Karakteristik Waktu dan Urgensinya dalam al-Qur ’an

D. Karakteristik Waktu dan Urgensinya dalam al-Qur ’an

Al-Qur’an memerintahkan umatnya untuk memanfaatkan waktu semaksimal mungkin, bahkan dituntunnya umat manusia untuk mengisi seluruh ‘ashr (waktu)-nya dengan berbagai amal dengan mempergunakan semua daya yang dimilikinya. Sebelum menguraikan lebih lanjut tentang hal ini, perlu digaris

bawahi bahwa sementara kita, ada yang memahami bahwa waktu hendaknya diisi dengan beribadah (dalam pengertian sempit). Mereka merujuk kepada firman Allah dalam surat adz-Dzariyat ayat 56 yang menyatakan, dan memahaminya dalam arti :

. ِﻥﻭﺪﺒﻌﻴِﻟ ﺎﱠﻟِﺇ ﺲﻧِﺈﹾﻟﺍﻭ ﻦِﺠﹾﻟﺍ ﺖﹾﻘﹶﻠﺧ ﺎﻣﻭ " Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka

menyembah-Ku. "

Pemahaman dan penerjemahan ini menimbulkan kerancuan, karena memahami lam (li) li ya’budu dalam arti “agar”. Dalam bahasa al-Qur’an, lam tidak selalu berarti demikian, melainkan juga dapat berarti kesudahannya atau akibat-nya. Perhatikan firman Allah dalam surat al-Qashash ayat 8 yang menguraikan dipungutnya Nabi Musa as. oleh keluarga Fir’aun.

40 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, … h.991

Maka dipungutlah ia oleh keluarga Fir’aun yang akibatnya dia menjadi musuh dan kesedihan bagi mereka. Sesungghnya Fir’aun dan Haman beserta tentaranya adalah orang-orang yang bersalah (QS. al-Qashash /28 : 8 )

Kalau lam pada ayat di atas diterjemahkan “agar”, maka ayat tersebut akan berarti “ maka dipungutlah ia (musa) oleh keluarga Fir’aun “agar” ia menjadi

musuh dan kesedihan bagi mereka”. Kalimat ini jelas tidak logis, tetapi jika lam dipahami sebagai akibat, maka dipungutlah ia (Musa) oleh keluarga Fir’aun, dan kesudahannya adalah ia menjadi musuh bagi mereka.”

Kembali kepada ayat adz-Dzariyat di atas, dapat ditegaskan bahwa al- Qur’an menuntut agar kesudahan semua pekerjaan hendaknya menjadi ibadah kepada Allah, apapun jenis dan bentuknya. Karena itu, al-Qur’an memerintahkan untuk melakukan aktivitas apa pun setelah menyelesaikan ibadah ritual.

Apabila telah melaksanakan shalat (jum’at), bertebaranlah kamu dimuka bumi dan carilah karunia Allah, dan selalu ingatlah Allah supaya kamu beruntung (QS. al-Jumah/62 : 10 )

Dari sini ditemukan bahwa al-Qur’an mengecam secara tegas orang-orang yang mengisi waktunya dengan bermain tanpa tujuan tertentu seperti kanak- kanak. Atau melengahkan sesuatu yang lebih penting seperti sebagian remaja, sekedar mengisinya dengan bersolek seperti sementara wanita, atau menumpuk harta benda dan memperbanyak anak dengan tujuan berbangga-bangga seperti

halnya dilakukan banyak orang-tua

“Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-bangga tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam- tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.” (QS. 57 : 20 )

Kerja atau amal dalam bahasa al-Qur’an, seringkali dikemukakan dalam bentuk indefinitif (nakirah). Bentuk ini oleh pakar-pakar bahasa dipahami sebagai memberi makna keumuman, sehingga amal yang dimaksudkan mencakup segala macam dan jenis kerja. Perhatikan misalnya firman Allah dalam surat Ali Imran ayat 195.

Aku (Allah ) tidak menyia-nyiakan kerja salah seorang di antara kamu baik lelaki maupun perempuan.

Al-Qur’an tidak hanya memerintahkan orang-orang muslim untuk bekerja

tetapi juga kepada selainnya. Dalam surat al-An’am ayat 135 dinyatakan : ﹸﺔﺒِﻗﺎﻋ ﻪﹶﻟ ﹸﻥﻮﹸﻜﺗ ﻦﻣ ﹶﻥﻮﻤﹶﻠﻌﺗ ﻑﻮﺴﹶﻓ ﹲﻞِﻣﺎﻋ ﻲﻧِﺇ ﻢﹸﻜِﺘﻧﺎﹶﻜﻣ ﻰﹶﻠﻋ ﺍﻮﹸﻠﻤﻋﺍ ِﻡﻮﹶﻗﺎﻳ ﹾﻞﹸﻗ

“Hai kaumku (orang-orang kafir), berbuatlah sepenuh kemampuan (dan sesuai kehendak). Aku pun akan berbuat (demikian). Kelak kamu akan mengetahui siapakah di antara kita yang akan memperoleh hasil yang baik di dunia /akhirat.” (QS. al-An’am : 135 )

Bahkan al-Qur’an tidak hanya memerintahkan asal bekerja saja, tetapi bekerja dengan sungguh-sungguh, sepenuh hati. Al-Qur’an tidak memberi peluang kepada seseorang untuk tidak melakukan sesuatu aktivitas kerja sepanjang saat yang di alaminya dalam kehidupan dunia ini . surah al-‘Ashr dan dua ayat terakhir dari surat Alam Nasyrah menguraikan secara gamblang

mengenai tuntunan di atas.

“Setiap saat Dia (Allah) berada dalam kesibukan. “

Adapun karakteristik waktu adalah :

1. Cepat berlalunya Perumpamaan waktu bagaikan awan, ia berlari bagaikan angin baik disaat

senang maupun di saat susah, diwaktu sedih maupun gembira. Jika dikatakan hari ini gembira itu berlalu begitu cepat dan hari-hari sedih berlarut amat lambat, itu adalah perasaan seseorang yang mengalami saja, bukan karena waktu yang

sebenarnya. 41 Meskipun seseorang di dalam kehidupan ini berumur panjang, sebenarnya

pendek belaka selama maut merupakan akhir dari kehidupan. Manakala maut datang, masa-masa panjang yang pernah dilalui oleh seseorang hanyalah merupakan masa-masa pendek yang berlaku laksana kilat menyambar.

41 Abdul Malik al-Qasim, Al-Waktu Anfâsun la ta’ūdu (Waktu Nafas yang Tak Kembali ), Terjemahan, (Jakarta : Pustaka al-Kautsar, 2003 ), Cet. Ke-7, h. 63

Seorang Rasul yang mempunyai umur terpanjang, bahwa ia didatangi oleh malaikat maut untuk mencabut nyawanya setelah lebih kurang seribu tahun ia hidup, baik sebelum atau setelah peristiwa banjir besar. Malaikat bertanya, “wahai Nabi yang mempunyai umur terpanjang, bagaimana kamu dapati duni ini ?” nabi Nuh menjawab, dunia ini laksana rumah yang mempunyai dua pintu, saya masuk

dari pintu yang satu dan keluar dari pintu yag lain. 42 Terlepas dari autentik dan tidaknya cerita tersebut di atas, yang jelas ini

merupakan contoh dari suatu hakekat yang mutlak, yakni umur akan terasa pendek bila telah datang maut, demikian pula dengan waktu ia akan tidak dirasakan oleh manusia bila saja waktu itu telah berlalu.

Artinya : pada hari mereka melihat hari berbangkit itu, mereka merasa seakan- akan tidak tinggal (di dunia) melainkan sebentar saja di waktu sore atau pagi hari ( an-Naziat : 46)

Artinya : “Dan ingatlah akan hari (yang diwaktu itu ) Allah mengumpulkan mereka, mereka merasa di hari itu seakan-akan mereka tidak pernah berdiam (di dunia) melainkan sesaat saja di siang hari (di waktu itu ) mereka saling

berkenalan.” ( Yunus : 45)

2. Waktu yang berlalu tidak dapat kembali dan tidak dapat diganti Berbeda dengan harta, harta yang habis hari ini bisa dicari hari berikutnya

atau hari yang lain sedangkan waktu yang berlalu tidak akan kembali dan tidak

42 Yusuf al-Qardhawi, Waktu dalam Kehidupan Muslim, ( Jakarta : Firdaus, 2001) Cet. Ke-4, h. 11- 12 42 Yusuf al-Qardhawi, Waktu dalam Kehidupan Muslim, ( Jakarta : Firdaus, 2001) Cet. Ke-4, h. 11- 12

3. Waktu adalah sesuatu yang paling berharga Bagi manusia harta adalah sesuatu yang berharga, dan waktu adalah sesuatu

yang paling berharga karena begitu waktu berlalu tidak dapat diganti lagi. Hembusan waktu menjadi tempat penyimpanan bagi setiap amal dan perbuatan, maka dari itu waktu juga merupakan modal kekayaan yang hakiki bagi manusia,

sebagai individu maupun masyarakat. Waktu bukan hanya emas sebagaimana yang dikatakan dalam pribahasa yang telah dikenal secara luas. Tetapi lebih mahal

dari emas, intan ,berlian, atau batu mulia apapun. 44 Maka umur yang telah berlalu nilai dan maknanya hanya dapat dilihat dengan mata mawas diri dan introspeksi

diri sendiri. Manusia mempunyai kewajiban kepada Allah dan ia mempunyai hak dari manusia. Yaitu kewajiban segi anggota badannya untuk mensyukuri nikmat.