beruntung. Hampir semua perempuan dalam keluarga memiliki semacam perasaan “wajib” menerima kekerasan dari suami dan keluarga suami.
Sikap ini diturunkan dari generasi ke generasi melalui sosialisasi ibu kepada putrinya
http:www.kompas.comkompas- cetak030203swara10873.htm
, 28-7-2007.
C. Pengaruh Anak Terhadap Sistem Sosial
Keluarga merupakan suatu kesatuan yang utuh jika dalam keluarga itu terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anaknya yang belum kawin. Setiap
individu yang ada dalam keluarga tersebut harus memerankan perannya sesuai dengan fungsi dan tanggung jawab mereka masing-masing. Dalam
setiap keluarga harus mengikuti dan mentaati aturan norma yang berlaku dalam suatu sistem sosial yang berlaku dalam masyarakat.
Seperti sistem sosial yang berlaku pada masyarakat desa Lingga, yang mengharuskan setiap keluarga mentaati dan mengikuti sistem sosial
tersebut jika tidak inggin digunjingkan oleh masyarakat. Oleh karena itu baik ayah, ibu maupun anak dalam suatu keluarga harus mengikuti dan
mentaati aturan dan norma yang berlaku dalam sistem sosial itu. Namun dalam sub judul kali ini yang mau dibahas adalah
bagaimana pengaruh anak terhadap sistem sosial yang berlaku pada masyarakat desa Lingga. Tingkah laku anak dalam kehidupan sehari-hari
masyarakat desa Lingga merupakan cerminan dari sikap orang tua, jika anak bandel dan susah untuk diajarkan maka yang menjadi salah adalah
orang tua terutama ibu.
Universitas Sumatera Utara
Anak baik itu anak laki-laki maupun anak perempuan selalu berpengaruh terhadap sistem sosial, dimana dapat dilihat bahwa seorang
anak di tengah-tengah masyarakat dapat menaikkan harga diri dari orang tuanya jika ia selalu bertingkah baik, misalnya seperti jika seorang anak
perempuan selalu keluar rumah pada malam hari, hamil di luar nikah, selalu bertengkar dengan saudaranya baik saudara perempuannya
maupun saudara laki-lakinya, dan lain-lain maka yang akan disalahkan terlebih dahulu adalah orang tuannya namun, jika seorang anak
perempuan sekolah dengan bagus, jarang keluar rumah pada malam hari, selalu rukun dengan saudaranya , maka yang anak dipuji adalah nama
orang tuanya. Begitu juga sebaliknya terhadap anak laki-laki, jika seorang anak laki-laki sekolah baik-baik, pergi merantau dan di tanah perantauan
berhasil maka yang dipuji adalah orang tuanya juga. Pandangan bahwa anak perempuan adalah “penjaga kehormatan
keluarga” berhubungan langsung dengan pandangan bahwa anak perempuan adalah “properti” keluarga. Pandangan ini membawa implikasi
membebani dan beban itu merupakan “warisan” turun-temurun, khususnya dari pihak perempuan.
Sainah 32, misalnya perempuan yang mengantongi ijazah sebagai juru pijat di Yogyakarta itu pernah mengalami depresi berat
karena, “saya tidak mau orang tua malu anak perempuannya belum kawin juga, padahal sudah tua.” Kesadaran tidak datang segera sehingga
pernah terbesit keinginan untuk mengakhiri hidup karena merasa tidak berharga. “kehormatan keluarga” diturunkan nilai-nilainya kepada semua
Universitas Sumatera Utara
anggota keluarga dan menuntut kepatuhan mereka untuk mempertahankannya, sekalipun tidak secara langsung.
Mita, sebut saja begitu, nekatmengakhiri kehamilan di luar pernikahan karena tidak inginmembuat orang tuannya menanggung malu.
Ia mengikuti anjuran sang pacar menemui dukun beranak yang biasa melakukan pengguguran kandungan. Ia sempat dilarikan ke rumah sakit
karena terjadi infeksi. Ketika ditanya mengapa ia menerima anjuran pacarnya, Mita yang saat itu berusia 17 tahun malah mengatakan, ia jiga
tidak ingin keluarga Deni, pacarnya, kehilangan muka http:www.kompas.comkompas-cetak050606swara1794109.htm
, 28- 7-2007.
Anak laki-laki dan anak perempuan selalu mendapat perbedaan di dalam sistem sosial walaupun secara kenyataannya baik anak laki-laki
maupun anak perempuan mempunyai pengaruh terhadap sistem sosial itu, dan yang menjadi korban perbedaan itu adalah anak perempuan di
mana anak perempuan dalam hal bertindak selalu dibelakangkan, misalnya dalam mengikuti suatu organisasi seperti Karang Taruna,
Permata tidak pernah kita temui bahwa seorang anak perempuan yang menjadi ketua dari kegiatan organisasi tersebut, mereka anak
perempuan selalu menjadi anggota jikalaupun ada yang menjadi pengurus bisa dibilang menjadi bendehara atau sekertaris saja.
Perbedaan ini terjadi akibat adanya anggapan bahwa anak perempuan itu lemah, tidak berdaya, dan lebih parahnya lagi ada
anggapan bahwa anak perempuan itu tidak seperti anak laki-laki yang
Universitas Sumatera Utara
kuat dan bisa diandalkan. Perbedaan-perbedaan yang dibuat terjadi akibat adanya pengaruh dari sistem sosial itu sendiri di mana anak perempuan
juga diharuskan menghormati orang tuanya dan saudara laki-lakinya selain sistem sosial itu sendiri hal ini juga dipengaruhi oleh adat
masyarakat desa Lingga. Di mana adat keturunan mereka mengikuti sistem Patrilineal yang mengikuti garis keturunan laki-laki, sehingga anak
laki-laki jauh lebih tinggi nilainnya dari anak perempuan, hal ini berlangsung dengan sosialisasi orang tua terhadap anaknya secara turun-
temurun. Perbedaan laki-laki dan perempuan hanya pada apa yang sering
disebut 3M menstruasi, melahirkan dan menyusui. Aspek 3M ini, oleh para feminis dianggap bukan alasan seorang perempuan harus menjadi
ibu, karena konsep ibu bukan karna alam nature, melainkan karena adanya sosialisasi atau konstruksi sosial nurture Megawangi, 1999:93.
Dapat dikatakan bahwa yang perbedaan peran yang terjadi antara anak laki-laki dan anak perempuan yang ada pada masyarakat Karo desa
Lingga telah mengakibatkan perbedaan gender. Dimana untuk memahani konsep gender harus dibedakan kata gender dengan kata seks jenis
kelamin. Jenis kelamin merupakan pensifatan atau pembagian dua jenis kelamin manusia yang ditentukan secara biologis yang melekat pada jenis
kelamin tertentu. Sedangkan gender adalah suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang dikonstruksi secara sosial
maupun kultural.
Universitas Sumatera Utara
Sejarah perbedaan gender antara manusia laki-laki dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang. Oleh karena itu terbentuknya
perbedaan-perbedaan gender dikarenakan oleh banyak hal, diantaranya dibentuk, disosialisasikan, diperkuat, bahkan dikonstruksi secara sosial
atau kultural, melalui ajaran keagamaan mauoun negara. Melalui proses panjang, sosialisasi gender tersebut akhirnya dianggap menjadi ketentuan
Tuhan seolah-olah bersifat biologis yang tidak bisa diubah lagi, sehingga perbedaan-perbedaan gender dianggap dan dipahami sebagai kodrat laki-
laki dan kodrat perempuan. Misalnya saja sering diungkapkan bahwa mendidik anak,
mengelola dan merawat kebersihan dan keindahan rumah tangga atau urusan domestik sering dianggap sebagai kodrat perempuan. Padahal
kenyataannya, bahwa kaum perempuan memiliki peran gender dalam mendidik anak, merawat dan mengelola kebersihan dan keindahan rumah
tangga adalah konstruksi kultural dalam suatu masyarakat tertentu. Oleh karena itu, boleh jadi urusan mendidik anak dan merawat kebersihan
rumah tangga bisa dilakukan oleh kaum laki-laki Fakih, 1996:7-11.
Universitas Sumatera Utara
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Pada masyarakat Karo khususnya masyarakat desa Lingga anak merupakan harta yang paling berharga dari Tuhan yang harus dijaga dan
dirawat sampai anak tersebut mampu hidup mandiri. Bagi masyarakat desa Lingga anak merupakan suatu kehormatan karena mereka
beranggapan kelak anak dapat mengangkat martabat keluarga di tengah- tengah keluarga dan masyarakat.
Bagi masyarakat desa Lingga mungkin juga pada kebanyakan masyarakat lain di Indonesia, anak adalah kebanggaan yang tiada ternilai
harganya. Banyak orang tua mengatakan kalau anak adalah harta bagi setiap keluarga. Dalam kehidupan sehari-hari tampak nyata bagaimana
orang tua dengan tulus merawat, memperhatikan dan melindungi anaknya. Orang tua akan berupaya untuk dapat membuat anak mereka
bahagia dan akan berusaha untuk menyekolahkan anak mereka agar kelak dalam hidupnya mereka dapat berhasil dan mengharumkan nama
keluarga. Sebagai penganut garis keturunan patrilineal masyarakat Karo
sangat mengharapkan kehadiran anak laki-laki, karena menurut mereka anak laki-lakilah yang kelak akan meneruskan keturunan ayahnya
meneruskan marga ayahnya, oleh karena itu tidak heran bahwa di dalam masyarakat desa Lingga kehadiran anak laki-laki sangat diharapkan di
Universitas Sumatera Utara