Rating Factor dan Allowance

BKA = � + 2 � BKB = � - 2 � 2. Menghitung pengukuran yang sebenarnya diperlukan Untuk menentukan jumlah pengkuran waktu kerja yang sebenarnya diperlukan tingkat ketelitian 5 dan tingkat keyakinan 95, maka dipergunakan rumus: 2 2 2 40           − = ∑ ∑ ∑ X X X N N Dimana: N’ = Jumlah pengukuran yang sebenarnya diperlukan N = jumlah data settalah dilakukan uji keseragaman data 3. Bila jumlah pengukuran belum mencukupi Jika diperoleh dari pengujian tersebut ternyata N’ N, maka diperlukan pengukuran tambahan, tapi jika N’ N maka data pengukuran pendahuluan sudah mencukupi.

3.9.3 Rating Factor dan Allowance

1 Setelah pengukuran berlangsung, pengukur harus mengamati kewajaran kerja yang ditunjukkan oleh operator. Andaikan ketidakwajaran ada maka pengukur harus mengetahuinya dan menilai seberapa jauh hal tersebut terjadi. Penilaian perlu dilakukan karena berdasarkan itu dapat dilakukan penyesuaian, dan pengukur harus menormalkannya dengan melakukan penyesuaian. 1 Sutalaksana, Iftikar Z. 2006. Teknik Perancangan Sistem Kerja. Edisi Kedua. Bandung: ITB. Hal:157-169 Universitas Sumatera Utara Biasanya penyesuaian dilakukan dengan mengalikan waktu siklus rata-rata dengan suatu harga p yang disebut faktor penyesuaian. Besarnya harga p sedemikian rupa sehingga hasil perkalian yang diperoleh mencerminkan waktu yang sewajarnya atau normal. Bila pengukur berpendapat bahwa operator bekerja di atas normal maka harga p akan lebih besar dari 1 p1 dan sebaliknya jika operator bekerja di bawah normal maka harga p akan lebih kecil dari 1 p1, dan andaikan pengukur berpendapat bahwa operator bekerja secara wajar maka harga p akan sama dengan 1 p=1. Beberapa sistem untuk memberikan rating yang umumnya diaplikasikan dalam aktivitas pengukuran kerja, antara lain: 1. Skill dan Effort Rating Sekitar tahun 1961, Charles E. Bedaux memperkenalkan suatu sistem untuk pembayaran upah atau pengendalian tenaga kerja. Sistem yang diperkenalkan olehnya ini berdasarkan pengukuran kerja dan waktu baku yang dinyatakan dengan dalam “B” huruf pertama Bedaux, penemunya. Prosedur pengukuran kerja yang dilakukan oleh Bedaux meliputi penentuan rating terhadap kecakapan skill dan usaha-usaha yang ditunjukkan oleh operator pada saat bekerja, disamping itu juga mempertimbangkan kelonggaran allowance. Bedaux menetapkan 60B sebagai performance standard yang harus dicapai oleh seorang operator yang bekerja dengan kecepatan normal yang diharapkan akan mampu Universitas Sumatera Utara mencapai angka 60B per jam, dan pemberian insentif dilakukan pada tempo kerja rata-rata sekitar 70 sampai dengan 85B per jam. 2. Westinghouse System’s Rating Westing House Company 1972 berhasil membuat suatu tabel performance rating yang berisikan nilai-nilai yang berdasarkan tingkatan yang ada untuk 4 faktor yang menentukan kewajaran atau ketidakwajaran dalam bekerja. Adapun 4 faktor tersebut antara lain: a. Keterampilan atau skill, didefinisikan sebagai kemampuan mengikuti cara kerja yang ditetapkan. Latihan dapat meningkatkan keterampilan, tetapi hanya sampai ke tingkat tertentu saja. Untuk keperluan penyesuaian, keterampilan dibagi menjadi 6 kelas dengan ciri-ciri dari setiap kelas yaitu: 1 Super skill: a Secara bawaan cocok sekali dengan pekerjaannya. b Bekerja dengan sempurna. c Tampak seperti telah terlatih dengan baik. d Gerakan-gerakannya halus tetapi sangat cepat sehingga sangat sulit untuk diikuti. e Kadang-kadang terkesan tidak berbeda dengan gerakan-gerakan mesin. f Perpindahan dari satu elemen pekerjaan ke elemen lainnya tidak terlampau terlihat karena lancarnya. Universitas Sumatera Utara g Tidak terkesan adanya gerakan-gerakan berpikir dan merencana tentang apa yang dikerjakan sudah sangat otomatis. h Secara umum dapat dikatakan bahwa pekerja yang bersangkutan adalah pekerja yang sangat baik. 2 Excellent skill: a Percaya pada diri sendiri. b Tampak cocok dengan pekerjaannya. c Terlihat telah terlatih baik. d Bekerjanya teliti dengan tidak banyak melakukan pengukuran atau pemeriksaan lagi. e Gerakan-gerakan kerjanya beserta urutan-urutannya dijalankan tanpa kesalahan. f Menggunakan peralatan dengan baik. g Bekerjanya cepat tanpa mengorbankan mutu. h Bekerjanya cepat tetapi halus. i Bekerjanya berirama dan terkoordinasi. 3 Good skill: a Kualitas hasil baik. b Bekerjanya tampak lebih baik daripada kebanyakan pekerja pada umumnya. Universitas Sumatera Utara c Dapat memberi petunjuk-petunjuk pada pekerja lain yang keterampilannya lebih rendah. d Tampak jelas sebagai pekerja yang cakap. e Tidak memerlukan banyak pengawasan. f Tiada keragu-raguan. g Bekerjanya “stabil” h Gerakan-gerakannya terkoordinasi dengan baik. i Gerakan-gerakannya cepat. 4 Average skill: a Tampak adanya kepercayaan pada diri sendiri. b Gerakannya cepat tetapi tidak lambat. c Terlihat adanya pekerjaan-pekerjaan perencanaan. d Tampak sebagai pekerja yang cakap. e Gerakan-gerakannya cukup menunjukkan tidak ada keragu-raguan. f Mengkoordinasi tangan dan pikiran dengan cukup baik. g Tampak cukup terlatih dan karenanya mengetahui seluk beluk pekerjaannya. h Bekerja cukup teliti. i Secara keseluruhan cukup memuaskan. 5 Fair skill: a Tampak terlatih tetapi belum cukup baik. Universitas Sumatera Utara b Mengenal peralatan dan lingkungan secukupnya. c Terlihat adanya perencanaan-perencanaan sebelum melakukan gerakan- gerakan. d Tidak mempunyai kepercayaan diri yang cukup. e Tampaknya seperti tidak cocok dengan pekerjaannya tetapi telah dipekerjakan di bagian itu sejak lama. f Mengetahui apa-apa yang dilakukan dan harus dilakukan tapi tampak tidak selalu yakin. g Sebagian waktunya terbuang karena kesalahan-kesalahan sendiri. h Jika tidak bekerja secara sungguh-sungguh outputnya akan sangat rendah. i Biasanya tidak ragu-ragu dalam menjalankan gerakan-gerakannya. 6 Poor skill: a Tidak bisa mengkoordinasikan tangan dan pikiran. b Gerakan-gerakannya kaku. c Kelihatan ketidakyakinannya pada urutan-urutan gerakan. d Seperti yang tidak terlatih untuk pekerjaan yang bersangkutan. e Tidak terlihat adanaya kecocokan dengan pekerjaannya. f Ragu-ragu dalam melaksanakan gerakan-gerakan kerja. g Sering melakukan kesalahan-kesalahan. h Tidak adanya kepercayaan pada diri sendiri. i Tidak bisa mengambil inisiatif sendiri. Universitas Sumatera Utara b. Usaha, adalah kesungguhan yang ditunjukkan atau yang diberikan operator ketika melakukan pekerjaannya. Usaha atau effort ini dibagi atas 6 kelas usaha dengan ciri-cirinya, yaitu: 1 Excessive effort: a Kecepatan sangat berlebihan. b Usahanya sangat bersungguh-sungguh tetapi dapat membahayakan kesehatannya. c Kecepatan yang ditimbulkannya tidak dapat diperthankan sepanjang hari kerja. 2 Excellent effort: a Jelas terlihat kecepatannya sangat tinggi. b Gerakan-gerakan lebih ekonomis daripada operator-operator biasa. c Penuh perhatian pada pekerjaannya. d Banyak memberi saran. e Menerima saran-saran petunjuk dengan senang. f Percaya pada kebaikan maksud pengukuran waktu. g Tidak bertahan lebih dari beberapa hari. h Bangga atas kelebihannya. i Gerakan-gerakan yang salah terjadi sangat jarang sekali. j Bekerjanya sangat sistematis. Universitas Sumatera Utara k Karena lancarnya perpindahan dari suatu elemen ke elemen lain tidak terlihat. 3 Good effort: a Bekerja berirama. b Saat-saat menganggur dangat sedikit, nahkan kadang-kadang tidak ada. c Penuh perhatian pada pekerjaannnya. d Senang pada pekerjaannnya. e Kecepatannya baik dan dapat dipertahankan sepanjang hari. f Percaya pada kebaikan waktu pengukuran waktu. g Menerima saran-saran dan petunjuk dengan senang. h Dapat memberi saran-saran untuk perbaikan kerja. i Tempat kerjanya diatur baik dan rapi. j Menggunakan alat-alat yang tepat dengan baik. k Memelihara dengan baik kondisi peralatan. 4 Average effort: a Tidak sebaik good, tapi lebih baik dari poor. b Bekerja dengan stabil. c Menerima saran-saran tetapi tidak melaksanakannya. d Set up dilaksanakan dengan baik. e Melakukan kegiatan-kegiatan perencanaan. 5 Fair effort: Universitas Sumatera Utara a Saran-saran perbaikan diterima dengan kesal. b Kadang-kadang perhatian tidak ditujukan pada pekerjaannnya. c Kurang sungguh-sungguh. d Tidak mengeluarkan tenaga dengan secukupnya. e Terjadi sedikit penyimpangan dari cara kerja baku. f Alat-alat yang dipakainya tidak selalu yang terbaik. g Terlihat adanya kecenderungan kurang perhatian pada pekerjaannnya. h Terlampau hati-hati. i Sistematika kerjanya sedang-sedang saja. j Gerakan-gerakannya tidak terencana. 6 Poor effort: a Banyak membuang-buang waktu. b Tidak memperhatikan adanya minat bekerja. c Tidak mau menerima saran-saran. d Tampak malas dan lambat bekerja. e Melakukan gerakan-gerakan yang tidak perlu untuk mengambil alat-alat dan bahan. f Tempat kerjanya tidak diatur rapi. g Tidak peduli pada cocokbaik tidaknya peralatan yang dipakai. h Mengubah-ubah tata letak tempat kerja yang telah diatur. i Set up kerjanya terlihat tidak baik. Universitas Sumatera Utara c. Kondisi kerja atau condition, adalah kondisi fisik lingkungannya seperti keadaan pencahayaan, suhu, dan kebisingan ruangan. Kondisi kerja merupakan sesuatu di luar operator yang diterima apa adanya oleh operator tanpa banyak kemampuan mengubahnya. Kondisi kerja dibedakan menjadi 6 kelas, yaitu Ideal, Excellent, Good, Average, Fair, dan Poor. Kondisi kerja yang ideal tidak selalu sama bagi setiap pekerjaan karena berdasarkan karaketristiknya masing- masing pekerja membutuhkan kondisi ideal sendiri-sendiri. Pada dasarnya, kondisi ideal adalah kondisi yang paling cocok untuk pekerjaan yang bersangkutan, yaitu yang memungkinkan kinerja maksimal dari pekerja. Sebaliknya kondisi poor adalah kondisi yang tidak membantu jalannya pekerjaan atau bahkan sangat menghambat pencapaian kinerja yang baik. d. Konsistensi, adalah keseragaman hasil pengukuran yang diperoleh selama operator bekerja. Selama ini masih dalam batas-batas kewajaran masalah tidak timbul, tetapi jika variabilitasnya tinggi maka hal tersebut harus diperhatikan. Konsistensi dibagi atas 6 kelas, yaitu Perfect, Excellent, Good, Average, Fair dan Poor. Seseorang yang bekerja Perfect adalah yang dapat bekerja dengan waktu penyelesaian yang boleh dikatakan tetap dari saat ke saat. Sebaliknya konsistensi yang Poor terjadi bila waktu-waktu penyelesaiannya berselisih jauh dari rata-rata secara acak. Konsistensi rata-rata atau Average adalah bila selisih antara waktu penyelesaian dengan rata-ratanya tidak besar walaupun ada satu dua yang “letaknya” jauh. Universitas Sumatera Utara Angka-angka yang diberikan bagi setiap kelas dari faktor-faktor di atas diperlihatkan pada Tabel 3.1. Tabel 3.1. Penyesuaian Menurut Westinghouse Faktor Kelas Lambang Penyesuaian Keterampilan Superskill A1 +0,15 A2 +0,13 Excellent B1 +0,11 B2 +0,08 Good C1 +0,06 C2 +0,03 Average D 0,00 Fair E1 -0,05 E2 -0,10 Poor F1 -0,16 F2 -0,22 Usaha Excessive A1 +0,13 A2 +0,12 Excellent B1 +0,10 B2 +0,08 Good C1 +0,05 C2 +0,02 Average D 0,00 Fair E1 -0,04 E2 -0,08 Poor F1 -0,12 F2 -0,17 Kondisi Kerja Ideal A +0,06 Excellent B +0,04 Good C +0,02 Average D 0,00 Fair E -0,03 Poor F -0,07 Universitas Sumatera Utara Tabel 2.1. Penyesuaian Menurut Westinghouse Lanjutan Faktor Kelas Lambang Penyesuaian Konsistensi Perfect A +0,04 Excellent B +0,03 Good C +0,01 Average D 0,00 Fair E -0,02 Poor F -0,04 Faktor penyesuaian p diperoleh dengan menjumlahkan harga empat penyesuaian itu lalu ditambah satu. Sebagai contoh, suatu pekerjaan diselesaikan dalam keadaan sebagai berikut: Keterampilan : Fair E 1 = - 0,05 Usaha : Good C1 = + 0,02 Kondisi : Excellent B = + 0,04 Konsistensi : Poor F = - 0,04 Jumlah : - 0,03 Jadi, p = 1 + - 0,03 p = 0,97 3. Synthetic Rating Synthetic rating adalah metode untuk mengevaluasi tempo kerja operator berdasarkan nilai waktu yang telah ditetapkan terlebih dahulu. Prosedur yang dilakukan adalah dengan melaksanakan pengukuran kerja seperti biasanya dan membandingkan waktu yang diukur dengan waktu penyelesaian elemen kerja Universitas Sumatera Utara sebelumnya sudah diketahui data waktunya. Perbandingan ini merupakan indeks performance atau rating factor dari operator untuk melaksanakan elemen kerja tersebut. Rasio untuk menghitung indeks performance atau rating ini dapat dirumuskan sebagai: R = P A Dimana: R = indeks performance atau rating factor P = predetermined time untuk elemen kerja yang diamati menit A = rata-rata waktu dari elemen kerja yang diukur menit 4. Performance Rating atau Speed Rating Didalam praktek pengukuran kerja maka metode penetapan rating performance kerja operator didasarkan pada satu faktor tunggal yaitu operator speed, space atau tempo. Sistem ini dikenal dengan “performance rating” atau ”speed rating”. Rating factor ini umumya dinyatakan dalam presentase atau angka desimal, dimana performance kerja normal akan sama dengan 100 atau 1,00. Kelonggaran allowance diberikan kepada tiga hal yaitu untuk kebutuhan pribadi, melepaskan kelelahan dan hambatan yang tidak dapat dihindarkan. Penjelasan ketiga hal tersebut sebagai berikut: Universitas Sumatera Utara 1. Kelonggaran waktu untuk kebutuhan pribadi personal allowance Yang termasuk didalam kebutuhan pribadi adalah hal-hal sepeti minum sekedarnya untuk menghilangkan rasa haus, ke kamar kecil, bercakap-cakap dengan teman sekedarnya untuk menghilangkan ketegangan ataupun kejenuhan sewaktu bekerja. 2. Kelonggaran waktu untuk melepaskan lelah fatigue allowance Rasa fatigue tercermin antara lain dari menurunya hasil produksi baik jumlah maupun kualitasnya. Salah satu cara untuk menentukan besarnya kelonggaran ini adalah dengan melakukan pengamatan sepanjang hari kerja dan mencatat pada saat-saat dimana hasil produksi menurun. Jika rasa fatigue telah datang dan pekerja harus bekerja untuk menghasilkan performance normalnya, maka usaha yang dikeluarkan pekerja lebih besar dari normal dan ini akan menambah rasa fatigue. Oleh karena itu harus diberikan kelonggaran bagi para pekerja untuk menghilangkan rasa lelahnya. 3. Kelonggaran waktu karena keterlambatan-keterlambatan delay allowance Dalam melakukan pekerjaannya, seorang operator tidak luput dari segala hambatan-hambatan dalam pekerjaannya. Beberapa contoh dalam hambatan- hambatan tak terhindarkan adalah menerima atau meminta petunjuk kepada pengawas, melakukan penyesuaian-penyesuaian mesin, mengasah alat potong, mengambil alat-alat atau bahan-bahan khusus dari gudang dan lain sebagainya. Universitas Sumatera Utara Besarnya hambatan seperti itu sangat bervariasi sehingga perlu diberikan sedikit kelonggaran bagi operator. Ketiganya merupakan hal yang secara nyata dibutuhkan oleh pekerja selama pengamatan karenanya setelah mendapatkan waktu normal perlu ditambahkan kelonggaran. Dalam menghitung besarnya allowance, bagi keadaan yang dianggap wajar diambil harga allowance 100. Sedangkan bila terjadi penyimpangan dari keadaan ini, harga p harus ditambah dengan faktor-faktor yang sesuai dengan waktu siklus yang diperoleh. Besarnya kelonggaran untuk ketiga hal di atas yaitu untuk kebutuhan pribadi, menghilangkan rasa fatigue, dan hambatan yang tidak terhindarkan. Dua hal yang pertama antara lain dapat diperoleh dari Tabel 3.2 yaitu dengan memperhatikan kondisi yang sesuai dengan pekerjaan yang bersangkutan. Sedangkan untuk yang ketiga dapat diperoleh melalui pengukuran khusus seperti sampling pekerjaan. Kesemuanya masing-masing dinyatakan dalam persentase, dijumlahkan dan kemudian mengalikan jumlah ini dengan waktu normal yang telah dihitung sebelumnya. Misalkan suatu pekerjaan yang sangat ringan yang dilakukan sambil duduk dengan gerakan-gerakan yang terbatas, membutuhkan pengawasan mata terus menerus dengan pencahayaan yang kurang memadai, suhu dan kelembaban ruangan normal, siklus udara baik, tidak bising. Maka dari Tabel 3.2 didapatkan persentase kelonggaran untuk kebutuhan pribadi dan untuk fatigue sebagai berikut: Universitas Sumatera Utara 7 + 0 + 3 + 5+ 2,5 + 0 + 2 = 19,5 Jika dari sampling pekerjaan didapat bahwa kelonggaran untuk hambatan yang terhindarkan adalah 5, maka kelonggaran total yang harus diberikan untuk pekerjaan itu adalah 19,5 + 5 = 24,5.

3.9.4 Penetapan Waktu Baku