponen bahan baku Portland cement yang baik Menurut Sagel et al (1994:1) “Semen Portland adalah semen hidrolis yang terutama terdiri dari silikat-silikat kalsium yang bersifat hidrolis bersama bahan-bahan tambahan yang biasa digunakan yaitu gypsum”.

Menurut Nawy (1990) dalam Mulyono (2005) memberikan pengertian semen portland (PC) dibuat dari serbuk halus mineral kristalin yang komposisi utamanya adalah kalsium atau batu kapur (CaO), Alumunia (Al2O3), Pasir silikat (SiO2) dan bahan biji besi (FeO2) dan senyawa-senyawa MgO dan SO3, penambahan air pada mineral ini akan menghasilkan suatu pasta yang jika mengering akan mempunyai kekuatan seperti batu. Apabila butiran-butiran Portland Cement berhubungan dengan air, maka butiran-butiran tersebut akan pecah-pecah dengan sempurna sehingga menjadi hidrasi dan membentuk adukan semen. Jika adukan tersebut ditambah dengan pasir dan kerikil yang diaduk bersama akan menghasilkan adukan beton. Mulyono (2005) mengatakan, “Semen portland adalah sebagai bahan pengikat yang melihat

dengan adanya air dan mengeras secara hidrolik”.

Menurut Murdock et al (1991) mengatakan : Semen adalah suatu jenis bahan yang memiliki sifat (adhesif) dan kohesif (cohesive) yang memungkinkan melekatnya fragmen-fragmen mineral menjadi suatu massa yang padat. Meskipun definisi ini dapat diterapkan untuk banyak jenis bahan, semen yang dimaksudkan untuk konstruksi beton bertulang adalah bahan jadi dan mengeras dengan adanya air yang dinamakan semen hidrolis (hidrolic cements). Untuk pembuatan beton digunakan semen portland dan semen portland pozzolan.

Semen Portland pozzolan (SPP) atau dikenal juga sebagai Portland Pozzolan Cement (PPC) adalah merupakan semen hidrolisis yang terdiri dari campuran yang homogen antara semen Portland dengan bahan pozzolan (Trass atau Fly Ash) halus, yang diproduksi dengan menggiling klinker semen Portland dan bahan pozzolan bersama-sama atau mencampur secara merata semen Portland dan bahan pozzolon atau gabungan antara menggiling dan mencampur.

Semen portland pozzolan (semen PPC) adalah campuran semen portland dan bahan-bahan yang bersifat pozzolan seperti terak tanur tinggi dan hasil residu PLTU.


(39)

Semen jenis ini biasanya digunakan untuk beton yang diekspos terhadap sulfat. Semen portland pozzolan dihasilkan dengan mencampurkan bahan semen portland dan pozzolan (15-40% dari berat total campuran), dengan kandungan SiO2 + Al2O3 + Fe2O3 dalam pozzolan minimum 70% (SK.SNI T-1991-03:2 dalam Mulyono, 2005: 46). Semen portland pozzolan (PPC) moderate sulphate resistance memenuhi SNI 15-0302-2004 dan ASTM C 595-08, jenis semen ini untuk kontruksi umum dan tahan terhadap sulfat dan panas hidrasi sedang (Mulyono, 2005).

2.5. Pengujian Fisik

2.5.1. Densitas (kerapatan)

Densitas merupakan ukuran kepadatan dari suatu material. Ada dua macam densitas yaitu : bulk density dan densitas teoritis (true density). Dalam hal ini yang diukur adalah bulk density, merupakan densitas sampel yang berdasarkan volume sampel termasuk dengan rongga atau pori.

Bulk density untuk benda padatan yang besar dengan bentuk yang beraturan, bentuk dan volume sampel dapat diukur dengan cara mengukur dimensinya. Sedangkan untuk bentuk yang tidak beraturan maka bulk density ditentukan dengan

metode Archimedes (Rahmadi, 2011), yaitu dengan persamaan :

air t g k k x M M M M  ) (  

 ... (2.1) Dimana :  = Densitas sampel uji (kg/m3)

air = Densitas air (kg/cm3)

Mk = Massa kering sampel uji (kg)

Mg = Massa ketika sampel uji digantung dalam air (kg) Mt = Massa tali penggantung (kg)

2.5.2 Daya Serap Air

Untuk metode pengujian daya serap air ini mengacu pada ASTM C 20-00-2005 dan SNI 01-4449-2006. Dimana pengujian ini dilakukan untuk mengetahui besarnya persentase penyerapan air oleh papan gipsum plafon. Metode pengujian ini dilakukan dengan melakukan perendaman terhadap sampel papan gipsum plafon untuk waktu


(40)

perendaman selama 24 jam (1 hari). Untuk menentukan besarnya nilai penyerapan air (Simbolon, 2011), dapat menggunakan persamaan sebagai berikut :

( )x100%

M M M PA k k b

... (2.2)

Dimana :

PA = Nilai penyerapan air (%) Mb = Massa basah (kg)

Mk = Massa kering (kg) 2.6 Pengujian Mekanik

2.6.1 Pengujian Kuat Lentur (MOR)

Kekuatan lentur atau Modulus of Rufture (MOR) dapat didefenisikan sebagai kemampuan material untuk menahan deformasi dibawah beban hingga bengkok sebelum patah. Tekanan fleksural pada dasarnya adalah kombinasi dari gaya tekan dan gaya tarik. Kuat lentur merupakan besaran dalam bidang teknik yang menunjukkan beban maksimum yang dapat ditahan oleh material (dalam hal ini adalah papan komposit) persatuan luas. Kuat lentur bekerja pada batas proporsional atau daerah elastis (Sudarsono, 2010).

Pengujian kuat lentur dari papan gipsum plafon mengacu pada SNI 03-2105-2006. Untuk menentukan nilai kuat lenturnya dapat menggunakan persamaan sebagai berikut : 2 2 3 T L S P F l

l

... (2.3)

Dimana :

Fl = Nilai kuat lentur / Nilai MOR (N/m2) Pl = Beban lentur (N)

S = Jarak penyangga (m) L = Lebar benda uji (m) T = Tebal benda uji (m)


(41)

Contoh uji yang digunakan berukuran (150 x 10 x 10) mm pada kondisi kering udara dengan pola pembentukan seperti gambar 2.5 berikut :

P

120 mm 150 mm

Gambar 2.5 Uji MOR dan MOE 2.6.2 Pengujian MOE

Modulus elastisitas atau MOE (Modulus of Elasticity) merupakan tegangan lengkung akhir sebelum terjadinya patah dari suatu material dalam kelengkungannya, dan itu sering digunakan untuk membandingkan material satu dengan yang lainnya.

Benda uji sebelum dilakukan pengujian harus memenuhi persyaratan antara lain yaitu benda uji harus sama jenisnya, benda uji bebas cacat (papan tidak retak, tidak rapuh, dan kadar air maksimum 20%), jumlah benda uji minimum 2 buah untuk setiap jenis papan gipsum (Anonim, 2011).

Pengujian MOE dari papan gipsum plafon mengacu pada SNI 03-2105-2006. Untuk menentukan nilai MOE nya (Simbolon, 2011), dapat menggunakan persamaan sebagai berikut :

Y P x T L

S

F E

E 3

3

4

... (2.4)

Dimana :

FE = Nilai MOE (N/m2) S = Jarak penyangga (m) L = Lebar benda uji (m) T = Tebal benda uji (m) PE = Beban patah (N)


(42)

2.6.3 Pengujian Impak

Pengujian impak merupakan suatu pengujian yang mengukur ketahanan bahan terhadap beban kejut. Inilah yang membedakan pengujian impak dengan pengujian tarik dan kekerasan dimana pembebanan dilakukan secara perlahan-lahan. Pengujian impak merupakan suatu upaya untuk mensimulasikan kondisi operasi material yang sering ditemui dalam perlengkapan transportasi atau kontruksi dimana beban tidak selamanya terjadi secara perlahan-lahan melainkan datang secara tiba-tiba, contoh deformasi pada bumper mobil pada saat terjadinya tumbukan kecelakaan.

Prinsip dasar pengujian impak ini adalah penyerapan energi potensial dari pendulum beban yang berayun dari suatu ketinggian tertentu dan menumbuk benda uji sehingga benda uji mengalami deformasi. Gambar 2.6 dibawah ini memberikan ilustrasi suatu pengujian impak dengan metode Charpy.

Gambar 2.6 (a) Alat Pengujian Impak (b) Skema Pengujian Impak Pada pengujian impak ini banyaknya energi yang diserap oleh bahan untuk terjadinya perpatahan merupakan ukuran ketahanan impak atau ketangguhan bahan tersebut. Pada gambar diatas dapat dilihat bahwa setelah benda uji patah akibat

deformasi, bandul pendulum melanjutkan ayunannya hingga posisi h’. Bila bahan

tersebut tangguh yaitu makin mampu menyerap energi lebih besar maka makin rendah

posisi h’. Suatu material dikatakan tangguh bila memiliki kemampuan menyerap beban kejut yang besar tanpa terjadinya retak atau terdeformasi dengan mudah.

Pada pengujian impak, energi yang diserap oleh benda uji biasanya dinyatakan dalam satuan Joule dan dibaca langsung pada skala (dial) penunjuk yang telah


(43)

dikalibrasi yang terdapat pada mesin penguji. Harga impak (HI) suatu bahan yang diuji dengan metode Charpy (Yuwono, 2009) menggunakan persamaan sebagai berikut :

A E

HI ...…….(2.5) Dimana :

E = Energi yang diserap (J) A = Luas penampang (m2) HI = Harga Impak (J/m2)

Benda uji Charpy memiliki luas penampang lintang bujur sangkar (10 x10 mm) dan memiliki takik (notch) berbentuk V dengan sudut 450, dengan jari-jari dasar 0,25 mm dan kedalaman 2 mm. Serangkaian uji Charpy pada satu material umumnya dilakukan pada berbagai temperatur sebagai upaya untuk mengetahui temperatur transisi.

Takik (notch) dalam benda uji standar ditujukan sebagai suatu konsentrasi tegangan sehingga perpatahan diharapkan akan terjadi dibagian tersebut. Selain berbentuk V dengan sudut 450 , takik dapat pula dibuat dengan bentuk lubang kunci (key hole). Pengukuran lain yang biasa dilakukan dalam pengujian impak Charpy adalah penelaah permukaan perpatahan untuk menentukan jenis perpatahan (fracografi) yang terjadi.

Secara umum sebagaimana analisis perpatahan pada benda hasil uji tarik maka perpatahan impak digolongkan menjadi 3 jenis, yaitu:

1. Perpatahan berserat (fibrous fracture), yang melibatkan mekanisme pergeseran bidang-bidang kristal didalam bahan (logam) yang ulet (ductile). Ditandai dengan permukaan patahan berserat yang berbentuk dimpel yang menyerap cahaya dan berpenampilan buram.

2. Perpatahan granular/kristalin, yang dihasilkan oleh mekanisme pembelahan (cleavage) pada butir-butir dari bahan (logam) yang rapuh (brittle). Ditandai dengan permukaan patahan yang datar yang mampu memberikan daya pantul cahaya yang tinggi (mengkilat).


(44)

3. Perpatahan campuran (berserat dan granular), merupakan kombinasi dua jenis perpatahan diatas (Yuwono, 2009).

2.6.4 Pengujian Kuat Tarik.

Pengujian kuat tarik bertujuan untuk mengetahui kekuatan maksimum suatu material bila dikenai beban. Pengujian ini dilakukan dengan menarik spesimen dikedua ujungnya hingga putus. Hasil yang didapat dari uji tarik adalah beban maksimum yang dapat ditahan dengan kemuluran material. Biasanya hasil pengujian dituliskan dalam bentuk gaya persatuan luas (Simbolon, 2011).

Pengujian kuat tarik ini mengacu pada SNI 03-2105-2006, setelah dilakukan pengujian akan diperoleh nilai P maksimumnya, yang kemudian ditentukan nilai kuat tariknya (Gere, J.M et al, 1997), dengan mengunakan persamaan sebagai berikut :

A P

 ...…….(2.6) Dimana :

 = Nilai kuat tarik (N/m2) P = Beban maksimum (N) A = Luas penampang (m2)

Selain tegangan tarik hasil lain yang didapat dan diuji tarik adalah regangan material sebelum putus (Gere, J.M et al, 1997), seperti pada persamaan berikut:

L L L L

 

 1

 ...….(2.7) Dimana :

 = Regangan

L = Panjang sebelum uji tarik (m) L1 = Panjang setelah uji tarik (m)

Modulus young’s merupakan ukuran kekakuan material. Semakin kaku suatu


(45)

dari gaya ikatan antar atom, oleh karena itu modulus elastis suatu material tidak dapat berubah tanpa mengubah sifat alami material itu sendiri.

Dari tegangan dan kemuluran material didapat suatu modulus yang biasa disebut modulus young’s (Gere, J.M et al, 1997), dengan persamaan berikut ini :

 

E ..…….(2.8) Dimana :

E = Modulus Young’s

 = Nilai uji kuat tarik (N/m2)  = Regangan

Pada uji tarik benda uji diberi beban gaya tarik sesumbu yang bertambah secara kontinu, bersamaan dengan itu dilakukan pengamatan mengenai perpanjang yang dialami benda uji dengan extensometer, seperti terlihat pada gambar 2.7 berikut.

Gambar 2.7 Skema pengujian tarik dengan UTM 2.7 Pengujian Termal (DTA)


(46)

Pengujian termal dilakukan untuk mengetahui intensitas tahanan termal panel dinding dengan cara pengujian termal terhadap bahan dinding tersebut. Sampai pada suhu berapa panas berpengaruh pada bahan komposit. Sifat termal dilakukan karena sifat ini penting untuk menentukan sifat mekanis bahan polimer. Metoda yang dapat digunakan dalam pengujian termal adalah Differential Thermal Analysis (DTA).

DTA adalah salah satu tehnik yang dapat mencatat perbedaan antara suhu sampel dan senyawa pembanding baik terhadap waktu atau suhu saat kedua spesimen dikenai kondisi suhu yang sama dalam sebuah lingkungan yang dipanaskan atau didinginkan pada laju terkendali. DTA digunakan untuk menentukan temperatur kritis (Tg) dan perubahan temperatur (T), dengan ukuran sampel berkisar 30 mg (Stevens, 2001).

Analisis termal bukan saja mampu untuk memberikan informasi tentang perubahan fisik sampel (misalnya titik leleh dan penguapan), tetapi terjadinya proses kimia yang mencakup polimerisasi, degradasi, dekomposisi, dan sebagainya. Dalam bidang campuran polimer (poliblen) pengamatan suhu transisi kaca (Tg) sangat penting untuk meramalkan interaksi antara rantai dan mekanisme pencampuran beberapa polimer.

Campuran polimer yang homogen akan menunjukkan satu puncak Tg (eksotermis) yang tajam dan merupakan fungsi komposisi. Tg campuran biasanya berada diantara Tg. Dari kedua komponen, karena itu pencampuran homogen digunakan untuk menurunkan Tg, seperti halnya plastisasi dengan pemlastis cair (Rahmadi, 2011).

Pencampuran polimer heterogen ditunjukkan untuk menaikkan ketahanan bentur bahan polimer, seperti modifikasi karet dengan resin ABS. Campuran polimer heterogen ini ditandai dengan beberapa puncak Tg, karena disampng masing-masing komponen masih merupakan fase terpisah, daerah antarmuka mungkin memberikan Tg yang berbeda. Pengamatan termal campuran polimer juga dapat digunakan untuk menentukan parameter interaksi, yang merupakan faktor penurunan suhu leleh kristal (Wirjosentono, B 1995).


(47)

2.8 Pengujian XRD

XRD (X–Ray Diffraction) adalah Alat yang digunakan untuk menentukan substansi atau kristal yang terkandung dalam sampel, biasanya selalu menimbulkan pola difraksi yang unik, kecuali amorf atau gas. Pola difraksi yang muncul menampilkan substansi apa saja yang terdapat pada sampel tersebut. Misalnya suatu sampel mengandung senyawa AxBy, maka analisa kuantitatif XRD adalah tetap akan mengungkap senyawa AxBy , berbeda dengan analisis kimia yang memberikan adanya dua unsur A dan B. Selanjutnya jika unsur tersebut mengandung AxBy dan A2xBy, maka analisa kwantitatif XRD adalah tetap akan mengungkap senyawa AxBy dan A2xBy sedangkan menurut analisis kimia hanya memberikan adanya dua unsur A dan B. Untuk mengerjakan analisa kualitatif dimulai dengan menganalisa dan menyusun pola difraksi metoda bubuk. Pola difraksi yang sudah dikoreksi merupakan kumpulan substansi yang dapat dikenal. Suatu cara dibutuhkan dalam penyusunan pola-pola difraksi sehingga penelusuran dapat dilakukan dengan cepat.

Hamburan sinar-X dihasilkan jika suatu elektroda logam ditembakkan dengan elektron-elektron dengan kecepatan tinggi dalam tabung vakum. Suatu kristal dapat digunakan untuk mendifraksi berkas sinar-X dikarenakan orde dari panjang gelombang sinar-X hampir sama atau lebih kecil dengan orde jarak antar atom dalam suatu kristal (Zulianingsih, N 2012).

Nilai puncak pada grafik hasil XRD adalah merupakan pola difraksi yang dihasilkan dari suatu bahan, akan mematuhi Hukum Bragg. Dari nilai d ( jarak antar bidang) dapat ditentukan sifat khas bahan tersebut. Pada gambar 2.8 ditunjukkan jalannya sinar pada bidang difraksi pada peristiwa difraksi sinar-X, hingga diperoleh persamaan :

nλ = 2d sin θ ...(2.9)

Dimana:


(48)

λ = panjang gelombang yang digunakan (m) d = jarak antara bidang dua atom (m)

θ = sudut antar bidang-bidang atom dengan arah bidang datang atau berkas difraksi.

Difraksi oleh bidang atom ditunjukkan pada gambar 2.8 berikut.

Gambar 2.8 Difraksi Sinar-X oleh bidang atom (Grant et al, 1998)

Jika dari hasil XRD diperoleh nilai FWHM (Full Width at Half Maximum), maka dengan menggunakan persamaan Debye Scherer dapat diperoleh ukuran butir partikel pada sampel. Persamaan Debye Scherer dituliskan sebagai berikut:

 

 cos ) 2 (

B K

L ..…….(2.10) Dimana:

K = 0,94 dianggap bentuk kristal mendekati bola L = Ukuran kristal

λ = 1,54 0


(49)

2.9 Polymorphism Minerals

Polymorphism dalam ilmu bahan adalah kemampuan solid bahan di lebih dari satu bentuk Kristal struktur. Polymorphism berpotensi ditemukan dalam Kristal bahan termasuk polimer, mineral, dan logam. Berikut ini ada dijelaskan mineral

Polymorphism yaitu :

2.9.1 Calcite dan Aragonite

Mineral Aragonite yang mempunyai rumus kimia CaCO3, bentuk Kristal ortorombik merupakan Polymorphism dari mineral kalsit Calcium Carbonat (CaCO3) bentuk Kristal trigonal, berwarna putih, kekuningan, abu-abu, kilap cahaya, transparan hingga translusen, kekerasan 3,5 – 4,0 skala Mohs, berat jenis 2.95 g/cm3, merupakan endapan akibat penguapan sumber air panas atau endapan pada gua-gua batu gamping.

Calcite adalah carbonat mineral dari Calcium Carbonat (CaCO3) yang paling stabil dari Polymorphism lain. Umunya berwarna putih transparan dan mudah digores dengan pisau. Kebanyakan binatang laut terbuat dari Calcite atau mineral yang berhubungan dengan lime dari batu gamping. Aragonite akan berubah menjadi calcite

pada kalsinasi > 4700C.

Gambar sistem kristal dari hasil XRD untuk kalsium karbonat yang memenuhi struktur

Calcite di tunjukkan pada Gambar 2.9 berikut ini:


(50)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Polimer FMIPA Universitas Sumatera Utara dan Pengujian Mekanis di Laboratorium Penelitian FMIPA Universitas Sumatera Utara. Pengujian DTA dilakukan di Laboratorium PTKI Medan dan Pengujian XRD dilakukan di Laboratorium Penelitian FMIPA Universitas Negeri Medan. Penelitian ini dimulai dari bulan Januari – April 2013.

3.2. Alat Dan Bahan 3.2.1 Alat

Alat-alat yang dipergunakan selama penelitian adalah :

1. Cetakan spesimen dengan ukuran 150 mm x 100 mm x 10 mm 2. Oven Gallenkamp Plus II

3. Gelas Beaker 500 mL 4. Gergaji

5. Neraca analitis Sartorius

6. Penggaris

7. Alat cetak tekan Hydraulic Press Test System Model HPTS.0001.08

8. Alat uji impak Wollpert werkstoff Pruf Maschine Type CPSA

9. Alat uji kuat tarik dan modulus elastisitas Tokyo Testing Machine Type-20E MGF

10.Alat uji DTA Thermal Analyzer DT-30 Shimadzu


(51)

3.2.2 Bahan

Bahan-bahan yang dipergunakan selama penelitian yaitu : 1. Serat rami

2. Serbuk Gipsum A-plaus

3. Semen PPC

4. Aseton untuk membersihkan cetakan. 5. Wax untuk pelekang pada cetakan. 6. Almunium Foil untuk melapisi cetakan 7. Air

3.3. Prosedur Penelitian 3.3.1. Penyediaan Serat Rami

Langkah-langkah pembuatan serat rami sebagai berikut: a. Kulit rami dipotong sepanjang 10 cm.

b. Kemudian potongan tersebut dibelah menjadi beberapa bagian.

c. Kulit rami yang telah kering disikat dengan cara membujur searah dengan sikat kawat tersebut.

d. Menyikat dan mengiris kulit rami dengan ketebalan 0.5 mm dan lebar serat 5 mm.

e. Setelah serat terpisah, lalu serat dipotong-potong sepanjang 4 cm. 3.3.2 Pembuatan Plafon Gipsum Dengan Semen PPC dan Serat Rami

Pembuatan gipsum diperkuat serat rami, semen PPC menggunakan metode

”Leacky Mould” dengan cetakan berukuran 150 mm x 100 mm x 10 mm tanpa modifikasi adalah sebagai berikut :

1. Membersihkan cetakan dengan menggunakan aseton hingga dipastikan tidak mengandung kotoran dan kemudian dikeringkan.

2. Mengoles wax pada alas cetakan, tutup alas cetakan, dan spacer agar komposit tidak melekat pada cetakan.


(52)

3. Meletakkan spacer dikeempat sudut alas cetakan yang berukuran 150 x 100 mm yang bertujuan untuk menentukan ketebalan komposit yaitu 10 mm. 4. Campuran gipsum, semen PPC dituangkan pada alat cetakan yang telah

dipasangi spacer lalu diratakan, kemudian diletakkan serat rami. Cetakan ditutup dan diitekan dengan alat penekan sehingga tutup cetakan mencapai

spacer.

5. Adapun komposisi bahan plafon gipsum dicantumkan pada tabel 3.1 dibawah ini :

Tabel.3.1. Variasi Gipsum, Semen PPC dan Serat Rami dalam penelitian

No

Komposisi Gipsum Semen PPC Serat Rami Gipsum : Semen PPC

: Serat Rami: % Gram % Gram % Gram

1 65 : 35 : 0 65 % 260 35 % 140 0 % 0 2 65 : 33 : 2 65 % 260 33 % 132 2 % 8 3 65 : 31 : 4 65 % 260 31 % 124 4 % 16 4 65 : 29 : 6 65 % 260 29 % 116 6 % 24 5 65 : 27 : 8 65 % 260 27 % 108 8 % 32 6 65 : 25 : 10 65 % 260 25 % 100 10 % 40

6. Setelah dibiarkan selama satu hari (24 jam) pada temperatur kamar kemudian gipsum dikeluarkan dari cetakan.

7. Kemudian hasil gipsum tersebut dipotong-potong sesuai ukuran uji yang akan diuji.


(53)

3.3.3 Proses Pembuatan dan Pengujian Spesimen

Proses pembuatan dan pengujian spesimen dalam penelitian ini dapat dilihat pada diagram alir berikut ini :

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian Serbuk Gipsum

Penimbangan

Pengadukan

Pencampuran Dengan Air

Serbuk Semen

Penimbangan Kulit Rami

Perendaman

Pengeringan

Disikat dengan sikat kawat

Serat Rami Pembentukan Papan gipsum Plafon

Pengujian Uji Fisis :

- Densitas

Uji Mekanik : - MOR - MOE

Uji DTA UJI XRD Persiapan Bahan Penelitian

Data

Hasil


(54)

3.4 Pengujian Sampel

3.4.1 Proses Pengujian Densitas

Pengukuran densitas dilakukan dengan metode Archimedes, dan mengacu pada SNI 01-4449-2006. Dengan prosedurnya sebagai berikut :

1. Ditimbang sampel uji setelah dikeringkan didalam oven, set suhunya sekitar 1000C selama 1,5 jam, lakukan beberapa kali pengulangan hingga massanya konstan (massa kering, Mk).

2. Kawat atau tali yang digunakan juga ditimbang hingga massanya konstan, yang selanjutnya disebut dengan massa tali penggantung, Mt.

3. Sampel ditimbang didalam air berikut penggantungnya menggunakan kawat (massa sampel dan pengantungnya didalam air, Mg).

4. Berdasarkan data tersebut dengan menggunakan persamaan 2.1, maka besarnya nilai densitas dapat dihitung.

3.4.2 Proses Pengujian Daya Serap Air

Pengujian daya serap air dilakukan mengacu pada SNI 01-4449-2006. Dengan prosedur pengukurannya sebagai berikut :

1. Sampel dilap dan dibersihkan, kemudian ditimbang beberapa kali sehingga diperoleh massa kering yang konstan, (Mk).

2. Sampel direndam didalam air selama 24 jam, kemudian sampel diangkat dan dilap, lalu ditimbang dan selanjutnya disebut dengan massa basah, (Mb).

3. Berdasarkan data tersebut dengan menggunakan persamaan 2.2, maka besarnya nilai daya serap air dapat dihitung.

3.4.3 Proses Pengujian Kuat Lentur (MOR)

Alat yang digunakan pada uji kuat lentur adalah Tokyo Testing Machine Type 20E MGF No. 6079 dengan kapasitas 2000 kgf (19620 N). Sampel uji berbentuk balok dengan ukuran 150 mm x 10 mm x 10 mm. Pengukuran kuat lentur mengacu pada SNI 03-2105-2006. Dengan prosedur pengujian sebagai berikut :

1. Sampel diletakkan memanjang diatas dua tumpuan dengan jarak sangga sebesar 90 mm.


(55)

2. Kemudian diletakkan sampel dimesin penguji dimana jarak dari tepi balok ketumpuan harus sama pada kedua ujungnya, dan posisikan garis tengah spesimen tepat dibawah penekan.

3. Secara perlahan-lahan beban diberikan sebesar 100 kgf (981 N) dengan menurunkan penekan dengan kecepatan 10 mm/menit.

4. Pemompaan terus dilakukan perlahan sampai spesimen mengalami defleksi maksimum (sebelum patah).

5. Saat tercapai defleksi maksimum tersebut dicatat gaya yang diberikan oleh mesin tersebut, yang kemudian dicatat sebagai P1.

6. Berdasarkan data tersebut dengan menggunakan persamaan 2.3, maka besarnya nilai kuat lentur dapat dihitung.

3.4.4 Proses Pengujian Modulus Of Elastisitas (MOE)

Alat yang digunakan pada uji Modulus Elastisitas adalah Tokyo Testing Machine Type 20E MGF No. 6079 dengan kapasitas 2000 kgf (19620 N). Sampel uji berbentuk balok dengan ukuran 150 mm x 10 mm x 10 mm. Pengukuran Modulus Elastisitas mengacu pada SNI 03-2105-2006. Dengan prosedur pengujian sebagai berikut :

1. Sampel diletakkan memanjang diatas dua tumpuan dengan jarak sangga sebesar 90 mm.

2. Kemudian diletakkan sampel dimesin penguji dimana jarak dari tepi balok ketumpuan harus sama pada kedua ujungnya, dan posisikan garis tengah spesimen tepat dibawah penekan.

3. Secara perlahan-lahan beban diberikan sebesar 100 kgf (981 N) dengan menurunkan penekan dengan kecepatan 10 mm/menit.

4. Pemompaan terus dilakukan perlahan sampai spesimen mengalami defleksi maksimum (sebelum patah).

5. Saat spesimen mengalami defleksi maksimum (sebelum patah) tersebut dicatat gaya yang diberikan oleh mesin tersebut, yang kemudian dicatat sebagai PE. 6. Berdasarkan data tersebut dengan menggunakan persamaan 2.4, maka besarnya


(56)

3.4.5 Proses Pengujian Impak

Alat yang digunakan pada uji impak adalah Wollpert Werkstoff Pruf Maschine Type CPSA (metode Charpy) dengan pendulum atau godam yang digunakan sebesar 4 Joule. Sampel uji berbentuk balok dengan ukuran 100 mm x 10 mm x 10 mm. Pengukuran uji impak mengacu pada SNI 07-6732-2002. Dengan prosedur pengujian impak sebagai berikut :

1. Dipastikan terlebih dahulu jarum skala berwarna merah sebagai penunjuk harga impak material berada pada posisi nol.

2. Selanjutnya handel diputar untuk menaikkan pendulum hingga jarum penunjuk beban berwarna hitam mencapai batas merah.

3. Benda uji diletakkan pada tempatnya dengan membelakangi arah datangnya pendulum, dan dipastikan benda uji tepat berada ditengah dengan bantuan centre setting.

4. Setelah benda uji siap, centre setting ditarik ke posisi semula, dan tetap dijaga dibelakang benda uji karena akan ikut mengalami tumbukan oleh pendulum. 5. Tombol pada tangkai pendulum dilepaskan sehingga pendulum berayun dan

menumbuk benda uji.

6. Kemudian dilakukan pengereman dengan menarik tuas rem sehingga ayunan pendulum dapat dikurangi.

7. Dicatat nilai yang ditunjukkan oleh jarum merah pada skala.

8. Nilai yang diperoleh dikurangi dengan energi kosong sebesar 0,02 Joule.

9. Berdasarkan data tersebut dengan menggunakan persamaan 2.5, maka besarnya harga impak dapat dihitung.

3.4.6 Proses Pengujian Kuat Tarik

Alat yang digunakan pada uji kuat tarik adalah Tokyo Testing Machine Type 20E MGF No. 6079 dengan kapasitas 2000 kgf (19620 N). Sampel uji mengacu pada ASTM D 638 untuk bentuk dan ukurannya sesuai dengan gambar 3.1 berikut:


(57)

80 mm

20 mm 25 mm 15 mm

120 mm

Gambar 3.2 Sampel Uji Kuat Tarik

Pengukuran uji kuat tarik mengacu pada SNI 03-2105-2006. Dengan prosedur pengujian sebagai berikut :

1. Spesimen dipersiapkan sesuai dengan Gambar 3.1 ditempatkan pada mesin uji tarik, kemudian spesimen dicengkram dengan pemegang yang tersedia di mesin dengan kuat untuk menghindari spesimen bergeser.

2. Spesimen dicengkram dengan jarak pencengkram 80 mm.

3. Diberikan beban sebesar 100 kgf (981 N) sambil melakukan penarikan, dengan kecepatan pembebanan 10 mm/menit.

4. Dicatat gaya tarik maksimum dalam satuan kgf kemudian dirubah dalam satuan N.

5. Berdasarkan data tersebut dengan menggunakan persamaan 2.6, maka besarnya nilai kuat tarik dapat dihitung.

3.4.7 Proses Pengujian Termal Dengan DTA

Alat yang digunakan untuk menganalisis sifat termal yaitu adalah Thermal Analyzer DT-30 Shimadzu. Dengan prosedur pengujian sebagai berikut :

1. Alat dinyalakan selama 30 menit sebelum digunakan.

2. Sampel yang akan diuji dipotong-potong dengan ukuran kecil dan ditimbang dengan berat sekitar 30 mg. Lalu ditimbang alumina sebanyak 30 mg sebagai zat pembanding.

3. Sampel dan pembanding kemudian diletakkan diatas thermocouple. Diset Termocouple Platinum Rhodium (PR) 15 mV, dan DTA range  250 V.

4. Alat pengukur temperatur kemudian diset sampai menunjukkan pada temperature 650 0C.


(58)

5. Pulpen recorder ditekan dan chart speed diset 2,5 mm/menit dengan laju pemanasan 10 0C/menit.

6. Kemudian dilanjutkan dengan menekan tombol start dan ditunggu hasil sampai tercapai suhu yang diinginkan.

7. Hasil pengujian DTA berupa kurva termogram, kemudian dihitung suhu transisi gelas (Tg), suhu titik maksimum (Tm) dan perubahan suhu (T).

Thermal Analisis

DT-30

Gambar 3.3 Alat Uji DTA

3.4.8 Proses Pengujian XRD

Analisa mikrostruktur dilakukan dengan menggunakan X-Ray Diffractometer

yang ada di Laboratorium FMIPA Universitas Negeri Medan. Pengujian dilakukan untuk mengetahui senyawa yang terbentuk akibat pencampuran dan penambahan gipsum, semen PPC dan serat rami.

Spesifikasi alat X-ray Diffractometer yang digunakan pada uji XRD pada penelitian ini adalah :


(59)

Nama alat : Shimadzu X-Ray Diffractometer XRD-6000 2KW/3KW X- ray tube : Sealed

Anode : Cu

Focus Size : 10 x 10 mm (2.0 KW) or 2.0 x 12 mm (2.7KW) Arus : I = 30 mA

Voltage : V = 40 KV


(60)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pembuatan Plafon Gipsum

Spesimen plafon gipsum telah berhasil dibuat dari serat Rami dengan semen PPC dengan komposisi gipsum sebesar 65% (260 gr). Variasi antara serat rami dan semen PPC dilakukan untuk membuat plafon gipsum paling baik, dan hasilnya dibandingkan secara fisik dan mekanik terhadap plafon gipsum yang komersial.

4.2 Hasil Karakterisasi Plafon Gipsum 4.2.1 Pengujian Densitas

Pengujian densitas atau massa jenis sampel dilakukan dengan menggunakan metode Archimedes. Pengujian ini telah dilakukan terhadap semua jenis variasi sampel, dan hasil perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 1. Densitas dari papan gipsum plafon terhadap sampel dapat dilihat pada Tabel 4.1 berikut.

Tabel 4.1 Densitas dari papan gipsum plafon terhadap sampel (Gipsum : Semen PPC : Serat Rami)

No

Sampel Mk Mg Mt  

Gipsum : Semen PPC : Serat Rami

(kg) (kg) (kg)

(kg/m3) (kg/m3) 1 65 : 35 : 0 0.00642 0.01364 0.01048 1000 1969 2 65 : 33 : 2 0.00737 0.01346 0.01048 1000 1679 3 65 : 31 : 4 0.00551 0.01225 0.01048 1000 1473 4 65 : 29 : 6 0.00600 0.01138 0.01048 1000 1176 5 65 : 27 : 8 0.00721 0.01194 0.01048 1000 1254


(61)

6 65 : 25 : 10 0.00668 0.01205 0.01048 1000 1307

Berikut Gambar 4.1 yang menyajikan hubungan antara densitas dengan variasi sampel.

Gambar 4.1 Grafik Hubungan Antara Densitas Terhadap Variasi Sampel (Gipsum : Semen PPC : Serat Rami)

Dari Gambar 4.1 menunjukkan adanya densitas terendah terdapat pada variasi (65:29:6) sebesar 1176 kg/m3 hal ini menunjukkan bahwa semakin kecil densitas suatu papan gipsum akan semakin baik dipergunakan sebagai plafon karena ringan dan lebih aman bagi penggunanya apabila terjadi kerusakan, sedangkan densitas terbesar terdapat pada variasi (65:35:0) sebesar 1969 kg/m3. Pada gambar 4.1 terlihat penurunan nilai grafik dimulai dari komposisi (65:33:2), hal ini dikarenakan massa jenis dari gipsum dan semen PPC yang sangat besar dibandingkan dengan massa jenis dari gipsum yang dicampur dengan serat rami dan semen PPC. Jadi adanya penambahan serat rami sebagai pengisi jelas menghasilkan sampel yang densitasnya jauh lebih kecil sedangkan penambahan semen PPC sebagai pengisi mampu


(62)

meningkatkan sifat fisis. Hasil lengkap ditunjukkan pada lampiran A pada halaman L-1.

Menurut standar Jayaboard komersial densitas suatu papan yaitu 1030 kg/m3, dan berarti semua sampel yang diujikan selain gipsum dan semen PPC densitas rata-rata sebesar 1378 kg/m3. Ini menunjukkan semua sampel yang diuji masih dalam batas persyaratan densitas papan gipsum.

4.2.2 Pengujian Daya Serap Air

Pengujian daya serap air mengacu pada ASTM C 20-00-2005 dan SNI 01-4449-2006 dan dikerjakan selama 24 jam perendaman untuk mengetahui besarnya persentase air yang terserap oleh sampel. Persentase Penyerapan Air dari papan gipsum plafon terhadap sampel dapat dilihat pada Tabel 4.2 berikut.

Tabel 4.2 Persentase Penyerapan Air dari papan gipsum plafon terhadap Sampel (Gipsum : Semen PPC : Serat Rami)

No

Sampel

Mb Mk PA

Gipsum : Semen PPC : Serat Rami

(kg) (kg) (%)

1 65 : 35 : 0 0.00734 0.00642 14.33

2 65 : 33 : 2 0.00916 0.00737 24.29

3 65 : 31 : 4 0.00688 0.00551 24.86

4 65 : 29 : 6 0.00743 0.00600 23.83

5 65 : 27 : 8 0.00930 0.00721 28.99

6 65 : 25 : 10 0.00890 0.00668 33.23

Grafik Hubungan Antara Persentase Daya Serap Air Dengan Variasi Sampel Dapat dilihat pada Gambar 4.2 berikut ini :


(63)

Ga mbar 4.2 Grafik Hubungan Antara Persentase Daya Serap Air Dengan

Variasi Sampel (Gipsum : Semen PPC : Serat Rami)

Berdasarkan Gambar 4.2, grafik menunjukkan bahwa persentase terbesar daya serap air pada variasi (65:25:10) yaitu 33,23%, sedangkan persentase minimum terkecil pada variasi (65:35:0) yaitu 14,33%. Hal ini menunjukkan perbandingan terbalik dengan densitas. Terjadinya kenaikan garis grafik dimulai dari komposisi (65:33:2) , hal ini disebabkan sifat dari serat rami yang mudah menyerap air. Jadi semakin banyak serat rami didalam campuran tersebut, maka daya serap airpun semakin besar. Sementara menurut Salon (2009) dalam Rahmadi (2011) semakin banyak gipsum maka daya serap air semakin kecil, karena air merupakan perekat dari gipsum, sehingga kerapatan semakin kecil dan daya serap airnya pun semakin sedikit. Hasil lengkap dapat dilihat pada lampiran B halaman L-2.

Menurut SNI 01-4449-2006 dimana persyaratan suatu papan yaitu maksimum untuk daya serap air kurang dari 50%. Hal ini berarti semua sampel yang dilakukan pengujian telah memenuhi persyaratan batas maksimum daya serap air.

4.2.3 Pengujian Kuat Lentur (MOR)

Pengujian kuat lentur mengacu pada SNI 03-2105-2006, JIS A 5908-2003 dan standar Jayaboard untuk menentukan kelenturan suatu sampel terhadap tekanan yang diberikan. Pengujian ini telah dilakukan terhadap semua jenis variabel sampel menggunakan alat penguji Tokyo Testing Machine berkapasitas 2000 kgf (19620 N)


(1)

LAMPIRAN J. Foto Hasil Pencetakan Plafon Gipsum dengan Menggunakan Serat Rami dan Campuran Semen PPC


(2)

Lampiran K. Foto Bahan Penelitian

Gipsum A Plus Semen PPC

Serat Rami Gipsum A Plus


(3)

Lampiran L. Foto Pengujian Mekanik dan Fisik Terrhadap Sampel Papan Gipsum Plafon

Alat uji tekan, MOE dan MOR Gambar Mixer

Mesin Kempa Universal Testing Machine (UTM)


(4)

Oven Neraca Analitis


(5)

(6)

Alat uji tekan, MOE dan MOR Mesin Kempa

Mesin DTA Mesin XRD