Dinamika Dukungan Keluarga Lintang

4. Dinamika Dukungan Keluarga Lintang

a. Sebelum menjadi Lurah

Narasumber 1 (Lintang) merupakan seorang perem- puan yang baru diangkat menjadi lurah sejak tanggal 3 Januari 2017. Sebelumnya Lintang adalah staf di Kelurahan Patehan, kemudian naik menjadi Kasi Pembangunan di kelurahan yang sama, sekretaris di Kelurahan Wirobrajan, lalu diangkat menjadi Lurah.

Fiya Ma’arifa Ulya

Lintang menikah dengan seorang laki-laki yang ber- profesi sebagai pilot. Dari pernikahannya, Lintang dan suami sudah dikaruniai 2 orang anak laki-laki yang ke- duanya masih duduk di bangku sekolah dasar (SD). Sebagai istri dari seorang pilot, Lintang dan kedua anaknya sering ditinggal bertugas ke luar kota/luar negeri oleh suami sehingga Lintang harus pandai-pandai membagi waktu dalam menjalankan peran di luar rumah dengan peran sebagai Ibu di rumah.

“Membagi waktunya leksibel aja kalau saya Mbak,

e anak saya kan 2, yang kebetulan suami itu dalam pekerjaannya sering ke luar kota. Jadi ada masa­masa dimana saya bertiga dengan anak­anak.” (N1.L/ W1.942-946)

Sebelum diangkat menjadi Lurah, Lintang memiliki lebih banyak waktu untuk bersama dengan keluarga dan mengurus anak karena secara tupoksi pekerjaan di jabatan sebelumnya, Lintang memiliki jam kerja normal, sehingga tidak membutuhkan waktu yang ektsra untuk kegiatan di masyarakat. Tanggung jawab Lintang dalam pekerjaan juga lebih ringan sehingga Lintang tidak harus stand by di luar jam kerja normal. Dalam kaitannya dengan agenda quality time dengan keluarga, Lintang juga bisa melakukannya lebih mudah karena tanggung jawab di kantor selesai pada jam kerja. Sebagai ibu bekerja, Lintang tetap mengerjakan tugas-tugas domestik mulai dari keperluan anak sekolah, mengantar anak ke sekolah, mencuci piring, dan menye- trika walaupun sudah dibantu oleh asisten rumah tangga di rumah.

Dinamika Dukungan Keluarga pada Pemimpin Perempuan

b. Setelah menjadi Lurah

Saat ini Lintang menjadi salah satu lurah perempuan termuda di Kota Yogyakarta, mengingat Lintang masih berusia 35 tahun. Lintang baru pertama kali menjabat sebagai lurah sehingga menurutnya menjadi lurah mem- butuh kan keterampilan sosial yang tinggi dalam meng- hadapi masyarakat. Selain Lintang juga harus bisa ber- damai dengan diri sendiri ketika berhadapan dengan banyak orang.

“ Kalau dari segi usia, nanti di cek ulang ya coba datanya, di kota sampai saat ini saya ini termasuk salah satu lurah termuda di kota Yogyakarta. Iya..perempuan lagi kan, usia saya tahun ini 35 tahun, kemudian baru menjabat lurah, baru pertama kali ini menjabat sebagai lurah, karena kan lurah­lurah di tempat lain usianya sudah lebih sepuh, sudah lebih berpengalaman, jauh lebih mempunyai basic yang lebih banyak untuk menghadapi apa namanya e…masyarakat ya.” (N1.L/W1.54-66)

Menurut penuturan Lintang, staf di kelurahan kaget saat mengetahui dirinya masih muda dan seorang perem- puan. Meskipun lurah sebelumnya di kelurahan yang sama juga perempuan. Namun dilihat dari segi usia Dian masih jauh lebih muda daripada staf-staf yang ada di kelurahan. Tidak heran jika faktor kemudaan dalam usia bagi se- bagian staf terasa mengganjal. Oleh sebab itu, Lintang memberikan pengertian sekaligus mengajak kepada para staf bahwa di kelurahan harus bekerjasama bukan hanya bekerja bersama-sama. Meski pada kenyataannya Lintang tetap memiliki rasa kekhawatiran karena menyadari bahwa kelurahan adalah organisasi terkecil dalam pemerintahan.

Fiya Ma’arifa Ulya

Dalam pandangan Lintang, semakin kecil organisasi dengan anggota yang semakin sedikit, maka friksi yang ada dalam organisasi justru semakin lebar. Lintang tetap khawatir kalau-kalau di belakangnya, staf menyimpan ketidaksukaan namun di depan Lintang mereka tampak baik-baik saja.

“Apa namanya saya ini kan masih muda, perempuan lagi, rata­rata disini kan sudah lebih senior, dari segi umur sudah lebih senior dari saya, saya memberikan pe­ ngertian pada mereka bahwa saya disini bukan sebagai, tidak hanya sebagai pemimpin, tapi juga sebagai rekan kerja, sebagai e apa namanya e.. fasilitator juga untuk mereka. Saya memberikan pengertian bahwa ini kerja­ sama, harus bekerja bersama tidak hanya sekedar be­ kerja bersama­sama, tapi memang harus kerjasama ini.” (N1.L/W1.409-420)

Setelah menduduki jabatan baru yakni sebagai lurah, tanggung jawab Lintang menjadi semakin besar. Se- lain harus mengurusi hal-hal yang bersifat administatif, menjadi lurah juga memiliki tanggungjawab untuk mem- berdayakan, mendidik, dan mengayomi masyarakat serta menjadi motor dalam mempererat solidaritas internal struktur organisasi kelurahan itu sendiri. Kelurahan Rejo- winangun memiliki jumlah warga sebanyak kurang lebih 12.300 sekian, dengan jumlah RW sebanyak 13, 49 RT, serta terdapat 25 lembaga sosial masyarakat.

“ Pertanggal 1 Mei kemarin itu 12.365, nah sekarang udah tambah lagi karena banyak ada yang meninggal, ada yang itukan di update tiap bulan tuh. Nah sekitar itulah Mbak 12.300 sekian gitu.” (N1.L/W1.810-814)

Dinamika Dukungan Keluarga pada Pemimpin Perempuan

“Jadi, apa ya terutama bu lurah, kan yang diaturi mesti bu lurah. Dari sini ada 13 Rw, ada 49 Rt kalau ada kegiatan kan mesti ngaturi.” (SO2.H/W1.52-53)

“ Nah itu yang belum saya ceritakan disini kan ada lembaga sosial masyarakat sekitar 25 lembaga.” (SO2.H/W1.525-526)

Selain itu, dalam urusan administratif, Lintang ber- upaya untuk membangun kesadaran masyarakat dengan cara memberikan pemahaman terkait dengan regulasi- regulasi kependudukan. Dengan begitu, Lintang merasa mendapatkan kepuasan pribadi karena dapat berbagi ke- pada masyarakat dengan mengarahkkan mereka menjadi lebih baik.

“ Jadi, e…masyarakat bisa lebih mengerti tentang itu. Itu kepuasan pribadi sih dan nggak ada ukurannya, nggak ada ukurannya.” (N1.L/W3.135)

Selanjutnya, dalam upaya mendidik masyarakat Lin- tang menerapkan kebijakan baru salah satunya menge nai rapat yaitu pukul 19.30 rapat sudah harus dimulai dan pukul 21.00 selesai. Begitu pula jika ada kegiatan sosial maka pukul 23.00 harus sudah selesai supaya tidak me- nganggu. Hal tersebut juga sebagai wujud ikhtiar Lintang dalam menjaga diri serta menjaga keberlangsungan dalam menjalankan peran-perannya di rumah.

“Ini juga trik saya supaya di rumah saya juga nggak keteteran. Lha bayangkan kalau sampai jam 1, jam 2 saya nggak bisa pulang nanti besok paginya harus nyiapin anak­anak ke sekolah, nah ini saya juga sampaikan ke­ pada masyarakat, saya ini seorang Ibu, saya seorang istri,

Fiya Ma’arifa Ulya

mbatin kok Bu lurah, saat masyarakatnya berbuat itulah mereka pandai, daripada kita diam­diam, naaah…saya kalau sama masyarakat jujur Mbak, saya harus pulang karena besok saya harus mempersiapkan anak sekolah, saya jujur dan saya meminta maaf tidak bisa ikut acara tidak bisa sampai selesai gitu. Karena kalau nungguin sampai selesai tiap hari, ada undangan sampai jam 10, sampai jam 11 ya entek awake gitu.” (N1.L/W1.299- 316)

Dalam konteks mengayomi masyarakat, Lintang me- laku kan pendekatan kepada mereka dengan cara aktif hadir di pertemuan-pertemuan seperti Posyandu, pertemuan RT, datang ke pertemuan pemuda, maupun kegiatan-kegiatan tentatif yang diselenggarakan oleh masyarakat. Frekuensi Lintang bertemu dengan masyarakat semakin meningkat. Sebagaimana yang diungkapkan Lintang bahwa frekuensi bertemu masyarakat meningkat hampir seratus persen. Ke nyataan bahwa di kelurahan Rejowinangun terdapat banyak lembaga masyarakat yang tiap kali Lintang datang, masyarakat terlihat lebih bersemangat merupakan bagian dari keberhasilan Lintang dalam mengayomi masyarakat. Secara psikologis, Lintang mengakui jika ia merasa bangga atas hal tersebut.

“Ini meningkat hampir seratus persen ini bertemu de­ ngan masyarakat itu. Kalau dulu kan e memang dalam masyarakat itu meskipun semua disini ada..disini ada pejabat, tapi sosok igur yang mereka inginkan hadir memang sosok seorang lurah gitu. Jadi itu yang perlu saya jaga, ini juga merupakan PR juga buat saya, karena ba­ nyak sekali lembaga masyarakat e yang ada disini yang memang setiap kali saya datang mereka terlihat lebih

Dinamika Dukungan Keluarga pada Pemimpin Perempuan

bersemangat. Secara psikologis tidak dipungkiri bangga lah ya Mbak ya pasti yang saya rasakan begitu.”(N1.L/ W1.565-578)

Sementara itu, dalam internal organisasi kelurahan, Lintang menyadari bahwa ia adalah lurah yang masih berusia muda daripada staf-staf di kelurahan. Lintang mengajak para staf untuk menciptakan suasana kekeluargaan. Selain itu, Lintang berusaha untuk menciptakan lingkungan kerja yang kondusif dengan memberikan pengertian ke- pada para staf narasumber disana bukan hanya sebagai pe- mimpin, tetapi juga rekan kerja, fasilitator. Saat Lintang menem patkan diri sebagai lurah, Lintang adalah pimpinan para staf, tetapi saat bekerja Lintang adalah rekan dari staf. Menjadi lurah menurut Lintang adalah amanah yang harus dijalankan bukan semata-mata karena ingin memimpin yang lain.

“Makanya saya selalu tekankan juga, tolong bertoleransi, tidak mungkin sebuah pekerjaan itu dilaksanakan oleh satu orang, pasti butuh teman yang baik, untuk mem­ back­up, untuk membantu, untuk sekedar memberi informasi, itu pasti butuh yang lain, makanya mari kita tempat kan disini kita sebagai sauDian. Ndilalah…kok ndilalah saya yang ketepatan menjadi ibu dari semua staf yang ada disini meskipun saya yang paling muda. Makanya saya sering mengatakan, saat saya menjadi lurah maka saya adalah pimpinan kalian, tapi saat kita bekerja saya ini rekan kalian.” (N1.L/W1.430-444)

Selain tanggungjawab yang semakin besar, Lintang juga harus meluangkan waktu yang lebih banyak dalam ber interaksi dengan masyarakat dan tentu saja siap sedia

Fiya Ma’arifa Ulya

saat situasi genting. Seperti ketika berkegiatan dengan masyarakat yang seringkali dilaksanakan pada waktu malam hari atau sore hari di luar jam kerja normal. Begitu juga saat terjadi situasi genting seperti yang pernah diceritakan oleh narasumber bahwa pernah ada kerusuhan yang terjadi di wilayah, Lintang ditelfon pukul 23.00 oleh kepolisian diminta mendampingi identiikasi. Maka, sebagai lurah Lintang harus stand by pada waktu-waktu di mana masyarakat membutuhkan kehadirannya.

“Dan kadangkala, masyarakat membutuhkan kami di waktu­waktu yang tidak bisa terukur jam kerjanya di jam kerja normal. hehe. Nggak mungkin nolak kan kalau jam 9 malam ada kurusuhan di wilayah kemu­ dian kita bilang, besok aja ya laporannya pas jam kerja. Itu kauistis kok Mbak tapi sering.hehe. Pernaah..pas puasa kemarin ada orang meninggal di selokan…jam 11 malam ditelpon polsek suruh mendampingi identiikasi.”

Terlepas dari tugas pokok dan fungsi sebagai Lurah, Lintang menyadari bahwa ia merupakan seorang perem- puan yang memiliki peran domestik. Lintang adalah Ibu dari kedua anaknya serta istri dari suaminya. Oleh sebab itu, Lintang berusaha menjaga keseimbangan kedua peran tersebut meskipun disadari atau tidak disadari beban kerja Lintang sebenarnya semakin bertambah. Di sisi lain, menjadi seorang istri sekaligus public igure, Lintang juga melakukan tugas untuk menjaga marwah diri sendiri, suami, dan keluarganya.

“Namun demikian saya pribadi menyadari bahwa fungsi saya itu selain sebagai lurah juga saya menempatkan diri tetap sebagai istri gitu. Jadi kalau di rumah itu saya nggak

Dinamika Dukungan Keluarga pada Pemimpin Perempuan

main perintah, nggak ini dan saya memang membatasi betul kegiatan saya kepada masyarakat, kegiatan saya kantor itu tidak mengganggu kegiatan saya di rumah. Jadi saat memang keluarga membutuhkan kayak tadi pagi kan anak membutuhkan diantar ke sekolah, meski­ pun saya bisa serahkan ke ayahnya wong ayahnya ada di rumah gitu kan bisa saya, aku di kantor karena harus masuk gitu. Tapi tidak saya memang sengaja ah pamit di kantor sebentar untuk sekedar, bukan sekedar sih..untuk

e memberikan support kepada anak dan juga suami. Jadi suami itu tidak merasa, ah dumeh dadi lurah terus opo­ opo waton merintah, waton nggak mau ngapa­ngapain di rumah. Ini keseimbangan yang harus saya jaga, di rumah maupun di kantor.” (N1.L/W1.221-251)

Meskipun keseimbangan peran sudah diupayakan oleh Lintang, namun perasaan akan berkurangnya waktu ber kumpul dengan keluarga dan harus benar-benar menyi- asati waktu untuk bisa quality time dengan mereka masih dirasakan oleh Lintang. Pada akhirnya Lintang sekarang lebih bisa menghargai saat waktu mengizinkan mereka untuk berkumpul bersama.

Bagi Lintang, menjadi lurah adalah sebuah prestasi yang satu paket dengan panggilan jiwa. Lintang senang ber interaksi dan bersanding dengan masyarakat, diberi ke- wena ngan untuk mengatur, mengelola dana, serta merasa puas karena dapat berbagi dengan masyarakat, me ngarah- kan mereka menjadi warga negara yang lebih taat hukum, dan dapat memberi semangat secara langsung pada masya- rakat adalah kepuasan pribadi tersendiri.

“Saya sampai mengatakan, siapakah seorang Lintang ini kok sampai dipercaya sebagai seorang lurah gitu tuh bagi

Fiya Ma’arifa Ulya

saya sebuah prestasi. Nanti mudah­mudahan di masa depan, kalau memang saya mampu mudah­mudahan diberi prestasi yang penting lagi, dan ini sebenarnya udah panggilan sih Mbak..udah apa namanya senang gitu berinteraksi dengan masyarakat, bersanding de­ ngan masyarakat, dan sekarang diberi kewenangan untuk mengatur, support untuk masyarakat itu kan saya diberikan undangan, diberi kewenangan untuk menge­ lola dana oleh pengelola jadi senang rasanya, bisa sedikit istilahnya berbagi dengan masyarakat, mengarahkan mereka untuk menjadi lebih baik, memberi semangat kepada masyarakat itu dari segi psikologis itu kepuasan pribadi tersendiri.” (N1.L/W1.583-601)

Dengan dilakukannya peran yang didasari panggilan jiwa kemudian salah satunya berdampak terhadap isik Lin tang, yakni badan Lintang yang semakin gemuk karena menjalani aktivitas dengan suka cita.

“Jadi nggak jaim­jaim gitu, ini makanya melebar nih badannya jadi gemuk banget ini. Iyaa alhamdulillah yaa…ini naik berapa kg ini kemarin,ini makanya mau nurunin lagi nih. Heheheh.” (N1.L/W1.1639-1645)

c. Dukungan yang Diterima Lintang

1) Dukungan Pemberian Bantuan

Dalam menjalankan perannya Lintang mendapatkan dukungan dari orang-orang terdekat, yaitu keluarga, rekan kerja dan dari masyarakat yang dipimpinnya. Lintang mendapatkan dukungan keluarga terutama dari suami dan anak-anak. Mengacu pada hasil observasi dan wawancara, terlihat bahwa keluarga Lintang terutama suami mem- berikan dukungan dengan memberi bantuan nyata dalam

Dinamika Dukungan Keluarga pada Pemimpin Perempuan

rangka membantu meringankan beban Lintang menjalan- kan peran sebagai pemimpin perempuan.

Sebagai seorang public igure, Lintang memiliki kegiatan yang sangat banyak dan seringkali harus mengu- tamakan kepentingan kantor daripada pulang ke rumah. Di tambah lagi suami Lintang juga sering bertugas ke luar kota sehingga intensitas Lintang berkumpul/ quality time dengan keluarga menjadi berkurang. Hal ini menjadi kan anak-anak Lintang terbiasa ditinggal oleh kedua orang- tuanya bekerja. Sejak anak-anak masih kecil sudah sering ditinggal dinas oleh suami Lintang yang saat itu masih bekerja di lingkungan militer.

“Karena mungkin sudah, dari kecil sudah terbiasa saya terutama saya yang sering meninggalkan kalau dinas sebulan..sebulan saya tinggal. Jadi dengan komposisi ibunya kerja, saya kerja atau siapapun yang ada di rumah mereka sudah terbiasa.”(SO1.Y/W1.165-170)

Oleh sebab itu, kedua anak Lintang menjadi lebih mandiri dan kooperatif. Anak-anak sudah mengetahui tang gung jawab pribadinya. Seperti kapan mereka harus mandi, makan, atau apa yang harus dilakukan saat baru pulang dari sekolah. Anak-anak tidak protes terhadap kesibu kan Lintang. Hanya saja jika Lintang tidak kun- jung pulang ke rumah, kedua anaknya mencari dan me- nanyakan melalui WA tentang kapan Lintang pulang. Selain itu, anak-anak juga patuh terhadap arahan-arahan Lintang. Seperti perihal penjemputan sepulang sekolah. Anak-anak menuruti arahan Lintang supaya tidak ikut pulang dengan orang lain meskipun dengan orangtua dari teman dekat anak Lintang. Anak-anak diberi pengetahuan

Fiya Ma’arifa Ulya

bahwa mereka harus menunggu dijemput oleh Lintang atau orang yang diminta Lintang untuk menjemput de- ngan terlebih dahulu konirmasi melalui telefon. Ketika Lintang terlambat menjemput dan tidak meminta orang untuk membantu menjemput, kedua anak Lintang masih stand by di sekolah yang masih satu lingkungan dengan Masjid Syuhada, bahkan pernah mereka sampai tertidur di bangku depan sekolah karena menunggu Lintang.

“Jadi mereka memang harus memposisikan diri memang

e saya selalu mewanti­wanti, kalau bukan bunda yang jemput, bukan ayah yang jemput, bukan eyang kakung atau yangti atau om yang jemput, nggak boleh ikut. Meski pun itu kenal, meskipun itu temannya bunda, meski pun itu e…mamahnya temannya itu nggak boleh.”(N1.L/W1.1009-1017)

Lintang berupaya memberikan pagar-pagar kepada kedua anaknya untuk tidak mudah ikut dengan orang lain yang meskipun mereka dikenal oleh Lintang. Lintang merasa bersyukur karena sampai sekarang anak-anak masih melakukan pagar-pagar yang diajarkan oeh Lintang kepada keduanya. Hal tersebut membuat Lintang terbantu karena kedua anaknya bisa dipercaya dan diajak bekerjasama yang secara tidak langsung membantu menyukseskan peran Lintang.

“Naa…itu sebenarnya pagar­pagar yang harus saya kuatkan pada mereka. Jadi, mereka alhamdulillah sam pai sekarang e belum pernah melanggar batas itu. Jadi yaudah mau di sekolah bosennya kayak apa, nggak bawa duit dan segalam macam itu ya mereka tunggu di sekolah gitu. Entah main apa, tidur bahkan sampai

Dinamika Dukungan Keluarga pada Pemimpin Perempuan

tidur di bangku di depan sekolah itu pernah sampai sete ngah 6 coba itu gimana, karena waktu itu rapat dengan walikota nggak bisa saya tinggal, e saya nggak bisa berdiri kemudian keluar. Nah itu akhirnya mereka sampai setengah 6 di sekolah.” (N1.L/W1.1029-1040)

Selain itu, kedua anak Lintang juga tetap bisa koopera- tif ketika tidak bisa langsung pulang setelah se harian di sekolah. Lintang sering membawa kedua anaknya ke kantor, karena di kantor Lintang memiliki ruangan sendiri sehingga anak Lintang bisa bermain di dalamnya dengan leluasa. Sembari Lintang memberikan pengertian ke pada anak-anak mengenai perannya sekarang supaya mereka paham. Intensitas Lintang yang cukup sering dalam mem- bawa anak ke kantor membuat loker yang ada di ruang kerja berisi perlengkapan mandi anak-anak dan diri nya. Ketika berada di kantor dan ditinggal Lintang rapat di lantai 2, anak-anak berada di ruang kerja dan mereka bisa mandi sendiri.

“Saya leksibel aja kalau emang anak­anak bisa diajak ke kantor karena ada tempatnya kan, nah saya ajak ke kantor gitu.”(N1.L/W1.946-957)

“Jadi yang namanya loker ini itu isinya sudah sabun, handuk, baju ganti itu udah semua punya saya dan pu nya anak­anak. Jadi saat anak­anak dibawa kesini mereka udah tahu, oh harus nunggu bunda kalau saya di atas rapat mereka mandi, mandi sendiri gitu. Jadi udah..udah tahu.”(N1.L/W1.1080-1086)

Dukungan bantuan selanjutnya datang dari suam.. Suami memberikan bantuan seperti mengantar jemput Lin tang pergi rapat dan ke kegiatan masyarakat ketika

Fiya Ma’arifa Ulya

suami sedang tidak bertugas ke luar kota. Meskipun suami hanya mengantarkan saja dan tidak ikut turun dari mobil. Suami Lintang adalah tipikal orang yang kurang percaya diri untuk berada di depan umum, sehingga suami hanya mengantarkan lalu ditinggal pulang dan nanti dijemput kembali. Suami Lintang bahkan sengaja mengenakan pakai an tidak formal seperti memakai celana pendek supaya ada alasan tidak ikut ke acara. Lintang sudah sangat mafhum jika suaminya tidak akan turun dari mobil walau- pun oleh masyarakat sudah disiapkan kursi untuknya. Meski demikian, dengan diantar oleh suami, Lintang ingin me nunjukkan kepada masyarakat bahwa keberadaannya di kegiatan tersebut sebagai lurah atas dukungan dan izin dari suami.

Selain itu, suami juga kooperatif saat Lintang sibuk dengan urusan peran di luar rumah sedangkan suami se- dang tidak sibuk, maka suami yang menemani anak-anak di rumah.

“Istri sibuk terus saya nya nganggur ya saya yang mungkin ngurusin anak­anak di rumah gitu. Soalnya kalau di rumah kan untuk paling banyak kerjaannya paling sama anak­anak.”(SO1.Y/W1.112-116)

Dalam kaitannya dengan urusan pekerjaan domestik seperti bersih-bersih rumah, memasak, Lintang dan suami memiliki asisten rumah tangga. Lintang mengatakan jika ia menyukai keadaan lingkungan yang bersih dan rapi, tapi Lintang tidak suka bersih-bersih, maka untuk membantu meringankan pekerjaan domestiknya, di rumah terdapat asisten rumah tangga. Selain itu, suami juga memfasilitasi segala macam kebutuhan Lintang dalam konteks dukungan

Dinamika Dukungan Keluarga pada Pemimpin Perempuan

inansial. Selain memberi nafkah yang memang menjadi kewajiban, suami Lintang juga tidak merasa sayang apabila mengeluarkan biaya untuk kebutuhan sekunder narasumber. Termasuk kebutuhan yang menunjang peran Lintang di luar rumah, seperti membeli baju, seragam, tas, sepatu, kosmetik, dan juga bahan bakar minyak di mobil yang selalu penuh. Oleh karena itu, peran sebagai public igure dirasakan oleh Lintang mendapatkan dukungan penuh dari suami.

Selain dari suami dan anak, dukungan pemberian bantuan langsung juga diperoleh dari orangtua Lintang. Dalam situasi yang mengharuskan Lintang keluar rumah seperti rapat di malam hari dan suami sedang bekerja, maka Lintang dan suami membuat keputusan bersama supaya menitipkan anak-anak ke orangtua.

“Seperti ini saya harus berangkat kerja, istri juga lagi ada kesibukan misalnya malam rapat, malam sama siapa kayak gitu bagaimana solusinya ini. Keputusannya entah mungkin anak yang bisa ditinggal atau mungkin harus dititipkan ke orangtua, atau gimana yang penting intinya adalah komunikasi aja.” (SO1.Y/W1.119-126)

Tidak hanya dalam kondisi Lintang dan suami sibuk, saat mereka membutuhkan waktu untuk pergi misalnya menonton berdua, anak-anak juga dititipkan ke orangtua Lintang.

“Kadang nonton berdua gitu, anak­anak dititipkan ke eyangnya gitu. Kita nonton berdua, midnight kita pernah ya.heheheh pernah.”(N1.L/W3.382-383)

Fiya Ma’arifa Ulya

Dukungan bantuan langsung juga diterima Lintang dari rekan kerja di kantor. Ketika Lintang sedang tidak bisa menjemput anak karena ada rapat dengan walikota yang tidak bisa ditinggal, ia meminta bantuan kepada salah satu tenaga bantu untuk menjemput kedua anaknya di sekolah.

“Pernah kok karena saya rapat di balai kota jam setengah

1 harusnya saya jemput, karena mereka pulang lebih dulu setengah 1. Saya terpaksa telfon ptt naban yang ada disini, Mas Yoni tolong anak saya dijemput, anak saya nggak mau ikut, e mau telfon bunda dulu.”(N1.L/ W1.1017-1023)

Lintang juga merasa terbantu saat rekan kerja me- mahami porsi tugas masing-masing. Terkadang saat tidak bisa menghadiri acara, Lintang mendisposisikan undangan kepada staf. Kemudian staf datang untuk mendampingi di acara tersebut tanpa mengambil alih fungsi Lintang sebagai- mana lazimnya yaitu membuka acara. Dalam pandangan Lintang, dengan hadirnya staf ke acara tersebut dan tidak mewakili Lintang membuka acara sudah merupakan bagi- an dari dukungan mereka kepada Lintang.

“Tapi mereka hanya datang, monggo silahkan acara di buka oleh ketua paguyuban, saya ada hadir disini diutus sama bu lurah untuk mendampingi. Jadi mereka tidak mau mengambil alih fungsi saya untuk membuka, nah itu. Itu bagi saya udah..udah ini lho, udaaah..udah lain. Daripada mereka disana kemudian show up, bu lurah nggak bisa datang, saya yang membuka, lain kaan..beda. Jadi, ada porsi­porsi tertentu yang memamg mereka tidak akan ambil gitu.” (N1.L/W3.349-359)

Dinamika Dukungan Keluarga pada Pemimpin Perempuan

Selanjutnya masyarakat juga memberikan bantuan langsung kepada narasumber. Seringkali kegiatan di masya rakat dilaksanakan pada malam hari, sementara rumah Lintang relatif jauh. Tanpa disangka-sangka, masya rakat sudah menyiapkan pengawalan untuk Lintang hing ga benar-benar sampai di daerah rumah. Lintang pernah menceritakan jika pada suatu waktu ia hadir di ke gia tan masyarakat sampai larut malam. Lintang merasa takut karena menyetir sendiri. Kemudian oleh masyarakat disiapkan pengawalan.

“Dan alhamdulillah masyarakatnya support Mbak. Jadi kalau sudah malam gitu mereka dengan sadar dirinya aja, he bu lurah rumahnya jauh lho. Bahkan mereka sudah siapkan pengawalan buat saya.”(N1.L/ W1.1200-1205)

2) Dukungan Emosi

Sebagai seorang yang menjalankan peran ganda, duku ngan emosi dari orang-orang terdekat sangat berarti maknanya bagi seorang individu. Lintang banyak men- dapatkan dukungan emosi dari keluarga. Menurut Lin tang anak-anak dan suami merupakan sandaran saat ia merasa lelah dengan semua aktivitas. Anak-anak merupakan peng- hibur Lintang sedangkan suami adalah pendengar ter baik untuk segala keresahan, kebingungan atas per masalahan yang dialami. Selain itu, anak Lintang juga tidak pernah protes dengan peran di luar rumah yang sering kali membuatnya sibuk. Mereka hanya menanyakan kebe- radaan Lintang yang tidak kunjung pulang ke rumah.

Fiya Ma’arifa Ulya

“Yang penting diberi pengertian saja bahwa e ibunya kerja atau ayahnya kerja yang penting di rumah begini begini begini. Ya nggak pernah sih, kenapa kerja terus pulang malam terus nggak pernah. Paling kalau nanya biasa nya iya. Nanya iya paling biasanya WA atau apa tanya jam berapa pulang gitu aja. Nggak pernah komplain selama ini nggak pernah.”(SO1.Y/W1.172- 177)

Dukungan emosi yang berasal dari suami dirasakan Lintang dalam bentuk suami memberi penguatan mental. Saat Lintang merasa kesal dalam menjalankan perannya, suami adalah pendengar terbaik. Terkadang Lintang ke- pada suami di dalam mobil marah-marah, berteriak dan mengeluh untuk melampiaskan kekesalan. Pada kondisi tersebut, suami berusaha menenangkan Lintang dengan me ngatakan sabar atau meminta supaya Lintang tidak usah memaksakan segala sesuatu. Setelah curhat dengan suami perasaan Lintang semakin lega.

“Sampai marah­marah gitu di mobil, teriak gini gini gini, udah ya udah lega kitanya meskipun suami juga tidak tidak bisa memberikan solusi. Paling cuma mem­ beri penguatan apa namanya ya sabar, ya gini gini gini. Ya kita cuma butuh meluapkan ini aja, aku capek gini gini gini, yaudah nggak usah dipaksain gitu. Itu kan se benarnya support mental juga.” (N1.L/W1.1170- 1178)

Di kesempatan yang lain, suami sering bertanya hal- hal simpel yang dirasakan oleh Lintang sebagai wujud ke- pedulian suami terhadap dirinya. Saat suami sedang sibuk bekerja namuan ia masih menyempatkan diri untuk meng- hubungi Lintang. Suami menanyakan kondisi Lintang

Dinamika Dukungan Keluarga pada Pemimpin Perempuan

dan anak-anak, bertanya aktivitas Lintang yang sudah di- lewati pada hari tersebut, ketika hari libur ada kegiatan dengan masyarakat atau tidak, serta memantau bagaimana mengajinya anak-anak, merupakan hal-hal yang mampu membuat Lintang merasa nyaman meskipun menjalankan banyak peran itu pasti melelahkan. Lintang mengakui bahwa ia bukan orang yang cenderung merasa nyaman hanya apabila Lintang diantar kemana-mana oleh suami atau suami harus selalu ada secara isik dengan Lintang. Semangat Lintang terbit kembali saat suami mendengarkan ceritanya, meskipun ia tidak tahu apakah suami paham atau tidak dengan apa yang diceritakan oleh Lintang.

Terkadang, rasa marah dan kesal ketika suami tidak memberi kabar sama sekali kepada Lintang justru berubah menjadi emosi postif. Lintang mampu mengolahnya men- jadi cambuk berkerja sebagai ajang pembuktian bahwa Lintang bisa melakukan sesuatunya sendiri. Walaupun pada akhirnya, Lintang tetap sangat membutuhkan suami. Lintang menghargai profesi suami dan ia tetap merasa nyaman meskipun suami secara isik tidak selalu ada disamping nya. Secara tidak langsung, suami mendidik Lin tang untuk bisa mandiri dalam menjalankan peran sebagai public igure.

“Dia ada seperti dia menanyakan, satu minggu masuk nggak?, libur­masuk nggak?, anak­anak gimana?, gitu, ngaji nya gimana?, itu tuh udah bagi saya itu udah, udah wujud kepedulian gitu. Jadi bukan dia yang secara bisa dijabarkan, oh saya pokoknya nyamannya kalau diantar kemana­mana gitu, dia harus ada gitu, nah itu nggak..saya nggak, bukan tipe seperti itu.”(N1.L/ W3.283-291)

Fiya Ma’arifa Ulya

Suami Lintang merupakan sosok yang bisa menem- patkan diri. Ketika Lintang sedang berperan sebagai lurah, suami memerankan diri sebagai pendamping. Perasaan aman, nyaman dan percaya diri dalam menjalankan peran muncul saat suami ada untuk Lintang. Jika Lintang mem- butuhkan teman untuk bercerita, suami siap menjadi temannya, saat ia butuh untuk meyakinkan diri bahwa diri- nya dapat menjalankan tugas secara mandiri, suami adalah orang pertama yang percaya dengan kemampuannya. Tidak hanya percaya dengan kemampuan Lintang saja, tetapi juga pelindung di saat Lintang tak siap diri untuk meng hadapi konlik yang kadang terjadi di masyarakat.

“Kalau memang saya ada waktu, ada kesempatan, istilah nya selama memerankan perannya sebagai lurah ya saya posisikan saya sebagai pendamping. Apa yang saya dampingi ya saya dampingi, kalau nggak ya udah jalan sendiri.” (SO1.Y/W1.243-248)

“Saya hanya mensupport apa yang kira­kira dibutuhkan gitu saja. Kalau emang dia butuh teman cerita ya saya temenin, kalau dia butuh masalah kerjaan terutamanya, butuh ada yang ngantar­ngantar kemana ya saya antar gitu tapi selama istilahnya kalau dia nyaman­nyaman saja dan nggak ada ini ya saya istilahnya ya los kan aja lah…percayakan saja dia mampu.”(SO1.Y/W1.196- 205)

Selain itu, suami Lintang juga memberikan dukungan afeksi terutama ketika Lintang terlihat lelah ketika sam- pai di rumah. Suami berusaha menanyakan apa yang di- inginkan Lintang, suami juga bertanya apakah Lintang sudah makan atau belum dan semacamnya. Namun demi-

Dinamika Dukungan Keluarga pada Pemimpin Perempuan

kian, dalam kondisi lelah Lintang terkadang tidak ingin ditanya, sehingga jika Lintang mulai mengomel, suami diam saja. Suami memberi waktu kepada Lintang untuk menanangkan diri supaya kondisi emosinya pulih.

“Misalkan dia kelihatan capek gitu lelah ya paling, kalau di rumah ya paling saya tanya, tadi udah makan belum segala macam terus pinginnya apa gitu kan dan kalau memang kelihatan sudah istilahnya apa ya namanya orang capek itu kadang nggak mau ditanya, kadang mau istirahat, nggak mau ribut­ribut gitu kan yasudah misal mulai ada omongan omelan­omelan segala macam men ding cuma diam gitu. Paling saya biarkan tenang, memberikan waktu sendiri untuk memulihkan dirinya sendiri.”(SO1.Y/W1.259-270)

Oleh karena Lintang dan suami sama-sama sibuk, sehingga saat ada waktu bersama betul-betul dimanfaatkan untuk quality time. Dalam kesempatan tersebut Lintang dan suami saling memberi dukungan dalam menjalankan perannya masing-masing atau hanya sekedar mengobrol santai menikmati kebersamaan sambil sarapan bersama. Lintang mengaku jika ia sering mencuri-curi waktu sekitar satu atau dua jam supaya dapat menikmati sarapan bersama sang suami yang sangat dicintainya tersebut.

“Saya sering kok nyuri­nyuri waktu gitu, habis apel gitu, sarapan bareng yuk..bisa, sekedar setengah jam..satu jam di luar kemudian saya ke kantor.”(N1.L/W3.468-472)

Lintang juga selalu berusaha membuat momen- momen spesial ketika bisa berdua dengan suami. Oleh karena sejak berpacaran mereka LDR dan sangat terikat dengan tugas masing-masing. Lintang yang saat itu masih

Fiya Ma’arifa Ulya

mene mpuh pendidikan tinggi di STPDN yang lokasinya jauh, sementara suami sudah bekerja. Hingga setelah meni- kah, Lintang dan suami masih sering LDR karena suami sering bertugas ke luar kota/ luar negeri. Momen spesial tersebut seperti menonton berdua saat midnight dan anak- anak dititipkan ke orangtua Lintang, atau mereka pergi kemana.

“LDR itu udah sejak zaman pacaran itu udah LDR, makanya setiap kali kita bareng ada waktu tertentu kita bisa satu tempat, satu waktu itu saya selalu berusaha untuk membuat momen­momen spesial. Ya cuman itu aja cuma makan bareng yaudah makan. Kadang nonton berdua gitu, anak­anak dititipkan ke eyangnya gitu. Kita nonton berdua, midnight kita pernah ya.” (N1.L/ W3.373-384)

Sebagaimana yang dilakukan Lintang yang berusaha menciptakan momen-momen spesial saat waktu mengizin- kan mereka untuk jalan berdua, suami juga melakukan hal serupa. Dalam merawat keberlangsungan peran, suami berusaha untuk menciptakan suasana saling memahami dan saling mendukung. Pada satu kondisi, Lintang sedang marah, suami meresponnya dengan diam. Jika Lintang bercerita maka suami mendengarkan atau sebaliknya. Ke- duanya harus bisa saling mengerti, mendukung, dan peka terhadap kebutuhan pasangan.

“Cuman kalo misal dia ribut ya saya diem. Kalau dia ribut saya juga ribut, nggak selesai. Karena memang tipikal nya begitu, yang satu cerita yang satu dengerin. Nggak bisa kan dua­duanya cerita, harus..harus sama­ sama saling mengerti, saling support dan apa­apa yang

Dinamika Dukungan Keluarga pada Pemimpin Perempuan

harus diperluin itu apaa gitu biar tetap jalan.”(SO1.Y/ W1.1048-1055)

Selain dari keluarga, dukungan emosi juga diterima Lintang dari rekan kerja di kantor. Rekan kerja Lintang di kantor sebanyak 6 orang ditambah dengan 2 orang tenaga bantu yang bertugas membantu staf kelurahan mengurusi bagian pelayanan/ front oice. Di lingkungan kelurahan, para staf sudah dengan kesadarann sendiri menciptakan sua sana kerja yang nyaman seperti berada di rumah. Para staf bekerja secara gotong royong dan mengutamakan kebersamaan dengan jargon “Sopo sing selo nandangi, sing rame dibantu, sing penting krasan”. Maksudnya adalah siapa saja staf yang sedang tidak ada pekerjaan, maka ia mengerjakan pekerjaan apa saja yang belum selesai, kemudian jika mereka melihat ada salah satu staf yang sedang banyak pekerjaan, maka dibantu, dan yang penting betah bekerja di kantor. Para staf juga saling menghargai apabila salah satu dari mereka memiliki urusan keluarga, boleh meninggalkan kantor sepanjang ketiadaannya di kantor tercatat dalam izin.

“ Kesadaran kami­kami selaku staf menciptakan kelurah­ an atau tempat kerja itu senyaman mungkin, jadi itu kuncinya disitu. Jadi merasa betah di kelurahan gitu aja, jadi antara satu dengan yang lain saling menghargai, saling menghormati, kalau punya acara keluarga yang penting ya silahkan sepanjang mereka harus izin pamit.”(SO2.H/W1.324-334)

Setiap hari Jum’at pagi, seluruh staf kelurahan ter- masuk Lintang juga melakukan senam bersama untuk men jaga pola hubungan kekeluargaan diantara mereka.

Fiya Ma’arifa Ulya

“Saat itu narasumber mengenakan baju dan celana trai ning, jilbab warna pink, serta sendal jepit warna biru. Wajah narasumber terlihat natural tanpa balutan make up. Sementara itu, di atas meja kerja narasumber terlihat ada piring kecil berisi gorengan dan juga gelas yang berisi minuman teh yang tinggal sedikit. Saat peneliti mencoba bertanya mengenai apa yang baru dilakukan oleh narasumber, ternyata narasumber pada pagi harinya sehabis melakukan senam bersama dengan para staf kelurahan.” (N1.L/OB-3.13-25)

Saat Lintang mendapatkan permasalahan dalam masya rakat, terkadang staf juga menjadi tempat Lintang ber cerita. Seperti menceritakan pengeemar Lintang karena ia sudah merasa kehabisan cara untuk menghadapinya. Di sisi lain, terkadang ada hal-hal terkait dengan peran kepe- mimpinan Lintang yang enggan diceritakan kepada suami, sehingga Lintang menceritakannya kapada staf sembari mencari solusi.

Begitu pula dengan masyarakat. Sebagai seorang lurah perempuan yang sudah berkeluarga dan memiliki dua anak yang masih kecil, Lintang merasa dimanjakan di tengah- tengah masyarakat. Saat Lintang berada di acara PKK hari minggu sore dan terlihat oleh masyarakat sudah duduk disana terlalu lama, Lintang seringkali ditegur oleh masya- rakat. Masyarakat mempersilahkan Lintang untuk pulang terlebih dahulu, apabila ada urusan keluarga. Apalagi ketika acara tersebut berlangsung di malam hari, bapak- bapak dan ibu-ibu masyarakat sudah sangat mengerti jika Lintang datang maka acara tidak boleh lebih dari pukul

21.00 malam.

Dinamika Dukungan Keluarga pada Pemimpin Perempuan

“Akhirnya malah kemudian saya dimanjakan disini. Saya e menjadi lurah termuda disini, sudah berkeluarga, punya anak kecil, dari Ibu­ibu PKK dari bapak­bapak itu sangat mengerti sekali bahwa, o kalau bu lurah datang itu acara tidak boleh terlalu malam, jam 9 sudah harus selesai.”(N1.L/W3.963-970)

Lintang juga merasa bahwa ia menjadi sosok yang di- per caya oleh masyarakat, sehingga Lintang berusaha untuk menjaga kepercayaan tersebut. Selain itu, semangat masya- rakat yang tampak ketika Lintang menghadiri acara-acara mereka menjadi kepuasan tersendiri bagi Lintang.

3) Dukungan Pemberian Informasi

Lintang mendapatkan informasi dari orang-orang sekitar seperti suami, rekan kerja, dan masyarakat yang di pimpin nya. Sebagai seorang lurah yang menghadapi masya rakat dengan latar belakang yang beragam, sangat rawan terjadi kesalahapahaman. Oleh sebab itu, saat Lin- tang mendapatkan permasalahan yang terkait dengan peran sebagai lurah, Lintang selalu bercerita dengan suaminya. Tidak jarang, suami memiliki pandangan yang berbeda dengan apa yang diikirkan oleh Lintang. Diskusi-diskusi hangat dengan suami juga sering dilakukan jika Lintang merasa sudah mentok memikirkan satu permasalahan yang tidak kunjung menemukan solusinya. Suami memberikan masukan-masukan dan pertimbangan-pertimbangan ke- pada Lintang. Meskipun demikian, suami tetap menjaga inde pen densi Lintang sebagai lurah dalam pengambilan keputusan.

Fiya Ma’arifa Ulya

“Kalau di masyarakat kan nggak bisa, kadang­kadang makanya e nggak bisa saya ikut campuri jalan langkah keputusan yang diambil, jadi biarkan aja sendiri. Nanti kalau memang..memang mentok ada satu masalah baru diskusi bersama.”(SO1.Y/W1.68-74)

“Kalau mulai e ada beberapa konlik sama masyarakat, paling disitu saya nanya, ngasih masukan solusinya apa cuman itu sih nggak ada dukungan spesial gimana nggak.”(SO1.Y/W1.209-211)

Saat Lintang quality time bersama keluarga juga lebih banyak aktivitas mengobrol dan berbincang-bincang, se- men tara kedua anaknya sibuk bermain. Lintang dan suami berbincang-bincang tentang apa saja termasuk mem- bicarakan tentang pekerjaan.

Selain dari suami, dukungan informasi juga diberikan oleh rekan kerja di kantor. Staf memberi masukan ke- pada Lintang secara mengalir sesuai dengan situasi pada waktu Lintang membutuhkan masukan. Staf memberi pertimbangan dan masukan kepada Lintang untuk me- lakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu. Ter kadang Lintang bertanya kepada staf tentang padangan mereka.

“Kadang memang e staf juga memberi masukan, dari staf biasanya, bu kok kemarin nggak hadir di acara ini, bu ada layatan disana e bu datang, Ibu sebaiknya datang kesana bu, atau bu sebaiknya telfon pak rw, itu sering. Tidak..tidak di momenkan misalnya tiap tiga bulan sekali kita rapat, tidak, tapi lebih kepada ini aja lah mengalir aja gitu, atau pada saat pas kejadian itu saya bertanya, saya sebaiknya gimana nih?, lalu mereka kemudian memberi pandangan, sebaiknya gini bu, gini, gini, gini bu nah itu yang saya bilang.”(N1.L/W3.658-

Dinamika Dukungan Keluarga pada Pemimpin Perempuan

670) Masyarakat juga memberikan dukungan informasi

kepada Lintang. Dukungan informasi dari masyarakat se bagian besar berisi masukan, kritik, maupun protes ter- kait dengan kebijakan dalam forum-forum yang diseleng- garakan oleh Lintang.

“Meskipun ada protes, protes, protes, kritik­kritik se­ perti itu bisa kita terima terima asalkan memberikan penjelasan, beliau­beliau juga paham. Saya banyak kok membuka forum­forum seperti itu, jadi saya memang suka..lebih suka e apa namanya emm kalau membahas suatu langkah ke depan itu saya mengundang.”(N1. L/ W1. 347-354)

4) Dukungan Pemberian Penilaian

Lintang menerima dukungan penilaian dari keluarga dan masyarakat. Dukungan pemberian penilaian dari ke- luarga yakni terkait dengan pekerjaan Lintang bahwa ke- luarga tidak menuntut narasumber untuk meraih karir setinggi-tingginya. Keluarga memberikan kebebasan ke- pada Lintang dalam hal karir. Suami beranggapan bahwa Lintang mampu menjalaninya. Demikian pula jenjang karir untuk Lintang terbuka lebar. Lintang menyadari bahwa statusnya sekarang sebagai PNS yang sudah berada di golongan tertentu membuatnya berada di jabatan sebagai mana sekarang yaitu Lurah. Kedepannya tidak me nutup kemungkinan bagi Lintang untuk menempati jabatan yang lebih tinggi. Apalagi usia Lintang juga masih relatif muda. Sehingga Lintang dapat menjalani peran di luar rumah dengan lebih leksibel.

Fiya Ma’arifa Ulya

“Ya apasih yang kita kejar Mbak toh dari keluarga juga tidak nuntut saya harus apa namanya meraih karir setinggi­tingginya..nggak. Jadi jalanin aja gitu.” (N1.L/ W1.1160-1164)

Lintang juga menerima penilaian dari rekan kerja. Hampir setiap hari Lintang bertemu dengan rekan kerja di kantor. Dalam hal dukungan penilaian, rekan kerja menilai bahwa Lintang adalah sosok pemimpin yang cende rung santai tetapi serius. Para staf/ rekan kerja yang ada di kelurahan tidak merasa takut dengan sosok Lintang namun mereka tetap segan.

“Ya gimana ya jadi memang rodo santai tapi serius dalam artian kita nggak, nggak merasa takut, tapi kita juga segan gitu lho. Jadi ya beliaunya bisa menempatkan diri dan kita juga hormat, istilahnya tidak takut, tapi ya kita bisa guyon juga gitu. Jadi enak lah, apa ya istilahnya santai kaitannya dengan itu tapi waktunya mereka koordinasi ya koordinasi.” .(SO2.H/W1.15-23)

Adapun dukungan pemberian penilain yang berasal dari masyarakat yakni Lintang merasakan bahwa masya- rakat butuh peranan Lintang untuk memberikan dukungan kepada mereka. Sebagaimana yang dikatakan oleh Lintang bahwa saat ia datang ke acara yang diadakan oleh masyarakat, mereka tampak lebih bersemangat. Sebagaimana yang di- cerita kan oleh Lintang ketika ia datang salah satunya ke acara syawalan di paguyuban pemuda Gedongkuning dan mereka membutuhkan Lintang untuk hadir disana se bagai sosok. Sekaligus Lintang juga menyampaikan ke- pada masyarakat untuk saling mensupport. Begitu pula ketika Lintang membutuhkan mereka, maka mereka ada

Dinamika Dukungan Keluarga pada Pemimpin Perempuan

untuknya. “Hadir sebagai sosok itu sudah cukup bagi mereka, betul

ada untuk mereka. Kan tetapi mereka butuh saya juga memberi pengertian kepada masyarakat, sewaktu­waktu membutuhkan saya, nah kemarin malam, semalam nding..semalam, semalam kan saya mengikuti syawalan di paguyuban pemuda Gedongkuning haa mereka se­ benar nya cuma butuh support, butuh perhatian, gitu jadi saya selalu memberikan ruang, ee…saya selalu memberikan pintu untuk mereka yang selalu terbuka kapanpun e…hal­hal yang mereka butuhkan yang mana masih ada dalam kewenangan saya. Saya berusaha untuk support, saya juga sampaikan pada mereka, kalau saya sudah kasih mereka support dukungan tolong yang milik kalian juga saya laksanakan gitu kita saling lah, masyarakat sudah senang digituin.”(N1.L/W1.535- 554)

Support yang diberikan Lintang kepada masyarakat, olehnya dipersepsi sebagai wujud prestasi Lintang sebagai pemimpin masyarakat. Dari hasil wawancara, Lintang tampak kurang sepakat dengan istilah prestasi yang ber- bentuk kejuaraan lomba. Lintang lebih menyukai upaya- upaya yang bersifat pemberdayaan kepada masyarakat dan keberlangsungannya jangka panjang.

“Masyarakatnya yang harus ini ya, untuk prestasi­ prestasi ya mungkin support untuk masyarakat.”(N1.L/ W1.740-741)

Namun demikian, Lintang tidak menaikkan jika dibawah kepemimpinannya, masyarakat berhasil men- cetak prestasi untuk administrasi PKK pada tingkat ke-

ca matan dan kota untuk kemudian dibawa ke tingkat

Fiya Ma’arifa Ulya

provinsi. Lintang berkontribusi dalam memberi support dan koreksi kepada masyarakat. Hal itulah yang dipersepsi sebagai prestasi oleh Lintang, mengingat Lintang belum lama menjabat sebagai lurah.

5) Dukungan yang Bermakna

Dari berbagai macam dukungan yang diberikan oleh keluarga terutama suami, terdapat satu bentuk dukungan yang menurut Lintang paling bermakna yaitu komunikasi yang intens sebagai wujud kehadiran suami. Lintang sadar bahwa suaminya sering bertugas ke luar kota/ luar negeri, sehingga hal tersebut membuat suami tidak bisa selalu ada disamping dirinya secara isik. Meskipun demikian, dengan adanya komunikasi yang intens membuat Lintang merasa bahwa suami akan selalu ada untuknya. Dalam me montum apapun bahkan Lintang selalu menelefon suami. Begitu pula dengan suami yang merasakan efek dari intensitas komunikasi tersebut walaupun kadang telfon hanya sekedar say hello dan menanyakan kondisi.

“T api e..hadirnya dia, adanya dia gitu, kan ada tuh orang yang memang secara isik ada nih, cuman emosional nya tuh nggak..nggak terikat gitu. Tapi kalau bagi saya, saat jauh seperti ini pun, bapak di Malaysia seperti ini setiap saya WA dia bales meskipun nggak tentang kerjaan, cuman sekedar nanyain anak­anak, hari ini ngapain, capek nggak, gitu­gitu bagi saya udah.. udah lebih dari cukup, gitu. Sekedar morning call atau malam gitu pamit mau tidur gitu bagi saya udah, udah cukup gitu.”(N1.L/W3.264-275)

Dinamika Dukungan Keluarga pada Pemimpin Perempuan

d. Alasan Pemberian Dukungan

Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan kepada Lintang maupun signiicant others, dapat diketahui bahwa adanya dukungan tidak terlepas dari alasan-alasan yang melatarbelakangi munculnya dukungan yang diberi- kan oleh keluarga terutama pasangan dan anak terhadap Lintang. Ada tiga alasan yang menjadi latar belakang adanya dukungan keluarga pada Lintang yaitu faktor komitmen, keyakinan dan persepsi.

Sejak awal menikah, Lintang dan suami sudah ber- komitmen mengenai pekerjaan masing-masing. Suami adalah seorang pilot yang bertugas di lapangan, sementara Lintang adalah seorang PNS yang memiliki jenjang karir terbuka, meski Lintang mengaku tidak mengenar karir. Menurut Lintang, sebagai PNS apabila sudah memasuki golongan tertentu diharapkan menempati sebuah jabatan. Hal ini disadari oleh keduanya bahwa suatu saat mau tidak mau Lintang harus memegang sebuah jabatan. Sebagai- mana saat ini Lintang menduduki jabatan lurah.

“Kalau suami dari awal kami menikah memang sudah berkomitmen ya kami masing­masing punya track sendiri­sendiri kalau dalam hal pekerjaan. Kebetulan suami ku kan karyawan swasta, jadi ee...apa namanya mungkin tidak mengejar karir tapi dia e memang lapangan tugasnya.” (N1.L/W1.198-204)

Selain karena komitmen, alasan lain yang menjadi latar belakang adanya dukungan suami kepada Lintang yakni adanya keyakinan dari suami bahwa dukungan dari ke luarga itu sangat penting. Suami menyadari bahwa peran yang dijalankan masing-masing antara Lintang dan suami

Fiya Ma’arifa Ulya

tidak akan berjalan jika keduanya tidak saling memberi dukungan. Jika keduanya tidak saling merestui dalam men jalankan peran masing-masing maka sesuatu tersebut menjadi tidak berkah.

“Support keluarga terutama orang­orang terdekat itu masih sangat penting. Ya nggak bisa dipisahkan dan berjalan sendiri­sendiri itu nggak bisa. Ya menurut saya itu bagus gitu kan e istilahnya apa ya e…menjalankan sesuatu itu kalau masih ada yang ganjel dan tidak ada yang merestui kan nggak ada berkahnya gitu kan.”(SO1.Y/W1.1020-1027)

Adapun alasan yang ketiga munculnya dukungan suami kepada Lintang adalah persepsi-persepsi. Pertama, adanya persepsi dari Lintang bahwa suami memahami sifat dan wataknya yang memang sejak SMA suka berkegiatan. Sehingga suami tidak melarang Lintang untuk berkarir, meski pun suami memiliki hak untuk melarang istrinya berkarir di luar rumah atau menjadi ibu rumah tangga. Suami menyadari bahwa Lintang nyaman saat memiliki banyak kegiatan di luar rumah, karena Lintang adalah orang yang cenderung mudah bosan ketika berada di rumah. Selan jutnya, fakta bahwa Lintang adalah lulusan STPDN yang basis pendidikannya mengedepankan kedisplinan dan memang lembaga tersebut bertujuan untuk mencetak kader-kader yang mengurusi pemerintahan dalam negeri, selain karena terdapat ikatan dinas setelah lulus.

“Dan yang kedua karena basic pendidikan dia kan dari STPDN yang memang istilahnya ada ikatan dinas yang mengharuskan dia untuk..untuk sebagai PNS.” (SO1.Y/W1.297-298)

Dinamika Dukungan Keluarga pada Pemimpin Perempuan

Berangkat dari alasan-alasan diatas, Lintang dapat menjalankan peran di luar rumah dengan nyaman karena suami dapat memahami dirinya. Selain itu, tidak adanya tuntu tan dari keluarga kepada Lintang untuk meraih karir setinggi-tingginya membuat Lintang tidak merasa tertekan.

“Ya apasih yang kita kejar Mbak toh dari keluarga juga tidak nuntut saya harus apa namanya meraih karir setinggi­tingginya..nggak. Jadi jalanin aja gitu.”(N1.L/ W1.1178-1182)

e. Dinamika Dukungan Keluarga

Adanya dukungan dari keluarga membuat Lintang merasa nyaman dalam menjalankan peran di luar rumah sebagai lurah. Kenyamanan tersebut membuat Lintang betah dalam menjalankan kerja-kerja kepemimpinannya. Tidak ada rasa berat bagi Lintang ketika harus pulang ke rumah pada malam hari atau berangkat pada sore hari.

“Nyaman. Kemudian menjalankan tugas itu happy gitu, nggak ada rasa berat ke kantor berat, e harus pulang malam berat gitu nggak. Jadi, nyaman aja, oh memang ada saatnya saya harus di kantor, ada saatnya saya harus pulang sore, ada saatnya saya harus berangkat malam gitu, enjoy aja.” (N1.L/W3.410-425)

Keadaan keluarga yang memahami peran Lintang serta dukungan dari suami membuat Lintang merasa bahwa nilai pribadi Lintang di mata masyarakat menjadi naik. Sebagaimana penuturan Lintang saat suami berkesempatan untuk mengantar Lintang pergi ke kegiatan masyarakat, hal tersebut menjadi bukti bahwa posisi Lintang mendapatkan

Fiya Ma’arifa Ulya

dukungan dari suami. “Saya membawa beliau di saat acara­acara saya juga

tahu bahwa ini nggak bakal turun dari mobil nih cuman saya hanya ingin menunjukkan bahwa e… suami saya itu ada, bahwa e saya disini itu di support, bahwa saya disini itu e…apa namanya e atas izin suami saya. Meskipun suami saya tidak ikut tampil bersama saya karena memang bukan sosok dia yang dibutuhkan disitu gitu. Dan itu memang sangat membantu dan memperbaiki image saya sebagai public igure gitu. Jadi sosok saya sebagai seorang lurah meskipun yaa public igure nya ecek­ecek lah ya, nggak seberapa berpengaruh tapi e dengan apa namanya hadirnya adanya dia, cuman ngantar ngedrop misalnya gitu atau nanti dijemput gitu tuh membuat nilai..nilai pribadi saya menjadi naik gitu. Karena masyarakat kita kan masih, kulturnya itu kan masih menomorsatukan keluarga.”(N1.L/W3.917- 937)

Hadirnya suami sebagai pendamping yang mengan- tarkan Lintang ke kegiatan masyarakat, membuat image Lintang sebagai public igure menjadi lebih baik. Nilai pribadi Lintang meningkat karena kultur yang masih berlaku di masyarakat Indonesia yakni menomorsatukan keluarga. Ketika masyarakat melihat dengan pengalaman mereka sendiri bahwa suami mengantarkan Lintang sebagai wujud nyata dukungan dari suami, maka menandakan terjalinnya hubungan yang harmonis dan saling mendukung antara Lintang dan suami dalam keluarga. Sehingga masyarakat semakin yakin bahwa Lintang dapat memimpin mereka dengan baik karena keluarganya sendiri juga harmonis. Namun demikian, jika keadaan tidak memungkinkan suami untuk mengantar, Lintang berangkat sendiri dengan

Dinamika Dukungan Keluarga pada Pemimpin Perempuan

tanpa merasa kehilangan dukungan dari suami. Kesibukan Lintang sebagai seorang Lurah membuatnya semakin sadar bahwa waktu berkumpul bersama keluarga menjadi lebih sulit didapatkan, sehingga Lintang kini bisa lebih menghargai waktu. Selain itu, menjadi lurah dalam perspektif Lintang adalah sebuah kebanggaan. Jiwa Lintang terpanggil untuk melakukan kerja-kerja yang dekat dengan masyarakat, serta menjadi lurah adalah sebuah prestasi tersendiri bagi dirinya.

“Tercapai hak saya hingga saat ini meskipun ini hanya sekedar tampuk pemerintahan yang paling kecil, itu bagi saya merupakan suatu prestasi.” (N1.L/W1.581)

Selain itu, Lintang juga berkomitmen untuk tidak ingin menjadi lurah yang arogan. Sebagai pemimpin perem puan, Lintang berusaha untuk menjalankan ke- pemim pinan sesuai dengan pembawaan atau ciri khasnya.

“Saya dari awal sudah berkomitmen dengan diri saya pribadi bahwa e saya tidak mau menjadi lurah yang arrogant.” (N1.L/W1.1373-1376)

f. Permasalahan yang Dihadapi

Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan, diketahui bahwa Lintang menghadapi permasalahan/ tan- ta ngan yang terbagi menjadi tiga ranah, yakni internal rumah tangga, eksternal terkait dengan peran sebagai lurah, serta permasalahan afeksi yang dirasakan oleh Lintang. Permasalahan afeksi yang dialami yaitu Lintang merasa lelah dengan banyaknya aktivitas dalam menjalankan peran sebagai lurah.

Fiya Ma’arifa Ulya

“Capek. Saya baru 7 bulan disini, 6 bulan 7 bulan aja rasanya e udah capek memang karena kegiatannya banyak.”(N1.L/W1.1134-1137)

Permasalahan afeksi yang lainnya yaitu Lintang merasa perih hatinya ketika anak-anak meminta ditemani tetapi terbentur dengan peran publik Lintang, seperti rapat.

“Kadang ada juga sih Mbak rasa­rasa kecewa, rasa­rasa kalau pas anak­anak pingin apa terus saya nggak bisa penuhin gitu perih juga disini tuh rasanya tuh. Kadang mereka pingin e pingin main kesana ditemenin sama Bunda gitu, saya nggak bisa karena ada rapat.”(N1.L/ W1.983-988)

Lintang juga seringkali terlambat menjemput anak yang bersekolah di SD Syuhada. Lintang merasa menangis di dalam hati karena hal tersebut. Namun demikian, Lin- tang masih merasa agak tenang karena kedua anaknya manut untuk tidak ikut pulang dengan siapapun kecuali dijemput olehnya atau orang yang memang diminta untuk menjemput mereka. Suatu ketika anak Lintang pernah dijemput oleh salah satu staf kelurahan karena saat itu narasumber sedang rapat dengan walikota. Namun, sang anak benar-benar tidak mau ikut, tetapi setelah Lintang telefon dan mengatakan jika staf tersebut memang diminta untuk menejemput, anak-anak baru bersedia ikut.

“Entah main apa, tidur bahkan sampai tidur di bangku di depan sekolah itu pernah sampai setengah 6 coba itu gimana, karena waktu itu rapat dengan walikota nggak bisa saya tinggal, e saya nggak bisa berdiri kemudian keluar. Nah itu akhirnya mereka sampai setengah 6 di sekolah. Wuaah itu kalau dalam hati itu rasanya nangis

Dinamika Dukungan Keluarga pada Pemimpin Perempuan

itu Mbak, di jalan udah waau udah ngebut udah nggak karuan.” (N1.L/W1.1036-1044)

Belum lagi jarak antara kantor kelurahan dengan se- kolah anak yang cukup jauh dan juga melewati jalan-jalan yang rawan crowded ketika sore hari menambah kepanikan Lintang. Jarak dari kantor ke sekolah ditempuh selama kurang lebih 20 menit, dan jarak dari sekolah ke rumah Lintang bisa ditempuh selama kurang lebih 30 menit. Sedangkan jarak dari rumah ke kantor ditempuh dalam waktu kurang lebih 20 menit. Lintang melakukannya setiap hari.

Permasalahan selanjutnya yang dihadapi oleh Lintang adalah permasalahan internal keluarga yaitu Lintang seringkali harus mendahulukan kepentingan kantor dari- pada pulang ke rumah. Dalam hal ini Lintang berusaha untuk memberikan pengertian kepada kedua anaknya me ngenai perannya sekarang sebagai lurah. Bahwa karena Lintang tidak bisa menemani anak-anak secara penuh, Lintang memberikan pondasi-pondasi tanggung jawab kepada anak-anaknya. Oleh sebab itu, anak-anak sering di bawa ke kantor.

“Dan saya berusaha memberikan pengertian pada anak­ anak bahwa bundanya ini sekarang tugasnya tuh begini.. begini..begini. Kadang­kadang harus e apa namanya harus mendahulukan kepentingan kantor daripada pulang dulu ke rumah, aah dengan bahasa anak­anak tentunya.”(N1.L/W1.949-956)

Sebagai public igure, Lintang seringkali harus pergi ke kegiatan masyarakat. Hampir setiap hari Lintang keluar sore, berangkat malam, sehingga Lintang sering kepikiran

Fiya Ma’arifa Ulya

urusan rumah. Lintang tidak selalu bisa menemani anak- anak dalam belajar, namun Lintang sudah mengarahkan kepada mereka mengenai hal-hal apa saja yang harus dikerjakan selama ditinggal Lintang pergi. Namun demi- kian, ketika tugas tersebut didelegasikan kepada suami, suami belum bisa dipasarahi sehingga saat Lintang pulang situasi belum berubah. Anak-anak tidak melakukan arahan Lintang dan rumah pun menjadi tidak tertata.

“ Saat apa kegiatan kantor sangat banyak, setiap hari saya harus keluar sore, harus berangkat malam, itu ada saat­saat tertentu, rumah gimana ini karena suami dan anak­anak itu memang belum bisa dipasrahi. Kalau saya tinggal kan pasti rapi, bersih, nggak rapi­rapi banget sih paling tidak sudah tertata, oh ini harus begini harus begini harus begini, e abang sama adek harus nanti bunda pulang harus jadwal udah harus ditata, udah harus makan, udah harus mandi, udah harus ganti baju dan segala macam. Nah, kalau saya tinggal sama suami malah nggak jalan itu, malah udah dibiarin aja. Nanti pulang­pulang jam 10 malem gitu, eh anak­anak udah ngerjain PR belum ?, nggak tahu tuh ada PR atau nggak (ketawa) tata jadwal nggak tadi habis main bobok.” (N1.L/W3.431-449)

Selain itu, permasalahan internal keluarga yang di- hadapi oleh Lintang adalah suami yang sering pergi ke luar kota/ luar negeri karena tuntutan pekerjaan. Sehingga dalam menjalankan peran Lintang seringkali melakukannya sendiri. Sebagaimana yang terlihat di media sosial, Lintang sering memposting foto-foto seli dengan caption bertema kesen dirian atau caption yang menggambarkan Lintang hanya sedang bertiga saja bersama kedua anaknya.

Dinamika Dukungan Keluarga pada Pemimpin Perempuan

“Selain itu, ada foto­foto narasumber bersama dengan kedua anaknya atau narasumber seli. Di foto yang tampak narasumber bersama dengan kedua anaknya tertulis caption, “masih bertiga aja (emot senyum).” Pada foto lain yang hanya inframe narasumber tertulis caption, “Ritual sabtu pagi, one of cofe…one book of romantic story, some pieces of malkist, and a bunch of feeling that I would scream that I miss you…Kamu… aku mencintaimu. #ngopi_sendiri #lebay_padahal_ cuma_nunggu_cuci_mobil.”. Pada postingan terakhir foto nampak caption yang berbunyi, “Nemenin kamu… iyaaa, kamu #yang_ditemenin_entah_kemana (emot terbelalak).” Pada foto lain yang terlihat narasumber selie di dalam mobil tertulis caption, “Nungguin kamu…iya, kamu.”(N1.L/OB-4.44-64).

Lintang juga menghadapi berbagai tantangan dalam menjalankan peran sebagai lurah atau permasalahan eks- ternal. Lintang mengatakan bahwa ia tidak bisa pamit dari undangan kegiatan di masyarakat saat hari libur yaitu hari sabtu atau minggu. Padahal pada hari libur Lintang mengalokasikan waktunya untuk quality time dengan keluarga. Oleh sebab itu, Lintang menekankan ke pada masyarakat supaya tidak membuat acara di hari libur, karena Lintang sebagai sosok yang diharapkan hadir ketika ada undangan kegiatan di hari libur mau tidak mau narasumber harus memenuhi undangan tersebut. Lintang tidak bisa pamit sebagaimana warga lainnya, sehingga tetap menghadiri meskipun pamit lebih awal karena terbentur dengan acara yang lain. Terkadang Lintang menggunakan alasan adanya agenda lain padahal nyatanya pulang ke rumah.

Fiya Ma’arifa Ulya

“ Itu edukasi juga kepada masyarakat, saya senjatanya gitu. Kita semua butuh quality time dengan keluarga gitu. Mereka kan bisa, mereka bisa pamit karena yang diundang kan banyak. Satu dua orang pamit mereka mau ada acara dengan keluarga bisa. Nah saya ?, saya kan nggak bisa karena saya sekali lagi adalah sosok yang memang diharapkan hadir. Nanti saya kan nggak bisa pamit kalau kayak gitu kan.” (N1.L/W1.1098-1104)

“Ya itu resiko Mbak, saya kalau memang saya diharap­ kan hadir sebisa mungkin ya saya, tapi ya itu tadi tidak bisa sampai selesai. Karena saya juga harus di tempat lain. Kadang saya jadikan alasan juga sih, ada acara di tempat lain padahal pulang. Ya nakal­nakalnya lurah cuma bisa begitu aja.”(N1.L/W1.1121-1127)

Disisi lain, Lintang juga harus bisa menempatkan diri. Sebagai public igure narasumber 1 dituntut untuk bertemu dengan banyak orang dengan berbagai latar belakang dan pemikiran yang berbeda-beda. Lintang harus bisa menahan emosi dan apa-apa yang dirasakan saat sedang ber hadapan dengan masyarakat, meskipun ketika itu sedang merasa lelah, Lintang tetap harus tersenyum dan ter lihat oke. Oleh karena itu, Lintang benar-benar harus bisa mengendalikan diri, berdamai dengan diri sendiri atau memanajemen emosi supaya tidak menjadi pemimpin yang arrogant, seperti yang dicita-citakannya.

Selain itu, sebagai lurah berusia relatif muda dengan isik yang masih tampak cantik, membuat Lintang me- miliki penggemar di masyarakat. Lintang merasa tidak nyaman dengan gaya bahasa penggemar yang menurutnya tidak sopan. Meskipun Lintang merasa tidak nyaman, namun Lintang juga tidak bisa menghilangkannya begitu

Dinamika Dukungan Keluarga pada Pemimpin Perempuan

saja. Lintang mengatakan jika dirinya membutuhkan tenaga ekstra untuk menghadapi gangguan dari orang lain yang sekaligus juga tidak bisa dihindari.

“Jadi e dari gaya bahasanya itu sudah tidak sopan, tapi saya tidak bisa menghindar dari seperti itu. Saya sendiri merasa tidak nyaman, tapi saat saya emm…nggak bisa diilangi gitu, jadi tidak bisa, tidak bisa semata­mata saya kemudian nggak suka terus saya blokir,saya ini, tidak bisa.”(N1.L/W3.606-613)

Tantangan lain yang dihadapi oleh Lintang sela- njutnya terkait dengan faktor usia Lintang yang masih muda dibandingkan dengan staf-staf lainnya di kelurahan. Menurut Lintang, faktor usia muda memang tidak meng- ganggu tetapi mengganjal bagi sebagian rekan di kantor. Dalam pandangan Lintang yang mencontohkan bahasa rekan kerjanya, Lintang dianggap masih anak kecil yang tidak tahu apa-apa. Lintang mengakui bahwa dari segi pengalaman memang rekan-rekan kantor sudah jauh lebih berpengalaman darinya. Sehingga Lintang merasa bahwa penerimaan rekan-rekan kantor dengan memanggil dirinya menggunakan sebutan “Bu” saja sudah cukup membuat Lintang merasa diterima.

g. Dampak Dukungan keluarga terhadap Kepemimpinan Lintang

Dengan adanya dukungan yang diberikan oleh ke- luarga serta rekan kerja dan masyarakat berdampak terhadap kesejahteraan psikologis yang dirasakan oleh Lintang. Duku ngan secara penuh yang diberikan oleh suami mem- buat Lintang merasa nyaman dalam menjalankan peran

Fiya Ma’arifa Ulya

sebagai lurah. Lintang merasa bahagia menjalankan se- rang kaian aktivitas di kantor, tidak merasa berat ketika harus pulang di malam hari. Ada saatnya Lintang harus di kantor, berangkat sore, pulang malam, dan seterusnya. Keluarga pun sudah bisa memahami tugas Lintang sebagai public igure.

“Ya nyaman berarti kan…nyaman. Kemudian men­ jalankan tugas itu happy gitu, nggak ada rasa berat ke kantor berat, e harus pulang malam berat gitu nggak. Jadi, nyaman aja, oh memang ada saatnya saya harus di kantor, ada saatnya saya harus pulang sore, ada saatnya saya harus berangkat malam gitu, enjoy aja karena semuanya udah berjalan, udah bisa nerima lah masing­masing, oh memang tugasnya bunda tuh seperti itu, anak­anak juga seperti itu, oh nanti kapan­kapan kalau misalnya saya tawarkan ikut, mau ikut mereka ikut, kalau tidak ya tidak. Ada komunikasi­komunikasi seperti itu. Nyaman pokoknya kenyamanan.”(N1.L/ W3.410-425)

Sementara itu, sosok Lintang juga dikenal sebagai pe mimpin yang bisa leksibel sesuai dengan situasi dan kondisi yang dihadapi. Dalam persepsi staf, Lintang bisa memimpin dengan serius dan staf tidak merasa takut, namun mereka tetap segan padanya.

“Ya gimana ya jadi memang rodo santai tapi serius dalam artian kita nggak, nggak merasa takut, tapi kita juga segan gitu lho. Jadi ya beliaunya bisa menempatkan diri dan kita juga hormat, istilahnya tidak takut, tapi ya kita bisa guyon juga gitu. Jadi enak lah, apa ya istilahnya santai kaitannya dengan itu tapi waktunya mereka koordinasi ya koordinasi.”(SO2.H/W1.16-23)

Dinamika Dukungan Keluarga pada Pemimpin Perempuan

Dokumen yang terkait

PENGARUH PEMBERIAN SEDUHAN BIJI PEPAYA (Carica Papaya L) TERHADAP PENURUNAN BERAT BADAN PADA TIKUS PUTIH JANTAN (Rattus norvegicus strain wistar) YANG DIBERI DIET TINGGI LEMAK

23 199 21

KEPEKAAN ESCHERICHIA COLI UROPATOGENIK TERHADAP ANTIBIOTIK PADA PASIEN INFEKSI SALURAN KEMIH DI RSU Dr. SAIFUL ANWAR MALANG (PERIODE JANUARI-DESEMBER 2008)

2 106 1

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

MANAJEMEN PEMROGRAMAN PADA STASIUN RADIO SWASTA (Studi Deskriptif Program Acara Garus di Radio VIS FM Banyuwangi)

29 282 2

ANALISIS PROSPEKTIF SEBAGAI ALAT PERENCANAAN LABA PADA PT MUSTIKA RATU Tbk

273 1263 22

PENERIMAAN ATLET SILAT TENTANG ADEGAN PENCAK SILAT INDONESIA PADA FILM THE RAID REDEMPTION (STUDI RESEPSI PADA IKATAN PENCAK SILAT INDONESIA MALANG)

43 322 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PEMAKNAAN BERITA PERKEMBANGAN KOMODITI BERJANGKA PADA PROGRAM ACARA KABAR PASAR DI TV ONE (Analisis Resepsi Pada Karyawan PT Victory International Futures Malang)

18 209 45

STRATEGI KOMUNIKASI POLITIK PARTAI POLITIK PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH TAHUN 2012 DI KOTA BATU (Studi Kasus Tim Pemenangan Pemilu Eddy Rumpoko-Punjul Santoso)

119 459 25

PENGARUH BIG FIVE PERSONALITY TERHADAP SIKAP TENTANG KORUPSI PADA MAHASISWA

11 131 124