tangga. Karena pada asumsi dasarnya adalah, siapa yang mempunyai kekuasaan akan selalu dianggap menindas siapa yang berada di
bawahnya Megawangi,1999:86. Situasi yang terjadi pada masyarakat desa Lingga, di mana anak
laki-laki selalu menganggap rendah saudara perempuannya, mengakibatkan seringnya terjadi pemukulan yang dilakukan anak laki-laki
terhadap saudara perempuannya yang melakukan kesalahan, bila dikaitkan dengan teori sosial konflik yang diutarakan oleh Marxis, bahwa
siapa yang berada di bawah selalu tertindas denga yang ada diatasnya. Perbedaan-perbedaan peran yang terjadi antara anak laki-laki
dengan anak perempuan, yang selalu menganggap anak perempuan itu lemah, tak berdaya, ternyata tak benar ini terbukti di mana ada juga
sebagian anak perempuan yang mampu mengambil air ke tapin, mampu membantu orang tua di ladang, mengambil makanan ternak walaupun
harus ditemani ketika harus pergi ke hutan. Selain itu di desa Lingga yang lebih banyak aktif dalam bidang pertanian adalah perempuan di mana
dapat kita lihat setiap paginya yang kebanyakan pergi ke ladang itu adalah perempuan sementara laki-laki menyusul ketika menjelang siang karena
pada pagi hari laki-laki pergi ke kedai kopi untuk membaca koran atau bermain catur.
D. Akibat Proses Sosialisasi Pada Anak Perempuan
Pengajaran dan pendidikan yang diberikan orang tua terhadap anak perempuan yang ada pada masyarakat desa Lingga, jika kita
Universitas Sumatera Utara
bandingkan dengan saudara laki-lakinya tentu sangat berbeda oleh karena itu tidak mengherankan kalau banyak anak perempuan yang
merasa kecewa dan tidak suka dengan keadaan yang dihadapinya. Namun akibat dari pengajaran dan pendidikan yang diberikan orang tua
ternyata kebanyakan anak perempuan yang mengecap pendidikan atau yang masih sekolah, selain itu bila dilihat pada jaman dulu anak
perempuan masih jauh sangat tertinggal namun sekarang malah anak perempuan jika dilihat dari segi pendidikannya jauh lebih maju dari pada
saudara laki-lakinya, namun walaupun demikian tetap saja anak laki-laki yang selalu di depan baik di dalam keluarga maupun di dalam masalah
adat, dan harta warisan. Pada masayarakat Jawa masih terdapat nilai-nilai yang khas.
Sosialisasi nilai-nilai tersebut masih terus berlangsung di masyarakat, melalui sosialisasi dalam keluarga yang dilakukan oleh orang tua terhadap
anak-anaknya, antara sesamaanggota masyarakat, serta melalui lembaga formal seperti Pondok Pesantren yang banyak terdapat di desa Ganjaran.
Sejak dini terdapat segregasi dalam pendidikan untuk anak-anak perempuan dan laki-laki, sehingga sejak dini anak-anak sudah mengenal
indentitas gendernya, niai-nilai dan norma gender yang berlaku Ihromi, 1995:370.
Akibat dari pengajaran yang diberikan orang tua terhadap anak perempuan yang harus menghormati orang tua, saudara laki-lakinya, dan
dari pengajaran dan pendidikan yang diberikan orang tua menbuat anak perempuan harus mengerjakan semua pekerjaan rumah merasakan
Universitas Sumatera Utara
ketidakadilan hal ini dapat dirasakan oleh salah satu informan saya Sartika br Tarigan: 16 tahun ia mengatakan “adi nande ras bapa jarang
rawaina hardi adi la angkatna launa cuba min aku melaun saja dung aku erdakan mis ia merawa la pagi lit inganmu ja pe nina, enca enggo ko pagi
erjabu adi la angkam dahin rumah pemulih bibim pe ko baci” kalau mamak sama bapak jarang dimarahinya Hardi kalau tidak diangkatnya
airnya, tapi coba saya lama aja siap saya buat masak nasi langsung dia marah ga ada nanti tempatmu di manapun, setelah nanti kau kawin kalau
tidak tahu kau kerjaan rumah dipulangkan mertuamu pun kau bisa. Jika anak perempuan menyuruh saudara laki-lakinya maka orang tua akan
berkata “la banci bage erturang nakku, adi dahin rumah anak diberu kin labo ka anak dilaki, adi anak dilaki dahinna muat gagaten saja, ngangkat
lau inemen, kujuma, adi dahin nuci piring, erdakan, napui rumah e dahin anak diberu” tidak bisa begitu kalau sama saudara laki-laki nakku, kalau
pekerjaan rumah itu anak perempuan bukan anak laki-laki, kalau anak laki-laki kerjaannya mengambil makanan ternak, mengangkat air minum,
keladang, kalau kerjaan menyuci piring, memasak, membersihkan rumah itu kerjaan anak perempuan.
Seperti yang dikatakan Fakih, adanya anggapan bahwa kaum perempuan memiliki sifat memelihara dan rajin, serta tidak cocok untuk
menjadi kepala rumah tangga, berakibat bahwa semua pekerjaan domestik rumah tangga menjadi tanggung jawab kaum perempuan.
Konsekuensinya, banyak kaum perempuan yang harus bekerja keras dan lama untuk menjaga kebersihan dan kerapian rumah tangganya, mulai
Universitas Sumatera Utara
dari membersihkan dan mengepel lantai, memasak, mencuci, mencari air untuk mandi hingga memelihara anak. Bias gender yang mengakibatkan
beban kerja tersebut seringkali diperkuat dan disebabkan oleh adanya pandangan atau keyakinan di masyarakat bahwa pekerjaan yang
dianggap masyarakat sebagai jenis “pekerjaan perempuan”, seperti semua pekerjaan domestik, dianggap dan dinilai lebih rendah
dibandingkan dengan jenis pekerjaan yang dianggap sebagai “pekerjaan lelaki”, serta dikategorikan sebagai “bukan produktif” 1996:21.
Oakley 1972 dalam Fakih mengatakan, perbedaan biologis yakni perbedaan jenis kelamin adalah kodrat Tuhan dan oleh karenanya secara
permanen berbeda. Sedangkan gender adalah perbedaan perilaku antara laki-laki dan perempuan yang dikonstruksi secara sosial, yakni perbedaan
yang bukan kodrat atau bukan ketentuan Tuhan melainkan diciptakan oleh manusia laki-laki dan perempuan melalui proses sosial dan kultural yang
panjang. Perbedaan peran gender akan mengakibatkan ketidakadilan baik terhadap laki-laki maupun terhadap perempuan. Berbagai menifestasi
ketidakadilan dapat terjadi seperti: • Terjadi marginalisasi pemiskinan ekonomi terhadap kaum
perempuan. • Terjadinya subordinasi pada salah satu jenis kelamin, umumnya
kepada kaum perempuan. Dalam rumah tangga, masyarakat maupun negara, banyak kebijakan dibuat tanpa menganggap
penting kaum perempuan. Misalnya anggapan karena perempuan toh nantinya akan ke dapur, mengapa harus sekolah tinggi-tinggi.
Universitas Sumatera Utara
• Pelabelan negatif terhadap jenis kelamin tertentu, dan akibat dari streotipe itu terjadi diskriminasi serta berbagai ketidakadilan
lainnya. Dalam masyarakat, banyak sekali stereotipe yang dilekatka pada kaum perempuan yang berakibat membatasi, menyulitkan,
memiskinkan dan merugikan kaum perempuan. • Kekerasan terhadap jenis kelamin tertentu, umumnya perempuan,
karena perbedaan gender. Kekerasan ini mencakup kekerasan fisik seperti pemerkosaan dan pemukulan, sampai kekerasan dalam
bentuk yang lebih halus seperti pelecehan dan penciptaan ketergantungan.
• Karena peran gender perempuan adalah mengolah rumah tangga, maka banyak perempuan menanggung beban kerja domestik lebih
banyak dan lebih lama 1996:72-75. Pengajaran dan pendidikan yang diberikan orang tua terhadap
anak perempuan di mana anak perempuan dilarang berkeliaran pada malam hari, karena jika anak perempuan yang sering berkeliaran pada
malam hari akan mendapat gunjingan dari masyarakat setempat, begitu juga dengan ke dua orang tuanya juga akan mendapat gunjingan. Karena
menurut masyarakat desa Lingga jika anak perempuan sering keluar pada malam hari sangat buruk, tidak baik. Oleh sebab itu akan sangat jarang
kelihatan anak perempuan yang berkeliaran pada malam hari, jikalaupun ada hanya satu-satu, dan anak tersebut dapat dikatakan berkelakuan
tidak baik dan kurang diperhatikan orang tuanya. Oleh karena itu tidak heran mengapa lebih banyak anak perempuan yang bersekolah saat ini.
Universitas Sumatera Utara
Ketidakadilan yang dirasakan anak perempuan di desa Lingga membuat mereka terkadang memberontak dengan cara menangis di
kamar, terkadang marah kepada ibunya, seperti yang dilakukan informan saya tetni br Tarigan 16 tahun “aku saja lalap jungut-junguti ndu, ntah labo
kin tenndu aku keleng” aku aja yang sering mamak marahi, entah tidak sayang mamak sama aku, Tetni mengatakan hal itu sambil menangis,
selain itu terkadang jika Tetni sudah tidak tahan maka ia akan pergi ke rumah keluarganya seperti ke rumah kakeknya, pamannya, tantenya,
bahkan terkadang ke rumah teman terdekatnya.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV PERANAN DAN KEDUDUKAN ANAK
DALAM KELUARGA PADA MASYARAKAT KARO
A. Peranan Anak Dalam Keluarga
Di dalam keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak tentunya mempunyai peran masing-masing yang mereka laksanakan
dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat bahkan bernegara. Parson dan Bales 1955 dalam Megawangi mengatakan peran sosial dapat
diartikan sebagai seperangkat tingkahlaku yang diharapkan dapat memotivasi tingkah laku seseorang yang menduduki status sosial tertentu
akan ada fungsi dan peran yang dihadapkan dalam interaksinya dengan individu atau kelompok dengan status sosial berbeda. Seorang yang
mempunyai status kepala keluarga misalnya, diharapkan untuk menjamin kebutuhan hidup seluruh anggota keluarganya baik secara material
maupun spiritual. Seorang anak di dalam keluarga, berkewajiban menghormati orangtuanya. Sebaliknya orangtua berkewajiban
memberikan perlindungan dan kasih sayang kepada anak-anaknya. Tingkah laku yang diharapkan ditentukan tidak berdasarkan karakteristik
pribadi individu, tetapi berdasarkan status sosial yang dipegangnya. Peran sosial ini sangat dipengaruhi oleh norma-norma budaya di mana kelompok
itu berada 1999:67. Seseorang mempunyai peran atau berperanan, artinya ia
mempunyai pengaruh terhadap orang lain atau lingkungannya. Pengaruh
Universitas Sumatera Utara