3. Pemeriksaan Pasangan Infertilitas
Syafrudin Hamidah 2009 mengemukakan bahwa penanganan infertilitas dapat dibedakan penanganan pada pria, penanganan pada wanita dapat dibagi dalam
7 tujuh langkah yang diuraikan sebagai berikut : a.
Langkah I Anamnesis Cara terbaik untuk mencari penyebab infertilitas pada wanita. Banyak faktor
penting yang berkaitan dengan infertilitas dapat ditanyakan pada pasien. Anamnesis meliputi hal-hal berikut :
1 Lama fertilitas
2 Riwayat haid, ovulasi, dan desminorea
3 Riwayat senggama, frekwensi senggama, dispareunia
4 Riwayat komplikasi pascapartum, abortus, kehamilan ektopik, kehamilan
terakhir 5
Kontrasepsi yang pernah digunakan 6
Pemeriksaan infertilitas dan pengobatan sebelumnya 7
Riwayat penyakit sistemik tuberkulosis, diabetes melitus, tiroid 8
Pengobatan radiasi, sitostatika, alkoholisme 9
Riwayat bedah peruthipofisisginekologi 10
Riwayat PID, PHS, leukorea 11
Riwayat keluar ASI 12
Pengetahuan kesuburan b.
Langkah II Analisis Hormonal Dilakukan jika dari hasil anamnesis ditemukan riwayat, atau sedang mengalami
gangguan haid, atau dari pemeriksaan suhu basal badan SBB ditemukan ovulasi. Hiperprolaktemia menyebabkan gangguan sekresi GnRH yang akibatnya terjadi
Universitas Sumatera Utara
anovulasi. Kadar normal prolaktin adalah 5-25 ngml. Pemeriksaan dilakukan pada pukul 07.00-10.00 wib. Jika ditemukan kadar prolaktin 50 ngml disertai
gangguan haid, perlu dipikirkan ada tumor dihipofisis. Pemeriksaan gonadotropin dapat memberi informasi tentang tidak terjadinya haid.
c. Langkah III Uji Pascasenggama
Tes ini dapat memberi informasi tentang interaksi antara sperma dan getah serviks. Jika hasil UPS negatif, perlu dilakukan evaluasi kembali terhadap sperma.
Hasil UPS yang normal dapat menyimpulkan penyebab infertilitas pada suami. d.
Langkah IV Penilai Ovulasi Penilaian ovulasi dapat dilakukan dengan pengukuran suhu basal badan SBB.
SBB dikerjakan setiap hari saat bangun pagi hari, sebelum bangkit dari tempat tidur, atau sebelum makanminum. Jika wanita memiliki siklus haid berovulasi,
grafik akan memperlihatkan gambaran bifasik, sedangkan yang tidak berovulasi maka gambar grafiknya akan monofasik.
Pada gangguan ovulasi idiopatik yang penyebabnya tidak diketahui, induksi ovulasi dapat dicoba dengan pemberian estrogen umpan balik positif atau
antiestrogen umpan balik negatif. Untuk umpan balik negatif, diberikan komlifen sitrat dosis 50-100 mg, mulai hari ke-5 sampai ke-9 siklus haid. Jika dengan
pemberian estrogen dan klomifen sitrat tidak juga terjadi sekresi gonadotropin, untuk pematangan folikel terpaksa diberikan gonadotropin dari luar.
e. Langkah V Pemeriksaan Bakteriologi
Perlu dilakukan pemeriksaan bakteriologi dari vagina dan porsio. Infeksi akibat clamydia trachomatis dan gonokokus sering menyebabkan penyumbatan tuba.
Jika ditemukan riwayat abortus berulang atau kelainan bawaan pada kehamilan sebelumnya perlu dilakukan pemeriksaan terhadap TORCH.
Universitas Sumatera Utara
f. Langkah VI Analisis Vase Luteal
Kadar estradiol yang tinggi pada fase luteal dapat menghambat implantasi dan keadaan seperti ini sering ditemukan pada unexplained infertility. Pengobatan
insufisiensi korpus luteum dengan pemberian sediaan progesteron alamiah, lebih diutamakan progesteron intravagina dengan dosis 50-200 mg dari pada
pemberian oral. g.
Langkah 7 Diagnosis Tuba Falopi Karena makin meningkatnya penyakit akibat hubungan seksual, pemeriksaan tuba
menjadi sangat penting. Tuba yang tersumbat, gangguan hormon, dan anovulasi merupakan penyebab tersering infertilitas. Untuk mengetahui kelainan pada tuba
tersedia berbagai cara, yaitu uji insuflasi, histerosalpingografi, gambaran tuba falopi secara sonografi. Penanganan pada tiap presdisposisi infertilitas bergantung
pada penyebabnya, termasuk pemberian antibiotik untuk infertilitas yang disebabkan oleh infeksi.
h. Pemeriksaan Pria
Menurut Hadibroto Alam 2007 pemeriksaan infertilitas pada pria meliputi : mengamati kelainan fisik, penyebaran rambut, dan lemak yang tidak rata, atau
konsistensi testis, bisa menjadi tanda akibat ketidakseimbangan hormonal. Kelenjar pituitari memproduksi hormon-hormon FSH dan LH yang berperan
dalam produksi sperma, sedangkan progesteron mempengaruhi lemak dan rambut. Selain itu hormon testosteron berperan dalam pengendalian gairah
seksual. Kelainan fisik lain pada alat reproduksi pria yang harus diperiksa adalah kemungkinan adanya parut atau varises pada scrotum yang dapat mempengaruhi
jumlah dan kemampuan bergerak mobilitas sperma. Salah satu testis tidak kroptorkismus berarti memperkecil kemampuan produksi sperma.
Universitas Sumatera Utara
4. Pengobatan