Dinamika Dukungan Keluarga pada Dian
6. Dinamika Dukungan Keluarga pada Dian
a. Sebelum menjadi Ketua Umum Organisasi
Dian adalah seorang perempuan yang menjabat se- bagai kepala sekolah di SMP Muhammadiyah 2 Depok, Sleman, sebelum pada akhirnya ditetapkan sebagai ketua umum Pimpinan Pusat Nasyiatul Aisyiyah (PPNA). Dian sudah menjabat sebagai kepala sekolah sejak tahun 2015 setelah sebelumnya Dian menjadi wakil kepala sekolah bagian kurikulum di SMP Muhamamadiyah 3 Depok,
Dinamika Dukungan Keluarga pada Pemimpin Perempuan
Sleman dan sebagai guru BK. Dalam dunia organisasi, se belum hijrah ke NA, Dian aktif di Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar Muhammadiyah (PP IPM) sebagai Ketua Bidang Kader. Namun, pada Konpinwil di Mataram, Dian mengundurkan diri dari jabatan sebagai ketua bidang kader, selain karena Dian baru saja menikah. Sejak itu, Dian mulai aktif di PP NA sebagai anggota bidang kader, kemudian pada periode kepemimpinan selanjutnya Dian ditunjuk sebagai sekretaris PP NA sembari mengemban tugas sebagai wakil kepala sekolah bagian kurikulum. Seiring berjalannya waktu, Dian kemudian diangkat men- jadi kepala sekolah disamping menjabat sebagai sekretaris PP NA.
“Periodenya Mbak Norma, Mbak Dian kan jadi kepala sekolah. Nah, mulai dari kepala sekolah itu mungkin ya akhirnya menjadi banyak perkembangan yang sangat pesat pada diri Mbak Dian. Saya sih melihat itu, sehingga karakter kepemimpinannya terus model pengem bangan jaringannya terus apa ya e..manajemen organisasinya jadi lebih baik lagi.” (SO6.A/W1.74-85)
“Masuk pertama saya ketua kader PP IPM terus e di PP IPM itu 2 tahun. Jadi tahun 2008 2010. Itu kan setelah 2010 saya di PPNA, nah antara 2010/2012 itu saya memang agak longgar karena anggota, tapi sempat dikasih amanah ketua OC tanwir di Jogja, itu nah terus e…agak longgar. Nah, disitu saya maksimal membangun sekolah ya. Baru pas sekretaris PPNA ini saya juga kuliah, juga di wakil kepala sekolah bagian kurikulum ya bisa e kenyataannya ya.”(N3.D/W3.587- 597)
Fiya Ma’arifa Ulya
Dian menikah pada tahun 2009, jauh sebelum diangkat menjadi ketua umum PP NA. Dian sama sekali tidak memiliki keinginan, perasaan dan pikiran untuk men jadi ketua umum. Sebelum menjadi ketua organisasi, Dian mengakui bahwa tanggung jawab yang diembannya lebih ringan dari pada sekarang menjabat sebagai ketua umum. Dian bisa fokus untuk mengembangkan sekolah. Demikian juga alokasi waktu lebih banyak, sehingga Dian bisa sering berada di sekolah.
“Saya tidak punya perasaan apapun sebelum menjadi ketua. Karena tidak pernah memiliki keinginan, men jadi ketua. Bahkan terpikirkan saja tidak.”(N3.D/ W3.1125-1128)
Begitu juga dengan partisipasi Dian dengan masya- rakat di lingkungan rumahnya. Dian bisa aktif di kegiatan masyarakat seperti arisan dan dasawisma. Dian juga sering juga dimintai tolong oleh masyarakat. Selain itu, porsi waktu kerja Dian yang lebih ringan membuatnya sering berada di rumah dan mengurusi suami.
“Dan masyarakat pun juga sama ya Mbak kalau saya pikir. Kalau saya sebagai warga salah satu arisan atau dasawisma pun juga saya harus menempatkan diri. Disitu saya bukan pemimpin. Tetapi kalau diminta bantuan atau apa ya lakukan.”(N3.D/W1.27-32)
b. Setelah menjadi Ketua Umum Organisasi
Dian ditetapkan sebagai ketua umum Pimpinan Pusat Nasyiatul ‘Aisyiyah (PP NA) berdasarkan hasil mukta- mar NA ke XIII pada tahun 2016 yang berlangsung di sportorium Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Dari
Dinamika Dukungan Keluarga pada Pemimpin Perempuan
9 formatur calon ketua umum PPNA, akhirnya meng- hasilkan Dian sebagai formatur terpilih. Di awal menjabat sebagai ketua umum, Dian merasa down dan stres. Dian mengatakan bahwasannya banyak orang yang meremehkan dan tidak setuju dengan terpilihnya Dian karena ada calon lain yang terlihat lebih siap. Sampai ada upaya mengorek kekurangan Dian dan keluarga. Hal tersebut membuat Dian merasa tertekan dan ingin mundur, bahkan berat badan Dian turun sekitar 1-2 kg.
“Nek saya dulu kan sempat takut, ya nggak takut ya, stres ya atau mundur saja atau apa gitu, itu seminggu awal setelah terpilih itu berat badan saya langsung turun sekilo kalau nggak salah, 12 Kg.” (N3.D/W3.772- 775)
Dalam kondisi tersebut Dian tidak sendirian. Menu- rut nya, ada banyak yang mendukung sebagaimana banyak yang menghujat. Teman-teman Dian memberikan pe- ngua tan serta mulai memantapkan kembali apa yang sudah ia putuskan. Dian kemudian teringat jiak ia sama sekali tidak pernah meminta jabatan tersebut, tidak pernah terpikirkan, apalagi diungkapkan kepada orang lain. Hingga pada akhirnya Dian pasrah bahwa amanah sebagai ketua umum adalah sesuatu yang sudah diatur oleh Allah SWT. Dian yakin apabila dalam perjalanannya nanti Allah pasti akan membantu, karena Dian tidak pernah meminta jabatan tersebut.
“Nah setelah itu saya terus teringat, saya itu nggak minta amanah ini kok, saya nggak pernah berupaya untuk menjadi ketua NA, saya nggak pernah ngomong dengan siapapun untuk jadi ketua NA. Saya juga tidak pernah
Fiya Ma’arifa Ulya
terbersit dalam pikiran saya untuk jadi ketua NA. Berat kan ketua NA, jadi ngapain saya..yang lain kampanye saya mengurus kesibukan e… kesekretariatan yang harus saya tunaikan. Itu jadi saya, yasudah ini Allah yang mengatur, ini Allah yang mengatur berarti Allah yang ikut campur, itu begitu juga disini.”(N3.D/W3.775- 788)
Selain pasrah kepada Allah SWT, Dian juga berikhtiar mencari penguatan dengan mendatangi para mantan ketua umum PP NA dan juga tokoh-tokoh persyarikatan yang Dian dekat kepadanya. Penguatan yang pertama kali Dian merasa bingung itu justru bukan dari suaminya. Dian berdiskusi dengan ketua umum terdahulu serta bersila- turrahim kepada tokoh persyarikatan. Selain itu, fakta bahwa Dian hidup bertetangga dengan para kepala sekolah yang juga aktif di struktural persyarikatan membuat Dian sering sharing dengan mereka.
“Penguatan yang pertama kali saat itu saat saya bingung itu, itu bukan suami saya malahan. Tapi Mbak Norma, Bu Abidah dulu pernah menjadi ketua ahh gitu lah. Nah itu ya saya sering anu aja konsultasi dengan mereka, sering kumpul saya ajak kumpul kalau udah bingung itu, Mbak mbok saya ditemani disini atau kalau nggak, Mbak saya pingin ketemu. Terus penguatanpenguatan yang lain ya saya silaturrahim Mbak, gitu selain dengan bertiga ini saya silaturrahim ke Pak, ya kalau yang dulu saya lakukan itu ke Pak Dahlan Rais, terus ke Pak Agung yang saya kirakira dekat ya.” (N3.D/W3.812-829)
Seiring berjalannya waktu, Dian mulai bisa menye- suaikan dengan peran sebagai ketua umum organisasi. Meskipun di awal-awal menjabat juga terdengar kasak-
Dinamika Dukungan Keluarga pada Pemimpin Perempuan
kusuk di sekolah mengenai peran tersebut. Ada yang kemudian membicarakan Dian dengan mengatakan kali mat yang bernada ketidaksukaan yakni “ kok ndobel ndobel” (menjabat ganda) dalam menjabat. Dian menjadi sering pergi ke luar kota sehingga mau tidak mau sekolah beserta urusannya harus ditinggalkan terlebih dahulu. Pada akhrinya Dian bisa meyakinakan para dewan guru mengenai perannya sebagai ketua organisasi yang bersing- gungan dengan peran sebagai kepala sekolah. Bahwa ketugasan Dian di persyarikatan sebagai ketua organisasi pimpinan NA justru bisa mengangkat nama sekolah.
“ Di awal memang agak ini ya temanteman guru itu juga mungkin ya mungkin dilihat dari bahasa tubuh mereka bahasa wajah mereka itu ya kadangkadang merasa kok malah ndoblendoble gitu tapi Bu Dian berhasil membuktikan lah bahwa itu berhasil dijalan kan dengan baik kedua hal walaupun di tahun per tama kemarin sebagai ketua PPNA beliau banyak keluar.”(SO7.S/W1.172-181)
Dian mengakui bahwa setelah menjabat sebagai ketua organisasi tanggung jawabnya semakin besar dan double. Dian menyadari bahwa posisinya sebagai public igure men jadi trendsetter yang dipandang oleh banyak mata, sehingga segala yang keluar dari mulut Dian dan semua yang dilakukan memiliki efek yang besar. Jika apa yang dikatakan dan dilakukan oleh Dian adalah hal yang positif, maka banyak orang yang mencotoh. Sebaliknya, apabila ada yang salah dengan apa yang dikatakan dan dilakukan maka banyak pula orang yang mencerca.
Fiya Ma’arifa Ulya
“Cuman tanggung jawabnya lebih besar apa yang kita omongkan kan berefek, apa yang kita lakukan juga berefek. Banyak yang mencontoh kalau baik, kalau tidak baik banyak yang..apa mencerca ya.”(N3.D/W2.154- 158)
Sebagai ketua umum organisasi bersayap besar, Dian sering pergi ke luar kota untuk menghadiri undangan- undangan struktural organisasi yang ada di bawah PP NA, bertemu dengan tokoh penting, melakukan dampingan terhadap pihak-pihak yang menjadi keberpihakan organi- sasi, serta kegiatan tentatif lainnya. Hal ini dapat terlihat dari jadwal yang tulis Dian di kalender sekolah. Dian dibantu oleh staf administrasi sekolah dalam mencatat agenda apa saja yang dilakukannya selama satu minggu.
“Selanjutnya selama beberapa kali saat peneliti me ngecek ke Bu Lis mengenai jadwal narasumber juga, narasumber sedang ada kegiatan di luar. Mulai dari rapat ke dinas, kepentingan organisasi, atau ke luar kota. Jadwal narasumber terpampang di kalender staf adminis trasi. Disana tertulis agenda narasumber selama seminggu dan yang di update selama seminggu sekali pula.”(N3.D/OB-2.97-105)
Di sisi lain Dian memiliki 2 kantor yaitu kantor PP NA dan kantor Dian di sekolah sebagai kepala sekolah. Hal tersebut menurut Dian harus maksimal di kedua tem- pat, karena Dian tidak ingin terjadi kecemburuan pada salah satunya. Dengan adanya 2 kantor tersebut Dian mengibaratkan seperti memiliki dua orang anak. Jika salah satunya ada kegiatan maka yang satu juga harus ada.
Dinamika Dukungan Keluarga pada Pemimpin Perempuan
“Jadi memiliki 2 kantor itu kan seperti memiliki 2 anak ya, kalau disini ada kegiatan disini nggak …meri. Disini ada kegiatan, disini nggak meri.”(N3.D/W2.134-138)
Untuk menyeimbangkan alokasi waktu, Dian me- miliki agenda rutin tersendiri yaitu setiap hari rabu Dian rapat di kantor PPNA Yogyakarta, sehingga hari rabu jadwal Dian sama sekali tidak bisa diganggu. Sementara itu, pada hari selasa dan Jum’at Dian ngantor di kantor PPNA, meskipun hanya sebentar. pergi ke Jakarta setiap dua minggu sekali untuk rapat dan menyelesaikan agenda yang lain. Meskipun pada kenyataannya Dian justru sering pergi ke Jakarta. Selain hari-hari tersebut, Dian juga tidak selalu berada di sekolah. Seringkali Dian mendapatkan tugas untuk mengikuti suatu agenda di luar kota selama beberapa hari, baik yang terkait dengan perannya sebagai ketua organisasi maupun sebagai kepala sekolah.
“Saya punya hari khusus rapat NA, hari rabu itu sudah tidak bisa diganggu gugat. itu ada hari selasa dan jum’at itu mesti saya ngantor. Ya walaupun hanya sebentar, terus kalau di Jakarta 2 minggu sekali gitu. Ya..2 minggu sekali mengikuti rapat ya dan juga menyelesaikan yang lain tapi pada teorinya e pada kenyataannya biasanya malah sering ke Jakarta. Nah, ya nanti kalau ke Jakarta ya harus di kantor.” (N3.D/W3.49-64)
Tidak menutup kemungkinan juga tiba-tiba Dian memiliki agenda ke luar negeri. Sebagaimana yang terlihat beberapa waktu lalu Dian pergi ke Jepang mengikuti acara pertukaran budaya yang diselenggarakan oleh pemerintah negara tersebut yakni program Jenesys.
Fiya Ma’arifa Ulya
“Harihari ini narasumber terlihat sedang berada di Jepang dalam rangka mengikuti program Jenesys sebagaimana yang terlihat dalam hashtag pada caption yang dicantumkan narasumber dalam foto yang di upload.”(N3.D/OB-4.12-17)
Belum lagi apabila ada urusan-urusan yang bersifat mendadak misalnya diminta untuk ke dinas pendidikan, bertemu dikdasmen, dan Dian menaruh prioritas apabila tiba-tiba mendapat undangan dari presiden/ menteri/ ketua umum organisasi lain. Jika dari ketiga pihak tersebut yang mengundang Dian, maka segala agenda di luar ketiganya ditinggalkan oleh Dian.
“Nah, kecuali misalkan Pak presiden yang ngundang atau menteri atau mungkin ketua umumketua umum ya itu harus kita prioritaskan, pasti. Walaupun di sekolah ini ada acara apapun tetap saya tinggalkan karena tugas itu tidak bisa diwakilkan, gitu.” (N3.D/W3.65-70)
Diakui oleh suami Dian bahwa menjadi ketua umum organisasi membuat Dian menjadi semakin sibuk. Selain menjalankan peran sebagai kepala sekolah dan ketua umum PPNA, Dian juga masih memiliki tanggungjawab untuk mengajar siswa di sekolah. Dikatakan oleh Dian bahwa ia masih tetap mengajar dan memang menjadi hal yang diupayakan oleh Dian karena ia ingin dekat dengan para siswa. Dian ingin mengetahui perkembangan mereka dan juga ingin supaya para siswa juga dekat dengan Dian. Namun demikian, Dian tidak terlalu banyak mengambil jam mengajar. Dian hanya memegang 3 kelas yang kesemua nya adalah kelas 9.
Dinamika Dukungan Keluarga pada Pemimpin Perempuan
“Iya, tapi kami saling menyesuaikan tentang jadwal masing masing.” (SO8.F/W1.96-97)
“Saya masih, masih, saya tetap masih mengajar dan itu akan saya upayakan, kecuali saya tidak ada di tempat. Nah itu saya ngajar. Saya ngajar 3 kelas, kelas 9 semua. Karena ya saya pingin dekat tetap, pingin dekat dengan anak, saya juga pingin tahu perkembangan mereka, dan saya juga pingin anakanak dekat dengan saya, itu. Jadi saya harus masuk, meskipun ada ya kepala sekolah yang nggak masuk kelas yo ono Mbak, kalau saya tetap harus masuk.”(N3.D/W3.1009-1019)
Setelah menjadi ketua umum organisasi dan tanggung jawab Dian semakin besar, secara otomatis ada lebih banyak waktu, tenaga, dan pikiran yang harus dicurahkan Dian untuk perannya sebagai ketua umum. Dian me- ngata kan bahwa setiap hari dirinya memikirkan NA. Ketika dibenturkan dengan peran sebagai kepala sekolah, mau tidak mau harus ada prioritas yang dipilih oleh Dian. Beberapa waktu lalu, sekolah sedang disibukkan dengan persiapan untuk akreditasi. Dian berupaya untuk maksi- mal dalam mengurusi hal tersebut. Oleh sebab itu, Dian meminta kepada sekretaris eksekutif untuk mengirim semua undangan dan juga MoU ke Yogyakarta, karena secara isik Dian akan stand by di sekolah.
“Ada undangan yang saya harus datang atau MoU saya minta untuk dikirimkan ke Jogja. Pokoknya 1 sampai
12 saya tidak ingin diganggu. Tolong setiap hari saya memikirkan NA, tapi untuk isik saya akan di sekolah. Karena demi prioritas.” (N3.D/W3.106-111)
Fiya Ma’arifa Ulya
Kegiatan Dian yang begitu padat, membuatnya jarang berada di rumah. Begitu pula dengan suami Dian yang juga sering pergi ke luar kota. Dian mengatakan bahwa keberadaannya di rumah dengan berkegiatan di luar rumah adalah 50 : 50 ( iftyifty). Oleh sebab itu, Dian tidak selalu bisa mengurus rumah dan meladeni suami sebagaimana yang dahulu ia lakukan sebelum memiliki kesibukan se- perti sekarang. Pada akhirnya tugas-tugas rumah yang tidak bisa dikerjakan oleh Dian bisa dikerjakan oleh suami. Jadi, siapa yang sedang tidak sibuk dia lah yang menger jakan tugas tersebut. Sejak awal menikah Dian dan suami memang sudah berbagi tugas. Seiring dengan kesibukan Dian, suami lah yang mengambil peran dalam mengerjakan tugas di rumah.
“Yaa gimana ya Mbak iftyifty lah Mbak..iftyifty sering, kalau dibilang sering ya ndak juga karena kan suka keluar kota ya jadi iftyifty ya.”(N3.D/W3.181- 184)
“ Ketika ya…mesti ada lah sejak dari awal pernikahan, e…saya sudah berbagi tugas sekarang lebih beliau e lebih banyak beberapa kali menggantikan tugas domestik yang ada di rumah, begitu juga sebaliknya.”(N3.D/W2.37-
40) Keadaan yang membuat Dian menjadi jarang berada
di rumah membuat waktu Dian untuk bersama dengan suami di rumah menjadi berkurang. Meskipun Dian sudah berupaya untuk membagi waktu. Saat berada di sekolah, Dian hanya akan fokus dengan perannya sebagai kepala sekolah, saat bersama NA Dian akan fokus untuk NA. Begitu pula ketika berada di rumah, Dian akan fokus
Dinamika Dukungan Keluarga pada Pemimpin Perempuan
untuk mengurus rumah dan apa yang ada di rumah. Namun, pada kenyataannya untuk mengaplikasikan itu semua Dian merasa kesulitan.
“Tapi pada kenyataannya memang susah, yang penting pertama tugas utama dimana kita berada itu yang harus dimaksimalkan. Terus yang kedua kita harus punya waktu, membagi waktu dan itu bisa kita atur Mbak, misalkan ya kalau e urusanurusan sekolah itu mungkin pagi ya jamjamnya, pagi gini lha temanteman NA mungkin akan membahas, misalkan kan mesti ada ya setiap itu mesti ada. Nah itu biasanya kan siangsiang. Nah saya akan lebih e…entah jam 12 nah itu mungkin pikiran saya akan e…ya tak bukabuka gimanagimana, kecuali yang urgent ya.” (N3.D/W3.33-46)
Tidak hanya itu saja, Dian juga menjadi jarang untuk pulang ke Wonosari yang merupakan daerah asal dan rumah orangtua Dian. Menurut Dian, untuk me- nye imbangkan semua peran pasti akan ada yang tidak seimbang. Termasuk urusan pulang ke rumah di Wonosari.
“Pulang ke rumah ke Wonosari aja saya jarang.” (N3.D/ W3.867-868)
Setelah menjadi ketua umum ortom milik salah satu organisasi masyarakat terbesar di Indonesia ini, Dian mengatakan bahwa tidak ada perubahan perasaan yang berarti yang dirasakan olehnya. Dian hanya fokus pada tang gung jawab atas peran yang semakin besar. Dian tidak terlalu mempersoalkan jabatan apa yang sekarang sedang diembannya. Hanya saja sering ada banyak orang-orang yang meminta foto bersama dengan Dian dan perasaan Dian biasa saja dengan fenomena tersebut.
Fiya Ma’arifa Ulya
“Ya saya kok biasa aja ya Mbak. Masih biasa kalau saya tapi ya mungkin bagi saya apa ya Mbak nggak terlalu mempersoalkan itu. Dan ya biasa saja misalkan orang mau minta foto atau apa yaudah biasa. Cuman tanggung jawabnya lebih besar.”(N3.D/W2.149-154)
Dalam perspektif Dian, jabatan adalah sebuah amanah. Oleh sebab itu, di tempat mana saja harus dijalankan dengan semaksimal mungkin. Dian menuturkan bahwa ia tidak pernah meminta jabatan sebagai kepala sekolah maupuan ketua umum PPNA sama sekali. Semua terjadi karena Dian diminta dan dipercaya oleh orang-orang bahwa Dian bisa menjalankannya. Dian meyakini betul bahwa semuanya adalah pemberian Allah SWT dan sudah diatur.
“Kalau amanah itu memang harus di jalankan. Di dua tempat itu harus maksimal, kalau urusan di sekolah saya akan ngurusi sekolah. Kalau di sekolah saya akan memikirkan sekolah, kalau di NA saya akan memikirkan NA. Keluarga pun juga begitu.”(N3.D/W3.25-30)
c. Dukungan yang Diterima Dian
1) Dukungan Pemberian Bantuan
Dian menerima bantuan dari orang-orang terdekat Dian. Dukungan dalam bentuk bantuan secara langsung dirasakan oleh Dian terutama berasal dari suami. Dian dan suami memiliki kesibukan masing-masing yang berbeda satu sama lain. Tantangan yang dihadapi oleh keduanya saat tidak bisa bertemu adalah dalam hal komunikasi. Antara Dian dan suami harus saling percaya dan pengertian, juga tidak saling mencampuri urusan satu sama lain.
Dinamika Dukungan Keluarga pada Pemimpin Perempuan
Dian mendapatkan dukungan pemberian bantuan dari suami ketika Dian hendak pergi berkegiatan dan suami sedang tidak ada kesibukan, maka ke kegiatan apa- pun suami pasti mengantarkan Dian. Saat Dian rapat, suami menunggui sambil berkumpul dengan para suami dari teman-teman Dian. Setelah rapat selesai baru suami menjemput Dian kembali. Demikian juga saat Dian hendak pergi ke luar kota, suami mengantar ke bandara apabila sedang longgar.
“Yaa…gitu, terus kalau pas disini juga pasti suami saya mengantarkan gitu kegiatan apapun ya, kalau pas longgar pasti.”(N3.D/W2.91-93)
“Kalau rapat kan kalau jemput mesti ya, bapakbapak yang istrinya rapat kan pada kumpulkumpul. Kita kan sering ya family gathering gitu jadi sudah kenal lah suaminya ini siapasiapa. Nah, suami saya tuh paling cocok dengan Mas Miko, kebetulan sauDiannya juga to jadi, Mas Miko nya Mbak Norma.” (N3.D/W3.236- 243)
Ada satu kejadian yang diceritakan oleh orang terdekat Dian bahwa dahulu ketika Dian masih menjabat sebagai sekretaris PP NA di periode sebelumnya, Dian membawa mobil milik PPNA. Kemudian, saat ada kegiatan-kegiatan yang memerlukan mobil tersebut, suami mengantar Dian sekaligus mobil milik organisasi tersebut lalu suami Dian pulang dengan mengendarai sepeda.
“Misalnya ini dek dulu waktu bagian sekretaris itu kan mobil PPNA itu dibawa Mbak Dian nah itu kalau pas mau ada kegiatankegiatan NA, suaminya nganterin mobilnya PPNA tapi katanya tuh dia pulang tuh naik
Fiya Ma’arifa Ulya
sepeda gitu, itu. Terus habis itu kalau misalnya ada acara ketemu sama siapa gitu e..suaminya juga nemenin gitu. Terus ngantarin ke banDian gitu.”(SO6.A/W1.815- 824)
Saat bertemu dengan tokoh atau pergi ke acara pribadi teman, Dian juga berusaha untuk mengajak suami. Suami Dian pun bersedia untuk ikut ke kegiatan tersebut. Sebagai- mana yang ada di media sosial Dian, disana terlihat foto antara Dian dan suami sedang satu meja makan bersama dengan Pak Din Syamsuddin.
“Terus apa..ya misalkan Pak Din ngajak makan saya ngajak suami.” (N3.D/W3.244-245)
“ Ada momenmomen saat narasumber dan suami sedang menghadiri pernikahan, sedang satu meja makan dengan Pak Din Syamsuddin, berfoto bersama dengan pemain utama ilm NAD, narasumber dan suami sedang berada di pantai depok, editan foto narasumber dan suami menjadi satu frame, serta postingan foto hanya suami saja.” (N3.D/OB-4.24-32)
Di sisi lain, dalam kaitannya dengan peran-peran di rumah tangga, suami Dian pun bisa memahaminya. Tugas- tugas rumah yang tidak bisa dikerjakan oleh Dian pada akhirnya bisa dikerjakan sendiri oleh suami. Sebagaimana yang dikatakan oleh Dian bahwa suami bisa lebih mandiri setelah Dian semakin sibuk berkegiatan. Suami bisa me- masak sendiri, tidak seperti dahulu yang segalanya harus dilayani oleh Dian karena masih menganut budaya yang berlaku di Kotagede. Semakin lama suami Dian mengerti bahwa tidak semua hal di rumah harus dikerjakan oleh Dian. Suami meneladani sosok Rasulullah SAW yang
Dinamika Dukungan Keluarga pada Pemimpin Perempuan
sering membantu istrinya dalam masalah rumah tangga. “Sejak dari awal pernikahan, e…saya sudah berbagi
tugas sekarang lebih beliau e lebih banyak beberapa kali menggantikan tugas domestik yang ada di rumah,
be gitu juga sebaliknya. Kalau masak kan udah biasa ya, mungkin ituitu aja, nggak ada yang terlalu spesiik.”(N3.D/W2.38-47)
“Tugastugas yang tidak bisa saya lakukan akhirnya suami bisa memahami. Kami emansipasi..emansipasi ya Mbak, dulu kan semuanya saya harus me karena memang harus meladeni ya kan, karena memang budaya di Kota Gede dulu memang seperti itu, kan lakilaki harus diladeni. Tapi kesinikesini sudah anu saya kira ya siapa yang sempat gitu aja.”(N3.D/W3.142-150)
Dian juga mendapatkan dukungan inansial secara penuh dari suami. Suami Dian benar-benar mensupport dalam hal akomodasi maupun segala fasilitas yang di- butuh kan oleh Dian dalam menunjang perannya sebagai ketua umum organisasi. Ketika Dian harus pergi ke daerah-daerah dan tidak ada fasilitas akomodasi yang diang garkan, maka suami Dian selalu menyediakan akomidasinya. Begitu pula saat Dian berada di luar kota dan uangnya habis, maka oleh suami langsung disiapkan. Ber kaitan dengan hal ini, Dian mengungkapkan jika dirinya sendiri tidak bisa mencukupi, sementara organisasi juga tidak ada alokasi anggaran untuk hal tersebut, maka se mua nya disiapkan oleh suami Dian. Meskipun Dian memiliki tabungan sendiri, namun oleh suami dilarang untuk menggunakan uang tabungan tersebut.
Fiya Ma’arifa Ulya
“Ya inansial lah jelas, karena kan ya gimana ya ..mau tidak mau kan banyak cost yang kita keluarkan dan itu tidak mungkin semua terback up dari NA gitu yang sepert itu seperti itu suami saya sudah ready ya mau be rapa pun itu, ya paling tidak itu. Terus yang kedua ya se all fasilitas yang kirakira saya perlukan pasti beliau akan menyiapkan.”(N3.D/W3. 268-276)
“Ya kirakira perempuan begitu ya..ya saya punya tabu ngan kalau saya bisa mengeluarkan. Tapi suami saya malah, jangan pakai uangmu. Tapi kalau e nafkah yang sudah diberikan, terus kirakira kurang, malah dia akan mencukupi, nggak boleh pakai tabungan saya. Tabungan saya ya tabungan yang kirakira sudah sangat…anu ya sangat penting sekali.”(N3.D/W3.282-290)
Sebagai mantan ketua BEM-U, suami Dian memiliki jaringan yang luas, termasuk jaringan wartawan. Dalam situasi tertentu, suami juga membantu Dian me linkan ke jari ngan wartawan yang dimiliki. Beberapa kali PPNA sedang membutuhkan dengan segera untuk diadakannya rilis atas sebuah isu. Namun, departemen kominmas PPNA belum bergerak, akhirnya suami Dian ikut turun tangan untuk membantu melakukan tugas Dian.
“Nah kebetulan dia juga punya jaringan temanteman di wartawan, dia juga bantu menyebarkan juga. Ya gitugitu aja Mbak.”(N3.D/W3.354-355)
“Beberapa kali yang pernah saya tahu juga sempat keceplosan kayaknya Mbak Dian. Jadi saat itu kita mau ada isu apa ndilalah departemen kominmas itu belum ber gerak akhirnya dibantu sama jaringan suaminya itu, untuk iniin ke media gitu. Jadi menurutku itu juga bagian dari upaya untuk mendukung ya mendu
Dinamika Dukungan Keluarga pada Pemimpin Perempuan
kung.”(SO6.A/W1.825-833) Selanjutnya, dalam menjalankan peran di organisasi
Dian benar-benar dibantu oleh sekretaris eksekutif. Tidak hanya tugas-tugas yang terkait dengan administrasi, sekre- taris eksekutif juga benar-benar menempatkan diri sebagai tangan kedua ( second hand) Dian. Hal ini juga dipengaruhi oleh pengalaman dan latar belakang antara Dian dan sekretaris eksekutif yang memang sudah saling mengenal sejak lama dan pernah sama-sama berada di ortom IPM sampai tingkat pusat yang juga masih berada dalam satu bidang dengan Dian. Oleh sebab itu, koneksitas antara Dian dengan sektretaris eksekutif semakin terasa mantap.
“Mbak Ariati itu betulbetul memposisikan sebagai seorang e second hand ya. Jadi kalau saya sudah mulai kebablasen mungkin Mbak Ariati langsung, Mbak itu gimana gini gini dan kebetulannya juga kami sudah dekat sejak dulu. Artinya di IPM juga bareng terus ya sudah dekat, jadi kedekatan ini memudahkan saya adanya Mbak Ariati untuk adanya kolaborasi.”(N3.D/ W3.437-445)
Dian juga mendapatkan bantuan langsung dari bendahara umum organisasi. Saat Dian harus ke Jakarta, ben dahara umum menyediakan tempat di rumahnya untuk menginap Dian. Jika tidak di rumah bendahara umum, Dian terbiasa menginap di kantor Menteng Raya.
“Iya mesti ke kantor saya, nanti kalau nginap ya di kantor atau di rumah teman PPNA, bendahara, ben dahara umum.” (N3.D/W3.984-986)
Fiya Ma’arifa Ulya
Sementara itu, untuk dapat melaksanakan peran- perannya dengan komposisi waktu yang terencana, di se- kolah Dian mendapatkan bantuan nyata dari staf adminis- trasi yaitu Bu Lis. Staf administrasi membantu Dian mencatat jadwal agendanya selama satu minggu dan tiap satu minggu pula jadwal tersebut diperbarui.
“Kalau di sekolah ya ya..itu mungkin Bu Lis, mengelist tanggal itu kan kosong to. Karena setelah itu besok
16 saya ke Jakarta, 19 Jakarta, 20 ya nanti lak ada.” (N3.D/W3.974-978)
2) Dukungan Emosi
Dian merasakan dukungan emosi yang berasal dari suami, rekan kerja dan juga dari masyarakat di lingkungan tempat tinggal. Dian merasa mendapatkan energi positif dari keluarga. Energi tersebut berupa kepedulian suami terhadap peran yang dijalankan oleh Dian. Dari semua dukungan yang ada, menurut Dian dukungan yang paling penting adalah dukungan moril dari suami. Dian men contohkan ketika ia dihadapkan pada situasi yang mengharuskannya pergi ke luar kota, sedangkan suami Dian baru saja pulang ke Jogja. Dalam situasi tersebut sebenarnya Dian merasa sedih, namun suami tetap mem- berikan izin kepada Dian untuk melaksanakan amanah tersebut. Hal ini bagi Dian merupakan bentuk dukungan yang luar biasa.
“Yang penting dukungan moral ya. Dukungan moril, e…bagi saya yang sekarang mungkin tibatiba dapat undangan ya ke luar kota, kemana sementara suami saya baru pulang ke Jogja kan rasanya sedih juga ya e tapi ketika suami mengizinkan itu udah luar biasa kalau
Dinamika Dukungan Keluarga pada Pemimpin Perempuan
menurut saya itu.”(N3.D/W2.98-99) Dian percaya bahwa izin suami sangat penting
karena ridho Allah SWT ada pada suami. Jika suami tidak mengizinkan maka apa yang dilakukan oleh Dian tidak mendapat ridho dari Allah SWT. Sebaliknya, apabila suami mengizinkan maka apa yang dilakukan oleh Dian insyaAllah mendapat ridho Allah SWT. Dian merasa bersyukur bahwa sampai sejauh ini suami masih mengizin- kannya untuk aktif berkegiatan. Meskipun suami tidak aktif di struktural persyarikatan, namun Dian merasa sangat didukung oleh suami. Dian melihat bahwa ada banyak kader persyarikatan yang tidak memperbolehkan istri nya untuk aktif karena mengkhawatirkan kondisi keluarga apabila istri diizinkan aktif. Tetapi, suami Dian justru tidak perah melarang Dian, malah memfasilitasi segala hal yang dibutuhkan Dian untuk kepentingan dakwahnya.
“ Iya kalau saya, karena nanti anu ya..perjalanannya nanti, ridhonya Allah juga gitu.”(N3.D/W2.107-109)
“Izin suami itu penting Mbak, izin suami itu penting dan alhamdulillah suami saya mengizinkan. Itu yang penting ya karena banyak juga kader Muhammadiyah, suaminya kader Muhammadiyah istrinya kader Muham madiyah malah nggak memperbolehkan aktif, itu juga ada. Karena mungkin nanti keluarganya gimana, tapi alhamdulillah beruntungnya suami saya tidak, kader itu awal kontrak sebelum menikah.”(N3.D/W2.77-87)
Lebih dari itu, suami juga menjadi tempat Dian me- nge luarkan keluhan dan curhatan tentang peran yang
Fiya Ma’arifa Ulya
dijalankannya. Dian mengeluh atau curhat kepada suami saat situasi mendesak sementara ia harus segera mengambil sikap namun belum ada keputusan. Meskipun suami hanya menanggapi ketika Dian meminta, selebihnya suami mem- percayakan dan menghormati peran keorganisasian secara independen kepada Dian.
“ Mungkin karena ngeluhnya mungkin karena e apa ya situasi yang mendesak , nah atau mungkin karena tidak bisa di..belum ada keputusan, tetapi saya harus me ngambil sikap. Nah, tapi itu hanya ngeluh, kalau suami..suami itu mau menanggapi kalau seandainya saya minta ditanggapi, kalau nggak ya dia sibuk dengan dunianya sendiri.”(N3.D/W3.369-377)
“ Tidak curhat secara spesiik, saya menghormati dan mempercayakan peran keorganisasian independen ke istri.”(SO8.F/W1.72-74)
Dukungan emosi juga dirasakan oleh Dian dengan adanya jadwal quality time bersama dengan suami. Menurut Dian, quality time dilakukan olehnya bersama dengan suami saat ada waktu yang cukup longgar. Mengingat suami yang sering bertugas ke Jakarta dan saat Dian juga ke Jakarta mereka menyempatkan untuk bertemu. Misalnya dengan makan siang bersama atau Dian dan suami terkadang juga bertemu di bandara.
“Ya selonggarnya, pas waktunya pas karena suami saya juga sering ke Jakarta kalau pas saya ke Jakarta, suami di Jakarta ya walaupun hanya makan siang kita ketemu. Setelah itu ya kembali ke aktivitas masing masing.”(N3.D/W2.53-58)
Dinamika Dukungan Keluarga pada Pemimpin Perempuan
Dukungan emosi juga dirasakan olehnya berasal dari rekan kerja manakala rekan kerja tidak mengganggu kegiatan Dian. Dian menyadari bahwa ia sering mening- galkan sekolah untuk urusan organisasi, sehingga Dian merasa senang ketika rekan-rekan yang ada di sekolah bisa memahami peran Dian di luar sekolah dan tidak meng- ganggunya.
“Bagi saya nggak ngerecoki aja itu udah mendukung, saya udah senang, lha ya sering tak tinggal e.” (N3.D/ W3.940-941)
Selain rekan di sekolah, Dian mendapatkan dukungan emosi dari rekan-rekan di organisasi. Utamanya dari badan pengurus harian yang mereka memiliki pola komunikasi tersendiri. Dalam menjalankan perannya, Dian seringkali curhat dan mengeluhkan tantangannya sebagai pimpinan tertinggi organisasi. Dian mengatakan apa yang dirasakan sebagai ketua umum bahwa menjadi ketua umum itu ter- nyata lelah. Sebentar berada di satu tempat kemudian berpindah lagi ke tempat lain, dan seterusnya.
“Jadi, jebul ki dadi ketua umum ki ngene iki to rasane ki jan kesel, kayak gitu, sedelok ning kene sedelok maneh wis neng kono, sediluk ning ngendi sediluk maneh ngopo, ya itu pernah disampaikan gitu.”(SO6.A/W1.557-563)
Selain itu, Dian mendapatkan dukungan emosi dari masyarakat di lingkungan tempat tinggalnya. Dian merasa ber untung tinggal bertetangga dengan temannya yang sama-sama menjabat sebagai kepala sekolah dan aktif di struktural persyarikatan. Dian merasa sangat dimudahkan oleh kedua temannya yang sama-sama sebagai kepala
Fiya Ma’arifa Ulya
sekolah tersebut, meskipun sekarang Dian jarang bertemu dengan mereka karena memang dirinya juga jarang berada di rumah. Sebagai sesama kepala sekolah yang juga aktif di struktural persyarikatan, Dian seringkali bertukar pikir- an dengan mereka terkait dengan persoalan-persoalan yang ia hadapi di sekolah maupun di organisasi. Ketika para tetangga menanyakan keberadaannya karena Dian jarang mengikuti perkumpulan dan jarang terlihat, maka seke luarga kedua teman Dian inilah yang membantu menjawab pertanyaan-pertanyaan dari masyarakat.
“Ya itu..itu sangat memudahkan saya, betul, walaupun saya sekarang jaraang ketemu dengan mereka, sangat jarang tapi ya komunikasi lah.”(N3.D/W3.848-852)
“Tetanggatetangga kan pada menanyakan, nah ya me mang gitu tapi untungnya saya punya tetanggatetangga yang istrinya Pak Hasan, istrinya Pak Hendro, tetangga saya yang dekat ya satu deret itu lah. Nah mereka paham, jadi mereka yang menceritakan. Tapi ya pasok, tapi ya nggak pernah datang (tersenyum). Itu yang berat memang Mbak, nggak bisa saya.” (N3.D/W3.871-877)
3) Dukungan Pemberian Informasi
Dian mendapatkan dukungan pemberian informasi dari suami. Ketika Dian curhat, suami memberikan masu kan-masukan dan pertimbangan-pertimbangan se- bagai akademisi. Suami juga menjadi tempat konsultasi sebelum Dian melaksanakan tugas ke luar kota. Jika Dian mendapatkan undangan yang mengharuskannya pergi meninggalkan Yogyakarta, Dian langsung menyampaikan hal tersebut kepada suami. Kemudian suami bertanya
Dinamika Dukungan Keluarga pada Pemimpin Perempuan
mengenai waktu Dian harus pergi. Suami lalu menyam- paikan pandangannya apakah ia merasa keberatan atau tidak bila Dian pergi pada waktu tersebut. Suami selalu memeberikan alternatif tiket kepada Dian baru kemudian Dian menyampaikan hasil diskusinya bersama suami kepada sekretaris eksekutif.
“Seperti saya, saya mau keluar kota saya harus tanya suami, Mas saya mau ke luar kota, itu yang pertama kali saya hubungi. Nanti suami akan, tanggal berapa?, tanggal ini, oh iya, jam berapa ?, kalau suami agak kebe ratan sedikit, mbok hari berikutnya aja kan kegiatannya masih siang. Nah itu akan saya atur, sebelum saya me ..apa ya, sebelum saya minta tiket itu mesti saya konsultasikan dulu ke..dan suami selalu memberikan alternatif tiket gini gini baru saya langsung menyampaikan ke..ke sekretaris eksekutif.” .(N3.D/W3.128-139)
Demikian juga saat ada isu-isu terkini yang bersing- gungan dengan Dian maupun keberpihakan organisasi yang dipimpinnya, suami seringkali langsung melemparkan isu tersebut kepada Dian untuk ditanggapi dan dilakukan pengkajian.
“Jelas, bahkan mungkin informasiinformasi kan suami saya memang e di WA itu memang lebih canggih ya. Jadi kadang informasi apa, isu apa dia langsung lempar ke saya. Ini ada isu ini e, terus saya buat tanggapan bisa.” (N3.D/W3.348-353)
Selain dari suami, Dian mendapatkan bantuan infor- masi dari rekan organisasi dan juga teman dekat Dian yang tinggal satu deret rumah dengannya. Rekan organisasi Dian yang sering menjadi rekan bertukar pikiran adalah
Fiya Ma’arifa Ulya
sekretaris eksekutif yang memang tampak sudah memiliki ke dekatan emosional. Sekretaris eksekutif menurut Dian benar-benar mampu menjalankan tugasnya bahkan mem- posisikan diri sebagai tangan kedua Dian. Pribadi Dian yang kadang-kadang cenderung grusagrusu/ tergesa-gesa ternyata juga berdampak pada situasi saat akan melakukan pengambilan keputusan. Jika Dian sudah mulai ke- bablasan dan melenceng dari jalur, sekretaris eksekutif langsung mengkonirmasi kepada Dian dan memberikan pertimbangan-pertimbangan.
“Mbak Ariati itu betulbetul memposisikan sebagai seorang e second hand ya. Jadi kalau saya sudah mulai kebablasen mungkin Mbak Ariati langsung, Mbak itu gimana gini gini dan kebetulannya juga kami sudah dekat sejak dulu.”(N3.D/W3.437-442)
Sementara itu, dari teman-teman yang tinggal satu deret dengan Dian memberikan pandangan-pandangan mereka saat Dian sedang sharing terkait dengan per- masalahan Dian yang memiliki banyak peran. Selain itu teman-teman Dian tersebut juga berusaha untuk menjelaskan kepada masyarakat terkait dengan peran apa yang sedang dijalankan oleh Dian sehingga membuat Dian jarang mengikuti kegiatan masyarakat.
“ Dan tetanggatetangga kan pada menanyakan, nah ya memang gitu tapi untungnya saya punya tetangga tetangga yang istrinya Pak Hasan, istrinya Pak Hendro, tetangga saya yang dekat ya satu deret itu lah. Nah mereka paham, jadi mereka yang menceritakan.” (N3.D/W3.871-877)
Dinamika Dukungan Keluarga pada Pemimpin Perempuan
4) Dukungan Pemberian Penilaian
Dian mendapatkan dukungan dalam bentuk penilai- an dan penghargaan dari berbagai pihak. Dari sisi pe- nilaian, Dian mendapatkan penilaian/ feedback/ evaluasi dari orang-orang terdekat seperti suami, rekan di sekolah maupun organisasi. Secara informal Dian meminta feed back kepada sekretaris eksekutif organisasi terkait dengan kinerja maupun langkah-langkah yang dilakukan Dian, dan juga kepada wakil kepala sekolah berkaitan dengan kiprah Dian memimpin sekolah. Di sekolah, Dian beru- sahan untuk menciptakan situasi yang bottom up dengan menerima usulan-usulan baik dari kepada sekolah maupun dewan guru. Selain itu, dalam wakil kepala sekolah juga memberikan penilaian mengenai kontribusi Dian selama kepemimpinannya sebagai kepala sekolah.
“Tapi kalau yang informal itu biasanya sekretaris umum. Kalau di sekolah ya wakil kepala sekolah, tetapi kalau secara umum ya Bapak Ibu guru, sering saya mintain masukan gimanagimana, saya bagimana.” (N3.D/ W3.405-410)
“Bu Harti mungkin atau temanteman guru yang lain sering, “Bu, ini ada yang begini..begini”, nah, saya men ciptakan kondisi yang tidak apa top down tapi coba dari Bapak dan Ibu guru barangkali ada usulanusulan atau apa gitu.”(N3.D/W1.45-48)
Kontribusi Dian di lingkungan sekolah yang dinilai oleh wakil kepala sekolah sebagai rekan kerjanya yakni di bawah kepemimpinannya, Dian berhasil menjadikan sekolah menjadi sekolah adiwiyata dan sekolah berbasis IT. Upaya menjadikan sekolah sebagai sekolah adiwiyata
Fiya Ma’arifa Ulya
tersebut membuahkan hasil yakni pada tahun pertama berhasil meraih juara. Berkaitan dengan tujuan untuk men jadikan sekolah sebagai sekolah adiwiyata membuat Dian juga bersinggungan dengan stakeholder terkait. Dian kemudian bekerjasama dengan program studi Pendidikan Biologi UAD dalam kerjasama peningkatan kapasitas bidang pengetahuan lingkungan hidup, pengelolaan sekolah, dan sebagainya. Bersamaan dengan hal tersebut, Dian pun menjalin kerjasama dengan Badan Lingkungan Hidup (BLH) DIY untuk proses pembinaan menuju adiwiyata. Tidak hanya memperhatikan lingkungan se- kolah, Dian juga memberikan perhatian tersendiri ter- hadap peningkatan kapasitas dewan guru di sekolah yang tidak dilakukan oleh kepala sekolah-kepala sekolah sebelumnya. Peningkatan kapasitas tersebut dilakukan Dian dalam ranah religius dan ideologi yakni adanya Baitul Arqom (BA) yang dilaksanakan setiap akhir semester dan diperuntukkan khusus bagi para guru.
“Pelatihanpelatihan yang dijalin dengan UAD terkait dengan khususnya dengan pendidikan bio logi itu untuk meningkatkan kapasitas di bidang penge tahuan lingkungan hidup, pengelolaan sekolah dan lain sebagainya. Juga masalah keagamaan karena beliau memang berlatar belakang ini ya dari aktivis di per syarikatan Muhammadiyah maka guruguru kemu dian banyak dilibatkan paling tidak setiap akhir semester itu kita ada baitul arqom.” (SO7.S/W1.77-89)
Dari segi penghargaan dan kontribusi Dian pada ranah-ranah yang berada di bawah kewenangannya, bebe- rapa waktu yang lalu Dian mendapatkan penghargaan
Dinamika Dukungan Keluarga pada Pemimpin Perempuan
sebagai pengabdi lingkungan karena upaya Dian membawa sekolahnya menjadi sekolah adiwiyata. Sebagaimana yang terlihat pada dokumen yang di posting oleh Dian di akun Instagramnya. Disana terlihat bahwa Dian mendapatkan penghargaan dari pemerintah kabupaten untuk kategori pengabdi dalam upaya penghijauan dan perindangan lingkungan sekolah di kawasan kecamatan Depok.
“Kemarin juga baru saja juara lomba pengabdi lingku ngan terus apa lagi ya..ya berapa ya, banyak. Kalau di sekolah nggak terlalu banyak.” (N3.D/W3.1003-1005)
Dukungan pemberian penilaian yang berasal dari suami dalam bentuk penilaian positif dari suami bahwa suami mempercayakan peran keorganisasian yang dijalan- kan oleh Dian supaya dilakukan secara independen oleh Dian sendiri. Suami tidak ikut campur terlalu jauh terhadap peran keorganisasian tersebut. Terlebih lagi, menurut Dian, suami tidak terlalu mengetahui tentang organi sasi di mana Dian berperan menjadi pimpinannya tersebut. Sehingga sepanjang Dian dapat menjalankan peran, bisa menjaga diri dan merawat kesehatan maka suami memberikan dukungan yang positif kepada Dian.
“Tidak curhat secara spesiik, saya menghormati dan mempercayakan peran keorganisasian independen ke istri.” (SO8.F/W1.72-74)
5) Dukungan Konsultasi dan Bimbingan
Dian mendapatkan dukungan dalam bentuk bimbi- ngan yang diberikan oleh orang-orang yang pernah men duduki jabatan sebagaimana Dian sekarang serta dari orang-orang yang dituakan olehnya. Di awal men-
Fiya Ma’arifa Ulya
jabat sebagai ketua umum, Dian merasa stres dan ada keinginan untuk mengundurkan diri karena nDian merasa diremehkan oleh banyak orang. Meski banyak pula orang yang mendukung Dian untuk tetap bertahan. Dalam kondisi tersebut, Dian pasrah kepada Allah SWT. Dian me ngatakan bahwa dalam situasi kebingungan tersebut, ia mendapatkan penguatan justru bukan dari suami tetapi dari ketua-ketua PPNA terdahulu serta dari orang-orang yang dituakan oleh narasumber yakni bapak-bapak per- syarikatan. Saat Dian menemui kebuntuan, orang-orang yang pernah menduduki jabatan sebagaimana yang di- emban Dian sekarang bersedia untuk diajak Dian ber- temu, berkonsultasi dan menemaninya. Begitu pula dengan bapak-bapak di persyarikatan. Dian berusaha men cari penguatan kepada beliau-beliau dengan datang ber silaturrahim.
“Penguatan yang pertama kali saat itu saat saya bingung itu, itu bukan suami saya malahan. Tapi Mbak Norma, Bu Abidah dulu pernah menjadi ketua ahh gitu lah.” (N3.D/W3.810-817)
“Nah itu ya saya sering anu aja konsultasi dengan mereka, sering kumpul saya ajak kumpul kalau udah bingung itu, Mbak mbok saya ditemani disini atau kalau nggak, Mbak saya pingin ketemu. Terus penguatanpenguatan yang lain ya saya silaturrahim Mbak, gitu selain dengan bertiga ini saya silaturrahim ke Pak, ya kalau yang dulu saya lakukan itu ke Pak Dahlan Rais, terus ke Pak Agung yang saya kirakira dekat ya, itu kalau organisasi.”(N3.D/W3.823-832)
Dinamika Dukungan Keluarga pada Pemimpin Perempuan
6) Dibutuhkan oleh Orang Lain
Semenjak menjadi ketua umum Pimpinan Pusat Nasyi’atul ‘Aisyiyah, banyak orang-orang yang mengingin- kan bisa bersilaturrahim kepada Dian. Tidak hanya dari kalangan internal organisasi itu sendiri, namun keinginan itu juga datang dari pihak-pihak organisasi otonom yang lain. Banyak diantara mereka yang bermaksud datang ke rumah Dian. Namun demikian, Dian jarang menerima permintaan untuk datang ke rumah karena memang Dian juga jarang berada di rumah. Dian memfasilitasi orang-orang untuk menemuinya di sekolah apabila terkait dengan urusan sekolah dan di kantor PPNA jika berhubungan dengan urusan organisasi tersebut. Kecuali murni berniat untuk silaturrahim dengan Dian, maka ia berupaya untuk mengagendakan waktu bisa ditemui di rumah. Sebagaimana yang peneliti lakukan ketika bermaksud observasi ke rumah Dian.
“Kalau itu mungkin buanyak yang akan datang ke rumah, tapi saya kan jarang Mbak nerima. Kalau me mang untuk urusan sekolah, saya minta diselesaikan di sekolah. Kalau untuk urusan NA saya kan ngantor juga, jadi pas jamjam itu saja. Ya banyak Mbak yang sering minta ketemu, ya mungkin temanteman pingin sharing aja ya..ada anggota PPNA yang begini itu saya fasilitasi ya disitu. Kecuali kalau memang niatnya untuk betul betul silaturrahim.” .(N3.D/W3.894-899)
7) Dukungan yang Bermakna
Dian mempersepsikan dukungan dari suami yang paling bermakna yakni Dian diberi izin oleh suami untuk tetap aktif di luar. Dian melihat ada banyak pasangan suami
Fiya Ma’arifa Ulya
istri yang sama-sama kader persyarikatan, namun setelah menikah justru sang istri tidak diperbolehkan aktif oleh suaminya. Sementara, suami Dian tidak aktif di struktural, tetapi suaminya memberi izin, mendukung, memfasilitasi dan tidak pernah melarang narasumber untuk aktif. Hal tersebut merupakan bentuk dukungan yang bermakna bagi Dian.
“Ya diberikan izin itu sudah bermakna itu.” (N3.D/ W3.655)
d. Alasan Pemberian Dukungan
Berdasarkan hasil wawancara kepada Dian dan signi icant others dapat diketahui bahwa dukungan yang
diberikan suami kepada Dian tidak muncul begitu saja. Terdapat alasan-alasan yang melatarbelakangi munculnya duku ngan keluarga. Pada Dian ada tiga faktor yang men- jadi alasan suami memberikan dukungan kepada Dian untuk aktif di luar rumah.
Dian dan suami sudah memiliki komitmen sejak sebelum menikah. Dian mengatakan kepada suami bahwa- sannya jika suami ingin menikahinya maka suami harus siap dengan kondisi dakwah yang dilakukan oleh Dian. Yakni Dian sebagai kader aktif di persyarikatan. Selain itu, suami mengizinkan Dian untuk aktif di persyarikatan sepanjang Dian bisa menjaga kesehatan dan menjaga dirinya. Pada akhir-akhir ini Dian juga terheran-heran mengapa suaminya selalu mengizinkannya untuk aktif dan tidak pernah melarangnya.
“Karena dari awal kita sudah membangun komitmen itu ya termasuk saya mengajukan kalau mau menikah
Dinamika Dukungan Keluarga pada Pemimpin Perempuan
ya harus siap dengan kondisi dakwah saya yang seperti ini ya itu sudah jadi apa ya, sudah terekam lah kirakira begitu.” (N3.D/W3.195-200)
Latar belakang dukungan suami yang kedua yaitu faktor pengalaman Dian dan suami yang sama-sama sudah aktif sebagai organisatoris di kampus. Dian dan suami sama-sama aktif di BEM. Suami Dian dahulunya ada lah ketua BEM-U/ BEM-REMA Universitas Negeri Yogyakarta. Hal ini membuat keduanya sudah sama-sama terbiasa dengan kondisi sebagaimana yang dialami Dian sekarang, sehingga suami tidak terkaget-kaget jika Dian aktif berkegiatan. Latar belakang suami inilah yang juga men jadi alasan teman-teman Dian di organisasi pada saat muktamar untuk berani mendorong Dian maju sebagai ketua umum, karena memang mereka melihat bahwasannya suami sangat mendukung peran yang dilakukan Dian.
“Suami Mbak Dian itu kan dulu ketua BEM UNY, BEM U he’em BEM REMA otomatis kan pengalamannya bisa ditularkan pada Mbak Dian to. Jaringan tidak bisa dipungkiri bahwa ketua BEM Universitas itu pasti jaringannya banyak. Jaringannya banyak ya minimal dia terbiasa untuk bertemu dengan siapa, beradaptasi dengan di lingkungan seperti ini bagaimana.” (SO6.A/ W1.694-704)
Di sisi lain, Dian dan suami sama-sama berlatar bela- kang keluarga Muhammadiyah, sehingga suami sudah memahami ranah-ranah apa saja yang menjadi garapan Dian. Selain itu, adik ipar Dian yang juga aktif di ortom yang sama dengannya menciptakan ketersambungan ter- sendiri dalam hal dukungan. Meskipun demikian, suami
Fiya Ma’arifa Ulya
Dian tidak aktif di struktural persyarikatan. Disamping itu, Dian sejak remaja memang didik oleh ayahnya untuk aktif mengikuti organisasi otonom remaja di persyarikatan, meskipun Dian bersekolah di sekolah negeri.
“ Keluarga Muhammadiyah tapi tidak aktif karena bukan didikan di ya tapi ya sekarang, karena saya sering mengajak kegiatan anu ya kegiatankegiatan Muhammadiyah ya akhirnya mau aktif tapi memang belum di struktur Mbak karena dengan tugas pekerjaan.” (N3.D/W3.222-228)
“Terus yang kedua, dari keluarga keluarga besar. Ke luarga besarnya Mbak Dian itu kan Muhammadiyah, yang Gunung Kidul yang di Kota Gede pun juga iya kan sebenarnya. Walaupun ya nganu ya apa di kalau yang dari lakilaki nggak seini yang di Gunung Kidul gitu ya tapi kan tapi kan masih Muhammadiyah masih gitu menjalaninya.”(SO6.A/W1.707-712)
e. Dinamika Dukungan Keluarga
Dukungan yang diberikan oleh keluarga membuat Dian merasa nyaman dalam menjalankan perannya sebagai ketua umum organisasi. Sebagai pimpinan tertinggi, Dian lebih banyak mencurahkan waktu, tenaga, dan pikiran pada organisasi yang dipimpinnya. Meskipun Dian juga memiliki tanggung jawab lain yakni sebagai kepala sekolah.
Kenyamanan tersebut tergambar sebagaimana yang disampaikan oleh Dian bahwa sang suami selalu menye- diakan segala fasilitas yang dibutuhkan untuk menunjang perannya sebagai ketua umum. Pun dukungan yang ber- sifat materil. Dian merasa bersyukur memiliki suami, yang meskipun tidak aktif di struktural namun senantiasa
Dinamika Dukungan Keluarga pada Pemimpin Perempuan
mendukung, memfasilitasi dan tidak pernah melarang Dian untuk aktif di persyarikatan.
“Sementara suami saya memang tidak aktif secara struk ural. Tapi memfasilitasi, mendukung, mengizinkan itu udah luar biasa. Dan bahkan tidak pernah melarang, sangat tidak pernah melarang, belum pernah saya itu dilarang.” (N3.D/W3.663-668)
Dian mendapatkan energi positif dari keluarga dalam hal ini yaitu suami. Menurut Dian, dukungan dari suami sangat penting dan menentukan keberhasilan ke pe mimpinan seorang perempuan. Dian melanjutkan bahwa sannya ridha Allah SWT tergantung pada ridha suami. Apabila suami ridha terhadap realitas istri yang ber- karir, maka insyaAllah Allah SWT juga meridhai segala urusan yang terkait dengan karir tersebut. Oleh sebab itu, dukungan dalam bentuk energi yang positif sangat dibutuhkan oleh pemimpin perempuan.
“Pemimpin itu dia bisa memimpin karena dia men dapatkan dukungan, bahkan seorang perempuan tentu nya dia mendapatkan energi positif itu dari ke luarganya.”(N3.D/W129-30)
Menjadi ketua umum juga tidak membuat Dian lantas merasa spesial dan tinggi. Sebagai seorang public igure Dian kerapkali diminta oleh orang-orang yang ingin ber foto bersama dengan dirinya. Hal tersebut dirasakan biasa saja oleh Dian.
Selanjutnya, kondisi bahwa Dian belum memiliki anak membuatnya lebih leksibel untuk menjalankan tugas ke berbagai tempat. Jika pada 5 tahun pertama pernikahan
Fiya Ma’arifa Ulya
Dian dan suami pembicaraan tentang anak adalah hal yang sangat sensitif, namun sekarang Dian mampu mengambil hikmah dari itu semua. Dian berikir bahwa mungkin ia sedang diminta Allah SWT untuk mengurusi umat ter lebih dahulu dan tentu saja Dian berharap akan ada keajaiban suatu hari nanti. Sebagai bentuk penyalurannya, Dian dan suami memiliki anak asuh, walaupun sang anak tidak tinggal bersamanya.
“Ya ada tapi nggak usah disebutkan ya, ada Mbak itu yang jelas hubungan masih keluarga, masih keluarga terus ya saya cuma membantu karena kondisi keluarga ya, terus dan intinya tidak memisahkan mereka. Kan ada to, itu mbok diambil sendiri aja jadi anak, tapi nek keluarga cedak mah mesakke nek saya lho. Terus e….ya pokoknya jangan dipisahkan dengan Ibuknya, saya punya prinsip itu ya sama dengan prinsip organisasi ya, ramah perempuan dan anak.”(N3.D/W3.1040-1050)
f. Permasalahan yang Dihadapi
Sebagai perempuan yang menjadi public igure, Dian kerap kali mendapat sorotan dari banyak mata. Setiap hari Dian dihadapkan pada banyak tantangan dan permasalahan yang harus diselesaikan. Mulai dari permasalahan internal rumah tangga, permasalahan eksternal yang terkait dengan peran di luar rumah, serta permasalahan afeksi.
Dian dan suami memiliki peran masing-masing. Suami Dian merupakan seorang dosen di salah satu per- guruan tinggi di Yogyakarta dan konsultan di Jakarta. Sementara itu, Dian adalah kepala sekolah dan ketua umum Pimpinan Pusat Nasyiatul ‘Aisyiyah. Keduanya me- miliki kesibukan yang sangat berbeda satu dengan yang
Dinamika Dukungan Keluarga pada Pemimpin Perempuan
lain. Suami Dian sering pergi ke luar kota, begitu pula dengan Dian. Namun demikian, antara Dian dan suami sebenarnya sudah terbiasa dengan kehidupan jam terbang tinggi, karena mereka sama-sama keluar dari rahim organi- satoris kampus yaitu BEM-U.
“Kami memiliki kesibukan masingmasing. Tantangan nya adalah komunikasi, saling percaya dan saling pengertian, alhamdulillah saat ini juga ada teknologi yang memudahkan untuk berkomunikasi.” (SO8.F/ W1.55-62)
“ Kami sudah saling mengenal sebagai organisatoris di kampus.”(SO8.F/W1.120-121)
Kesibukan Dian dalam menjalankan peran-peran di luar rumah, begitu pula dengan suami membuat inten sitas mereka untuk bertemu menjadi 50 : 50 ( ifty ifty). Sehingga tidak jarang jika tetangga menanyakan keberadaan Dian, terutama tetangga yang memang tidak ter lalu mengenal Dian. Beruntungnya, Dian tinggal satu deretan rumah dengan teman-teman yang sama-sama aktif di ortom persyarikatan. Hal tersebut sangat membantu Dian terutama saat tetangga menanyakan keberadaannya. Dian juga mengakui bahwa tidak semua peran bisa dijalan- kan secara seimbang, pasti ada yang dikorbankan. Dalam hal ini, Dian mengorbankan waktu sosialisasi dengan masya rakat menjadi sangat jarang. Semenjak bulan oktober 2016 atau pasca Dian diangkat menjadi ketua umum PPNA, Dian sudah tidak pernah mengikuti kegiatan arisan maupun dasawisma karena waktu kegiatan yang seringkali bertabrakan. Meskipun demikian, dalam hal pembayaran arisan Dian tetap menitip membayar.
Fiya Ma’arifa Ulya
“Tidak ada yang seimbang, nggak bisa seimbang. Pasti akan ada yang tidak seimbang. Nah yang terkorbankan adalah dengan masyarakat, itu nggak bisa betul. Lha gimana, arisan sebulan sekali hari minggu, sementara hari minggu yang kemarinkemarin itu kan padat sam pai nggak bisa kemanamana ya. Pulang ke rumah ke Wonosari aja saya jarang. Jadi itu mulai bulan oktober itu saya nggak pernah arisan.” (N3.D/W3.860-869)
Aktivitas Dian di organisasi yang sangat padat ter- kadang membuat suami jealous/ cemburu. Meskipun segala sesuatu yang terkait dengan tugas-tugas Dian ke luar kota selalu dikonsultasikan terlebuh dahulu kepada suami. Apalagi jika Dian benar-benar penuh dengan kegiatan misalkan pernah sampai satu minggu tidak bertemu suami.
“Ya mungkin cuma kalau saya mendadak gitu terus, mbok yo dikandani sek, mbok tolong saya dikasih tahu terus misalkan satu minggu itu full saya nggak ketemu suami saya. Nah, biasa ya itu kan bentuk cemburu kan saya kira wajar ya, bukan cemburu opo yo jenenge jealous, yo ora jealous apa ya…ya itu saya kira wajar. Nah kalau malah nggak pernah dibegitukan malah saya tanda tanya, ini janjane ono opo, gitu to.”(N3.D/ W3.685-695)
Di sisi lain, Dian adalah pribadi yang cenderung orang yang tidak akan bercerita jika tidak ditanya, termasuk dengan suami. Kecuali untuk hal-hal urgent yang memang Dian membutuhkan pertimbangan, masukan ataupun saran dari suami. Selebihnya, Dian akan diam dan hanya curhat secukupnya saja dengan suami. Jika Dian menemui hal-hal yang merupakan security organisasi, Dian akan menjaga profesionalitas tersebut walaupun dengan suami
Dinamika Dukungan Keluarga pada Pemimpin Perempuan
sendiri. “Saya juga bukan tipikal orang yang ember kali ya
Mbak, saya dengan suami terus saya ngomong itu nggak juga. Saya kalau bertemu dengan suami kalau nggak ditanya, suami saya lebih banyak tanya kalau saya lebih banyak diam. Nah, kalau suami saya menanyakan baru saya jawab, nah tapi kalau hal security saya jawab, Mas tidak bisa saya sampaikan.”(N3.D/W2.204-212)
Dian dan suami sudah menikah sejak tahun 2009 dan hingga saat ini belum dikaruniai anak. Secara medis, Dian juga sudah memeriksakan kandungannya. Tidak ada permasalahan yang berarti, kondisi kandungan Dian baik- baik saja.
“Ya kalau aktif atau apanya mungkin aku belum pernah mendengar ya, tapi mungkin memang dari sisi kesehatan mungkin, jadi Mbak Dian disuruh cek tapi ternyata baikbaik saja.”(SO6.A/W1.675-680)
Dahulu ketika awal-awal menikah di 5 tahun pertama, Dian masih sensitif ketika membicarakan tentang anak. Namun, sekarang permasalahan tentang kehadiran anak sudah Dian pasrahkan kepada Allah SWT. Dian berusaha mengambil hikmah dan berikir positif bahwa mungkin saat ini Dian diminta untuk mengabdi kepada umat terlebih dahulu. Dian percaya bahwa akan ada waktu yang tepat baginya untuk mempunyai anak. Dian juga ber- kaca dari para ketua NA terdahulu bahwa mereka juga mengalami persoalan yang sama, tidak jauh dari persoalan anak dan pernikahan.
Fiya Ma’arifa Ulya
“Ya saya ambil hikmahnya saja Mbak, mungkin sekarang saya diminta untuk ngabdi dulu untuk umat, mungkin juga nanti akan ada waktu yang tepat. Saya kok tak pikirpikir ketuaketua NA itu juga begitu ya persoalannya, jadi ya masingmasing ya Bu Abidah, Mbak Norma, dulu awal kan karena suami di Inggris ya, terus saya juga begini, terus yang dulu Bu Trias juga, ya mungkin ada hikmahnya.”(N3.D/W3.1056-1065)
Di sisi lain, Dian sebenarnya sudah memiliki anak asuh. Namun, anak asuh tersebut tidak tinggal bersama dengan Dian. Dian dan suami memiliki anak asuh yang memang sengaja oleh Dian supaya ia tetap tinggal bersama dengan Ibu kandungnya. Dalam hal ini Dian menuturkan bahwa ia menerapkan prinsip organisasi yang dipimpinnya. Prinsip tersebut yakni ramah perempuan dan anak, se- hingga Dian tidak ingin memisahkan anak yang menjadi asuhan Dian dengan Ibu kandungnya sendiri. Ketika peneliti melakukan probbing lebih lanjut, Dian enggan me nyebutkan siapa anak yang menjadi anak asuhnya. Hanya saja Dian mengatakan bahwa anak tersebut masih ada hubungan kekeluargaan dengannya. Dian membantu karena kondisi keluarga.
“Nah, cuma saya pelampiasannya adalah dengan anak asuh ya. Anak asuh yang tidak saya pisahkan dari orangtuanya, gitu saja.” (N3.D/W3.1036-1038)
Dari pihak keluarga suami, sebenarnya sangat me ngi- nginkan Dian untuk segera memiliki anak. Apalagi secara medis, kandungan Dian baik-baik saja. Untuk me ngatasi hal tersebut Dian dan suami sudah siap untuk mengadopsi anak. Namun demikian, dari pihak keluarga suami juga
Dinamika Dukungan Keluarga pada Pemimpin Perempuan
belum siap apabila mereka mengadopsi anak. Oleh sebab itu, Dian berusaha untuk mengambil hikmah atas realitas yang dihadapi oleh mereka.
“Jadi, tetap itu, nah sementara kalau mau adopsi e…ada keluarga yang belum siap ya, keluarga pihak lakilaki yang belum, e..suami saya, yang belum siap. Tapi kalau kami sebenarnya sudah siap kalau mau adopsi ya cuman itu tadi.Ya saya ambil hikmahnya saja Mbak.”(N3.D/ W3.1051-1056).
Di balik itu semua, menurut penuturan orang terdekat Dian, saat ini Dian sedang dalam tahap mengantri untuk program bayi tabung di tahun mendatang.
“Pertama dari keluarganya lakilaki itu sangat apa namanya ya emm..sangat ingin Mbak Dian itu untuk bisa segera punya anak begitu, terus Mbak Dian juga cerita sama beberapa tementemen juga. Mungkin ini sudah dalam proses anu ya apa nanti di apa bayi tabung kalau nggak salah, tahun depan atau kapan kan antri ya dek.”(SO6.A/W1.635-644)
Dilihat dari hasil observasi peneliti pada media sosial suami, terlihat bahwa suami pernah menggunakan tagar #kasihanparababy yang cenderung mengindikasikan bah- wa suami Dian cenderung memiliki perhatian yang lebih ter hadap bayi. Begitu pula dengan Dian yang pernah memasang foto proil WA yang memperlihatkan Dian sedang berhadapan dengan seorang anak laki-laki berusia sekitar 1,5 tahun sedang tertawa dan menatap ke arah Dian. Dalam sesi wawancara, Dian juga pernah mengatakan jika ia masih mengupayakan untuk mengajar di kelas ditengah aktivitasnya yang begitu padat supaya Dian tetap bisa
Fiya Ma’arifa Ulya
dekat dengan siswa. Sementara itu, tantangan yang dihadapai oleh Dian terkait dengan peran di luar rumah adalah fakta bahwa saat ini Dian sedang mengemban dua amanah yang pada keduanya sama-sama menjabat sebagai pimpinan tertinggi. Maka, Dian kerap kali merasa kesulitan untuk membagi waktu antara menunaikan tugas di peran yang satu dengan tugas di peran yang lainnya. Hal yang bisa dilakukan Dian adalah menjalankan peran secara mengalir menyesuaikan dimana Dian berada pada saat itu.
“Tapi pada kenyataannya memang susah, yang penting pertama tugas utama dimana kita berada itu yang harus dimaksimalkan. Terus yang kedua kita harus punya waktu, membagi waktu dan itu bisa kita atur Mbak, misalkan ya kalau e urusanurusan sekolah itu mungkin pagi ya jamjamnya, pagi gini lha temanteman NA mungkin akan membahas, misalkan kan mesti ada ya setiap itu mesti ada. Nah itu biasanya kan siangsiang. Nah saya akan lebih e…entah jam 12 nah itu mungkin pikiran saya akan e…ya tak bukabuka gimanagimana, kecuali yang urgent ya.”(N3.D/W3.34-46)
Ketika peran sebagai ketua organisasi dihadapkan dengan peran sebagai kepala sekolah, Dian tetap beru- saha untuk melakukan keduanya supaya sama-sama berjalan. Namun, seringkali sekolah yang tampak sering di korbankan olehnya. Dian mengakui jika ia sering me- ninggalkan sekolah. Demikian juga peneliti sering me- ngamati keberadaan Dian di sekolah, ataupun menanyakan apakah Dian di sekolah atau tidak kepada salah seorang guru. Hasilnya seringkali menunjukkan bahwa Dian sering berkegiatan di luar sekolah. Meskipun di sekolah Dian
Dinamika Dukungan Keluarga pada Pemimpin Perempuan
di bantu oleh wakil kepala sekolah, tetapi wakil kepala sekolah juga tidak akan melakukan banyak hal apabila hal itu bukan arahan dari Dian selaku kepala sekolah.
“Bisa dengan catatan Mbak Dian harus menjalankan fungsi semua elemen. Aku melihat sampai saat ini masih cukup kondusif he’em mungkin karena masih awalawal juga terus juga emm kegiatan belum terlalu banyak he’em, cuma dia masih bisa walaupun dia agak keteteran juga untuk dia di sekolah, gitu.”(SO6.A/W1.410-418)
Posisi Dian sebagai pemimpin di organisasi dan di sekolah membuatnya seringkali terbawa dengan perannya sebagai pemimpin di luar rumah menjadi orang yang ingin memimpin juga saat berada di rumah. Ketika Dian dan suami berbeda pendapat mengenai suatu hal, ada kecen- derungan Dian untuk mendominasi. Sehingga Dian me- ngatakan bahwa ia berusaha mengendalikan diri supaya tidak kebablasan apalagi sampai mengabaikan rumah tangga.
“Cuman kadang kita harus tetep punya ini ya punya koridornya. Jangan sampai terlalu kebablasan terus me ngabaikan rumah tangga yang di rumah nah itu akan bahaya juga. Saya sendiri kadang dengan suami kayak sering ya bukan sering ya, berbeda pendapat gitu ya karena saya terbiasa di sekolah memimpin terus di organisasi saya memimpin kadang kan pingin di..pingin memimpin juga. Nah, itu kan yang anu..yang harus kita rem. Saya se...kadang ya sempat agak over juga tapi ya bisa, bisa di..untungnya suami saya anu ya apa ..e..lebih suka langsung menyampaikan.” (N3.D/W1.89-102)
Selain alasan kantor yang ada di Jakarta relasi yang banyak berada disana, berkaitan dengan Jakarta, tantangan
Fiya Ma’arifa Ulya
yang dihadapi oleh Dian di ibu kota Indonesia ini juga semakin nyata dan banyak. Posisi Dian sebagai ketua umum organisasi yang memiliki sayap besar menjadi incaran untuk kepentingan partai politik. Apalagi Dian meru pakan pribadi yang cenderung humble dan mudah berbaur dengan orang.
“Ya memang e ada konsekuensi untuk menjadi ketua umum sebuah organisasi masyarakat yang kita sayapnya besar yo otomatis seperti itu kan, he’em apalagi kalau dunia politik mungkin e juga akan ada yang mendekati juga gitu kan dengan kondisinya Mbak Dian yang dia kan orangnya humble, nah enak gitu kan cepat berbaur sama orang, cepet kenal lah gitu.” (SO6.A/W1.564- 573)
Dian juga pernah memiliki pengalaman mendapatkan teror dari pihak yang tidak dikenal selepas bertemu dengan presiden. Teror tersebut berlangsung selama beberapa hari dalam bentuk pesan singkat yang dikirimkan kepada Dian. Pesan tersebut bernada mengancam bahwa Dian akan dibunuh. Dalam kondisi tersebut, Dian sempat merasa terancam. Padahal, dalam waktu yang hampir ber- dekatan, suami akan pergi ke London. Suami Dian juga merasa panik dan khawatir akan meninggalkan Dian sendirian. Meskipun sebenarnya sama-sama tidak tenang, namun Dian berusaha untuk menenangkan sumi dengan men ceritakan kisah Pak Haedar Nashir (Ketua Umum PP Muhammadiyah) yang sering bepergian seorang diri, tanpa pengawalan. Suami juga pernah melihat sendiri saat ia berada dalam satu pesawat yang sama dari Jakarta menuju Yogyakarta. Suami Dian melihat Pak Haedar di
Dinamika Dukungan Keluarga pada Pemimpin Perempuan
pesawat seorang diri. Ketika bercerita dengan Dian, suami mengungkapkan keheranannya menganai sosok Pak Haedar yang tanpa pengawalan padahal beliau adalah orang terpenting di persyarikatan dan lantang. Kemudian suami Dian mulai berikir, jika Pak Haedar saja sendirian, maka Dian sebagai istrinya yang berada di posisi jauh di bawah Pak Haedar, tidak perlu dikhawatirkan terlalu dalam. Kemudian Uutuk menggenapkan ikhtiarnya, suami juga meminta tolong kepada ketua umum PM melalui Dian, untuk mem- bantunya menjaga Dian selama ia pergi ke London.
“Ya teror handphone ya biasa to Mbak kayak gitu. Seperti Ai diteror mau dibunuh lah gitu.” (N3.D/ W3.725-726)
“Sempat, tapi ya setelah itu temanteman ada Dahnil ada macemmacem itu menceritakan, nggak usah takut Mbak gini gini gini ahh…setelah itu udah biasa, sudah biasa.” (N3.D/W3.730-732)
Selanjutnya, terkait dengan permasalahan afeksi yang dihadapai oleh Dian yakni Dian benar-benar harus menjaga perkataan dan perilakunya. Sebagai public igure, perkataan yang diucapkan serta perilaku yang ditunjukkan oleh Dian akan berdampak pada orang lain. Apabila keduanya baik maka orang-orang akan memuji dan mencontoh serta jika buruk orang-orang akan dengan mudah mencerca. Belum lagi persoalan afeksi di lingkup internal struktural organi- sasi, yang tidak bisa dipungkiri bahwa pasti ada orang yang suka dengan Dian dan ada yang tidak suka. Oleh sebab itu, mau tidak mau Dian harus siap dengan berbagai urusan dan situasi.
Fiya Ma’arifa Ulya
“Apa yang kita omongkan kan berefek, apa yang kita lakukan juga berefek. Banyak yang mencontoh kalau baik, kalau tidak baik banyak yang..apa mencerca ya.” (N3.D/W2.154-158)
“Jadi harus, harus siap dan memang tidak hanya urusan yang berhubungan dengan urusan organisasi. Kadang juga menyangkut urusan personal kayak gitu.” (SO6.A/ W1.458-463)
Selain itu, Dian juga tidak memungkiri jika se bagai perempuan pemimpin pasti merasa lelah. Namun, Dian enggan mengeluh dengan apa yang sudah men jadi ke- putusannya. Meskipun kadang-kadang Dian juga bercerita dengan nada mengeluh kepada rekan organisasi nya.
“Pasti Mbak..pasti. Pasti setiap perempuan yang e…apa ya mungkin seperti saya pasti merasa lelah. Tapi buat apa mengeluh bagi saya.”(N3.D/W2.60-62)
“ Jadi, jebul ki dadi ketua umum ki ngene iki to rasane ki jan kesel, kayak gitu, sedelok ning kene sedelok maneh wis neng kono, sediluk ning ngendi sediluk maneh ngopo.” .(SO6.A/W1.557-563)
g. Dampak Dukungan Keluarga terhadap Kepemimpinan Dian
Adanya dukungan dari orang-orang terdekat, teru- tama suami yang dirasakan oleh Dian membuatnya sejah tera secara psikologus yakni merasa nyaman dalam menjalankan peran di luar rumah. Apalagi dengan menjadi ketua umum organisasi membuat Dian betul-betul sibuk berkegiatan dan mengurusi banyak hal. Selain itu, dampak lain yang dirasakan oleh Dian adalah kepuasan yang
Dinamika Dukungan Keluarga pada Pemimpin Perempuan
dirasakan oleh Dian manakala ia merasa dapat memberikan manfaat kepada orang lain, mampu berlaku adil, serta dapat menyelesaikan permasalahan yang ada.
“Ketika kita merasa bermanfaat untuk orang lain. Ketika kita merasa bahwa jika kita berlaku adil dan ketika kita bisa menyelesaikan permasalahan, sudah itu cukup bagi saya tanpa perlu penghargaan, karena penghargaan itu tidak menyelesaikan persoalan.” (N3.D/W3.992-995)
Meskipun saat ini Dian belum dikaruniai anak, namun ia berupaya untuk mengambil hikmah karena di sisi lain Dian juga harus menjalankan amanah dengan maksimal sebagai wujud pengabdian kepada umat. Peran sebagai public igure yang menuntut Dian harus pergi ke berbagai tempat dan kota, dengan belum hadirnya anak membuat intensitas Dian untuk kesana kemari lebih mudah.
“Oh ya terus satu lagi Mbak Dian belum punya anak. Jadi intensitas untuk kesana kemarinya lebih gampang gitu, jadi kayak Mbak Norma dulu kan juga gitu ditengah periode setelah stabil itu kan Mbak Norma terus melahirkan. Nah Mbak Dian pun juga sama kalau saya sih itu yang menjadikan dia kuat menurut saya.” (SO6.A/W1.751-760)
Di sisi lain, kepemimpinan Dian dalam instansi/ organisasi yang dipimpinnya tampak lebih memberdayakan rekan-rekan kerja serta membuat ide-ide baru dalam kerja-kerja kepemimpinannya. Jaringan Dian yang luas dengan stakeholder-stakeholder dimanfaatkannya untuk tuju an organisasi. Seperti pada saat Dian masih menjadi wakil kepala sekolah, Dian adalah pencetus adanya sister school dengan sekolah luar negeri. Kemudian, setelah
Fiya Ma’arifa Ulya
men jadi kepala sekolah di sekolah yang berbeda Dian berhasil membuat sekolah menjadi adiwiyata. Serta dalam organisasi misalnya Dian berupaya untuk membuat kebijakan-kebijakan baru yang lebih efektif bagi organisasi dan juga membuat ide-ide baru yang akan diterapkan dalam organisasinya tersebut.