29
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Polimer FMIPA Universitas Sumatera Utara dan Pengujian Mekanis di Laboratorium Penelitian FMIPA
Universitas Sumatera Utara. Pengujian DTA dilakukan di Laboratorium PTKI Medan dan Pengujian XRD dilakukan di Laboratorium Penelitian FMIPA Universitas Negeri
Medan. Penelitian ini dimulai dari bulan Januari – April 2013.
3.2. Alat Dan Bahan 3.2.1 Alat
Alat-alat yang dipergunakan selama penelitian adalah : 1. Cetakan spesimen dengan ukuran 150 mm x 100 mm x 10 mm
2. Oven Gallenkamp Plus II 3. Gelas Beaker 500 mL
4. Gergaji 5.
Neraca analitis Sartorius 6. Penggaris
7. Alat cetak tekan Hydraulic Press Test System Model HPTS.0001.08
8. Alat uji impak Wollpert werkstoff Pruf Maschine Type CPSA 9.
Alat uji kuat tarik dan modulus elastisitas Tokyo Testing Machine Type- 20E MGF
10. Alat uji DTA Thermal Analyzer DT-30 Shimadzu 11. Alat uji XRD Shimadzu X-Ray Diffractometer XRD-6000
29
Universitas Sumatera Utara
30
3.2.2 Bahan
Bahan-bahan yang dipergunakan selama penelitian yaitu : 1. Serat rami
2. Serbuk Gipsum A-plaus 3. Semen PPC
4. Aseton untuk membersihkan cetakan. 5. Wax untuk pelekang pada cetakan.
6. Almunium Foil untuk melapisi cetakan 7. Air
3.3. Prosedur Penelitian 3.3.1. Penyediaan Serat Rami
Langkah-langkah pembuatan serat rami sebagai berikut: a. Kulit rami dipotong sepanjang 10 cm.
b. Kemudian potongan tersebut dibelah menjadi beberapa bagian. c. Kulit rami yang telah kering disikat dengan cara membujur searah dengan
sikat kawat tersebut. d. Menyikat dan mengiris kulit rami dengan ketebalan 0.5 mm dan lebar serat
5 mm. e. Setelah serat terpisah, lalu serat dipotong-potong sepanjang 4 cm.
3.3.2 Pembuatan Plafon Gipsum Dengan Semen PPC dan Serat Rami
Pembuatan gipsum diperkuat serat rami, semen PPC menggunakan metode ”Leacky Mould” dengan cetakan berukuran 150 mm x 100 mm x 10 mm tanpa
modifikasi adalah sebagai berikut : 1. Membersihkan cetakan dengan menggunakan aseton hingga dipastikan tidak
mengandung kotoran dan kemudian dikeringkan. 2. Mengoles wax pada alas cetakan, tutup alas cetakan, dan spacer agar
komposit tidak melekat pada cetakan.
Universitas Sumatera Utara
31
3. Meletakkan spacer dikeempat sudut alas cetakan yang berukuran 150 x 100 mm yang bertujuan untuk menentukan ketebalan komposit yaitu 10 mm.
4. Campuran gipsum, semen PPC dituangkan pada alat cetakan yang telah dipasangi spacer lalu diratakan, kemudian diletakkan serat rami. Cetakan
ditutup dan diitekan dengan alat penekan sehingga tutup cetakan mencapai spacer.
5. Adapun komposisi bahan plafon gipsum dicantumkan pada tabel 3.1 dibawah ini :
Tabel.3.1. Variasi Gipsum, Semen PPC dan Serat Rami dalam penelitian
No Komposisi
Gipsum Semen PPC
Serat Rami Gipsum : Semen PPC
: Serat Rami
:
Gram Gram
Gram
1 65 : 35 : 0
65 260
35 140
2 65 : 33 : 2
65 260
33 132
2 8
3 65 : 31 : 4
65 260
31 124
4 16
4 65 : 29 : 6
65 260
29 116
6 24
5 65 : 27 : 8
65 260
27 108
8 32
6 65 : 25 : 10
65 260
25 100
10 40
6. Setelah dibiarkan selama satu hari 24 jam pada temperatur kamar kemudian gipsum dikeluarkan dari cetakan.
7. Kemudian hasil gipsum tersebut dipotong-potong sesuai ukuran uji yang akan diuji.
Universitas Sumatera Utara
32
3.3.3 Proses Pembuatan dan Pengujian Spesimen
Proses pembuatan dan pengujian spesimen dalam penelitian ini dapat dilihat pada diagram alir berikut ini :
Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian
Serbuk Gipsum Penimbangan
Pengadukan
Pencampuran Dengan Air Serbuk Semen
Penimbangan Kulit Rami
Perendaman
Pengeringan
Disikat dengan sikat kawat
Serat Rami Pembentukan Papan gipsum Plafon
Pengujian Uji Fisis :
- Densitas Uji Mekanik :
-
MOR - MOE
Uji DTA UJI XRD
Persiapan Bahan Penelitian
Data
Hasil
Kesimpulan
Universitas Sumatera Utara
33
3.4 Pengujian Sampel 3.4.1 Proses Pengujian Densitas
Pengukuran densitas dilakukan dengan metode Archimedes, dan mengacu pada SNI 01-4449-2006. Dengan prosedurnya sebagai berikut :
1. Ditimbang sampel uji setelah dikeringkan didalam oven, set suhunya sekitar 100
C selama 1,5 jam, lakukan beberapa kali pengulangan hingga massanya konstan massa kering, M
k
. 2. Kawat atau tali yang digunakan juga ditimbang hingga massanya konstan, yang
selanjutnya disebut dengan massa tali penggantung, M
t
. 3. Sampel ditimbang didalam air berikut penggantungnya menggunakan kawat
massa sampel dan pengantungnya didalam air, M
g
. 4. Berdasarkan data tersebut dengan menggunakan persamaan 2.1, maka besarnya
nilai densitas dapat dihitung.
3.4.2 Proses Pengujian Daya Serap Air
Pengujian daya serap air dilakukan mengacu pada SNI 01-4449-2006. Dengan prosedur pengukurannya sebagai berikut :
1. Sampel dilap dan dibersihkan, kemudian ditimbang beberapa kali sehingga diperoleh massa kering yang konstan, M
k
. 2. Sampel direndam didalam air selama 24 jam, kemudian sampel diangkat dan
dilap, lalu ditimbang dan selanjutnya disebut dengan massa basah, M
b
. 3. Berdasarkan data tersebut dengan menggunakan persamaan 2.2, maka besarnya
nilai daya serap air dapat dihitung.
3.4.3 Proses Pengujian Kuat Lentur MOR
Alat yang digunakan pada uji kuat lentur adalah Tokyo Testing Machine Type 20E MGF No. 6079 dengan kapasitas 2000 kgf 19620 N. Sampel uji berbentuk balok
dengan ukuran 150 mm x 10 mm x 10 mm. Pengukuran kuat lentur mengacu pada SNI 03-2105-2006. Dengan prosedur pengujian sebagai berikut :
1. Sampel diletakkan memanjang diatas dua tumpuan dengan jarak sangga sebesar 90 mm.
Universitas Sumatera Utara
34
2. Kemudian diletakkan sampel dimesin penguji dimana jarak dari tepi balok ketumpuan harus sama pada kedua ujungnya, dan posisikan garis tengah
spesimen tepat dibawah penekan. 3. Secara perlahan-lahan beban diberikan sebesar 100 kgf 981 N dengan
menurunkan penekan dengan kecepatan 10 mmmenit. 4. Pemompaan terus dilakukan perlahan sampai spesimen mengalami defleksi
maksimum sebelum patah. 5. Saat tercapai defleksi maksimum tersebut dicatat gaya yang diberikan oleh mesin
tersebut, yang kemudian dicatat sebagai P
1
. 6. Berdasarkan data tersebut dengan menggunakan persamaan 2.3, maka besarnya
nilai kuat lentur dapat dihitung.
3.4.4 Proses Pengujian Modulus Of Elastisitas MOE
Alat yang digunakan pada uji Modulus Elastisitas adalah Tokyo Testing Machine Type 20E MGF No. 6079 dengan kapasitas 2000 kgf 19620 N. Sampel uji
berbentuk balok dengan ukuran 150 mm x 10 mm x 10 mm. Pengukuran Modulus Elastisitas mengacu pada SNI 03-2105-2006. Dengan prosedur pengujian sebagai
berikut : 1. Sampel diletakkan memanjang diatas dua tumpuan dengan jarak sangga sebesar
90 mm. 2. Kemudian diletakkan sampel dimesin penguji dimana jarak dari tepi balok
ketumpuan harus sama pada kedua ujungnya, dan posisikan garis tengah spesimen tepat dibawah penekan.
3. Secara perlahan-lahan beban diberikan sebesar 100 kgf 981 N dengan menurunkan penekan dengan kecepatan 10 mmmenit.
4. Pemompaan terus dilakukan perlahan sampai spesimen mengalami defleksi maksimum sebelum patah.
5. Saat spesimen mengalami defleksi maksimum sebelum patah tersebut dicatat gaya yang diberikan oleh mesin tersebut, yang kemudian dicatat sebagai P
E
. 6. Berdasarkan data tersebut dengan menggunakan persamaan 2.4, maka besarnya
nilai Modulus Elastisitas dapat dihitung.
Universitas Sumatera Utara
35
3.4.5 Proses Pengujian Impak
Alat yang digunakan pada uji impak adalah Wollpert Werkstoff Pruf Maschine Type CPSA metode Charpy dengan pendulum atau godam yang digunakan sebesar 4
Joule. Sampel uji berbentuk balok dengan ukuran 100 mm x 10 mm x 10 mm. Pengukuran uji impak mengacu pada SNI 07-6732-2002. Dengan prosedur pengujian
impak sebagai berikut : 1. Dipastikan terlebih dahulu jarum skala berwarna merah sebagai penunjuk harga
impak material berada pada posisi nol. 2. Selanjutnya handel diputar untuk menaikkan pendulum hingga jarum penunjuk
beban berwarna hitam mencapai batas merah. 3. Benda uji diletakkan pada tempatnya dengan membelakangi arah datangnya
pendulum, dan dipastikan benda uji tepat berada ditengah dengan bantuan centre setting.
4. Setelah benda uji siap, centre setting ditarik ke posisi semula, dan tetap dijaga dibelakang benda uji karena akan ikut mengalami tumbukan oleh pendulum.
5. Tombol pada tangkai pendulum dilepaskan sehingga pendulum berayun dan menumbuk benda uji.
6. Kemudian dilakukan pengereman dengan menarik tuas rem sehingga ayunan pendulum dapat dikurangi.
7. Dicatat nilai yang ditunjukkan oleh jarum merah pada skala. 8. Nilai yang diperoleh dikurangi dengan energi kosong sebesar 0,02 Joule.
9. Berdasarkan data tersebut dengan menggunakan persamaan 2.5, maka besarnya harga impak dapat dihitung.
3.4.6 Proses Pengujian Kuat Tarik
Alat yang digunakan pada uji kuat tarik adalah Tokyo Testing Machine Type 20E MGF No. 6079 dengan kapasitas 2000 kgf 19620 N. Sampel uji mengacu pada
ASTM D 638 untuk bentuk dan ukurannya sesuai dengan gambar 3.1 berikut:
Universitas Sumatera Utara
36
80 mm 20 mm 25 mm
15 mm 120 mm
Gambar 3.2 Sampel Uji Kuat Tarik
Pengukuran uji kuat tarik mengacu pada SNI 03-2105-2006. Dengan prosedur pengujian sebagai berikut :
1. Spesimen dipersiapkan sesuai dengan Gambar 3.1 ditempatkan pada mesin uji
tarik, kemudian spesimen dicengkram dengan pemegang yang tersedia di mesin dengan kuat untuk menghindari spesimen bergeser.
2. Spesimen dicengkram dengan jarak pencengkram 80 mm. 3. Diberikan beban sebesar 100 kgf 981 N sambil melakukan penarikan, dengan
kecepatan pembebanan 10 mmmenit. 4. Dicatat gaya tarik maksimum dalam satuan kgf kemudian dirubah dalam satuan
N. 5. Berdasarkan data tersebut dengan menggunakan persamaan 2.6, maka besarnya
nilai kuat tarik dapat dihitung.
3.4.7 Proses Pengujian Termal Dengan DTA
Alat yang digunakan untuk menganalisis sifat termal yaitu adalah Thermal Analyzer DT-30 Shimadzu. Dengan prosedur pengujian sebagai berikut :
1. Alat dinyalakan selama 30 menit sebelum digunakan. 2. Sampel yang akan diuji dipotong-potong dengan ukuran kecil dan ditimbang
dengan berat sekitar 30 mg. Lalu ditimbang alumina sebanyak 30 mg sebagai zat pembanding.
3. Sampel dan pembanding kemudian diletakkan diatas thermocouple. Diset Termocouple Platinum Rhodium PR 15 mV, dan DTA range
250 V. 4. Alat pengukur temperatur kemudian diset sampai menunjukkan pada
temperature 650 C.
Universitas Sumatera Utara
37
5. Pulpen recorder ditekan dan chart speed diset 2,5 mmmenit dengan laju pemanasan 10
Cmenit. 6. Kemudian dilanjutkan dengan menekan tombol start dan ditunggu hasil sampai
tercapai suhu yang diinginkan. 7. Hasil pengujian DTA berupa kurva termogram, kemudian dihitung suhu transisi
gelas T
g
, suhu titik maksimum T
m
dan perubahan suhu T.
Thermal Analisis
DT-30
Gambar 3.3 Alat Uji DTA
3.4.8 Proses Pengujian XRD
Analisa mikrostruktur dilakukan dengan menggunakan X-Ray Diffractometer yang ada di Laboratorium FMIPA Universitas Negeri Medan. Pengujian dilakukan
untuk mengetahui senyawa yang terbentuk akibat pencampuran dan penambahan gipsum, semen PPC dan serat rami.
Spesifikasi alat X-ray Diffractometer yang digunakan pada uji XRD pada penelitian ini adalah :
Universitas Sumatera Utara
38
Nama alat : Shimadzu X-Ray Diffractometer XRD-6000 2KW3KW
X- ray tube : Sealed
Anode : Cu
Focus Size : 10 x 10 mm 2.0 KW or 2.0 x 12 mm 2.7KW
Arus : I = 30 mA
Voltage : V = 40 KV
Gambar 3.4 X- Ray Diffractometer
Universitas Sumatera Utara
39
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pembuatan Plafon Gipsum
Spesimen plafon gipsum telah berhasil dibuat dari serat Rami dengan semen PPC dengan komposisi gipsum sebesar 65 260 gr. Variasi antara serat rami dan
semen PPC dilakukan untuk membuat plafon gipsum paling baik, dan hasilnya dibandingkan secara fisik dan mekanik terhadap plafon gipsum yang komersial.
4.2 Hasil Karakterisasi Plafon Gipsum 4.2.1 Pengujian Densitas
Pengujian densitas atau massa jenis sampel dilakukan dengan menggunakan metode Archimedes. Pengujian ini telah dilakukan terhadap semua jenis variasi
sampel, dan hasil perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 1. Densitas dari papan gipsum plafon terhadap sampel dapat dilihat pada Tabel 4.1 berikut.
Tabel 4.1 Densitas dari papan gipsum plafon terhadap sampel Gipsum : Semen PPC : Serat Rami
No Sampel
M
k
M
g
M
t
Gipsum : Semen PPC : Serat Rami
kg kg
kg kgm
3
kgm
3
1 65 : 35 : 0
0.00642 0.01364
0.01048 1000
1969 2
65 : 33 : 2 0.00737
0.01346 0.01048
1000 1679
3 65 : 31 : 4
0.00551 0.01225
0.01048 1000
1473 4
65 : 29 : 6 0.00600
0.01138 0.01048
1000 1176
5 65 : 27 : 8
0.00721 0.01194
0.01048 1000
1254
39
Universitas Sumatera Utara
40
6 65 : 25 : 10
0.00668 0.01205
0.01048 1000
1307
Berikut Gambar 4.1 yang menyajikan hubungan antara densitas dengan variasi sampel.
Gambar 4.1 Grafik Hubungan Antara Densitas Terhadap Variasi Sampel Gipsum : Semen PPC : Serat Rami
Dari Gambar 4.1 menunjukkan adanya densitas terendah terdapat pada variasi 65:29:6 sebesar 1176 kgm
3
hal ini menunjukkan bahwa semakin kecil densitas suatu papan gipsum akan semakin baik dipergunakan sebagai plafon karena ringan dan lebih
aman bagi penggunanya apabila terjadi kerusakan, sedangkan densitas terbesar terdapat pada variasi 65:35:0 sebesar 1969 kgm
3
. Pada gambar 4.1 terlihat penurunan nilai grafik dimulai dari komposisi 65:33:2, hal ini dikarenakan massa
jenis dari gipsum dan semen PPC yang sangat besar dibandingkan dengan massa jenis dari gipsum yang dicampur dengan serat rami dan semen PPC. Jadi adanya
penambahan serat rami sebagai pengisi jelas menghasilkan sampel yang densitasnya jauh lebih kecil sedangkan penambahan semen PPC sebagai pengisi mampu
Universitas Sumatera Utara
41
meningkatkan sifat fisis. Hasil lengkap ditunjukkan pada lampiran A pada halaman L- 1.
Menurut standar Jayaboard komersial densitas suatu papan yaitu 1030 kgm
3
, dan berarti semua sampel yang diujikan selain gipsum dan semen PPC densitas rata-
rata sebesar 1378 kgm
3
. Ini menunjukkan semua sampel yang diuji masih dalam batas persyaratan densitas papan gipsum.
4.2.2 Pengujian Daya Serap Air
Pengujian daya serap air mengacu pada ASTM C 20-00-2005 dan SNI 01- 4449-2006 dan dikerjakan selama 24 jam perendaman untuk mengetahui besarnya
persentase air yang terserap oleh sampel. Persentase Penyerapan Air dari papan gipsum plafon terhadap sampel dapat dilihat pada Tabel 4.2 berikut.
Tabel 4.2 Persentase Penyerapan Air dari papan gipsum plafon terhadap Sampel Gipsum : Semen PPC : Serat Rami
No Sampel
M
b
M
k
PA Gipsum : Semen PPC : Serat
Rami kg
kg
1 65 : 35 : 0
0.00734 0.00642
14.33 2
65 : 33 : 2 0.00916
0.00737 24.29
3 65 : 31 : 4
0.00688 0.00551
24.86 4
65 : 29 : 6 0.00743
0.00600 23.83
5 65 : 27 : 8
0.00930 0.00721
28.99 6
65 : 25 : 10 0.00890
0.00668 33.23
Grafik Hubungan Antara Persentase Daya Serap Air Dengan Variasi Sampel Dapat dilihat pada Gambar 4.2 berikut ini :
Universitas Sumatera Utara
42
Ga mbar 4.2 Grafik Hubungan Antara Persentase Daya Serap Air Dengan
Variasi Sampel Gipsum : Semen PPC : Serat Rami
Berdasarkan Gambar 4.2, grafik menunjukkan bahwa persentase terbesar daya serap air pada variasi 65:25:10 yaitu 33,23, sedangkan persentase minimum
terkecil pada variasi 65:35:0 yaitu 14,33. Hal ini menunjukkan perbandingan terbalik dengan densitas. Terjadinya kenaikan garis grafik dimulai dari komposisi
65:33:2 , hal ini disebabkan sifat dari serat rami yang mudah menyerap air. Jadi semakin banyak serat rami didalam campuran tersebut, maka daya serap airpun
semakin besar. Sementara menurut Salon 2009 dalam Rahmadi 2011 semakin banyak gipsum maka daya serap air semakin kecil, karena air merupakan perekat dari
gipsum, sehingga kerapatan semakin kecil dan daya serap airnya pun semakin sedikit. Hasil lengkap dapat dilihat pada lampiran B halaman L-2.
Menurut SNI 01-4449-2006 dimana persyaratan suatu papan yaitu maksimum untuk daya serap air kurang dari 50. Hal ini berarti semua sampel yang dilakukan
pengujian telah memenuhi persyaratan batas maksimum daya serap air.
4.2.3 Pengujian Kuat Lentur MOR
Pengujian kuat lentur mengacu pada SNI 03-2105-2006, JIS A 5908-2003 dan standar Jayaboard untuk menentukan kelenturan suatu sampel terhadap tekanan yang
diberikan. Pengujian ini telah dilakukan terhadap semua jenis variabel sampel menggunakan alat penguji Tokyo Testing Machine berkapasitas 2000 kgf 19620 N
Universitas Sumatera Utara
43
dengan memberikan beban sebesar 100 kgf 981 N dan kecepatan 10 mmmenit terhadap semua variasi sampel.
Pada Gambar 4.3 terlihat hubungan antara kuat lentur dengan variasi sampel yang dinyatakan dalam bentuk grafik. Dimana diketahui bahwa nilai kuat lentur
terbesar pada variasi sampel 65:29:6 sebesar 16,92 x 10
6
Nm
2
, sedangkan terkecil pada variasi sampel 65:35:0 sebesar 4,53 x 10
6
Nm
2
. Dengan adanya bahan pengisi serat rami dan semen PPC ditambahkan kedalam gipsum tersebut, maka nilai
kelenturan yang dihasilkan semakin bertambah dengan rata-rata sebesar 14,09 x 10
6
Nm
2
dibandingkan dengan gipsum campur semen PPC sebesar 4,53 x 10
6
Nm
2
. Modulus patah dari papan gipsum plafon terhadap sampel dapat dilihat pada Tabel
4.3 berikut.
Tabel 4.3 Modulus Patah dari papan gipsum plafon terhadap Sampel Gipsum : Semen PPC : Serat Rami
No Sampel
S m
L m
T m
P
l
P
l
MOR Stroke
Gipsum : Semen PPC : Serat Rami
kgf N
MOR Nm
2
MOR x 10
6
Nm
2
mm menit
1 65 : 35 : 0
0.09 0.01
0.01 3.42
33.55 4529250
4.53 0.20
2 65 : 33 : 2
0.09 0.01
0.01 8.89
87.21 11773350
11.77 2.18
3 65 : 31 : 4
0.09 0.01
0.01 10.13
99.38 13416300
13.42 2.5
4 65 : 29 : 6
0.09 0.01
0.01 12.78
125.37 16924950
16.92 2.88
5 65 : 27 : 8
0.09 0.01
0.01 11.26
110.46 14912100
14.91 2.34
6 65 : 25 : 10
0.09 0.01
0.01 10.17
99.77 13468950
13.47 2.69
Grafik Hubungan Antara Nilai MOR Dengan Variasi Sampel Dapat dilihat pada Gambar 4.3 berikut ini :
Universitas Sumatera Utara
44
Gambar 4.3 Grafik Hubungan Antara Nilai Kuat Lentur Terhadap Variasi Sampel Gipsum : Semen PPC : Serat Rami
MOR Modulus of Rufture papan gipsum plafon mengacu pada SNI 03-2105- 2006, JIS A 5908-2003 dan standar Jayaboard. Dibandingkan dengan MOR papan
gipsum plafon yang komersial, dimana nilai MOR nya sebesar 1,28 x 10
6
Nm
2
. Untuk semua sampel yang diujikan nilai MOR nya jauh lebih besar dibandingkan dengan
yang komersial, ini menunjukkan adanya peranan dari semen PPC dan serat rami dalam meningkatkan sifat mekaniknya.
Terlihat bahwa pada komposisi 65:27:8 terjadi penurunan nilai kuat lentur, pada komposisi tersebut kemungkinan karena adanya ketidak homogenan dalam
pengadukan sampel uji dan kurang cermat pengamatan alat ukur sehingga terjadi penurunan grafik dari nilai kuat lenturnya.
Berdasarkan data yang diperoleh tersebut melalui harga P
1
dari tiap-tiap sampel selanjutnya disubstitusi kepersamaan 2.3, sehingga diperoleh nilai kuat lentur
dalam satuan Nm
2
. Hasil perhitungan dan tabel dapat dilihat pada Lampiran C halaman L-3.
4.2.4 Pengujian Modulus Of Elastisitas MOE
Pengujian Modulus Elastisitas mengacu pada JIS A 5908-2003 dan standar Jayaboard dan telah dilakukan terhadap semua jenis variabel sampel. Pengujian ini
merupakan lanjutan dari pengujian kuat lentur, dimana setelah diperoleh nilai load
Universitas Sumatera Utara
45
P
l
untuk uji kuat lentur, pengujian tetap dilanjutkan dengan memberikan beban terhadap sampel hingga patah dan didapat nilai load P
E
. Berdasarkan data nilai P
E
yang diperoleh dari tiap-tiap sampel selanjutnya disubstitusi ke persamaan 2.4 sehingga diperoleh nilai Modulus Elastisitas dalam
satuan Nm
2
. Modulus Elastisitas dari papan gipsum plafon terhadap sampel dapat dilihat pada Tabel 4.4 berikut.
Tabel 4.4 Modulus Elastisitas dari papan gipsum plafon terhadap Sampel Gipsum : Semen PPC : Serat Rami
No Sampel
S m
L m
T m
Y m
P
E
P
E
MOE Stroke
Gipsum : Semen PPC :
Serat Rami kgf
N MOE
Nm
2
MOE x 10
6
Nm
2
mmmenit
1 65:35:0
0.09 0.01
0.01 0.045
3.88 38.06
15415434 15.41
0.69 2
65:33:2 0.09
0.01 0.01
0.045 15.65
153.53 62178233
62.18 1.98
3 65:31:4
0.09 0.01
0.01 0.045
18.35 180.01
72905468 72.91
1.72 4
65:29:6 0.09
0.01 0.01
0.045 19.14
187.76 76044177
76.04 1.57
5 65:27:8
0.09 0.01
0.01 0.045
17.53 171.97
69647567 69.65
2.21 6
65:25:10 0.09
0.01 0.01
0.045 15.56
152.64 61820658
61.82 2.16
Berikut terlihat gambar 4.4 yang menyajikan hubungan antara nilai kuat lentur dan Modulus Elastisitas dengan variasi komposisi sampel yang dinyatakan dalam
bentuk grafik.
Universitas Sumatera Utara
46
Gambar 4.4 Grafik Hubungan Antara Nilai Modulus Elastisitas Terhadap Variasi Sampel Gipsum : Semen PPC : Serat Rami
Dari Gambar 4.4 terlihat nilai Modulus Elastisitas maksimum terdapat pada variasi 65:29:6 sebesar 76,04 x 10
6
Nm
2
dan nilai Modulus Elastisitas minimum terdapat pada variasi 65:35:0 sebesar 15,41 x 10
6
Nm
2
. Pada variasi sampel 65:29:6 grafik menunjukkan tingginya nilai kuat lentur suatu sampel, sehingga
dibutuhkan gaya yang cukup besar pula sampai sampel menjadi patah. Besarnya gaya yang dibutuhkan menghasilkan nilai Modulus Elastisitas yang besar. Nilai Modulus
Elastisitas pada variasi sampel 65:29:6 menunjukkan hasil yang maksimum dibandingkan dengan variasi yang lainnya. Lihat hasilnya pada Lampiran D halaman
L-4. MOE Modulus Of Elastisitas papan gipsum plafon mengacu pada JIS A
5908-2003 dan standar Jayaboard. Dibandingkan dengan MOE papan gipsum plafon yang komersial, dimana nilai MOE nya sebesar 6,13 x 10
6
Nm
2
. Untuk semua sampel yang diujikan nilai MOE nya jauh lebih besar dibandingkan dengan yang komersial,
ini menunjukkan adanya peranan dari semen PPC dan serat rami dalam meningkatkan sifat mekaniknya.
Terlihat bahwa pada komposisi 65:27:8 terjadi penurunan nilai Modulus Elastisitas, pada komposisi tersebut kemungkinan karena adanya ketidak homogenan
dalam pengadukan sampel uji dan kurang cermat pengamatan alat ukur sehingga terjadi penurunan grafik dari nilai modulus elastisitasnya.
Universitas Sumatera Utara
47
4.2.5 Pengujian Impak
Pengujian impak mengacu pada metode Charpy untuk mengukur ketahanan dari sampel terhadap beban kejut. Pengujian ini telah dilakukan terhadap semua jenis
variasi sampel menggunakan alat penguji Wollpert werkstoff Pruf Maschine Type CPSA dengan pendulum yang digunakan sebesar 4 Joule.
Hasil pengujian diperoleh secara manual melalui jarum merah yang ditunjukkan pada skala setelah sampel menumbuk benda uji, kemudian angka yang
tertera dalam skala dikurangi dengan energi kosong sebesar 0,02 Joule. Hasil pengukuran disubstitusi ke persamaan 2.5, sehingga didapat nilai impak dari masing-
masing sampel seperti yang tertera dibawah ini. Uji impak dari papan gipsum plafon terhadap sampel dapat dilihat pada Tabel 4.5 berikut.
Tabel 4.5 Uji Impak dari papan gipsum plafon terhadap Sampel Gipsum : Semen PPC : Serat Rami
No Sampel
L m T m
E
o
J E J
HI Jm
2
Gipsum : Semen PPC : Serat Rami
1 65 : 35 : 0
0.01 0.01
0.11 0.09
900 2
65 : 33 : 2 0.01
0.01 0.21
0.19 1900
3 65 : 31 : 4
0.01 0.01
0.32 0.30
3000 4
65 : 29 : 6 0.01
0.01 0.48
0.46 4600
5 65 : 27 : 8
0.01 0.01
0.41 0.39
3900 6
65 : 25 : 10 0.01
0.01 0.42
0.40 4000
Grafik Hubungan Antara uji impak Dengan Variasi Sampel Dapat dilihat pada Gambar 4.5 berikut ini :
Universitas Sumatera Utara
48
Gambar 4.5 Grafik Hubungan Antara Harga Impak Terhadap Variasi Sampel Gipsum : Semen PPC : Serat Rami
Dari Gambar 4.5 tersebut diperoleh nilai impak maksimum pada variasi 65:29:6 sebesar 4600 Jm
2
, sedangkan nilai impak minimum pada variasi 65:35:0 sebesar 900 Jm
2
, kenaikan rata-rata setelah penambahan serat rami sebesar 3480 Jm
2
. Terjadi peningkatan sebesar 1120 Jm
2
, yang menunjukkan bahwa penambahan serat rami dapat meningkatkan ketahanan terhadap benturan. Hasil lengkap dari uji impak
dapat dilihat pada Lampiran E pada halaman L-5. Ketahanan terhadap benturan ini karena adanya serat selulosa pada serat rami.
Menurut McKinney 1995 adanya gaya antar molekul yang kuat pada serat selulosa dan struktur yang berulang menghasilkan derajat kristalin yang tinggi, sehingga plafon
gipsum yang dihasilkan memiliki daya tahan lebih baik terhadap benturan dibandingkan dengan gipsum yang tidak memakai serat rami. Jelaslah dalam hal ini
semakin banyak serat rami yang ditambahkan akan menghasilkan harga impak yang lebih besar.
4.2.6 Pengujian Kuat Tarik
Pengujian kuat tarik mengacu pada SNI 03-2105-2006 dan standar Jayaboard untuk menentukan besarnya kekuatan tarik suatu sampel terhadap beban yang
diberikan. Pengujian ini telah dilakukan terhadap semua jenis variasi sampel
Universitas Sumatera Utara
49
menggunakan alat penguji yang sama dengan uji kuat lentur MOR dan modulus of elastisitas MOE tetapi yang berbeda digunakan penjepit untuk mencengkram sampel.
Nilai load P yang diperoleh dari tiap-tiap sampel disubstitusi kepersamaan 2.6 yang dikonversi kedalam satuan Nm
2
. Hasil pengukuran dapat dilihat pada Lampiran F pada halaman L-6. Kuat tarik dari papan gipsum plafon terhadap sampel
dapat dilihat pada Tabel 4.6 berikut.
Tabel 4.6 Uji Impak dari papan gipsum plafon terhadap Sampel Gipsum : Semen PPC : Serat Rami
No Sampel
L m
T m
P kgf
Nilai Kuat Tarik Stroke
Gipsum : Semen PPC :
Serat Rami P N
Nm
2
x 10
6
Nm
2
mmmenit
1 65 : 35 : 0
0,01 0,01
9.53 93,49
934900 0.93
2.89 2
65 : 33 : 2 0,01
0,01 10.80
105,95 1059500
1.06 3.29
3 65 : 31 : 4
0,01 0,01
29.53 289,69
2896900 2.89
2.42 4
65 : 29 : 6 0,01
0,01 67.76
664,73 6647300
6.65 3.83
5 65 : 27 : 8
0,01 0,01
29.23 286,75
2867500 2.87
2.91 6
65 : 25 : 10 0,01
0,01 22.16
217,39 2173900
2.17 3.58
Grafik Hubungan Antara nilai kuat tarik Dengan Variasi Sampel Dapat dilihat pada Gambar 4.6 berikut ini :
Universitas Sumatera Utara
50
Gambar 4.6 Grafik Hubungan Antara Kuat Tarik Terhadap Variasi Sampel Gipsum : Semen PPC : Serat Rami
Berdasarkan Gambar 4.6 tersebut terlihat nilai kuat tarik maksimum pada variasi sampel 65:29:6 sebesar 6,65 x 10
6
Nm
2
, dan nilai minimum pada variasi sampel 65:35:0 sebesar 0,93 x 10
6
Nm
2
. Perbedaan nilai tersebut cukup signifikan, ini menunjukkan bahwa penambahan pengisi serat rami sangat efektif dalam
meningkatkan sifat mekanik dari plafon gipsum terutama ketahanan terhadap beban tarik. Dari hasil ini menunjukkan bahwa kemampuan serat rami sebagai pengisi
memiliki kemampuan yang sangat baik dalam pengujian tarik. Ini terjadi karena adanya pergeseran antar atom akibat banyak pori dalam serat akan menurunkan
kemampuan bahan. Perbedaan nilai kuat tarik pada sampel 65:29:6 yang cukup besar
dibandingkan variasi lainnya dikarenakan serat rami merupakan kayu yang mengandung serat selulosa. Dimana sifat khusus selulosa merupakan hasil dari
kumpulan rantai panjangnya untuk membentuk serat lebih besar. Menurut McKinney 1995 bahwa serat memiliki gaya antar molekul yang kuat sehingga menghasilkan
ikatan yang kuat dan struktur yang berulang. Dibandingkan dengan kuat tarik plafon gipsum yang komersial dengan kuat
tariknya sebesar 0,91 x 10
6
Nm
2
, maka sampel yang diujikan kuat tariknya 6,65 x 10
6
Nm
2
artinya lebih tinggi dari standar. Ini menunjukkan adanya peranan dari semen PPC dan pengisi serat rami dalam meningkatkan sifat mekaniknya.
Universitas Sumatera Utara
51
4.2.7 Pengujian Termal Dengan DTA
Pengujian dengan DTA merupakan metode karakterisasi sifat termal suatu sampel untuk menentukan temperatur kritis dan juga menghitung perubahan
temperatur T, yang menggunakan alat Thermal Analyyzer DT-30 Shimadzu.
Pengujian ini dilakukan pada tiga jenis sampel yaitu sampel variasi 65:35:0, variasi 65:31:4 dan variasi 65:29:6 yang ketiganya berturut-turut merupakan hasil terbaik
dan terburuk dari pengujian mekanik. Hasil lengkap dapat dilihat pada lampiran G pada halaman L-7.
Tujuan dilakukan pengujian ini untuk mengetahui sampai batas suhu berapa kristal anhidrat tersebut mengalami perubahan atau lepas dari ikatannya dengan
gipsum, karena plafon gipsum yang bebas dari kristal anhidrat akan membuat plafon tersebut melengkung dengan sendirinya, sehingga kekuatan plafon tersebut menjadi
lebih rapuh. Untuk pengukuran temperatur kritis dimulai dari puncak peak DTA yang
ditarik garis lurus sampai memotong garis penunjuk temperatur, selanjutnya titik potong tersebut ditandai, dan diturunkan dua skala kebawah sehingga didapat titik
potong baru, dari titik potong ini ditarik garis lurus menuju skala temperatur 15 mv. Dari pengukuran tersebut diperoleh suhu leleh T
g
, dan suhu titik maksimum T
m
. Pengukuran untuk perubahan temperatur
T dari sampel dengan menghubungkan titik singgung peak DTA, sehingga diperoleh garis singgung,
selanjutnya garis lurus dari puncak peak DTA ditarik memotong garis singgung. Jarak dari puncak sampai garis singgung ini disebut besarnya jumlah skala
T. Jarak antara puncak sampai garis singgung dihitung dengan satuan skala, kemudian jumlah skala
T dimasukkan ke persamaan berikut :
e termocoupl
e termocoupl
range T
x total
skala jumlah
DTA range
total x
T skala
jumlah T
......... 4.1
Berdasarkan pada Gambar 4.7, Gambar 4.8, dan Gambar 4.9 berikut ini, maka suhu leleh T
g
dan suhu dekomposisi T
m
nya dapat ditentukan, sedangkan untuk nilai perubahan suhu
T dari tiap-tiap peak dapat diperoleh dengan menghitung jumlah
Universitas Sumatera Utara
52
skalanya dan kemudian dikonversikan ke persamaan 4.1. Untuk cara perhitungan dan tabel hasil pengukuran nilai T
g
, T
m
, dan perhitungan T dapat dilihat pada Lampiran G
halaman L-7.
Gambar 4.7 Grafik Hasil Pengukuran Uji DTA Terhadap Plafon Gipsum Untuk Sampel Gipsum : Semen PPC : Serat Rami 65:35:0
Gambar 4.8 Grafik Hasil Pengukuran Uji DTA Terhadap Plafon Gipsum Untuk
Universitas Sumatera Utara
53
Sampel Gipsum : Semen PPC : Serat Rami 65:31:4
Gambar 4.9 Grafik Hasil Pengukuran Uji DTA Terhadap Plafon Gipsum Untuk Sampel Gipsum : Semen PPC : Serat Rami 65:29:6
Berdasarkan Gambar 4.7 tersebut terlihat adanya pergeseran garis dasar awal kearah endotermik membentuk peak tajam yang menunjukkan titik leleh T
g
sebesar 150
C kristal anhidrat dari gipsum dan semen PPC sesuai dengan data pada Tabel 4.7. Hal tersebut menurut Stevens 2001 dalam Rahmadi 2011 karena suhu sampel
tertinggal dari suhu pembanding, dan diketahui juga bahwa pada saat mencapai suhu lelehnya T
g
nya tersebut terjadi penurunan suhu yang ditandai dengan arah peak kekanan sebesar 4,39
C atau terjadi perbedaan suhu antara sampel dengan pembanding sebesar 4,39
C. Sementara bila dibandingkan dengan sampel variasi 65:31:4 pada Gambar
4.8 terlihat juga pergeseran garis dasar awal kearah endotermik dan membentuk peak yang menunjukkan titik leleh T
g
sebesar 150 C, selanjutnya terbentuk peak yang
tajam kearah eksotermik menunjukkan temperatur maksimum atau titik dekomposisi T
m
dari sampel sebesar 430 C.
Universitas Sumatera Utara
54
Dari hasil tersebut diketahui ada perbedaan nilai suhu leleh dengan gipsum dan semen PPC, ini menunjukkan bahwa campuran tersebut menghasilkan suhu leleh yang
lebih rendah karena adanya kristal anhidrat lebih dahulu meleleh pada suhu tersebut, dan juga adanya peak tajam kearah eksotermik menurut Stevens 2001 dalam
Rahmadi 2011 menunjukkan suhu sampel telah mendahului suhu pembanding. Untuk
T pada Lampiran G pada halaman L-7 No. 3 tersebut, diketahui bahwa pada saat mencapai titik lelehnya terjadi penurunan suhu yang ditandai dengan arah
peak ke kanan sebesar 5,01 C, dan pada saat mencapai suhu dekomposisinya terjadi
kenaikan yang cukup signifikan yaitu sebesar 30,70 C dengan arah peak ke kiri.
Selanjutnya Gambar 4.8 tersebut dibandingkan dengan Gambar 4.9 yang merupakan hasil dari pengujian terbaik. Gambar 4.8 terjadi pergeseran garis dasar
pada awal kearah endotermik dan membentuk peak yang menunjukkan titik leleh T
g
sebesar 150 C, kemudian terbentuk peak yang tajam kearah eksotermik menunjukkan
suhu dekomposisinya T
m
sebesar 430 C. Sebagaimana diketahui pula pada saat
mencapai titik lelehnya juga terjadi penurunan suhu sebesar 5,01 C, dan pada saat
mencapai suhu titik dekomposisinya terjadi kenaikan sebesar 0,94 C dengan arah
peak ke kiri. Dengan demikian jelas dalam hal ini, pengujian DTA terhadap variasi sampel
65:29:6 telah menunjukkan nilai T
g
, T
m
dan jumlah skala T
2
nya lebih besar dibandingkan dengan sampel dengan sampel 65:31:4. Ini berarti jauh lebih baik
hasilnya karena membutuhkan pemanasan lebih tinggi sampai kristal anhidrat dari gipsum dan semen PPC pada sampel tersebut mencair. Pada saat mencapai titik
dekomposisinya terjadi kenaikan suhu yang signifikan sebesar 30,70 C.
Adapun arti dari suhu transisi gelas T
g
terhadap variasi komposisi 65:29:6 yang bernilai 140
C adalah sampai suhu 140 C bahan gipsum plafon jika terkena
panas tidak akan mengalami perubahan bentuk ataupun rusak, tetapi diatas suhu tersebut maka bahan akan mengalami kerusakan.
4.2.8 Pengujian XRD Dengan Menggunakan X-Ray Diffractometer
Pengujian XRD merupakan Analisa mikrostruktur sampel dilakukan dengan menggunakan Shimadzu X-Ray Diffractometer XRD-6000 2KW3KW. Pengujian
Universitas Sumatera Utara
55
dilakukan untuk mengetahui senyawa yang terbentuk akibat pencampuran dan penambahan gipsum, semen PPC dan serat rami.
Hasil uji XRD X-Ray Diffraction menunjukkan pola difraksi sinar X yang ditunjukkan pada Gambar 4.10 berikut dan Peak Data List hasil analisis XRD
lampiran H pada halaman L-8.
Grafik 4.10. Pola X-Ray Diffraction Plafon gipsum pada Komposisi 65:29:6
Dari Gambar 4.10 di atas diperoleh tiga puncak tertinggi pada sudut 2θ=11.6786
ο
, 25.7800
ο
, 47.5945
ο
yang menunjukkan struktur plafon gipsum yang
Universitas Sumatera Utara
56
terbentuk dari sampel memiliki struktur kristal, Gypsum dan Portland. Hasil lengkap dapat dilihat pada Lampiran H pada halaman L-8 dan Lampiran I pada halaman L-9 .
Universitas Sumatera Utara
57
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat diambil kesimpulan bahwa : 1. Sifat fisis dari plafon gipsum dengan menggunakan serat rami dan campuran
semen PPC menghasilkan densitas 1176 kgm
3
dan daya serap air 23,83, sedangkan densitas 1030 kgm
3
dan daya serap air 37,40 dari papan gipsum yang komersial sebagai pembanding.
2. Pemanfaatan serat rami sebagai pengisi dalam pembuatan plafon gipsum dengan campuran semen PPC telah efektif meningkatkan sifat mekanik,
dimana dihasilkan MOR 16,92 x 10
6
Nm
2
, MOE 76,04 x 10
6
Nm
2
, impak 4600 Jm
2
dan kuat tarik 6,65 x 10
6
Nm
2
yang lebih besar dibandingkan dengan MOR 1,28 x 10
6
Nm
2
, MOE 6,13 x 10
6
Nm
2
, impak 2500 Jm
2
dan kuat tarik 0,91 x 10
6
Nm
2
dari papan gipsum yang komersial.
3. Sifat panas dari papan gipsum plafon menghasilkan suhu transisi gelas campuran sebesar 140
C yang merupakan titik dari kristal anhidrat gipsum dan suhu dekomposisi sebesar 420
C yang merupakan titik dekomposisi dari bahan pengisi serat rami, dan menunjukkan bahwa campuran hanya
terjadi pada ikatan secara fisis saja. 4. Campuran optimum dalam pembuatan papan gipsum plafon yaitu pada
sampel variasi 65:29:6. 5. Hasil pengujian XRD menunjukkan struktur plafon gipsum yang terbentuk
dari sampel memiliki struktur kristal, Gypsum dan Portland.
57
Universitas Sumatera Utara
58
5.2 Saran