Sedangkan kekurangan MOP adalah : 1.
Harus ada tindakan pembedahan, 2.
Tidak dilakukan pada suami yang masih ingin memiliki anak, 3.
Kadang-kadang terasa nyeri, atau terjadi perdarahan setelah operasi, 4.
Kadang-kadang timbul infeksi pada kulit skrotum, apabila operasinya tidak sesuai dengan prosedur Meilani dkk, 2010.
2.4.4. Faktor-faktor yang Memengaruhi Penggunaan KB MOP
Ada beberapa faktor yang memengaruhi suami dalam memilih alat kontrasepsi MOP, antara lain :
1. Umur
Umur adalah jumlah waktu kehidupan yang telah dijalani oleh seseorang. Umur sering dihubungkan dengan kemungkinan terjangkit penyakit. Kelompok umur
muda anak-anak ternyata lebih rentan terhadap penyakit infeksi diare, infeksi saluran pernafasan. Usia-usia produktif lebih cenderung berhadapan dengan masalah
kecelakaan lalu-lintas, kecelakaan kerja dan penyakit akibat gaya hidup life style. Usia yang relatif lebih tua sangat rentan dengan penyakit-penyakit kronis hipertensi,
jantung koroner atau kanker Notoatmodjo, 2005. Umur juga dapat dihubungkan dengan potensi penggunaan alat kontrasepsi,
khususnya alat kontrasepsi permanen vasektomiMOP. Umur calon akseptor tidak kurang dari 30 tahun. Pada umur tersebut kemungkinan calon peserta sudah memiliki
jumlah anak yang cukup dan tidak menginginkan anak lagi. Apabila umur calon akseptor kurang dari 30 tahun, ditakutkan nantinya akan mengalami penyesalan
Universitas Sumatera Utara
seandainya masih menginginkan anak lagi. Umur istri tidak kurang dari 20 tahun dan tidak lebih dari 45 tahun. Pada umur istri antara 20-45 tahun bisa dikatakan istri
dalam usia reproduktif sehingga masih bisa hamil. Sehingga suami bisa mengikuti kontrasepsi mantap BKKBN, 1993.
Menurut Suprihastuti 2000, bila dilihat dari segi usia, umur pemakai alat kontrasepsi pria cenderung lebih tua dibanding yang lain. Indikasi ini memberi
petunjuk bahwa kematangan pria juga ikut mempengaruhi untuk saling mengerti dalam kehidupan keluarga. Sementara menurut Singarimbun 1996, usia suami
menjadi salah satu faktor penting dalam memutuskan untuk menjadi akseptor kontrasepsi MOP atau tidak. Hal disebabkan oleh potensi reproduksi yang sangat
berhubungan dengan umur. Rata-rata usia akseptor MOP adalah 38,5 tahun, sedangkan akseptor tubektomi adalah 33,7 tahun. Dan menurut Simanullang 2011
ada hubungan yang signifikan antara umur responden dengan penggunaan kontrasepsi MOP di Kecamatan Labuhan Deli Kabupaten Deli Serdang.
2. Pendidikan
Pendidikan adalah upaya persuasi atau pembelajaran kepada masyarakat agar mau melakukan tindakan-tindakan praktek untuk memelihara mengatasi masalah-
masalah, dan meningkatkan kesehatannya. Perubahan atau tindakan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan yang dihasilkan oleh pendidikan kesehatan ini didasarkan
kepada pengetahuan dan kesadaran melalui proses pembelajaran Notoatmodjo, 2005.
Universitas Sumatera Utara
Hubungan antara pendidikan dengan pola pikir, persepsi dan perilaku masyarakat memang sangat signifikan, dalam arti bahwa semakin tinggi tingkat
pendidikan seseorang semakin rasional dalam pengambilan berbagai keputusan. Peningkatan tingkat pendidikan akan menghasilkan tingkat kelahiran yang rendah
karena pendidikan akan mempengaruhi persepsi negatif terhadap nilai anak dan akan menekan adanya keluarga besar. Orang tua dalam keluarga tentu saja menginginkan
agar anaknya berkualitas dengan harapan dikemudian hari dapat melanjutkan cita-cita keluarga, berguna bagi masyarakat dan negara. Untuk sampai pada cita-cita tersebut
tentu saja tidak mudah, dibutuhkan strategi dan metode yang baik. Apakah mungkin menciptakan anak yang berkualitas di tengah waktu yang terbatas, karena kesibukan
bekerja, dan apakah mungkin menciptakan anak berkualitas di tengah kondisi keuangan atau pendapatan yang terbatas.
Hasil penelitian yang dilakukan Litbangkes penelitian pengembangan kesehatan di wilayah Puskesmas Tembilan kota Pekanbaru tahun 2008, bahwa
pendidikan berhubungan dengan keikutsertaan pria dalam KB, semakin tinggi tingkat pendidikan suami, maka semakin mudah untuk menerima gagasan program KB
BKKBN, 2010. Namun dari hasil analisis lanjut SDKI 1997, pendidikan ternyata berpengaruh negatif terhadap pemakaian vasektomi, yang artinya semakin tinggi
tingkat pendidikan, semakin rendah kesertaan suami dalam program KB MOP. 3.
Tingkat Pendapatan Tingkat pendapatan adalah satuan materi yang diperoleh dari hasil pekerjaan
seseorang. Tingkat pendapatan menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi
Universitas Sumatera Utara
seseorang untuk melakukan tindakan, khususnya tindakan yang berhubungan dengan pekerjaan seseorang Notoatmodjo, 2005.
Tingkat pendapatan suatu keluarga sangat berpengaruh terhadap kesertaan suami dalam berKB. Nampaknya, bila PUS keduanya bekerja, berarti istri tidak
bekerja atau memiliki pendapatan sendiri. Wijayanti 2004 akibat ketidaktahuan masyarakat di desa Timpik tentang metode MOP, mereka mengemukakan berbagai
alasan, salah satunya biaya MOP atau vasektomi yang mahal. Alasan tersebut dikaitkan dengan penghasilan mereka sebagai petani kecil dan mereka menganggap
tidak akan mampu menjangkau metode ini. Pernyataan responden bahwa biaya pelaksanaan MOP ini mahal, bila dibandingkan dengan metode kontrasepsi lainnya
sebetulnya bisa dikatakan lebih murah, karena metode ini hanya dilakukan sekali selamanya. Sedangkan untuk metode lain, misalnya IUD yang sekali pasang hanya
untuk jangka waktu tertentu, yang mana setelah itu harus dilepas dan tentunya dipasang lagi bila masih menginginkan metode kontrasepsi yang tentunya
membutuhkan biaya lagi. Inilah yang membuktikan bahwa metode lain justru lebih mahal dari pada MOP.
4. Jumlah Anak
Jumlah anak dapat didefenisikan sebagai jumlah anak hidup yang dimiliki oleh pasangan. Jumlah anak hidup mempengaruhi pasangan usia subur dalam
menentukan pilihan jenis kontrasepsi yang digunakan. Pada pasangan dengan jumlah anak hidup rendah sedikit terdapat kecenderungan untuk menggunakan kontrasepsi
dengan efektivitas rendah. Pilihan ini disebabkan oleh kemungkinan untuk
Universitas Sumatera Utara
memperoleh anak lagi. Pada pasangan dengan jumlah anak hidup yang banyak terdapat kecenderungan untuk menggunakan kontrasepsi dengan efektivitas tinggi,
pilihan ini disebabkan oleh rendahnya keinginan untuk menambah anggota keluarga. 5.
Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang
melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia yakni : indra penglihatan, penciuman, rasa dan raba. Sebagian
besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga Notoatmodjo, 2012. Pengetahuan seseorang biasanya dipengaruhi dari pengalaman yang berasal
dari berbagai macam sumber, misalnya media massa, media elektronik, buku petunjuk, petugas kesehatan, media poster, kerabat dekat, dan sebagainya.
Pengetahun dapat membentuk keyakinan tertentu sehingga berperilaku sesuai keyakinan tersebut.
Tingkat pengetahuan sangat berpengaruh terhadap proses menerima atau menolak inovasi. Roger 1974 dalam Notoadmodjo 2012 mengungkapkan bahwa
sebelum seseorang mengadopsi perilaku baru, dalam diri seseorang tersebut terjadi proses berurutan, yaitu :
1. Awareness kesadaran, dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui
terlebih dahulu terhadap stimulus objek . 2.
Interest merasa tertarik terhadap stimulus tersebut, disini sikap subjek mulai timbul.
Universitas Sumatera Utara
3. Evaluation menimbang-nimbang terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut
bagi dirinya. 4.
Trial, dimana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus.
5. Adoption, dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,
kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus. Pengetahuan dapat diperoleh dari pengalaman langsung atau pun melalui
pengalaman orang lain. Pengetahuan dapat ditingkatkan melalui penyuluhan baik secara individu maupun kelompok untuk meningkatkan pengetahuan kesehatan yang
bertujuan untuk meningkatkan perilaku individu, keluarga dan masyarakat dalam mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Pengukuran pengetahuan dapat
dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan materi yang ingin diukur dari objek penelitian atau responden kedalam pengetahuan yang ingin diketahui
Notoatmodjo, 2012. Dari penelitian yang dilakukan di Jawa Tengah dan Jawa Timur oleh BKKBN
tahun 2001 menunjukkan pengetahuan menjadi salah satu faktor rendahnya partisipasi pria dalam KB. Hal ini didukung dalam penelitian Anggraeni 2007 juga
menyimpulkan bahwa ada beberapa faktor yang memengaruhi keikutsertaan pria dalam ber-KB adalah akses pengetahuan yang masih rendah tentang keluarga
berencana, sosial ekonomi keluarga, stigma di masyarakat bahwa KB adalah urusan wanita, pilihan metode KB bagi pria yang masih terbatas, dan faktor pemahaman
Universitas Sumatera Utara
terhadap masalah kesetaraan gender dalam pembagian tugas dan tanggung jawab keluarga.
6. Sikap
Sikap menunjukkan bagaimana perilaku atau kecenderungan berperilaku yang ada dalam diri seseorang yang berkaitan dengan obyek sikap yang dihadapinya.
Kaitan ini didasarkan oleh asumsi bahwa kepercayaan dan perasaan banyak mempengaruhi perilaku. Kecenderungan berperilaku secara konsisten selaras dengan
kepercayaan dan perasaan ini membentuk sikap individual. Sikap sering diperoleh dengan orang lain yang paling dekat. Sikap membuat seseorang mendekati atau
menjauhi orang lain atau obyek lain. Sikap-sikap positif terhadap nilai-nilai kesehatan tidak selalu terwujud dalam suatu tindakan nyata. Hal ini sesuai dengan pendapat
Notoatmodjo, 2007 bahwa sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang stimulus atau obyek. Karena itulah adalah logis untuk mengharapkan
bahwa seseorang akan dicerminkannya dalam bentuk tendesi perilaku terhadap obyek. Sikap seseorang terhadap obyek adalah perasaan mendukung atau memihak
maupun perasaan tidak mendukung pada obyek tertentu. 7.
Nilai Budaya Sejumlah faktor budaya dapat mempengaruhi klien dalam memilih metode
kontrasepsi. Faktor -faktor ini meliputi salah pengertian dalam masyarakat mengenai berbagai metode, kepercayaan religius, serta budaya, tingkat pendidikan persepsi
mengenai resiko kehamilan dan status wanita. Penyedia layanan harus menyadari bagaimana faktor-faktor tersebut mempengaruhi pemilihan metode di daerah mereka
Universitas Sumatera Utara
dan harus memantau perubahan-perubahan yang mungkin mempengaruhi pemilihan metode. Sosial budaya adalah suatu keadaankondisi yang diciptakan untuk mengatur
tatanan kehidupan bermasyarakat, yang mencakup semua bidang Proverawati, 2009. Adat kebiasaan atau adat dari suatu masyarakat yang memberikan nilai anak
laki-laki lebih dari anak perempuan atau sebaliknya. Hal ini akan memungkinkan satu keluarga mempunyai banyak anak. Bagaimana kalau keinginan untuk mendapatkan
anak laki-laki atau perempuan tidak terpenuhi mungkin akan menceraikan istrinya dan kawin lagi agar terpenuhi keinginan memiliki anak laki-laki atau perempuan.
Disini norma adat istiadat perlu diluruskan karena tidak banyak menguntungkan bahkan banyak bertentangan dengan kemanusiaan.
Beberapa pandangan budaya terhadap perkawinan dalam keluarga dapat digambarkan sebagai berikut Endang, 2002 :
a. Perkawinan bertujuan untuk membentuk keluarga dan menurunkan anak cucu.
Menurunkan anak cucu dianggap sebagai suatu kebahagiaan yang setinggi- tingginya. Sebaliknya, putusnya keturunan dianggap sebagai hal yang
mengecewakan bahkan ada yang menganggap suatu kebinasaan. b.
Di dalam keluarga nilai anak laki-laki sering dianggap lebih penting dibanding perempuan. Hal ini berarti bahwa walaupun sudah beranak banyak dipandang
kurang sempurna tanpa hadirnya anak laki-laki. c.
Adanya pandangan mengenai keluarga yang tidak memiliki anak merupakan keluarga yang tidak atau kurang bahagia.
Universitas Sumatera Utara
d. Tidak pernah terpikirkan bahwa anak yang banyak akan mendatangkan
kesengsaraan atau kemelaratan, berkurangnya pendapatan akan menimbulkan penderitaan berupa gangguan kesehatan ibu. Tiap anak dianggap membawa
rejeki, tidak terpikirkan bahwa dengan terbatasnya jumlah anak seorang ibu akan mempunyai kondisi kesehatan yang lebih baik daripada ibu yang mempunyai
banyak anak. Masih adanya pandangan bahwa perkawinan mengharapkan banyak anak,
tanpa pembatasan, banyak anak dianggap sebagai tanda kemakmuran keluarga bukan dari segi material saja.
8. Jarak dengan fasilitas kesehatan
Menurut Wijono 1999 dalam Manuaba 2008, bahwa akses berarti bahwa pelayanan kesehatan tidak terhalang oleh keadaan geografis, sosial, budaya,
organisasi atau hambatan bahasa. Keterjangkauan ini dimaksudkan agar pria dapat memperoleh informasi yang memadai dan pelayanan KB yang memuaskan.
Keterjangkauan ini meliputi : 1
Keterjangkauan fisik Keterjangkauan fisik dimaksudkan agar tempat pelayanan lebih mudah
menjangkau dan dijangkau oleh masyarakat sasaran, khususnya pria. 2
Keterjangkauan ekonomi Keterjangkauan ekonomi ini dimaksudkan agar biaya pelayanan dapat
dijangkau oleh klien. Biaya untuk memperoleh pelayanan menjadi bagian penting bagi klien. Biaya klien meliputi : uang, waktu, kegiatan kognitif dan upaya perilaku
Universitas Sumatera Utara
serta nilai yang akan diperoleh klien. Untuk itu dalam mengembangkan pelayanan gratis atau subsidi perlu pertimbangan biaya pelayanan dan biaya klien.
3 Keterjangkauan psikososial
Keterjangkauan psikososial ini dimaksudkan untuk meningkatkan penerimaan partisipasi pria dalam KB secara sosial dan budaya oleh masyarakat, provider,
pengambil kebijakan, tokoh agama, tokoh masyarakat. 4
Keterjangkauan pengetahuan Keterjangkauan pengetahuan ini dimaksudkan agar pria mengetahui tentang
pelayanan KB serta dimana mereka dapat memperoleh pelayanan tersebut dan besarnya biaya untuk memperolehnya.
5 Keterjangkauan administrasi
Keterjangkauan administrasi dimaksudkan agar ketetapan administrasi medis dan peraturan yang berlaku pada semua aspek pelayanan berlaku untuk pria dan
wanita. Selama ini dirasakan faktor aksesabilitas atau keterjangkauan pelayanan KB bagi pria masih sangat terbatas. Aksesabilitas informasi KB baik media Komunikasi
Informasi dan Edukasi KIE, konseling yang tersedia, informasi yang diberikan oleh petugas, tempat pelayanan yang ada masih bias gender.
9. Dukungan istri
Menurut Friedmen 1998 dukungan keluarga merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh terhadap perilaku positif. Peran dukungan keluarga sendiri
terbagi menjadi peran formal yaitu peran yang tampak jelas, bersifat eksplisit misalnya peran suami dan peran informasi seperti bantuan langsung dari keluarga.
Universitas Sumatera Utara
Dukungan keluarga mengacu pada dukungan sosial yang dipandang oleh anggota keluarga. Dukungan keluarga suami istri memandang bahwa orang yang bersifat
mendukung selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan. Baik keluarga inti maupun keluarga besar berfungsi sebagai sistem pendukung bagi
anggota anggotanya. Dukungan sosial keluarga dapat berupa :
a Dukungan sosial keluarga internal : seperti dukungan dari suami, istridukungan
dari keluarga kandung b
Dukungan sosial keluarga eksternal, yaitu dukungan keluarga eksternal bagi keluarga inti dalam jaringan kerja sosial keluarga. Baik keluarga inti maupun
keluarga besar berfungsi sebagai sistem pendukung bagi angota-anggotanya
2.5. Teori Perilaku