Sumpah Allah dalam QS. al-Syams

C.2. Sumpah Allah dalam QS. al-Syams

Ayat-ayat surah ay-syams disepakati turun sebelum Nabi berhijrah ke Madinah. Namanya yang dikenal dalam mushhaf surah asy-Syams. Imam Bukhari dalam kitab shahihnya menamainya surah wa asy-Syams wa adh- Dhuhaha, sesuai bunyi ayat pertamanya. Nama ini lebih baik dari pada sekedar menyebut surah asy-Syams karena ada surah lain yang juga menyebut kata asy-syams pada

50 Sayyid Qutb, Tafsir Fi Dzilâl Qur’ân, Terjemahan, h. 165 50 Sayyid Qutb, Tafsir Fi Dzilâl Qur’ân, Terjemahan, h. 165

Tujuan utama surah ini adalah anjuran untuk melakukan aneka kebajikan dan menghindari keburukan-keburukan. Itu ditekankan dengan aneka sumpah yang menyebut sekian macam hal, agar manusia memperhatikannya, guna mencapai tujuan tersebut, sebab kalau tidak mereka terancam mengalami bencana sebagaimana yang dialami oleh generasi terdahulu.

Hal ini mengingatkan bahwa kebahagian manusia – yang mengenal takwa dan kedurhakaan berdasar pengenalan yang dilakukan Allah kepada-Nya – adalah dengan menyucikan dan mengembangkan dirinya dengan pengembangan yang baik serta menghiasinya dengan ketakwaan dan menghindarkannya dari segala kedurhakaan. Sebaliknya, ketidakberhasilan meraih sukses adalah dengan memendam potensi positif itu. Ini dibuktikan oleh surah ini dengan pengalaman pahit generai terdahulu.

Sayyid Qutb secara singkat melukiskan surah ini sebagai uraian menyangkut hakikat jiwa manusia serta potensi nalurinya yang suci, peranan manusia terhadap dirinya dan tanggung jawabnya menyangkut kesudahan hidupnya. Hakikat tersebut dikaitkan oleh surah ini dengan hakikat-hakikat yang terdapat di alam

raya serta kenyataan-kenyataan yang tidak menyucikan jiwanya. 52 Dalam tafsir al-Misbah surah ini di anggap sebagai bukti tentang kuasa

Allah dalam mengendalikan jiwa manusia – yang merupakan matahari jasmaninya – menuju kebahagiaan atau kesengsaraan, sebagaimana kuasa-Nya mengendalikan

51 Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, Vol. 15, h. 293 52 Sayyid Quthb, Tafsir Fi Dzilâl Qur’ân, Terjemahan, ( Jakarta : Gema Insani Press,

2002 ) Cet. I, jilid 24, h. 149 2002 ) Cet. I, jilid 24, h. 149

ayatnya menurut perhitungan banyak ulama sebanyak 15 ayat. 53 Dalam surah al-Balad ditegaskan bahwa manusia hidup dalam kesulitan

sambil menekankan bahwa siapa pun yang menyimpang dari jalan Allah maka dia akan hidup dalam kesulitan abadi yakni neraka, karena itu, pada awal surah ini

Allah bersumpah bahwa yang malakukan itu adalah Allah SWT. karena Dia yang kuasa membatasi manusia dengan hatinya (QS. an-Anfal /8 : 24 ). Disinilah Allah

bersumpah menunjukkan keluasan ilmu dan kesempurnaan kuasanya. 54

Allah berfirman,: Demi matahari dan cahayanya di waktu pagi, demi bulan ketika ia mengirinya, demi waktu siang ketika ia terang benderang. Demi waktu malam apabila ia menutupinya. Demi langit beserta bangunannya. Dan demi bumi beserta hamparannya. Serta demi jiwa dengan kesempurnaannya. Maka Allah mengilhami ke jalan yang fasik atau takwa.( QS. asy-Syams ayat 1-8)

Dalam surat ini Allah bersumpah dengan makhluk-makhluk-Nya yang dapat disaksikan, dengan jiwa dan penyempurnaannya, serta pengilhaman yang baik dan buruk kepada manusia, dengan maksud agar sumpah ini dapat difikirkan. Dalam keterangan lain disebutkan bahwa Allah bersumpah dengan tujuh macam makhluknya adalah menunjukkan kekuasaan-Nya, ke-Esaan-Nya, dan sekaligus menunjukkan banyaknya maslahat hal tersebut. Kesemuanya pastilah ada yang membuatnya dan mengaturnya yaitu Allah SWT. Adapun diantara sumpah Allah (muqsam bih) tersebut adalah :

53 Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, Vol. 15, h. 294 54 Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, .Vol. 15, h. 295

1. al-syams wa dhuhaha (matahari dan cahayanya di pagi hari). kata al-Syam yang sekaligus menjadi nama surat ini terulang 32 kali dalam al-Qur’an, tetapi yang menjadi muqsam bih hanya satu kali, yaitu yang menjadi kajian ini. Dari kata al-syams yang bermakna matahari terdapat padanya manfaat dan mudarat, yaitu cahaya dan panas hari. diantara kata al-syams yang terdapat dalam al-Qur’an ditemukan pada surat : al-Anbiya’/21 : 33 yang menjelaskan bahwa Allahlah yang telah menciptakan malam dan siang,

matahari dan bulan. Pada surat fushshilat/41 : 37 dijelaskan agar jangan bersujud kepada matahari dan jangan juga kepada bulan, tetapi bersujudlah kepada Allah yang telah menciptakan matahari dan bulan. Selain itu ditemukan juga pada surat al-Insan kata syamsan yang juga diartikan dengan matahari.

Sedangkan kata dhuha ( ﻲﺤﺿ ) dipahami oleh sementara ulama yang memahami kata ini pada ayat di atas dalam arti cahaya matahari secara umum, atau kehangatannya. Pendapat yang lebih tepat adalah waktu di mana matahari naik sehingga bagaikan meninggalkan tempat terbitnya dengan kadar sepenggalahan.

2. Al-Qamar (bulan), apabila terbenam matahari dan diiringi dengan datangnya bulan, maka hal itu telah memberikan cahaya. Sumpah Allah dengan dua benda ini dimaksudkan sebagi peringatan terhadap berbagai manfaat yang besar yang terdapat pada kedua benda tersebut.

Kata talâha ( ﺎﻫﻼﺗ ) terambil dari kata ( ﻼﺗ ) yang berarti mengikuti. Kalimat tilawah al-Qur’an yang seakar dengan kata tala antara lain dipahami dalam Kata talâha ( ﺎﻫﻼﺗ ) terambil dari kata ( ﻼﺗ ) yang berarti mengikuti. Kalimat tilawah al-Qur’an yang seakar dengan kata tala antara lain dipahami dalam

3. Allayli idzâ yaghsyâha (malam apabila menutupinya). Dari kata al-layl dipahami bahwa hal itu adalah merupakan tanda kegelapan hari. atau al-layl artinya malam dan menunjukkan adanya kegelapan dan tidur. Al-Biqa’i mengatakan bahwa tidur adalah akhu al-maut (saudara mati). Pada surat al- syam Allah menjelaskan tentang orang-orang yang beruntung dan orang yang merugi serta dijelaskan juga kaum Tsamud yang tidak menerima Rasul yang diutus kepada mereka dan kemudian Allah membinasakannya. Dari sini dapat diketahui bahwa manusia berbeda dalam aktivitasnya yang berakibat kepada kebaikan dan keburukan. Al-layl adalah tanda kegelapan dan siang adalah sebab terbukanya masalah-masalah. Setelah disebut dua hal yang kontras dari segi makna, dilanjutkan dengan dua hal yang kontra secara hissi, yaitu laki-laki dan perempuan.

4. Assamâu wa ma banâha (langit serta pembinaannya). Dalam ayat ini Allah bersumpah dengan langit dan dalam pembinaan langit itu adalah tanpa tiang (bila ‘imâd). Sumpah ini menunjukkan kekuasaan Allah.

5. Setelah Allah bersumpah dengan langit dilanjutkan dengan bumi serta hamparannya (al-ardl wa mâ thahâha). Dalam ayat ini Allah bersumpah dengan bumi. Bumi adalah tempat tinggalnya manusia dan binatang, bumi dijadikan Allah terbentang luas yang dapat dijadikan untuk pertanian dan tempat tinggal manusia. Dengan demikian tampak bahwa Allah bersumpah dengan sesuatu yang sangat penting bagi manusia untuk dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya.

6. nafs wa mâ sawwâha (dengan jiwa serta penyempurnaannya /ciptaannya.

Dalam ayat ini Allah bersumpah dengan jiwa manusia (bi al-nafs al- basyariyyah ). Dan dari penyempurnaannya adalah bahwa Allah menganugerahkan akal yang dengannya dapat membedakan yang baik dan buruk, takwa dan ingkar. Ini juga harus menjadi perhatian bagi manusia karena ternyata tidak semua orang menggunakan akalnya kepada jalan yang baik. Dilanjutkan dengan firman Allah yang mengatakan bahwa Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaan. Dari keterangan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa, baik Quraish

Shihab maupun Sayyid Quthb memaknai arti sumpah Allah dengan makhluknya di atas adalah untuk menunjukkan betapa agungnya benda-benda tersebut sebagai karya ciptaaan Allah yang bernilai tinggi, agar dengan itu manusia dapat memanfaatkannya dengan baik, mereka kembali dan berfikir bahwa semuanya itu ada yang menciptakannya yaitu yang maha Agung. Sehingga dapat menggugah dan menumbuh kembangkan jiwa-jiwa spiritualnya.

7. D. Waktu Nahar /siang Sumpah Allah dalam QS. asy-Syams/ 91 : 3 dan al-Lail / 92 : 2 )

Wan an-Nahâri idzâ jallâha (demi siang apabila menampakkannya). Kata al-nahar 55 ditemukan 54 kali dalam al-Qur’an. Sedangkan kalimat nahar

idzâ tajalla hanya satu kali ditemukan, yaitu yang menjadi kajian ini. Untuk menyebut satu diantara kata al-nahâr selain yang menjadi kajian ini adalah seperti pada surat al-Anbiya’/21 : 33 yang menjelaskan tentang Allah yang

telah menciptakan malam dan siang, matahari dan bulan. Ini menunjukkan bahwa Allah itu Maha kuasa. Sedangkan makna an-nahâr sendiri adalah waktu dimana padanya terdapat cahaya, yaitu antara terbit fajar sampai terbenam matahari. Demikian menurut syara’. Sedangkan menurut asalnya adalah waktu antara terbit matahari sampai terbenamnya. Menurut Sayyid Quthb, bersumpah dengan siang apabila menampakkannya,

memberikan isyarat bahwa, yang dimaksud dengan nahar adalah waktu khusus, bukan seluruh waktu siang. "Isim dhomir" kata ganti' pada lafal jallaha jelas kembali kepada asy-Syams 'matahari" yang disebutkan dalam rangkaian ayat ini. Akan tetapi, isyarat al-Qur'an ini juga mencakup kemungkinan bahwa ini adalah dhamir bagi hamparan alam semesta. Uslub al-Qur'an ini mengandung isyarat- isyarat sampingan seperti ini yang tersimpan di dalam susunan ayat, karena ia menjadi sasaran dalam manusia, yang diungkapkan secara halus. Siang menampakkan hamparan dan meyingkapnya, dan waktu siang juga memiliki bekas dan dampak bagi kehidupan manusia sebagaimana diketahui . Akan tetapi,

55 Husain Muhammad Fahmi al-Syafi’I, al-Dalil al-Mufahras li al-Fadz al-Qur’an al- Karim , h. 345 55 Husain Muhammad Fahmi al-Syafi’I, al-Dalil al-Mufahras li al-Fadz al-Qur’an al- Karim , h. 345

untuk merenungkan fenomena-fenomena yang sangat besar ini. 56 Adapun sumpah Allah yang berkenaan dengan waktu nahar /siang telah

banyak penulis singgung, berkaitan dengan sumpah Allah dalam surat asy-Syam dan surat al-Lail. Yang kesimpulannya adalah bahwa Allah bersumpah dengan

makhluknya waktu nahar /siang adalah untuk menunjukkan pentingnya waktu siang guna meraih karunia dan anugerah Allah dengan bekerja dan tetap beribadah kepadaNya. Hal ini dipertegas dengan pernyataan Sayyid Quthb sebagaimana yang tertera di atas Dia mengatakan:, bahwa siang menampakkan hamparan dan menyingkapnya, juga memiliki bekas dan dampak bagi kehidupan

manusia. 57