harus menghormati saudara laki-lakinya karena saudara laki-lakinya ini dapat diibaratkan pengganti ayahnya jika kelak ayahnya telah meninggal
dunia oleh karena itu anak perempuan diharuskan menghormati dan menghargai saudara laki-lakinya.
1. Pembagian Tugas Dalam Keluarga
Perbedaan manusia yang dibuat berdasarkan kategori jenis, perempuan dan laki-laki, selalu mengundang praduga tertentu. Di dalam
masyarakat yang sudah mengakar suatu pranata, pembagian tugas dan tanggung jawab dalam masyarakat sangat erat dikaitkan dengan jenis
kelamin. Seolah pembagian tugas dan tanggung jawab ini sudah terkunci mati dan tidak dapat dibuka. Akibatnya, masih banyak orang yang tidak
menyadari bahwa pembagian tugas dan tanggung jawab berdasarkan jenis kelamin ini telah menghasilkan ketidakadilan di berbagai bidang.Ki
Hadjar dalam Notopuro memberikan nama seorang perempuan ibu adalah sebagai “ratu keluarga”. Oleh karena seorang perempuan ibu
mempunyai tugas-tugas yang tak kalah pentingnya dengan tugas soerang laki-laki sebagai bapak. Seorang perempuan ibu adalah pemelihara
rumah tangga, dan juga ia sebagai pengasuh serta pendidik terhadap anak-anaknya, mulai bayi itu dikandungannya sampai usia dewasanya,
bahkan sampai pada waktu kawinnya, sampai beranak cucu, cinta seorang ibu pada anaknya tak akan kunjung henti dan habisnya.
Universitas Sumatera Utara
Memang benar bahwa sementara kalangan dalam masyarakat tidak jarang menyatakan secara sinis bahwa seorang ibu hanya sekedar
sebagai perempuan yang tidak jauh sebagai seorang yang fungsinya, manak beranak, macak bersolek, berdandan, berhias, masak
memasak. Hal ini bukannya di Indonesia saja, oleh karena kita juga menjumpai keadaan yang demikian di dunia Barat, yang mengibaratkan
seorang perempuan ibu dan memberinya predikat: ibu yang hanya mengurusi, kinder anak, kleider pakaian, kuche dapur, kuchen roti,
makanan 1983:45. Adanya perbedaan kerja menurut seks, hanyalah buatan manusia
yang sudah terstruktur menjadi suatu kebudayaan manusia. Kebudayaan inilah yang menciptakan perbedaan pekerjaan perempuan dan laki-laki.
Lebih parah lagi, jika diteliti pekerjaan perempuan selalu memberikan gambaran pekerjaan yang membantu kaum laki-laki dalam menunaikan
tugasnya, misalnya : 1.
Perempuan mengurus rumah dan anak-anaknya, supaya laki-laki dapat bekerja.
2. Perempuan adalah perawat, supaya dokter dapat melakukan seni
penyembuhan 3.
Perempuan mengurus kantor, menjawab telpon, mengatur surat- surat, arsip, agar laki-laki dapat melakukan tugas mengambil
keputusan.Perempuan menyajikan makanan untuk santapan bisnis laki-laki Murniati, 2004:217-218.
Universitas Sumatera Utara
Pada masyarakat desa Lingga pembagian tugas dalam keluarga sealalu menurut jenis kelamin seperti tugas ibu dalam keluarga yaitu
merawat anak, mengerjakan pekerjaan rumah, membantu suami di ladang. Pekerjaan seorang ayah yaitu mencari nafkah untuk kebutuhan
hidup dan tugas anak dalam keluarga yaitu membantu meringankan beban orang tua misalnya seperti anak perempuan mengerjakan
pekerjaan rumah, berjualan sayur-sayuran, menjaga adik, dan pekerjaan anak laki-laki yaitu mengambil makanan ternak, mengambil air minum,
terkadang menjaga adik. Pembagian tugas yang diberikan orang tua terhadap anak selalu didasarkan pada jenis kelamin seperti anak
perempuan selalu mengerjakan pekerjaan domestik yaitu memasak, menyuci, membersihkan rumah, mengangkat air minum, menjaga adik,
membantu orangtua di ladang, dan lain sebagainya. Sedangkan anak laki- laki hanya mengambil makanan ternak, menjaga adik, mengangkat air
minum. Jika seorang anak perempuan menyuruh saudara laki-lakinya membantu menyelesaikan pekerjaan rumah misalnya seperti menyapu
rumah maka orangtua akan berkata kepada anak perempuannya “labo dahin dilaki ena, ena dahin anak diberu ula pagi ulihken bibikena kena adi
la anggakaindu dahin rumah, adi dahin anak dilaki muat gagaten ras ngurupi ijuma, ula sekali-sekali pe suruh kena turang kena ndauh pagi
rejekindu” itu bukan pekerjaan anak laki-laki, itu pekerjaan anak perempuan jangan nanti kamu dipulangkan mertuamu kalau tidak tau
pekerjaan rumah, kalau pekerjaan anak laki-laki hanya mengambil makanan ternak dan membanti pekerjaan di ladang, jangan sekali-
Universitas Sumatera Utara
sekalipun suruh saudara laki-lakimu jauh nanti rejekimu, Meta br Tarigan: 35 tahun.
Pembagian tugas yang tidak seimbang ini sering membuat anak perempuan bersungut-sungut, dan kecewa terhadap orangtuanya, namun
karena ia sebagai anak harus menghormati dan menghargai orangtua maka ia hanya diam dan melaksanakan semua pekerjaan itu. Oleh karena
itu tidak jarang sekali kita ketemui anak perempuan sering bersungut- sungut kepada saudara laki-lakinya ketika orangtua tidak di rumah apalagi
kalau saudara laki-lakinya sering mengejeknya seperti yang dituturkan Sartika br tarigan: 16 tahun, “cuci bajum nah, nokoh ka koje adi la kucuci
bajum labo lit sinucisa, aku ban merawa usur bapa ras nande ah adi la kucuci bajum labanci bage erturang nina” cuci bajumu ini, nokoh pula kau
kalau ga aku yang menyuci bajumu mana ada yang mau, aku karena marah bapak sama mamak itu sering kalau enggak kucuci bajumu, tidak
bisa gitu sama saudara kita katanya. Bagi anak perempuan yang menyuruh saudara laki-lakinya
membantu menyelesaikan pekerjaan rumah tidak hanya mendapat teguran dari orangtua saja tetapi dari semua sanak saudara seperti
bibinya tantenya, baik dari sudara perempuan ayah maupun dari saudara perempuan ibu, maminya tantenya, istri dari saudara laki-laki ibu, dan
nininya nenek, baik dari ibu atau dari ayah, bahkan terkadang dari kilanya pamannya, suami dari saudara perempuan ayah semuanya ini
akan memberikan nasihat dan pengajaran bahwa anak perempuan itu harus menghormati saudara laki-lakinya, karena anak laki-laki ini kelak
Universitas Sumatera Utara
akan menjadi pengganti ayah ketika ayah telah tiada atau telah meninggal, dan sebagai penerus marga ayah.
Melihat pembagian tugas yang terjadi pada masyarakat desa Lingga telah terjadi ketimpangan di mana anak perempuan selalu
dibebankan dengan pekerjaan yang lebih banyak, selain itu akibat dari pembagian tugas yang tak seimbang ini mengakibatkan anak laki-laki
selalu menganggap saudara perempuannya itu adalah makhluk yang lemah, tak berdaya. Sehingga mudah terjadi tindak kekerasan terhadap
saudara perempuannya seperti membentak atau memukul ketika saudara perempuannya terlambat selasai memasak makanan atau tidak
menyelesaikan pekerjaan rumahnya dengan baik. Relasi subordinat perempuan telah menempatkan kaum laki-laki
sebagai pemimpin. Dalam kenyataan hidup, kondisi ini menghasilkan berbagai macam ketidakadilan gender lainnya, seperti stereotipe, beban
ganda perempuan, marginalisasi, dan kekerasan terhadap perempuan. Ketidakadilan yang berlanjut dengan penindasan dan kekerasan, karena
posisi ordinat bermuatan kekuasaan Murniati, 2004:23. Engels 1972:149 dalam Moore mengatakan bahwa pembagian
kerja adalah sesuatu yang murni dan sederhana, yang tumbuh dari alam semesta, dan hanya berlaku antara jenis kelamin. Kaum laki-laki
berperang, berburu, menangkap ikan, mencari bahan baku untuk makanan dan menyediakan alat-alat yang diperlukan untuk keperluan ini.
Kaum perempuan mengurus rumah, dan menyiapkan makanan serta pakaian; mereka memasak, menenun, dan menjahit. Setiap golongan
Universitas Sumatera Utara
menjadi tuan di bidang atau kegiatannya masing-masing. Kaum laki-laki di hutan, kaum perempuan di rumah. Semua memiliki peralatan yang
mereka bikin dan gunakan; kaum laki-laki, senjata, serta alat berburu dan menangkap ikan, kaum perempuan, barang-barang dan peralatan rumah
tangga 1998:89. Selain Engels, Fruzztti 1985 dalam studinya tentang petani-petani
perempuan di propinsi Nil Biru di Sudan, bahwa perempuan dianggap bekerja di rumah, dan hanya pada “kegiatan-kegiatan yang berhubungan
dengan rumah tangga”. Hasilnya adalah seluruh perempuan yang diteliti oleh Fruzztti menyatakan bahwa mereka tidak memiliki pekerjaan karena
mereka adalah istri atau anak perempuan. Dari tujuh belas pekerjaan yang dirancang sebagai pekerjaan laki-laki, tidak ada yang dapat
dikatakan secara terbuka dilakukan perempuan, meskipun sesungguhnya mereka juga mengerjakan beberapa dari pekerjaan-pekerjaan ini Moore,
1998:342. Penelitian yang dilakukan Sukesi pada masyarakat perkebunan
tebu di daerah Malang Selatan yang mengatakan bahwa pada petani menengah, petani sempit, dan buruh tani, keharusan kerja perempuan
tidak hanya di rumah tangga, tetapi juga mencari nafkah. Pada rumah tangga ini anak perempuan lebih cepat membantu pekerjaan ibunya,
mengerjakan pekerjaan rmah tangga, sementara anak laki-laki seusianya masih bermain-main. Pada keluarga buruh tani, anak perempuan
seringkali mengambil alih pekerjaan ibunya pada saat si ibu berkerja di kebun.
Universitas Sumatera Utara
Pola pembagian kerja di rumah tangga yang domina bagi perempuan dianggap sebagai kewajiban dan kodrat perempuan.
Anggapan tersebut pada kenyataannya tidak selalu benar. Ada dua kemungkinan dampak yang timbul pada perempuan. Pertama, perempuan
‘kebal’ resisten terhadap lingkungannya dan dalam proses adaptasi telah menerima pembagian kerja tersebut; akibatnya menjadi statis atau apatis
dalam menghadapi program-program pembangunan. Kedua, dalam situasi tersebut perempuan mempunyai strategi ‘perlawanan’ dengan jalan
menyerahkan sepenuhnya urusan nafkah kepada suami atau mempertahankan tanahnya untuk tanaman pangan Ihromi, 1995:364.
2. Akses Terhadap Sumber Daya 2.1. Pendidikan