Faktor Sikap terhadap Kesediaan Suami sebagai Akseptor KB MOP

rendahnya minat pria dalam mengakses informasi tentang kontrasepsi pria dan adanya anggapan bahwa KB hanya diperuntukkan untuk wanita saja dan juga karena masalah KB dan kesehatan reproduksi masih dirasakan tabu untuk dijadikan pembicaraan sehari-hari sehingga membuat peran serta pria dalam penggunaan alat kontrasepsi masih sangat rendah. Kurangnya pengetahuan suami tentang kontrasepsi pria, dikarenakan kurangnya komunikasi, informasi dan edukasi KIE yang dilakukan kepada para pria. KIE lebih banyak dilakukan dengan sasaran wanita selain itu masih minimnya penggunaan media massa sepertis panduk, baliho atau koran merupakan media yang paling mudah diakses masyarakat. Selain itu kurangnya pengetahuan tentang kontrasepsi pria juga disebabkan karena pekerjaan mereka yang menyita waktu.

5.6. Faktor Sikap terhadap Kesediaan Suami sebagai Akseptor KB MOP

Suami yang bersedia sebagai akseptor KB MOP memiliki sikap lebih baik mean 32,65 daripada suami yang tidak bersedia 30,52. Dari hasil independent samples t test diperoleh p-value sebesar 0,026 p-value ≤ 0.05, yang berarti bahwa faktor sikap memengaruhi suami sebagai akseptor KB Medis Operasi Pria MOP. Dari kenyataan tersebut dapat diartikan bahwa suami yang bersikap baik terhadap program KB pria, dikarenakan suami sudah menganggap program KB bukan merupakan program pemerintah lagi tetapi sudah merupakan kebutuhan mereka. Sementara suami yang bersikap kurang terhadap keikutsertaan dalam program KB pria kemungkinan karena masih kurangnya pengetahuan tentang metode-metode Universitas Sumatera Utara kontrasepsi pria dan kurang familier dengan KB MOP. Mereka masih belum paham tentang keuntungan-keuntungan, kerugian dan efek samping dari KB MOP. Sikap suami yang kurang terhadap partisipasi pria dalam KB juga terjadi karena tidak didukung oleh sikap istri dan sikap teman yang baik terhadap partisipasi pria dalam KB. Berkaitan dengan penelitian tersebut Suherni, dkk., 1999, menjelaskan kaitan antara sikap dengan penggunaan kontrasepsi. Rendahnya penggunaan kontrasepsi di kalangan pria diperparah oleh kesan selama ini bahwa program KB hanya diperuntukkan bagi wanita, sehingga pria lebih cenderung bersifat pasif. Hal ini juga nampak dari kecenderungan pengguna tenaga perempuan sebagai petugas dan promotor untuk kesuksesan program KB, padahal praktek KB merupakan permasalahan keluarga, dimana permasalahan keluarga adalah permasalahan sosial yang berarti juga merupakan permasalahan pria dan wanita. Disamping itu kurangnya partisipasi pria dalam penggunaan alat kontrasepsi adalah karena keterbatasan metode untuk pengaturan fertilitas yang dapat dipilih pria. Secara biologis pengendalian fertilitas pria lebih sulit dibanding wanita karena pria selalu dalam kondisi subur dengan jumlah sperma yang dihasilkan sangat banyak. Masalah lain untuk mengembangkan metode kontrasepsi baru bagi pria adalah kebutuhan dana yang sangat besar, sehingga menimbulkan hambatan dalam pengembangannya. Hal tersebut sama dengan pendapat Dreman and Robey 1998, yang menyebutkan alasan rendahnya partisipasi pria dalam penggunaan alat kontrasepsi adalah adanya pandangan dalam program KB bahwa wanita merupakan klien utama Universitas Sumatera Utara karena wanita yang menjadi hamil, sehingga banyak metode kontrasepsi yang didesain untuk wanita, sedangkan metode kontrasepsi bagi pria sangat terbatas pengembangannya. Selanjutnya Rob, dkk 1999 mengatakan bahwa eksklusi pria dari program KB menjadi faktor penentu keterbatasan program KB yang dapat dicapai. Penggunaan alat kontrasepsi merupakan bentuk perilaku seseorang yang didasari penilaian positif pada kegiatan tersebut, baik dengan tujuan tertentu maupun sekedar mengikuti lingkungannya. Hal tersebut menekankan pentingnya sebuah niat dan pemikiran yang positif terhadap perilaku seseorang. Fishben dan Ajzein dalam Notoatmodjo 2007, menyebutkan bahwa keyakinan akibat perilaku merupakan pengetahuan yang berasal dari diri sendiri yang positif maupun negatif. Dari hal tersebut akan menghasilkan sikap yang selanjutnya akan menumbuhkan minat seseorang untuk melakukan perilaku tertentu.

5.7. Faktor Nilai Budaya terhadap Kesediaan Suami sebagai Akseptor KB MOP

Dokumen yang terkait

Perilaku Akseptor Kb Pria Terhadap Metode Medis Operasi Pria (MOP) Di Medan Labuhan Tahun 2009

0 26 87

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEBERHASILAN PROGRAM KB PRIA DI KABUPATEN SITUBONDO (STUDI KASUS PROGRAM MOP (MEDIS OPERATIF PRIA)/VASEKTOMI DI KECAMATAN BANYUPUTIH)

2 32 52

FAKTOR PERILAKU YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMILIHAN ALAT KONTRASEPSI METODE MEDIS OPERATIF PRIA (MOP) (Studi pada Akseptor KB Baru di Kecamatan Kapongan Kabupaten Situbondo)

0 5 21

FAKTOR PERILAKU YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMILIHAN ALAT KONTRASEPSI METODE MEDIS OPERATIF PRIA (MOP) (Studi pada Akseptor KB Baru di Kecamatan Kapongan Kabupaten Situbondo)

0 7 21

FAKTOR DETERMINAN PERILAKU KELUARGA BERNCANA (KB) DENGAN METODE OPERASI PRIA (MOP) DI KECAMATAN Faktor Determinan Perilaku Keluarga Berncana (KB) Dengan Metode Operasi Pria (MOP) Di Kecamatan Jenawi Kabupaten Karanganyar.

0 2 21

PENDAHULUAN Faktor Determinan Perilaku Keluarga Berncana (KB) Dengan Metode Operasi Pria (MOP) Di Kecamatan Jenawi Kabupaten Karanganyar.

0 2 6

A. Identitas - Faktor-faktor yang Memengaruhi Kesediaan Suami Sebagai Akseptor KB Medis Operasi Pria (MOP) di Kecamatan Sitinjo Kabupaten Dairi

0 1 34

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keluarga Berencana (KB) - Faktor-faktor yang Memengaruhi Kesediaan Suami Sebagai Akseptor KB Medis Operasi Pria (MOP) di Kecamatan Sitinjo Kabupaten Dairi

0 0 31

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Faktor-faktor yang Memengaruhi Kesediaan Suami Sebagai Akseptor KB Medis Operasi Pria (MOP) di Kecamatan Sitinjo Kabupaten Dairi

0 0 12

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI KESEDIAAN SUAMI SEBAGAI AKSEPTOR KB MEDIS OPERASI PRIA (MOP) DI KECAMATAN SITINJO KABUPATEN DAIRI TESIS

0 0 20