Sumpah Allah dalam QS. al-Lail

F.1. Sumpah Allah dalam QS. al-Lail

Mayoritas ulama berpendapat bahwa ayat-ayat surah ini turun sebelum Nabi SAW. berhijrah ke Madinah. Sebagian ulama lainnya mengemukakan riwayat yang menyatakan bahwa ayat 5 sampai 7 turun menyangkut sahabat Nabi

SAW. sebagaimana asbab al-nuzul ayat ini. 69 Namanya sebagaimana tercantum dalam banyak mushhaf dan kitab tafsir

adalah surah al-lail. Ada juga yang menulisnya surah wa al-lail atau menamainya persis sebagaimana bunyi awal ayatnya. Surah ini mengandung uraian tentang kemuliaan orang-orang mukmin dan keutamaan amal-amal mereka dan bahwa Allah menuntun mereka kepada arah kebajikan, demikian juga sebaliknya terhadap para pendurhaka.

Menurut Quraish Shihab tujuan utama surah ini adalah penjelasan tentang maksud surah yang lalu asy-syams wa dhuhahha yaitu pengendalian sempurna terhadap jiwa melalui pembuktian kuasa-Nya dengan perbedaan manusia dalam aktivitasnya, padahal tujuan mereka sama yakni meraih kelezatan syahwat perut

69 Asbab nuzul surat al-lail : Imam Hakim telah mengetengahkan melalui Amir bin Abdullah bin Zubair dari ayahnya yang telah menceritkan bahwa Abu Quhafah berkata kepada

Abu Bakar. “Ku lihat engkau selalu memerdekakan budak yang lemah-lemah. Sebaiknya engkau memerdekakan budak –budak yang kuat-kuat yang dapat membelamu dan dapat mengerjakan pekerjaanmu, wahai anakku. “Abu Bakar menjawab : “wahai ayah, sesngguhnya aku hanya menginginkan pahala yang ada di sisi Allah.” Maka turunlah ayat-ayat ini, yang antara lain : “Adapun orang yang memberikan hartanya dan bertaqwa” (QS. al-lail : 5), hingga akhir surat. Lihat Khalid ‘Abdurrahman Al-‘Ak, Shafwatul Bayan, li Ma’anil Qur’an al-Karim, (Terjemahan), (Bandung : Irsyad Baitus Salam, 2004 ) Cet. Ke-1, h. 72-73 Abu Bakar. “Ku lihat engkau selalu memerdekakan budak yang lemah-lemah. Sebaiknya engkau memerdekakan budak –budak yang kuat-kuat yang dapat membelamu dan dapat mengerjakan pekerjaanmu, wahai anakku. “Abu Bakar menjawab : “wahai ayah, sesngguhnya aku hanya menginginkan pahala yang ada di sisi Allah.” Maka turunlah ayat-ayat ini, yang antara lain : “Adapun orang yang memberikan hartanya dan bertaqwa” (QS. al-lail : 5), hingga akhir surat. Lihat Khalid ‘Abdurrahman Al-‘Ak, Shafwatul Bayan, li Ma’anil Qur’an al-Karim, (Terjemahan), (Bandung : Irsyad Baitus Salam, 2004 ) Cet. Ke-1, h. 72-73

surah sabbihis dan sebelum surah al-fajr, ayat-ayatnya berjumlah 21 ayat. 70 Surat ini bermunasabah dengan surah yang lalu –asy-syams wa dhuhaha –

dijelaskan keadaan siapa yang menyucikan dan mengembangkan jiwanya serta yang memendam potensi positifnya dengan melakukan kedurhakaan. Dari sini dipahami bahwa manusia berbeda-beda dalam usahanya menelusuri jalan kebaikan atau keburukan. Sebagian mereka dikuasai oleh siang (terangnya) petunjuk dan sebagian lainnya oleh malam (gelapnya) kesesatan dan dengan demikian, mereka berbeda dalam tujuan dan sumber mereka. Nah setelah dalam surah yang lalu Allah bersumpah tentang kuasa-Nya -dalam hal kebaikan dan keburukan- hal ini untuk membuktikan kesempurnaan kuasa-Nya dan bahwa Dia sendirilah yang maha berbuat sesuai kehendak-Nya. Dia yang membatasi antara seseorang dengan hatinya sehingga dia mengarahkannya untuk mencapai maksud- Nya.

71 Kata layl terulang 88 kali dalam al-Qur’an. Namun dari sekian kata layl yang menjadi muqsam bih adalah kata laily dalam surat adh-Duha, al-lail, al-

Insyiqaq, asy-Syam, dan al-Mudats-tsir.

70 Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, vol 15, h. 310 71 Laylu ( ﻞﯿﻟ ) terdapat 4 (empat) kali, laila ( ﻞﯿﻟ ) 25 kali, layli ( ﻞﯿﻟ ) 44 kali, lailin ( ﻞﯿﻟ )

satu kali, lailan ( ﻼﯿﻟ ) 5 kali, lailatu ( ﻪﻠﯿﻟ ) 2 kali, lailata ( ﻪﻠﯿﻟ ) satu kali, lailatan ( ﻪﻠﯿﻟ ) tiga kali, lailati ( ﻪﻠﯿﻟ ) satu kali dalam QS. al-qadar ayat 1, lailatin ( ﻪﻠﯿﻟ ) satu kali dalam QS. ad-Dhukhan ayat 3, dan lailaha ( ﺎﻬﻠﯿﻟ ) satu kali dalam QS. an-Nazi’at ayat 29. lihat Husain Muhammad Fahmi al-Syafi’I, al-Dalil al-Mufahras li al-Fadz al-Qur’an, h. 749-750

Kata al-lail ( ﻞﯿﻟا ) pada mulanya dari segi bahasa berarti hitam, karena itu malam, rambut yang hitam dinamai lail. Malam adalah waktu terbenamnya matahari sampai terbitnya fajar”. Ada juga yang memahami malam dimulai setelah terbenamnya matahari yang ditandai dengan hilangnya mega merah di ufuk timur hingga terbitnya fajar. Malam yang demikian panjang, bertingkat- tingkat kepekatan hitamnya, demikian juga siang dengan kejelasannya. Ini mengisyaratkan juga tingkat-tingkat amalan manusia – yang baik dan yang buruk.

Ada yang mencapai puncak –kebaikan atau keburukan – dan ada juga yang belum atau tidak mencapainya. Dengan demikian, pada malam dan siang pun terjadi perbedaan-perbedaan, sebagaimana yang hendak ditekankan dengan bersumpah

menyebut perbuatan-perbuatan Allah itu. 72 Ayat di atas menyebut al-lail /malam terlebih dahulu baru an-nahar/ siang,

berbeda dengan surah asy-yams, karena surah ini turun sebelum surah itu, bahkan surah ini merupakan salah satu dari sepuluh surah yang pertama turun. Pada masa itu kegelapan kufur masih sangat pekat, walau cahaya iman sudah mulai menyingsing. Surah ini –dengan mendahului penyebutan malam- bermaksud mengisyaratkan hal itu. Dapat juga dikatakan bahwa kegelapan malam yang disebut terlebih dahulu karena memang malam mendahului siang. Planet-planet tatasurya diliputi oleh kegelapan sampai dengan terciptanya matahari. Itu juga

sebabnya sehingga perhitungn penanggalan dimulai dengan malam. 73 Ayat-ayat di atas bertujuan untuk menggugah hati dan pikiran manusia

untuk memperhatikan alam raya serta dirinya sendiri. Mengapa terjadi perbedaan-

72 Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, vol.15, h. 312 73 Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, Vol. 15, h. 311-312 72 Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, vol.15, h. 312 73 Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, Vol. 15, h. 311-312

Dalam surat ini Sayyid Quthb mencoba menerangkan akan makna malam dan siang. Malam, apabila menutupi rentang cahaya siang, menggenangi dan menyembunyikannya. Siang ketika terang benderang, terang cemerlang, sehingga karena kebenderangannya ini maka segala sesuatu menjadi jelas dan terang. Ini adalah dua hal yang berlawanan dalam peredaran planet, berlawanan dalam

bentuk bentuknya, kekhususan-kekhususannya, serta bekas dan pengaruhnya. Demikian juga Dia bersumpah dengan penciptaan aneka macam makhluk-Nya dengan dua jenisnya berlawanan, “ serta penciptaan laki-laki dan wanita …” untuk melengkapi fenomena keberlawanan dalam nuansa ini dan seluruh

hakikatnya. 75 Malam dan siang adalah dua buah fenomena yang kompleks, yang masing-

masing mengandung petunjuk untuk mengesankan hati manusia. Juga memiliki petunjuk lain bagi orang yang mau merenungkan dan memikirkan apa yang ada di belakangnya.

Jiwa manusia akan sangat terkesan kalau mau memperhatikan pergantian malam dan siang, yaitu malam ketika menutupi cahaya siang dan mengembangkan gelapnya secara merata, dan siang apabila terang-benderang. Pergantian ini seakan berbicara dan menunjukkan isyarat. Berbicara tentang alam semesta dengan kegaiban dan rahasianya, dan tentang fenomena-fenomena yang manusia tidak memiliki wewenang sedikit pun terhadapnya. Juga mengisyaratkan

74 Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah.,Vol. 15 h. 311-312 75 Sayyid Quthb, Fi Dzilal al-Qur’an, h. 155 74 Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah.,Vol. 15 h. 311-312 75 Sayyid Quthb, Fi Dzilal al-Qur’an, h. 155

Juga adanya perubahan dan pergantian yang tak pernah berhenti sama sekali. 76 Petunjuk yang dikandungnya ketika orang memikirkan dan

merenungkannya, memastikan bahwa di sana ada tangan lain yang mengatur tata surya ini dan mempergantikan malam dan siang, dengan keteraturan dan kecermatannya. Juga memastikan bahwa yang mengatur tata surya ini mengatur

pula kehidupan manusia dan tidak akan membiarkan mereka tersia-sia (tanpa tugas dan tanggung jawab). Bagaimanapun para pengingkar dan orang-orang penyesat itu berusaha mengabaikan hakikat ini dan memalingkan pandangan darinya, maka sesungguhnya hati manusia akan tetap berhubungan dengan alam semesta. Hati manusia akan menerima kesan-kesannya, melihat bolak-baliknya, dan mengetaui secara berhadapan sebagaimana ia mengetahui setelah memikirkan dan merenungkannya, bahwa di sana ada yang Maha pengatur yang tidak lepas dari perasaanya. Hatinya juga mengakui keberadaan-Nya dari balik pengabaian dan igauannya, dan dari balik penolakan dan pengingkarannya.

Demikian pula dengan penciptaan laki-laki dan perempuan . sesungguhnya pada manusia dan binatang-binatang menyusui terdapat nuthfah yang menetap pada rahim dan sel sperma yang menyatu dengan seltelur. Bagaimana terjadi perbedaan jenis kelamin setelah kelahirannya nanti ? siapakah gerangan yang mengatakan kepada yang ini , “jadilah engkau laki-laki dan jadilah engkau perempuan “. Sesungghnya penyingkapan unsur-unsur yang menjadi nuthfah ini

76 Sayyid Qutb, Fi Dhilal Qur’an, h. 156 76 Sayyid Qutb, Fi Dhilal Qur’an, h. 156

Kalau terjadi secara kebetulan, niscaya tidak akan terjadi kesesuaian dan keteraturan seperti ini. Maka, tidak lain kecuali di sana pasti ada yang mengatur dan menciptakan laki-laki dan perempuan karena suatu hikmah yang telah digariskan dan tujuan yang telah dimaklumi. Dengan demikian, tidak ada jalan bagi kebetulan dalam pengatur-an alam semesta ini sama sekali.

Laki-laki dan perempuan (jantan dan betina) sesudah itu juga meliputi jenis makhluk yang tidak menyusui. Ketentuan ini berlaku pada semua makhluk hidup termasuk tumbuh-tumbuhan. semuanya menurut kaidah penciptaan yang sama, dan tidak bersilang selisih. Tidak ada yang sendirian dan yang Esa kecuali al- Khaliq yang Maha suci dan tidak ada sesuatupun yang sama dengan Dia.

Inilah sebagian isyarat yang diberikan oleh pemandangan-pemandangan alam itu, hakikat manusia yang dijadikan sumpah oleh Allah, karena agungnya petunjuk yang dikandungnya dan dalamnya kesan yang ditimbulkannya. Lalu, dijadikan oleh al-Qur’an sebagai bingkai bagi hakikat amal dan pembalasannya di

dalam kehidupan dunia dan akhirat nanti. 77 Dalam surat ini terdapat 3 muqsam bih, yaitu :

77 Sayyid Qutb, Fidhila al-Qur’anl, h. 156-157

1. Al-laily idzâ yaghsya (malam apabila telah menutupi cahaya siang). Kata al- layl telah dijelaskan dalam surat al-syams demikian juga an-nahar. Namun yang perlu diperhatikan dengan pengulangan sumpah Allan disini adalah karena keberadaannya yang lebih untuk dihayati. Allah bersumpah dengan malam ( gelap) menandakan saat untuk istirahat dan siang ( terang) untuk mencari rizki. Kalau Allah menjadikan semua keadaan itu malam maka akan merepotkan kehidupan dan apabila seluruhnya itu siang maka akan menjadikan manusia tidak

istirahat. 78

1. Muqsam bih yang selanjutnya adalah, Allah bersumpah dengan wa ma khalaq al dzakara wa al-untsa (penciptaan laki-laki dan perempuan). Dalam ayat ini Allah bersumpah dengan dua jenis manusia, yaitu laki-laki dan perempuan. Kedua jenis itu berasal dari air mani (min nutfah). Sumpah Allah dengan laki-laki dan perempuan ini adalah untuk peringatan bahwa pencipta itu adalah Allah. Manusia laki-laki dan perempuan pada dasarnya diciptakan dengan elemen-elemen yang sama yaitu dari air mani. Dan penentuan anak itu lahir laki-laki atau perempuan adalah merupakan alasan bahwa yang mengatur itulah yang maha tahu dengan apa yang diperbuat-

Nya. 79 Dengan demikian tampaklah kekuasaan Allah. Adapun pemaparan Quraish Shihab dalam surat ini, menekankan pada

kandungan makna etimologi dan terminologinya dengan memaparkan bahwa, dalam surat ini Allah bersumpah : demi malam apabila menutupi sedikit demi

78 Al-Sabuni, Shafwah al-Tafasir , jilid ke-3, h. 569 79 Al-Sabuni, Shafwah al-Tafasir , jilid ke-3, h. 569 78 Al-Sabuni, Shafwah al-Tafasir , jilid ke-3, h. 569 79 Al-Sabuni, Shafwah al-Tafasir , jilid ke-3, h. 569

ada yang mengantar ke surga dan ada juga yang mengantar ke neraka. Adapun menurut Sayyit Quthb, sumpah Allah yang berkaitan dengan malam sebagai pelengkap fenomena keberlawanan dalam penciptaan Tuhan, sebagai tanda kekuasaaNya yang menciptakan secara berpasang-pasangan untuk selalu dipikirkan sebagai tanda kekuasaan dan keagunganNya.