2.3. Ekonomi
Masalah yang dihadapi oleh tenaga kerja perempuan pedesaan di Indonesia seperti halnya di negara-negara yang sedang berkembang
lainnya merupakan masalah yang kompleks. Hal ini disebabkan karena masalah itu mengandung banyak muatan kultural, serta menyangkut
masalah dasar yakni harkat dari perempuan itu sendiri dan bukan hanya sekedar memberi kesempatan bekerja bagi perempuan. Berbeda dengan
seorang laki-laki yang mencari pekerjaan yang dapat mencari dan mengambil pekerjaan secara bebas maka tidak demikian halnya
perempuan pedesaan di Indonesia. Mereka dalam mencari dan menemukan pekerjaan tidak sebebas seperti halnya dengan kaum laki-
laki, ada pembatasan kultural yang membatasi kaum perempuan pedesaan. Keadaannya menjadi lebih kompleks disebabkan karena
hambatan lain yakni rendahnya keterampilan mereka yang pada hakikatnya merupakan akibat dari persepsi kultural masyarakat tehadap
perempuan. Pembatasan kebudayaan yang masih kuat adalah pendapat
masyarakat agar perempuan dalam mencari dan memilih pekerjaan tidak melanggar kodrat mereka sebagai perempuan. Pembatas kebudayaan
lain adalah persepsi bahwa perempuan dan laki-laki itu memiliki kemampuan yang berbeda, perempuan masih dianggap mempunyai
kemampuan fisik maupun intelektual yang lebih rendah daripada laki-laki Soetrisno, 1997:105.
Universitas Sumatera Utara
Setiap orang tua selalu menginginkan anak-anaknya sukses baik dalam pendidikan maupun dalam pekerjaan, begitu juga orang tua yang
ada pada masyarakat Karo desa Lingga mereka selalu menginginkan anak-anaknya sukses dalam pendidikan dan pekerjaan. Setiap orang tua
yang anaknya pergi merantau ke luar kota dan sukses di tanah perantauan selalu bangga dan mersa harga dirinya telah naik di tengah-
tengah masyarakat dan keluarga. Apa lagi yang pergi merantau itu adalah anak laki-laki.
Setiap orang tua pada masyarakat desa Lingga selalu memberikan kesempatan kepada anak-anaknya untuk pergi merantau ke luar kota
seperti ke Jakarta, Bandung, Lampung, Batam, Medan dan lain-lain, terutama anak laki-laki. Di desa Lingga anak laki-laki selalu di berikan
kesempatan pergi merantau ke luar kota untuk memperbaiki keadaan ekonomi keluarga. Namun kesempatan yang dialami anak perempuan
untuk pergi merantau ke luar kota tidak seperti kesempatan yang diberikan orang tua kepada anak laki-laki, karena orang tua pada
umumnya khususnya para ibu merasa tidak tenang kalau anak perempuannya pergi merantau ke luar kota dengan alasan siapa yang
memperhatikan dan menjaga anaknya nanti di daerah perantauan. Seperti yang dituturkan informan saya Setiawan br Tarigan: 42
tahun “padin kami kujuma jenda asangken lawes ia ku Batam, jah kari lenga kabo tentu datna dahin sisikap, lang gia lalit jah ise pe tandai bicara
ugaga ia jah lalit simetehsa janah lalit singidahsa, jenda gia bicara kujuma pe kami man kang kami lang gia anak diberu la bagi anak dilaki banci
Universitas Sumatera Utara
jagana dirina teh lenga gia datna dahinna sitetap ia banci jadi buruh kasar adi anak diberu me la ngasup” lebih baik kami ke ladang di sini daripada
pergi dia ke Batam, disana nani belum tentu dapat kerjaan yang baik, lagian tidak ada disana saudara seandainya dia kenapa-napa dia di sana
tidak ada orang yang tahu, tidak ada prang yang melihat, di sinipun kalau kami ke ladang makannya kam lagian anak perempuan tidak sama
dengan anak laki-laki yang bisa menjaga dirinya sendiri kalau belum dia dapat pekerjaan yang tetap dia bisa jadi buruh kasar atau buruh bangunan
kalau anak perempuana kan tidak sanggup. Anak perempuan di desa Lingga jarang yang ada pergi merantau ke luar kota kalaupun ada hanya
satu dua orang saja hal ini disebabkan karena kesempatan yang diberikan orang tua tidak sama dengan kesempatan yang diberikan orang
tua terhadap anak laki-laki, selain itu pengetahuan mereka yang sangat terbatas yang hanya tamatan SMA sederajat, kebanyakan anak
perempuan di desa Lingga kesempatannya dalam ekonomi hanya dalam bidang pertanian dan perdagangan ini dapat dilihat dari banyaknya anak
perempuan dan para ibu yang pergi ke ladang pada pagi hari, kalaupun ada yang tidak pergi ke ladang mereka itu berprofesi sebagai pedagang
sayur-sayuran di pajak Kaban jahe. Anak laki-laki pada masyarakat desa Lingga selalu diberi
kebebasan jika mau pergi merantau keluar kota, orang tua pada masyarakat desa Lingga jika anak laki-lakinya pergi merantau tidak
seresah serisau anak perempuan pergi merantau, karena menurut orang tua di desa Lingga anak laki-laki dapat menjaga diri dan sanggup kerja
Universitas Sumatera Utara
kasar atau sebagai buruh jika belum mendapat pekerjaan yang menetap, bagi anak laki-laki yang tidak merantau ke luar kota biasanya bekerja ke
ladang juga dan ada sebagian yang bekerja sebagai supir, pembuat keranjang dan lain-lain. Namun secara keseluruhan yang sibuk bekerja di
ladang adalah anak perempuan dan para ibu, biasanya anak laki-laki dan para ayah pergi ke ladang setelah siang hari dan pada pagi hari mereka
berada di kedai kopi untuk membaca koran atau bermain catur.
B. Pengaruh Anak Terhadap Kebudayaan