Korelasi Waktu Dengan Aspek-aspek kehidupan

E. Korelasi Waktu Dengan Aspek-aspek kehidupan

Modal bagi orang muslim dalam kehidupan dunia ini adalah kesempatan waktu yang sangat singkat, denyut-denyut jantung yang terbatas, dan hari-hari yang terus berganti. Bagi orang yang memanfaatkan kesempatan dan detik-detik waktu tersebut untuk kebajikan maka beruntunglah ia. Tetapi bagi yang menyia- nyiakannya, ia telah membuang-buang kesempatan yang tidak akan terulang selamanya.

43 Abdul Malik al-Qasim, Al-Waktu Anfâsun la ta’ūdu., h. 64. lihat juga Yusuf al- Qardhawi, Waktu dalam Kehidupan Muslim, terjemahan, h. 14

44 Yusuf al-Qardhawi, al-Waqtu fi Hayâti Muslim, (Tt. Muassasah ar-Risalah : 1405 H), h. 18

Ada dua hal yang perlu kita lakukan agar memiliki keunggulan dalam hidup ini: yaitu 45 :

a. Waktu boleh sama tapi isi harus beda

Ajaran islam sangat menghargai waktu, Allah SWT. sendiri berkali-kali bersumpah dalam al-Qur’an berkaitan dengan waktu. “wal ‘Ashri (demi waktu )”, wadh-dhuha (demi waktu dhuha)”, “wal-lail (demi waktu malam )”, “wan-nahar (demi waktu siang )”. Allah juga sangat menyukai orang yang shalat lima waktu

dengan tepat waktu, memuliakan sepertiga malam sebagai waktu mustajabnya doa dan waktu dhuha sebagai waktu yang disukainya. Maka, sangat beruntunglah orang-orang yang mengisi waktunya efektif hanya dengan mempersembahkan

yang terbaik dalam rangka beribadah kepada-Nya. 46

b. Sekarang harus lebih baik dari pada tadi

Waktu adalah modal kita dalam mengarungi kehidupan ini. Kalau modal itu dioptimalkan maka beruntunglah kita, tapi kalau modal itu disia-siakan, maka sangat pasti akan rugilah kita. Orang yang bodoh adalah orang yang diberi modal (waktu), kemudian dengan modal itu ia sia-siakan. Na’udzubillah.

Maka andaikata hari ini sama dengan hari kemarin berarti kecepatan kita sama, tak ada peningkatan, maka tak akan pernah bisa menyusul siapapun. Andaikata orang lain selalu meningkat maka kita akan tertinggal dan jadi

45 Abdullah Gymnastiar, Demi Masa : Menggenggam Waktu, Meraih Keunggulan Diri, (Bandung : MSQ Publishing, 2004 ) Cet ke-2, h. 19-20

46 Abdullah Gymnastiar, Demi Masa : Menggenggam Waktu, Meraih Keunggulan Diri) ... h. 19-20 46 Abdullah Gymnastiar, Demi Masa : Menggenggam Waktu, Meraih Keunggulan Diri) ... h. 19-20

Satu-satunya pilihan dalam hidup ini adalah hari ini lebih baik dari hari kemarin, bahkan kalau bisa sekarang ini harus lebih baik dari pada barusan tadi, dalam hal apapun. Kalau tidak demikian maka harus diakui bahwa hari ini adalah hari yang gagal dan rugi. Ingat, andaikata hari ini lebih buruk dari hari kemarin berarti sangat besar serta mencelakakan diri.

Rasulullah saw. mengingatkan kita untuk selalu memperbaiki waktu, sebab setiap waktu memiliki beban persoalan tersendiri. Sabdanya : “Carilah yang lima sebelum datang yang lima, yaitu : manfaatkanlah masa mudamu sebelum datang masa tuamu (dengan ibadah), gunakanlah masa sehatmu sebelum datang masa sakitmu (dengan amal shaleh), gunakanlah masa kayamu sebelum datang masa miskinmu ( dengan sedekah ), gunakanlah masa hidupmu sebelum datang masa matimu ( mancari bekal untuk hidup setelah mati ), gunakanlah masa senggangmu

sebelum masa sempitmu .“ 47 Berikut korelasi waktu dengan aspek-aspek kehidupan :

D.1. Waktu Dalam Akidah ( keimanan )

Setiap orang pasti akan berusaha menjaga sesuatu yang dianggapnya berharga. Ada orang yang menganggap bahwa hartalah yang paling berharga, maka ia akan berusaha menjaganya di tempat yang terpelihara. Ada yang mengganggap anak sebagai sesuatu yang paling berharga dalam hidupnya, maka ia akan berusaha melindungi dan menjaga anak itu dengan usaha yang terbaik bahkan sampai habis-habisan. Begitulah seterusnya : harta, anak, pangkat, jabatan, penghormatan, dan segala sesuatu yang dianggap berharga bagi seorang anak manusia, akan selalu berusaha dijaga dan dipelihara.

47 Ibnu al-Mubarak mengetengahkan dalam az-Zuhd juz. 2, Abu Naim dalam Kitab al- Hilyah juz.4, h. 148, Ibnu Abu Syaibah Hadits no. 34319, al-Qudha’I dalam Musnad asy-Syihab

(729), al-Baihaqi dalam asy-Syu’ab hadits no. 10250 melalui Amr bin Maimun. Al-Misykat hadits n0. 5174. dan Imam Hakim mengetengahkan (Hadits no. 7846) melalui Ibnu Abbas. Lihat Aidh bin Abdullah al-Qarni, Siyâthul Qulūb, terjemahan (Bandung : ibs, 2004) h. 100

Sebagian besar umat manusia mengganggap bahwa yang paling berharga hanyalah yang berkaitan dengan perkara dunia. Sayang, tidak setiap orang mengetaui apa yang sesungguhnya paling berharga di dunia ini.

Sebagai seorang muslim mesti mengetahui bahwa yang paling berharga di dunia ini sebenarnya adalah iman. Maka, perawatan dan pemeliharaan mutu iman, semestinya kita utamakan, sebelum kita menjaga dan merawat yang lainnya. Karena punya apapun di dunia ini tidak akan pernah memiliki nilai apa-apa jika

tidak diiringi keimanan yang tinggi. 48 Maka waktu untuk menjaga keimanan agar

tetap tinggi adalah setiap saat, tidak ada batas dan di mana saja berada. “Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu Aku tunjukkan suatu

perniagaan yang dapat menyelamatkan kamu dari azab yang pedih? (yaitu) kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagi kamu jika kamu mengetahuinya”.(QS. Ash- Shaf : 10-11 )

D.2. Waktu Dalam Ibadah

Islam adalah agama yang paling dominan mengingatkan para pemeluknya mengenai waktu, terutama waktu-waktu dalam ibadah, yaitu :

1. Waktu Shalat

Perintah yang ditujukan kepada orang-orang mukmin secara berulang-ulang dalam al-Qur’an adalah perintah shalat secara teratur. Teks Qur’an yang dibaca dalam shalat adalah tujuh ayat dari surat al-Fatihah, dilengkapi dengan ayat surat –surat pendek.

Shalat adalah tiang agama. Siapa yang mendirikan shalat, maka sesungguhnya dia telah mendirikan agama. Sebaliknya, siapa yang meninggalkan

48 Lihat QS. Ash-Shaf /61 : 10-11 48 Lihat QS. Ash-Shaf /61 : 10-11

ﺓﺎﻛﺰﻟﺍ ﻮﺗ ﺁ ﻭ ﺓﻼﺼﻟﺍ ﻮﻤﻴﻗ ﺃ , yang menggambarkan pentingnya shalat selaku

hubungan jiwa dengan Tuhannya dan membayar zakat yang merupakan hubungan antara manusia sesamanya.

Allah telah mendisiplinkan kepada kita agar ingat terhadap waktu minimal lima kali sahari semalam, yakni waktu Subuh, Dhuhur, Asyar, Maghrib, dan ‘Isya.

Belum lagi tahajjud pada sepertiga akhir malam dan shalat dhuha saat matahari terbit sepenggalah. Allah mengingatkan hamba-hamba-Nya untuk selalu

terkontrol dengan waktu yang ada. 49 Adapun mengenai waktu shalat, Nabi saw. sudah menetapkannya secara

terperinci dari awal hingga akhir. Jabir bin Abdullah meriwayatkan bahwa: Nabi Muhammad saw. didatangi oleh malaikat jibril dan berkata kepadanya, “bangun dan shalatlah”. Kemudian Rasulullah bangun dan mengerjakan shalat dhuhur ketika itu matahari condong. kemudian jibril datang lagi waktu Ashar, dan berkata kepada baginda. “ bangun dan shalatlah”, kemudian baginda bangun dan shalat Ashar yaitu apabila bayang suatu benda menjadi sama panjangnya. Kemudian Jibril datang lagi waktu Maghrib, dan berkata kepada Nabi saw. “bangun dan shalatlah”, lalu Nabi bangun dan shalat Maghrib ketika matahari terbenam. Jibril datang lagi pada waktu Isya dan berkata kepada Nabi, “bangun dan shalatlah”, kemudian Nabi saw. bangun dan shalat Isya ketika cahaya merah (syafaq) hilang.

49 Abdullah Gymnastiar, Demi Masa : Menggenggam Waktu, Meraih ., h. 34

Jibril datang lagi ketika fajar dan berkata kepada baginda “bangun dan shalatlah” kemudian baginda bangun dan shalat ketika fajar menyinsing.

Dari riwayat di atas dapat dipaparkan bahwa waktu shalat lima kali dalam sehari adalah terperinci sebagai berikut :

a. Waktu shalat subuh Waktu shalat subuh dimulai dari naiknya fajar hingga naiknya matahari.

Fajar ada dua macam, yaitu : fajar sidiq dan fajar kadzib. Fajar sidiq yaitu cahaya putih yang mengikuti garis lintang ufuk, sedangkan fajar kadzib adalah cahaya putih yang naik memanjang mengarah ke atas di tengah-tengah langit. Untuk menentukan permulaan waktu puasa, waktu subuh dan akhir waktu isya’. Ulama

banyak memakai ukuran fajar sidiq 50

Waktu subuh merupakan wadah kesempatan untuk mengucapkan syukur dan terimkasih kepada sang Maha pencipta, karenaNya telah memberi nikmat istirahat yang tenang dan menemukan pagi sebagai awal kehidupan baru untuk mendapat tambahan nikmat yang baru pula. Di samping itu Subuh juga merupakan waktu yang tepat untuk berdoa, sebagai bekal untuk memulai usaha

kehidupan hari ini 51 .

b. waktu shalat dzuhur.

50 Fajar itu ada dua macam, yaitu fajar yang mengharamkan makan dan mengharuskan sembahyang dan satu lagi fajar yang mengharamkan sembahyang (yakni sembahyang subuh ) dan

mengharuskan makan. Wahbah Zuhaili, al-Fiqh al-islâmi wa Adillatuhu, terjemahan, ( Selangor : Darul Ihsan, 1995 ) Cet. Ke-2, jilid 11, h. 520

51 Ahmad Syafi’i, Pengantar Shalat Yang Khusyuk, (Bandung : Rosdakarya, 1996 ) Cet. Ke-8, h. 48-49

52 Waktu shalat Dzuhur dimulai dari tergelincirnya matahari hingga bayang- bayang suatu benda menjadi sama panjang dengan benda tersebut.

Firman Allah SWT. ﹶﻥﺎﹶﻛ ِﺮﺠﹶﻔﹾﻟﺍ ﹶﻥﺍَﺀﺮﹸﻗ ﱠﻥِﺇ ِﺮﺠﹶﻔﹾﻟﺍ ﹶﻥﺍَﺀﺮﹸﻗﻭ ِﻞﻴﱠﻠﻟﺍ ِﻖﺴﹶﻏ ﻰﹶﻟِﺇ ِﺲﻤﺸﻟﺍ ِﻙﻮﹸﻟﺪِﻟ ﹶﺓﺎﹶﻠﺼﻟﺍ ِﻢِﻗﹶﺃ

Artinya : Dirikanlah shalat apabila matahari tergelincir hingga waktu gelap malam

dan (dirikanlah pula shalat) subuh. Sesungguhnya shalat subuh itu disaksikan (oleh malaikat). (QS. al-Isra’ : 78 ) Waktu Dhuhur dimulai ketika tergelincirnya matahari dari puncak kepala merupakan usaha penghidupan telah dilakukan sungguh-sungguh sampai melewati punck kritis dari kegarangan waktu tengah hari. Dan mempunyai makna bahwa waktu tersebut adalah merupakan waktu pengarahan dan petunjuk Tuhan bagi menusia bahwa jika melakukan pekerjaan janganlah setengah-setengah. Capai dan lewati puncak kritis suatu pekerjaan , baru mengambil waktu istirahat yang telah disediakan. Disitulah baru akan merasa betapa nikmatnya beristirahat, kenikmatan yang menimbulkan rasa bangga yang akan melahirkan semangat baru

untuk mengulangi pekerjaan itu hingga selesai 53 .

c. Waktu shalat Ashar

52 Gelincir matahari adalah apabila matahari condong dari kedudukannya di tengah- tengah langit atau disebut halah istiwa’. Gelincir ini dapat diketahui dengan cara melihat kepada

orang yang berdiri tegak atau sesuatu benda atau tiang yang berdiri tegak, jika bayangannya benda itu sama peris, itu disebut “istiwa’’ dan apabila bayangan benda itu lebih maka matahari sudah tergelincir. Lihat. Wahbah Zuhaili, al-Fiqh al-Islâmi wa Adillatuhu, terjemahan, h. 521

53 Ahmad Syafi’i, Pengantar Shalat Yang Khusyuk, h. 49

Untuk menetapkan waktu shalat ashar ini ulama berbeda pendapat, pertama mengatakan, bahwa waktu Ashar mulai dari akhir waktu Dzuhur hingga tenggelamnya matahari. Dan kedua menurut Abu Hanifah, waktu Ashar dimulai ketika bayangan benda dua kali lipat hingga sebelum beberapa saat matahari

tenggelam. Sebagian ahli fiqih mengatakan, bahwa shalat ِ Ashar di waktu

matahari kuning adalah makruh. Shalat Ashar disebut juga dengan shalat wustha atau pertengahan. Sesuai dengan firman Allah SWT.

Artinya : peliharalah semua shalat(mu), dan peliharah shalat wustha, berdirilah untuk Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu’

d. Waktu shalat Maghrib Waktu shalat Maghrib dimulai dari terbenamnya matahari hingga syafaq

(cahaya merah) hilang.

e. Waktu shalat Isya’ Menurut beberapa madhab, waktu Isya’ dimulai dari hilangnya syafaq

ahmar (cahaya merah) hingga naiknya fajar sidiq. Shalat Isya’ merupakan shalat penutup awal malam, sesudah manusia beristiraht .

2. Waktu Puasa

Puasa merupakan salah satu kewajiban dasar agama bagi kaum muslim. Dan telah diwajibkan pula pada agama-agama terdahulu 55 . Aturan mengenai puasa

dijumpai pada beberapa ayat. Waktu berpuasa adalah sebulan penuh pada bulan Ramadlan, yang di dalamnya al-Qur’an diturunkan. Puasa, yang dasar pemikirannya dimaksudkn untuk melatih pengendalian diri, bermakna menahan diri dari makan, minum, dan hubungan seksual dari terbitnya fajar hingga

54 Wahbah Zuhaili, al-Fiqh al-Islâmi wa Adillatuhu, terjemahan, h. 522 55 lihat QS. al-Baqarah : 183 54 Wahbah Zuhaili, al-Fiqh al-Islâmi wa Adillatuhu, terjemahan, h. 522 55 lihat QS. al-Baqarah : 183

hari –hari yang ditinggalkannya setelah halangan tersebut berakhir. 56 ﻢﹸﻜِﻠ ﺒﹶﻗ ﻦِﻣ ﻦﻳِﺬﱠﻟﺍ ﻰﹶﻠﻋ ﺐِﺘﹸﻛ ﺎﻤﹶﻛ ﻡﺎﻴﺼﻟﺍ ﻢﹸﻜﻴﹶﻠﻋ ﺐِﺘﹸﻛ ﺍﻮﻨﻣﺍَﺀ ﻦﻳِﺬﱠﻟﺍ ﺎﻬﻳﹶﺃﺎﻳ ﹶﻥﻮﹸﻘﺘﺗ ﻢﹸﻜﱠﻠﻌﹶﻟ

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa”. (QS. al- Baqarah : 183 )

Untuk mengetahui waktu datangnya bulan Ramadhan, umat Islam seyogyanya menghitung bulan Sya’ban sebagai persiapan memasuki Ramadhan. Karena satu bulan terkadang dua puluh sembilan hari dan terkadang tiga puluh hari , maka waktu puasa ramadhan dimulai ketika melihat hilal bulan Ramadhan. Jika terhalang awan hendaknya menyempurnkan bulan Sya’ban menjadi tiga puluh hari . karena Allah menciptakan langit-langit dan bumi serta menjadikan tempat-tempat tertentu agar manusia mengetahui jumlah tahun dan hisab. Satu

bulan tidak akan lebih dari tiga puluh hari. 57 Dari Abu Hurairah ra. Ia berkata : Rasulullah saw. bersbda :

56 Faruq Sherif, A Guide to The Conten of The Qur’an, Terjemahan ( Jakarta : PT. Serambi Ilmu semesta : 2001 ) Cet. Ke-1, h.208-209 , lihat juga QS. al-Baqarah : 184

57 Salim Bn Ied al-hialy dan Ali Hasan Abdul hamid, Shifatu Shaumi an-nabi saw. fi Ramadhan , Terjemahan, ( Bogor : al-Mubarok, 1424 H ), Cet. Ke- I, h. 51

58 HR. Bukhari (4/106) dan Muslim (1081)

“Puasalah kamu karena melihat hilal, dan berbukalah karena melihat hilal. Jika

kalian terhalangi awan, sempurnakanlah bulan Sya’ban tiga puluh hari.”

Dari Adi bin Hatim ra. ia berkata : Rasulullah saw. bersabda :

“Jika datang bulan Ramadhan puasalah tiga puluh hari, kecuali kalian melihat hilal sebelum hari ke tiga puluh.”

Oleh karena itu, tidak seyogyanya seorang muslim mendahului bulan puasa dengan melakukan puasa satu atau dua hari sebelumnya dengan alasan hati-hati,

kecuali kalau bertepatan dengan puasa sunnah yang biasa ia lakukan. Dari Abu Hurairah ra. ia berkata : Rasulullah saw. pernah bersabda :

“ Janganlah kalian mendahului Ramadhan dengan melakukan puasa satu atau dua hari sebelumnya kecuali seeorang yang telah rutin berpuasa maka berpuasalah. “

Melihat hilal teranggap kalau ada dua orang saksi yang adil, berdasarkan

sabda Rasulullah saw. ﲔﺛﻼﺛ ﺍﻮﻠﻤﻛ ﺄ ﻓ ﻢﻜﻴﻠﻋ ﻢﻏ ﻥﺎﻓ ﺎﳍ ﺍﻮﺴﻜﻧ ﻭﺃ , ﻪﺘﻳﺅﺮﻟ ﺍﻭﺮﻄﻓ ﻭﺃ , ﻪﺘﻳﺅﺮﻟ ﻮﻣﻮﺻ

“Berpusalah kalian karena melihat hilal, berbukalah kalian karena melihatnya, berhajilah kalian karena melihat hilal, jika kalian tertutup awan, maka sempurnakanlah (bilangan bulan Sya’ban menjadi) tiga puluh hari, jika ada dua saksi berpuasalah kalian dan berbukalah. “

59 HR. At-Thahawi dalam Musykilul Atsar (no. 501 ) Ahmad (4/377), at-Thabrani dalam al-Kabir (17/171). Dalam sanadnya ada Musalid bin Said, beliau dhaif sebagaimana dikatakan oleh

al-Haitsami dalam Majma az-Zawaid (3/146) 60 HR. Muslim (573 – mukhtashar dengan muallaqnya )

61 HR. An-Nasa’i (4/133), Ahmad (4/321), Ad-Daruquthni (2/167) dari jalan Husain bin al-Harits al-Jadali dari Abdurrahman bin Zaid bin al-Khaththab dari para sahabat Rasulullah

Shallallahu ‘alaihi wasallam, dan sanadnya hasan. Lafadz di atas adalah pada riwayat an-Nasai, Ahmad menambahkan :”dua orang muslim.”

Tidak diragukan lagi, bahwa diterimanya persaksian dua orang dalam satu kejadian tidak menunjukkan persaksian seorang diri itu ditolak, oleh karena itu persaksian seorang saksi dalam melihat hilal tetap teranggap (sebagai landasan untuk memulai puasa)

Demikianlah keterangan yang dapat dijadikan hujjah sebagai awal mulainya bulan Ramadhan. Adapun batasan waktu dimulainya puasa dan berakhirnya adalah mulai dari terbitnya fajar hingga hilangnya siang dengan datangnya malam.

Dengan kata lain hilangnya bundaran matahari di ufuk. Dalam al-Qur’an surat al- Baqarah ayat 187 dijelaskan :

“…makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam, ….”

Fajar ada dua macam yaitu : fajar kadzib dan fajar shadiq Fajar kadzib : tidak dibolehkan katika itu shalat subuh dan belun dikharamkan bagi yang berpuasa untuk makan dan minum, fazar kadzib ini berwarna putih yang memancar panjang yang menjulang seperti ekor binatang gembalaan.

Fajar shadiq : yang mengharamkan makan dan minum bagi yang puasa, dan sudah boleh melaksanakan shalat subuh. , fajar shadiq ini berwarna memerah yang bersinar dan tampak di atas puncak bukit dan gunung-gunung, dan tersebar Fajar shadiq : yang mengharamkan makan dan minum bagi yang puasa, dan sudah boleh melaksanakan shalat subuh. , fajar shadiq ini berwarna memerah yang bersinar dan tampak di atas puncak bukit dan gunung-gunung, dan tersebar

“Hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar.” Jika telah jelas hal tersebut padamu berhentilah makan, minum dan berjima’. Kalau di tanganmu ada gelas berisi air atau minuman, minumlah dengan tenang, karena itu merupakan rukhshah (keringanan) yang besar dari Dzat yang paling pengasih kepada hamba-hambanya yang berpuasa. Minumlah walau engkau mendengar adzan. Rasulullah saw. bersabda :

64 “ Jika salah seorang dari kalian mendengar adzan padahal gelas ada

ditangannya, janganlah ia letakkan hingga memenuhi hajatnya”.

Selain paparan mengenai waktu puasa di atas , puasa juga wajib dikakukan apabila ada sebab salah satu diantaranya, yang waktunya tidak terikat seperti di

bulan Ramadhan. yaitu 65 :

62 Shifatu Shaumi an-Nabi saw. fi Ramadhan , Terjemahan, h. 66-67, lihat juga Wahbah Zuhaili, al-Fiqh al-islâmi wa Adillatuhu, terjemahan, ( Selangor : Darul Ihsan, 1995 ) Cet. Ke-2,

jilid 1, h. 520

63 HR. Abu Daud (235), Ibnu Jarir (3115), al-Hakim (1/426), al-Baihaqi (2/ 218), Ahmad (3/423) dari jalan Hamad dari Muhammad bin Amr dari Abi Salamah dari Abu Hurairah, sanadnya

HASAN, ada jalan lain diriwayatkan oleh Ahmad (2/510), Hakim (1/203, 205) dari jalan Hammad dari Amr bin Abi Amarah dari Abu Hurairah, sanadnya SHAHIH.

64 Yang dimaksud adzan dalam hadits tersebut adalah adzan subuh yang kedua karena telah terbitnya fajar shadiq (lihat Salim Bn Ied al-hialy dan Ali Hasan Abdul hamid, Shifatu

Shaumi an-nabi saw. fi Ramadhan , Terjemahan, ( Bogor : al-Mubarok, 1424 H ), Cet. Ke- I, h. 69). Penjelasan ini didkung juga oleh riwayat Abu Umamah ra. “telah dikumandangkan iqamah shalat, ketika itu di tangan Umar masih ada gelas, di berkta : “ Boleh aku meminumnya ya Rasulullah ?” raulullah bersbda : Ya, minumlah .” (HR. Ibnu jarir 2/102 dari dua jalan Abu umamah)

1. Nazar, apabila seseorang bernadzar untuk puasa satu hari atau lebih maka ia harus memenuhinya, tergantung waktu yang ditentukan ketika nadzar .

2. Kifarat, apabila seseorang melakukan sesuatu larangan yang menyebabkan kifarat, maka ia harus membayarnya dengan berpuasa sesuai dengan hari yang ditentukan.

3. Waktu Zakat

Di samping kewajiban-kewajiban di atas, masih terdapat kewajiban- kewajiban lain, yakni mengeluarkan zakat setiap tahun atau setiap panen. Sebagaimana QS. al-An’am : 141

“Dan Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak berjunjung, pohon korma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya), dan tidak sama (rasanya). Makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila dia berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan dikeluarkan zakatnya); dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-

orang yang berlebih-lebihan.”

“ Dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat “ Zakat adalah mensucikan diri dengan beramal shaleh atau mengeluarkan sebagian harta yang dimilikinya. Maka dari itu zakat dibagi 2 yaitu : zakat fitrah, mensucikan diri dengan mengeluarkan beras atau uang senilai ukuran yang tentukan (2,5 kg) perorang dan zakat mal, mensucikan harta yang dimiliki dengan

65 Wahbah Zuhaili, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, terjemahan, jilid 11, h. 668-669 65 Wahbah Zuhaili, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, terjemahan, jilid 11, h. 668-669

Maka dari itu ada dua Waktu, yaitu : wajib zakat dan ada waktu menunaikan zakat. Menurut ahli fiqih, waktu wajib zakat adalah segera sesudah sempurna syarat-syarat zakat atau sudah mencapai nisab. Sedangkan waktu menunaikannya tergantung jenis harta yang diwajibkan zakat. Misalnya : zakat profesi, zakat hasil

bumi, zakat perdagangan dan lain-lain.

4. Waktu Haji

Haji mempunyai sejarah yang tua dan panjang. ia pertama kalinya dialakukan oleh Ibrahim dan keluarganya yang merenofasi Ka’bah sebagai simbol pusat orientasi manusia yang pondasinya sudah diletakkan oleh Adam. Oleh karena itu, ritual dan perjalanan haji dalah peristiwa napak tilas terhadap apa yang selama ini dialami dan dilakukan oleh Ibrahim sekeluarga. Dan karenanya pula, pemahaman dan pengalaman haji akan baik dan benar bila memahami

pengalaman Ibrahim tersebut. 66 Dalam sejarahnya praktek ibadah yang melibatkan segala potensi, harta,

fisik, akal, dan hati manusia itu banyak disalah gunakan. Praktek penyalahgunaan sempat dijumpai oleh nabi dan umatnya seperti yang dilakukan oleh kaum musyrik Makkah yang dikenal dengan al-Hummas yang memiliki semangat tinggi dalam menjalankan agamanya sampai melampui batas. Misalnya ketika mengitari ka’bah (thawaf ) mereka melakukannya dengan telanjang karena beranggapan

66 Waryono Abdul Ghafur, Tafsir Sosial, h. 247-248 66 Waryono Abdul Ghafur, Tafsir Sosial, h. 247-248

Muzdalifah, sedangkan yang lain di Arafah. 67 Dan ketika selesai melakukan haji , mereka pulang ke rumah masing-masing tidak memasuki pintu-pintu yang sudah

tersedia, tetapi membuat lubang di belakang rumah dan dari sana mereka masuk. 68 mereka manamakan itu semua dengan mengatasnamakan agama.

Dari praktek menyimpang itu diketahui bahwa praktek yang buruk itu adalah yang bertentangan dengan penghayatan nilai universal haji dan mengatasnamakan agama atau ibadah dalam melakukan kegiatan yang tidak diajarkan.

Dengan datangnya nabi, praktek Ibrahim itu dikembalikan dan diamalkan sebagaimana mestinya. Pada zaman nabi, haji baru dilaksanakan pada tahun sembilan hijrah. Ibadah haji memiliki waktu yang terpanjang dibandingkan dengan ibadah-ibadah lain. Yaitu dua bulan sepuluh hari, meskipun ada rukun tertentu yng mesti dilakukan pada waktu yang pendek, yaitu wukuf di Arafah yang harus dilakukan tanggal 9 Dzulhijjah.

Ibadah haji mempunyai waktu tertentu seperti yang telah dinyatakan dalam

QS. al-Baqarah : 189 . ... ﺞﺤﹾﻟﺍﻭ ِﺱﺎﻨﻠِﻟ ﺖﻴِﻗﺍﻮﻣ ﻲِﻫ ﹾﻞﹸﻗ ِﺔﱠﻠِﻫﹶﺄﹾﻟﺍ ِﻦﻋ ﻚﻧﻮﹸﻟﹶﺄﺴﻳ

Artinya : mereka bertanya kepadamu tentang bulan tsabit, katakanlah :” bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan waktu bagi ibadah haji. ….

67 lihat QS. al-Baqarah : 199 68 lihat QS. al-Baqarah : 189

Juga firman Allah dalam QS. al-Baqarah : 19

Artinya : “(Musim) haji adalah bulan-bulan yang dimaklumi 69

D.3. Waktu Dalam Syariah

1. Waktu Muamalah

Dalam bahasa Arab dikenal ada hablum mina Allah yaitu hubungan manusia dengan Allah dan hablum minannas hubungan manusia sesama manusia. Seperti ;

jual beli, simpan pinjam, hutang piutang, dll. Adapun ayat waktu yang berhubungan dengan muamalah al : Dalam QS. al-Baqarah : 282 dijelaskan,

Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu`amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya.

Ayat di atas berbicara tentang anjuran -atau menurut sebagian ulama – kewajiban menulis utang piutang dan mempersaksikannya di hadapan pihak ketiga yang dipercaya / motaris, sambil menekankan perlunya menulis utang walau sedikit, disertai dengan jumlah dan ketatapan waktunya.

Ayat ini ditempatkan setelah uraian anjuran bersedekah dan berinfaq (ayat 271-274), kemudian diusul dengan larangan melakukan transaksi riba (ayat : 275- 279), serta anjuran memberi tangguh kepada yang tidak mampu membayar hutangnya sampai mereka mampu atau bahkan menyedekahkan sebagian atau

69 Bulan yang maklumi adalah bulan Syawwal, Dzulkaidah dan Dzulhijjah. Lihat Qur’an dan tarjamahannya surat al-Baqarah ayat 197 69 Bulan yang maklumi adalah bulan Syawwal, Dzulkaidah dan Dzulhijjah. Lihat Qur’an dan tarjamahannya surat al-Baqarah ayat 197

murni yang diperankan oleh sedekah dengan kekejaman yang diperagakan oleh pelaku riba. Larangan mengambil keuntungan melalui riba dan perintah bersedekah, dapat menimbulkan kesan bahwa al-Qur’an tidak bersimpati terhadap orang yang memiliki harta atau mengumpulkannya. Kesan keliru ini dihapus melalui ayat ini, yang intinya memerintakan memelihara harta dengan menulis hutang piutang walau sedikit, serta mempersaksikannya. Seandainya kesan itu benar, tentulah tidak akan ada tuntutan yang sedemikian rinci menyangkut pemeliharaan dan penulisan hutang-piutang.

Di sisi lain, ayat sebelum ayat ini adalah nasehat Ilai kepada yang memiliki piutang untuk tidak menagih siapa yang sedang dalam kesulitan, nasehat itu dilanjutkan oleh ayat ini, kepada yang melakukan transaksi hutang piutang, yakni demi memelihara harta serta mencegah kesalahpahaman, maka hutang piutang hendaknya ditulis walau jumlahnya kecil di samping nasehat serta tuntunan lain yang berkaitan dengan hutang piutang.

Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menulisnya.

Perintah ayat ini secara redaksional ditujukan kepada orang-orang beriman, tetapi yang dimaksud adalah mereka yang melakukan transaksi utang piutang, bahkan secara lebih khusus adalah yang berpiutang. Ini agar yang memberi piutang merasa lebih tenang dengan penulisan itu. Karena menulisnya adalah perintah atau tuntunan yang sangat dianjurkan , walau kriditor tidak memintaknya.

Kata ( ) tadayantum, yang di atas diterjemahkan dengan

bermuamalah, terambil dari kata ( ) dain. Kata ini memiliki banyak arti, tetapi

makna setiap kata yang dihimpun oleh huruf-huruf kata dain itu (yakni dal, ya, dan nun ) selalu menggambarkan hubungan antar dua pihak, salah satunya berkedudukan lebih tinggi dari pihak yang lain. Kata ini antara lain bermakna hutang, pembelaan, ketaatan, dan agama. Kesemuanya menggambarkan hubungan timbal balik itu, atau dengan kata lain bermuamalah. Muamalah yang dimaksud adalah muamalah yang tidak secara tunai, yakni hutang piutang.

Penggalan ayat ini menasehati setiap orang yang melakukan transaksi hutang piutang dengan dua nasehat pokok. Pertama, dikandung oleh pernyataan untuk waktu yang ditentukan . ini bukan hanya mengisyaratkan bahwa ketika berhutang masa pelunasannya harus ditentukan, dan bukan dengan berkata, kalau saya ada uang, kalau si A datang, karena ucapan ini tidak pasti, rencana kedatangan si A pun dapat ditunda atau tertunda. Bahkan anak kalimat ayat ini tidak mengandung isyarat terebut, tetapi juga mengesankan bahwa ketika Penggalan ayat ini menasehati setiap orang yang melakukan transaksi hutang piutang dengan dua nasehat pokok. Pertama, dikandung oleh pernyataan untuk waktu yang ditentukan . ini bukan hanya mengisyaratkan bahwa ketika berhutang masa pelunasannya harus ditentukan, dan bukan dengan berkata, kalau saya ada uang, kalau si A datang, karena ucapan ini tidak pasti, rencana kedatangan si A pun dapat ditunda atau tertunda. Bahkan anak kalimat ayat ini tidak mengandung isyarat terebut, tetapi juga mengesankan bahwa ketika

2. Waktu Jihad

Jihad merupakan kewajiban agama bagi setiap muslim, baik dalam konteks fisik maupun non fisik. Dalam konteks fisik atau konfrontasi bersenjata dalam menghadapi musuh-musuh Islam yang melakukan penyerangan dan memusuhi Islam, tentu menjadi suatu kewajiban bagi setiap muslim untuk membela agamanya dari setiap gangguan internal maupun eksternal. Demikian juga dalam konteks non fisik atau jihad an-nafs yang oleh Rasul dikatakan sebagai bentuk jihad yang tidak kalah dahsyatnya dari jihad fisik. Jihat ini adalah bentuk perlawanan terhadap setiap keinginan nafsu manusia yang menyimpang dari tuntunan agama yang lurus (al-hanif). Tuntutan dari jihad fisik adalah untuk membela diri dan bukan untuk mencari musuh, tentu saja hal ini bertentangan dengan anggapan yang mengatakan bahwa Islam ditegakkan dengan pedang (kekerasan). Firman Allah:Dan perangilah orang-orang yang memerangi kamu. Dalam ayat-ayat al-Qur,an yang menunjukkan perintah untuk berjihad selalu menunjukkan adanya korelasi pembelaan dan bukan permusuhan, lebih lanjut hal ini telah dibuktikan sepanjang sejarah Islam. Dengan demikian tuntutan untuk berjihad secara fisik waktunya sangat ditentukan oleh kondisi eksternal yaitu jika dimusuhi dalam bentuk apapun yang membahayakan keberadaan agama, jiwa, akal, nasab dan harta (al-maqashid al-khamsah). Adapun jihad an-nafs waktunya Jihad merupakan kewajiban agama bagi setiap muslim, baik dalam konteks fisik maupun non fisik. Dalam konteks fisik atau konfrontasi bersenjata dalam menghadapi musuh-musuh Islam yang melakukan penyerangan dan memusuhi Islam, tentu menjadi suatu kewajiban bagi setiap muslim untuk membela agamanya dari setiap gangguan internal maupun eksternal. Demikian juga dalam konteks non fisik atau jihad an-nafs yang oleh Rasul dikatakan sebagai bentuk jihad yang tidak kalah dahsyatnya dari jihad fisik. Jihat ini adalah bentuk perlawanan terhadap setiap keinginan nafsu manusia yang menyimpang dari tuntunan agama yang lurus (al-hanif). Tuntutan dari jihad fisik adalah untuk membela diri dan bukan untuk mencari musuh, tentu saja hal ini bertentangan dengan anggapan yang mengatakan bahwa Islam ditegakkan dengan pedang (kekerasan). Firman Allah:Dan perangilah orang-orang yang memerangi kamu. Dalam ayat-ayat al-Qur,an yang menunjukkan perintah untuk berjihad selalu menunjukkan adanya korelasi pembelaan dan bukan permusuhan, lebih lanjut hal ini telah dibuktikan sepanjang sejarah Islam. Dengan demikian tuntutan untuk berjihad secara fisik waktunya sangat ditentukan oleh kondisi eksternal yaitu jika dimusuhi dalam bentuk apapun yang membahayakan keberadaan agama, jiwa, akal, nasab dan harta (al-maqashid al-khamsah). Adapun jihad an-nafs waktunya

3. Waktu Zuwaj

70 Pernikahan merupakan sunnah rasul yang harus diikuti, Allah memerintahkan hambanya untuk menikah apabila ia sudah mampu karena

sesungguhnya Allah telah menciptakan semua makhluk di dunia ini berpasang- pasangan 71 mengenai waktu pernikahan, bagi seorang gadis al-Qur’an tidak

menerangkan waktu secara tertentu hanya bagi siapa saja yang sudah mampu. Namun bagi seorang janda atau orang yang dicerai oleh suaminya secara tegas al- Qur’an memberikan batasan-batasan waktu atau masa tunggu untuk menikah kembali, hal ini untuk mengetahui apakah ada janin di dalam rahimnya atau tidak. Masa tunggu wanita yang dicerai sedang hamil adalah sampai dengan melahirkan

anaknya. 72 Wanita yang bercerai akibat kematian suaminya, masa tunggunya adalah empat bulan sepuluh hari. 73 Wanita tua yang tidak haid dan wanita yang belum haid, masa tunggunya adalah tiga bulan 74 dan yang dikawini tanpa bercampur, tidak diwajibkan atasnya masa tunggu. 75

4. Waktu Thalaq

Dalam al-Qur’an ada dua istilah perceraian, yaitu : pertama ; kata thalaq yang berarti melepaskan dengan harapan dapat mengembalikannya atau talak

70 Hadits Rasul ; an-Nikahu sunnati wa man raghiba ‘an sunnati fa laisa minni 71 lihat QS.Yasin / 36 : 36, QS. Az-Zuhruf / 43 : 12, QS. An-Najm / 53 : 45 72 QS. ath-Thalaq / 65 : 4 73 QS. al-Baqarah / 2 : 234 74 QS. at-Thalaq / 65 : 4 75 QS. al-Ahzab / 33 : 49 70 Hadits Rasul ; an-Nikahu sunnati wa man raghiba ‘an sunnati fa laisa minni 71 lihat QS.Yasin / 36 : 36, QS. Az-Zuhruf / 43 : 12, QS. An-Najm / 53 : 45 72 QS. ath-Thalaq / 65 : 4 73 QS. al-Baqarah / 2 : 234 74 QS. at-Thalaq / 65 : 4 75 QS. al-Ahzab / 33 : 49

tertentu. 76 Hukum Qur’an mengenai perceraian, sebagiannya terdapat di tujuh ayat

pertama surah at-Thalaq dan sebagian lainnya di ayat : 228-232, 236-237 surat al- Baqarah.

Seorang suami boleh menceraikan istrinya apabila ia menghendaki, seorang istri tidak memiliki hak untuk menceraikan suaminya, meskipun dalam kondisi- kondisi tertentu sang istri dapat “membeli” hak bercerai dengan menyediakan tebusan yang memadai kepada suaminya, sebagaimana akan diterangkan berikut.

Jika seorang suami ingin menceraikan istrinya agar bisa menikahi wanita lain, maka ia tidak boleh mengambil kembali mahar yang telah diberikan kepada istrinya tersebut. Perbuatan yang demikian sangatlah tidak adil. “Bagaimana kamu dapat tegas (QS. al-Baqarah : 229) mengambil kembali mahar padahal kamu telah mencampurinya dan mengikat perjanjian yang kuat ? seorang suami tidak boleh menganiaya istri untuk memaksa sang istri memberikan kembali sebagian dari mahar yang telah ia terima kecuali sang istri tersebut bersalah melakukan perbuatan kriminal.

Seorang suami yang menceraikan istrinya boleh memilih. selama masa iddah tiga quru’ antara melepaskan sang istri dengan cara yang baik atau

76 lihat terjemahan QS. al-Baqarah / 2 : 229 76 lihat terjemahan QS. al-Baqarah / 2 : 229

Seorang suami boleh menceraikan istrinya sebelum bercampur atau sebelum mahar ditetapkan. Namun, suami tersebut harus menyediakan mahar mitsil (pengganti), sesuai dengan kemampuannya. Jika seorang suami menceraikan istrinya sebelum bercampur tetap setelah mahar ditetapkan, ia harus menyerahkan kepada istrinya setengah mahar, kecuali sang istri merelakan haknya atas setengah

mahar tersebut atau, dalam hal suami telah terlanjur menyerahkan seluruh mahar, sang suami merelakan setelah mahar yang lebih itu Ketika suami memutuskan untuk menceraikan istrinya sebelum bercampur, maka kewajiban menempuh masa idah selama tiga quru’ tidak berlaku. Wanita tersebut harus diberikan mut’ah yang sewajarnya dan dilepaskan secara baik

baik 77 . Seorang suami boleh menceraikan istrinya sampai dua kali. Setiap kali cerai, suami tersebut boleh merujuk istrinya secara baik-baik atau melepaskannya secara baik-baik pula. Suami tidak berhak dengan menceraikan istrinya, untuk menuntut balik apa-apa yang ia berikan kepada istrinya.

Seorang suami yang telah menceraikan istrinya dua kali lalu merujuk sang istri, namun kemudian menceraikan kembali untuk yang ketiga kali, maka suami ini berada pada situasi khusus. Tidak halal lagi baginya merujuk sang istri kecuali setelah sang istri menikah dengan pria lain dan telah bercerai dari suami barunya

77 Lihat QS. 33 : 46 77 Lihat QS. 33 : 46

Selain aturan perceraian, pengasuhan hak bayi juga diperhatikan dalam al- Qur’an, para ibu diwajibkan menyusui anaknya selama dua tahun. Sedangkan kewajiban memberi nafkah dan pakaian yang layak kepada anak adalah tanggung jawabnya seorang ayah atau suami. Dan setelah ayah atau suaminya meninggal maka yang bertanggung jawab adalah ahli warisnya. Ketika ayah dan

ibunnya sepakat untuk menyapihnya maka persetujuan itu adalah sah dan boleh sepakat untuk menyewa seorang perawat untuk mengasuh anaknya asalkan

perawat tersebut diberi upah atau gaji sesuai dengan jerih payahnya. 79 Seorang istri yang suaminya meninggal tidak boleh menikah lagi kecuali

setelah berakhir masa idahnya, yaitu empat bulan sepuluh hari. dengan alasan untuk mengormati al-marhum untuk melaksanakan upacara perkabungan . selama masa idah, tidak ada salahnya bagi seorang pria untuk berniat melamar wanita terebut atau menyembunyikan keinginan tersebut dalam hatinya, namun ia tidak boleh berusaha menemuinya secara sembunyi-sembunyi, dan jika menemuinya ia harus berbicara kepadanya secara sopan dan hormat.

D.4. Waktu Dalam Akhlak

Secara etimologi, akhlaq (bhs Arab) adalah bentuk jama’ dari khuluq yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat, 80 berakar dari kata khalaqa

78 QS. Al-Baqarah / 2 : 20 79 Faruq Sherif, A Guide to The Contents of The Qur’an , Cet. Ke- 1, h. 251-152 80 Lois Ma’luf, al-Munjid fi al-Lughah wa al-islam (Beirut : Dâr al-Masyriq, 1989), Cet.

Ke-2, h. 164 Ke-2, h. 164

Kesamaan akar kata di atas mengisyaratkan bahwa dalam akhlaq tercakup pengertian keterpaduan antara kehendak khaliq (Tuhan) dengan perilaku makhluq (manusia), atau dengan kata lain, tata perilaku seseorang terhadap orang lain dan lingkungannya. Baru mengandung nilai akhlaq yang hakiki manakala tindakan atau perilaku tersebut didasarkan kepada kehendak khaliq. Jadi akhlaq adalah

norma yang mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhannya juga dengan alam semesta. 82

Akhlaq yang baik atau mulia akan mengantarkan kedudukan seseorang pada posisi yang terhormat dan tinggi. 83 Oleh karena itu Allah berfirman dengan

memuji akhlaq Rasulullah saw.

“Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.”

Allah pun menyatakan di dalam firmannya, agar umat Islam membina kehidupannya dengan mencontoh kehidupan nabi Muhammad saw.

81 Pernyataan Allah sebagai khaliq atau pencipta alam semesta dapat dilihat dalam QS. Al-Baqarah : 21-22, 29, al-A’raf : 54, Hud : 7, Ibrahim : 19, al-Iara’ : 99, Hadid : 4. dan lain-lain.

pernyataan Allah sebagai pencipta waktu dapat dilihat dalam QS. Al-anbiya’ : 33 82 Harun Nasution, dkk., Ensiklopedi Islam Indonesia, (jakarta : Djambatan, 1992), h. 98

83 Abdullah Salim, Akhlaq Islam, Seri Media Da’wah, 1994, Cet. Ke-4, h. 5

“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.”