Dinamika Dukungan Keluarga pada Sofa
5. Dinamika Dukungan Keluarga pada Sofa
a. Sebelum menjadi Kaprodi
Sofa adalah seorang perempuan yang menjabat se- bagai Kepala Program Studi Jurusan Sosiologi Agama, di salah satu Universitas X di Yogyakarta. Sofa sudah men- jabat sebagai Kaprodi sejak tahun 2015. Sebelum menjadi Kaprodi, Sofa adalah seorang dosen yang sehari-hari aktif mengajar dan produktif menulis. Sofa juga aktif di lembaga-lembaga kampus.
Saat ini Sofa tidak hanya menjabat sebagai Kaprodi, tetapi juga memiliki jabatan lain yaitu sebagai pemimpin redaksi majalah Suara ‘Aisyiyah milik Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah serta menjabat sebagai sekretaris 2 di Badan Pengelola Harian Pendidikan Ulama Tarjih Muham- madiyah (BPH PUTM).
“Betuul…. yang kedua pimred Suara ‘Aisyiyah. Oke.. semuanya tidak tibatiba ya tapi dari awal ya.”(N2.S/ W1.132-135)
“Kemudian misalnya, kebetulan saya ini juga BPH PUTM jadi Badan Pelaksana Harian PUTM.”(N2.S/ W1.319-320)
Sofa menceritakan bahwasannya ada proses yang sangat panjang untuk sampai di jabatan seperti yang di- emban nya sekarang. Sebagai pemimpin redaksi Majalah Suara ‘Aisyiyah misalnya, Sofa sudah mulai aktif di Suara ‘Aisyiyah sejak tahun 2001 atau ia menyebutnya sebagai dzawil qurba. Ketika itu Sofa masih sekedar ikut sebagai pembantu wartawan pada momentum muktamar. Kemu- dian pada tahun 2005 Sofa mulai masuk sebagai anggota
Fiya Ma’arifa Ulya
redaksi sampai tahun 2010. Tahun 2010 sampai 2016 Sofa adalah wakil pemimpin redaksi, dan setelah itu di tahun yang sama Sofa diangkat menjadi pemimpin redaksi.
Pada saat yang sama Sofa juga sedang dalam proses me nyelesaikan disertasi. Setelah urusan disertasi selesai, Sofa dan suami kemudian pergi haji. Sepulang dari tanah suci, Sofa mendapatkan surat dari BPH PUTM yang berisi Surat Keputusan pengangkatan Sofa sebagai sekretaris
2 BPH PUTM. Jadi, saat ini Sofa menduduki 3 jabatan sekaligus yaitu Kaprodi, Pimred Majalah Suara ‘Aisyiyah dan Sekretaris 2 BPH PUTM. Awal-awal berada dalam situasi tersebut Sofa pernah merasa kesulitan membagi waktu dan ingin mundur sebagai pimred majalah serta BPH PUTM. Namun akhirnya sampai sejauh ini Sofa masih tetap bertahan dengan berbagai macam peran yang dijalannya tersebut meskipun harus ada yang dikorbankan.
“Kadang ada apa namanya capeknya ya misalnya karena saya susah bagi waktu disana gitu ya, baiknya gimana ya, apa mundur aja, pernah saya seperti itu. Apa mun dur aja karena yang sana hampir nggak kepegang gitu.” (N2.S/W2.136-141)
“Semacam negosiasi bahwa saya mau jadi pimred di tengah kesibukan saya sebagai kaprodi, tetapi e..dengan apa namanya alokasi waktu dan tenaga sekian.(N2.S/ W2.178-182)
Sebelum diangkat menjadi Kaprodi Sofa merasakan bahwa tanggung jawabnya di kampus lebih ringan karena perannya hanya mengajar seperti biasanya, menulis, dan juga sambil menjalankan peran di lembaga kampus. Hal ter sebut berdampak pada jam masuk kantor Sofa. Sebagai
Dinamika Dukungan Keluarga pada Pemimpin Perempuan
dosen mainstream dan penulis, Sofa bisa datang ke kantor lebih leksibel sesuai dengan jam mengajar. Tidak ada tuntutan bagi Sofa untuk datang sangat pagi dan pulang sangat sore. Dalam hal alokasi waktu, menjadi dosen dan penulis bisa lebih ringan alokasi waktunya daripada setelah menjadi kaprodi. Alokasi waktu yang dimaksud adalah Sofa tidak harus memikirkan setiap saat tentang program studi tempatnya mengajar. Sofa tidak terikat dengan target-target dan program kerja yang harus dilaksanakan dalam jangka pendek dan jangka panjang. Begitu pula kedudukan Sofa sebagai dosen biasa dan penulis membuat waktunya bersama dengan keluarga menjadi lebih banyak. Sofa masih bisa menata dan beres-beres rumah serta dapat mengantar-jemput anak sekolah. Selain itu, Sofa juga masih memiliki waktu untuk bersosialisasi dengan teman- teman mainnya.
“Yang jelas tanggung jawabnya tidak seperti sekarang ya, kalau waktu dengan keluarga itu juga lebih banyak nggak kayak sekarang. Sekarang waktunya habis di kantor Mbak. Lha gimana, dari hari senin sampai jum’at di kantor dari jam 7 pagi sampai jam 4 sore terus hari sabtunya di PUTM. Sekarang saya sudah nggak bisa jemput anak, cuma mengantar saja nggak bisa jemput.” (N2.S/W2.426-437)
b. Setelah menjadi Kaprodi
Perubahan ritme aktivitas setelah diangkat menjadi kaprodi sangat dirasakan oleh Sofa. Tidak jarang, Sofa me- rasa lelah dengan rutinitas tersebut, namun mau tidak mau harus dijalani. Sebagai seorang Kaprodi,Sofa merasakan peru bahan dalam hal tanggung jawab yang menjadi se-
Fiya Ma’arifa Ulya
makin besar. Belum lagi tanggung jawab di tempat lain yang mengharuskan Sofa bisa mengelola semuanya supaya berjalan dengan baik.
“Tanggung jawab semakin besar.Jadi gimana poin pen ting nya mengajar tetap nomor satu. Dosen itu kan tetap nomor satu.” (N2.S/W2.30-32)
Menjabat sebagai kaprodi juga tidak serta merta menghilangkan kewajiban Sofa untuk mengajar. Meski- pun beban mengajar di kelas lebih sedikit, tetapi Sofa juga memiliki tanggung jawab untuk mengajar di pro- gram pascasarjana. Selain itu, kaprodi juga memiliki pro- gram kerja, target-target yang bersifat jangka panjang maupun jangka pendek yang harus dilaksanakan dalam satu tahun dan satu periode. Sebagai salah satu target Sofa dalam menjalankan kepemimpinannya sebagai ka- prodi, Sofa menargetkan supaya Akreditasi prodinya me- ningkat menjadi A. Apabila Sofa benar-benar mampu mengantarkan prodi terakreditasi A, maka Sofa baru bisa merasa puas atas kerja-kerja kepemimpinannya. Meskipun harus ada hal yang dikorbankan untuk mendapatkan itu semua, dalam hal ini yang kembali harus dikorbankan adalah keluarga.
“Ya iya Mbak. Itu kan 8 sks kita harus nutup, tetap malah lebih. Lha S2 nya.”(N2.S/W2.26-27)
“Target saya tentang akreditasi prodi kan dari B ya saya ingin A tahun ini. Kalau itu betulbetul jadi A disitu saya puas. Kalau belum saya juga pikirpikir mau mene ruskan apa nggak ini, karena kalau B ya berrati kan sama aja saya nggak membawa perubahan apaapa. Ya
Dinamika Dukungan Keluarga pada Pemimpin Perempuan
gitu contohnya itu.”(N2.S/W2.558-564) Selain hal diatas, terkait dengan jam kerja juga tidak
lagi leksibel sebagaimana dosen-dosen biasa yang tidak menjabat. Setiap hari senin-jum’at Sofa berangkat pukul
07.00 dan pulang sore hari pada pukul 16.00 Wib. Waktu kerja yang tidak lagi leksibel ini membuat Sofa tidak bisa melaksanakan tugas untuk menjemput anak. Sofa hanya bisa mengantarkan saja dan tidak bisa menjemput. Jadi, setelah menjabat sebagai kaprodi sebagian besar waktu Sofa habis di kantor. Kalau pun secara kuantitatif waktu Sofa di rumah juga tidak jauh berbeda dengan di kantor, namun ketika di rumah sebagian besar waktu digunakan untuk istirahat setelah lelah seharian bekerja.
Dengan banyaknya kegiatan serta terget-target jangka pendek dan jangka panjang, membuat Sofa mengalokasikan waktu dan mencurahkan pikiran lebih banyak untuk kantor daripada rumah. Apalagi saat musim akreditasi, Sofa harus mengurus banyak berkas yang cukup menyita waktu. Sementara Sofa juga harus tetap bertanggung jawab ter hadap urusan anak-anak dan rumah mengingat Sofa dan anak-anak sering ditinggal bertugas ke luar kota oleh suaminya. Sebagaimana pengalaman Sofa beberapa waktu lalu saat ia dan prodi harus mengurus persiapan akreditasi dengan menggelar kegiatan tersebut di Magelang.
Sebagai kaprodi, Sofa tidak bisa mendelegasikan orang untuk sementara menggantikan perannya, karena memang Sofa yang harus turun tangan. Sementara itu, sebagai Ibu rumah tangga Sofa merasa bahwa ia harus bertanggung jawab dalam mengurus anak-anak dan rumah. Sofa me- nga takan jika ia sudah tidak bisa mempercayakan urusan
Fiya Ma’arifa Ulya
anak-anak kepada orang lain karena beberapa kali ia me- laku kannya ternyata tidak terbukti dapat terlaksana dengan baik. Rasa tanggung jawab tersebut menggerakkan Sofa untuk tetap pulang meskipun pada tengah malam dan kembali ke Magelang lagi setelah tugas di rumah selesai.
Untuk dapat menjalankan kedua peran tersebut, Sofa harus mengorbankan waktu, tenaga dan biaya. Demikian menurut Sofa bahwa dalam manajemen kepemimpinan perempuan harus ada sesuatu yang dikorbankan.
“Jadinya apa menejemen kepemimpinan perempuan ya harus kayak gitu Mbak. Gimana mungkin nggak akan sama dengan yang lain tapi harus ada yang dikorbankan gitu.” (N2.S/W2.361-365)
Berbicara soal pengorbanan, menurut Sofa, pengor- banan suami dan anak-anak menjadi keharusan untuk memahami peran dirinya. Jika suami dan anak-anak tidak memahami peran Sofa saat ini, maka semua peran tidak akan bisa berjalan. Tanggung jawab pada jabatan yang diemban Sofa sekarang membuat waktu dengan keluarga semakin berkurang. Apalagi mengerjakan tugas-tugas domestik seperti beres-beres rumah, Sofa mengatakan jika ia sudah tidak sanggup untuk bersih-bersih dan beres- beres rumah. Oleh sebab itu, ada mahasiswa yang tinggal di rumah Sofa yang bertugas membantu mengerjakan pekerjaan-pekerjaan rumah.
“Kalau keluarga yang sekarang e dengan suami dan anakanak ya mesti pengorbanan mereka yang e apa nama nya jadi suatu keharusan, suatu syarat. Kalau misalnya mereka memang e tidak memahami untuk menyi sihkan waktu, e ibu saya memang eksis gitu ya
Dinamika Dukungan Keluarga pada Pemimpin Perempuan
disini..disini..disini ya nggak akan jalan semuanya sih.”(N2.S/W1.112-119)
Meskipun tugas-tugas Sofa sebagai kaprodi juga
d ibantu oleh sekprodi dan asisten pengelola prodi yang mem bantu melaksanakan tugasnya dalam hal teknis, namun tetap merasakan jika menjadi dosen sekaligus menduduki jabatan kaprodi itu berat. Oleh karena, tugas- tugas kepemimpinannya tidak selesai seiring dengan jam kerja yang berakhir. Saat berada di rumah, Sofa tetap me mi kirkan kantor, pun mempersiapkan materi-materi terkait dengan tanggungjawabnya sebagai pendidik. Di tambah lagi dengan tugas-tugas di persyarikatan sebagai wujud dedikasi Sofa sebagai kader.
“Belum lagi Bu Sofa kan pernah cerita bahwa dia itu kalau jadi seorang dosen itu juga berat, beda dengan karyawan. Karyawan masuk jam 7 pulang jam 4, pulang ke rumah dia nggak mikir. Udah keluarga full enaknya kan itu, kalau dosen apalagi yang berprofesi sebagai kajur itu banyak banget. Belum di, dia juga harus masuk sesuai karyawan jam 7 sampai jam 4 kalau jadi kajur, menjabat kan gitu. Terus di dalam kajur itu ada kegiatankegiatan yang harus dilakukan dalam satu tahun.”(SO4.F/W1.424-431)
Dalam kaitannya relasi dengan mahasiswa, Sofa memiliki hubungan yang cenderung dekat dengan para maha siswa. Mahasiswa datang kepada Sofa tidak hanya untuk mengurusi hal akademik. Lebih dari itu, mahasiswa menghubunginya meminta waktu untuk sesi curhat permasalahan pribadi. Ada yang datang kepada Sofa untuk curhat tentang dosennya, permasalahan dengan pacarnya,
Fiya Ma’arifa Ulya
tentang ibu kos, orangtua yang bercerai bahkan ada yang datang untuk meminjam uang. Berdasarkan penuturan Sofa, setiap hari ada sekitar lima sampai sepuluh mahasiswa yang datang baik untuk mengurusi akademik maupun di luar itu. Berhubungan dengan hal ini, Sofa bersedia mendengarkan curhat mahasiswa yang di luar akademik. Sebab, bagi Sofa semua hal yang di luar akademik tetapi menunjang kesuksesan belajar mahasiswa di perguruan tinggi harus ia dengarkan.
“Kalau mahasiswa ya ada 510 orang itu kan, curhat tentang skripsi, tentang dosennya, curhat tentang pacarnya, tentang ibu kos, tentang macammacam orangtuanya cerai, wah macammacam. Bilang aja terbuka minta waktu, untuk apa, untuk curhat Bu.”(N2.S/W2.502-508)
“ Cuma Bu Sofa sering cerita, sering ada mahasiswa yang datang itu selain bahasin mata kuliah dia tuh masalahnya curhat, curhat keluarga ada yang juga minta pinjam uang.” (SO4.F/W1.852-856)
Selanjutnya, mengenai hubungan antara Sofa dan rekan kerja di prodi, memanganggap rekan kerja sebagai teman. Dalam membangun kedekatan diantara mereka Sofa berusaha untuk memberikan perhatian-perhatian pada hal-hal kecil. Seperti menyapa, menanyakan kabar, mengi ngatkan untuk hati-hati dan Sofa juga berusaha untuk tidak ada konlik dengan sesama rekan kerja.
“Temen ya saya anggap mereka temen. Walaupun misal nya sama Mbak Feriyanti di kantor yang selalu ngecek ngecek..ya bagian pengecekan lah itu ya selalu saya anggap sebagai temen. Kalau disini sama Bu Sulami staf
Dinamika Dukungan Keluarga pada Pemimpin Perempuan
saya itu gimana pokoknya saya anggap sebagai teman saya sendiri lah, batih ya, anggap kakak, anggap apa kalau ada saya punya apaapa harus saya bagi gitu ya.” (N2.S/W1.262-270)
Sofa dan suami adalah pasangan yang sama-sama memiliki kesibukan. Sofa sibuk dengan perannya sebagai kaprodi, pimred majalah, BPH PUTM, serta sebagai Ibu yang mengurusi kedua anaknya. Sementara, suami ada- lah seorang dosen di salah satu universitas reputable di Yogya karta, aktif di Pusat Studi Daerah Perbatasan, aktif di ALBA (Alumni Bimbingan Haji ‘Aisyiyah), komite di sekolah anak, serta konsultan Bank Indonesia yang dalam tugasnya suami Sofa sering pergi ke luar kota. Dengan kondisi tersebut, Sofa muncul sebagai sosok istri yang mandiri dan tidak selalu bergantung dengan suami.
“Kalau saya tinggi ya lumayan tinggi, tapi ya partner gitu, nggak ..nggak…nggak harus selalu bergantung.”(N2.S/ W2.354-357)
Meski antara Sofa dan suami sama-sama sibuk, namun hampir tidak pernah ada konlik yang berkepanjangan dalam kehidupan rumah tangga. Selain karena secara pribadi Sofa pandai memanage waktu antara prodi, ke- luarga, anak-anak dan suami, serta Sofa juga menjaga diri untuk tidak menganggu kepemimpinan suami. Ketika dalam satu organisasi suami aktif, Sofa memilih hanya ber- peran sebagai pendukung dari kepemimpinan suami.
“Jadi, dimana suami saya disana aktif, saya pilih jalan yang lain. Biarkan suami saya disitu, jadi jangan sampai ada saya ngerecokin kepemimpinan suami saya,
Fiya Ma’arifa Ulya
itu beberapa trik. Terus juga apa namanya.. sebetulnya kalau misalnya eksis di dua tempat, duaduanya itu nggak bagus menurut saya.”(N2.S/W2.299-306)
“Harmonis banget, jadi bijaksana gitu ya. Ya namanya manusia ada kurang ada lebihnya gitu ya karena sama sama orang berpendidikan ya. Jadi tuh apa ya sesuatu tuh jangan dibuat susah, biasa aja, nggak ada konlik gini gini tuh nggak ada.”(SO3.U/W1.253-258)
c. Dukungan yang Diterima Sofa
1) Dukungan Pemberian Bantuan
Dukungan yang bersumber dari orang-orang terdekat sangat penting untuk menjaga keberlangsungan dari peran yang sedang dijalankan. Keadaan keluarga yang harmonis sementara peran-peran publik berjalan lancar adalah kon- disi ideal yang didambakan oleh setiap perempuan pe- mimpin. Tidak terkecuali Sofa. Dalam menjalankan peran nya, Sofa mendapatkan dukungan dari orang-orang terdekat terutama suami dan anak. Sofa mendapatkan bantuan langsung dari anak yang berupa sikap kooperatif sang anak. Sebagaimana yang terlihat oleh peneliti saat anak kedua Sofa ikut rapat redaksi majalah.
Disana anak terlihat bisa kooperatif dengan duduk disamping Sofa, bermain sendiri, atau mengobrol dengan peneliti, tanpa rewel atau mengganggu Sofa. Selain itu, ketika sang anak ikut ke kantor juga dapat kooperatif. Saat Sofa mengajar di kelas, anak tetap berada di kantor entah bermain game atau tidur.
“Saat rapat berjalan, peneliti berusaha melambaikan tangan kepada anak narasumber supaya mendekat
Dinamika Dukungan Keluarga pada Pemimpin Perempuan
kepada peneliti, karena ia tampak malumalu tetapi terus memandang ke arah peneliti. Setelah peneliti melam baikan tangan kembali sambil mengucapkan “sini” dengan lirih akhirnya anak narasumber mendekat, dan peneliti bisa kenal anak narasumber. Peneliti bisa ngobrol, bercanda, berfotofoto emskipun setelah itu fotofotonya dihapus sama dia. Anak narasumber juga tidak mengganggu jalannya rapat. Ia terlihat memutar menge lilingi ruangan sambil bergumam sendiri, larilari keluar masuk namun tidak rewel kepada narasumber. Kadang terlihat tiduran diatas kursi yang ditumpuk di pojok ruangan, atau duduk di samping narasumber sambil memandangi bergantian para peserta rapat. Se sekali jail dengan menggerakkan layar proyektor yang menjulur sampai hampir mendekati lantai, setelah semakin agresif, ditegur oleh narasumber dan sang anak manut.”(N2.S/OB-3.34-57)
“He’e dibawa ke prodi. Jadi, Bu Sofa ngajar anaknya sama saya udah, kan komputernya ada 2 tuh he’e satu buat anak nya lah kalau mau main game, game lah ng gak papa yang penting disini. Pokoknya sama Bu Sofa, udah disini nggak usah kemanamana gitu anteng. Kadang anaknya diajakin ke tempat ngajarnya. Tapi di suruh anteng, udah kamu sini, jangan kesini.hehehe Dikasih kertas dikasih apa, udah anaknya diam. Anak nya juga nurut sih, makanya anaknya kadang, aku disini aja Mah di kantor sama Mbak Fitri, oke gitu malah enak.”(SO4.F/W1.654-677)
Selain itu, ketika di rumah belum ada mahasiswa yang membantu disana, pekerjaan-pekerjaan rumah tangga di- lakukan bersama-sama. Anak-anak juga membantu Sofa
Fiya Ma’arifa Ulya
menyapu dan memasak. “Masukin ke laundry kan gitu, rumah berantakan nggak
papa ya. Ya..mana yang kemudian menjadi skala prio ritas tapi targettargetnya semuanya terpenuhi. Digotong bareng lah ya kadang suami nyuci piring, ngelap mobil. Saya sama anakanak masak, nyapu semuanya berbagi peran.” (N2.S/W1.471-478)
Anak pertama Sofa yang berjenis kelamin perempuan, saat ini masih duduk di kelas 3 SMP. Selepas SMP ia mengatakan bahwa dirinya ada rencana untuk melanjutkan sekolah di SMA 8 (Delayota) yang relatif dekat dengan kantor Sofa. Hal ini dilakukan, selain karena Delayota adalah salah satu sekolah favorit di Yogyakarta, pun supaya Sofa bisa sekaligus menjemput anaknya karena jarak yang dekat tadi.
“ Iya dekat jadi biar Mama gampang jemputnya katanya gitu.” (SO5.A/W1.228-229)
Sofa juga mendapatkan bantuan dari suami. Suami Sofa adalah seorang dosen sekaligus konsultan BI di Jakarta sehingga membuat suami sering pergi ke luar kota. Meski - pun demikian, suami tetap tidak terlepas dalam mem beri dukungan bantuan langsungnya kepada Sofa. Ketika ada acara pertemuan keluarga atau acara di kampus yakni paguyuban keluarga, suami selalu datang untuk menun- jukkan supportnya kepada Sofa. Meskipun suami sedang sibuk, namun menyempatkan untuk tetap datang. Suami mengetahui betul atmosfer pergaulan yang ada di kampus tempat Sofa berkarir, serta suami akrab dengan semua teman-teman Sofa.
Dinamika Dukungan Keluarga pada Pemimpin Perempuan
“Itu sih dia support, di PUTM dia support saya terus ya, ada kemarin ada acara pertemuan dengan keluarga ya dia selalu datang, di kampus acara..ngadain apa paguyuban keluarga dia selalu datang untuk menun jukkan support ya. Walaupun sesibuk apapun dia di luang kan waktu untuk datang acara keluarga di kam pus ya. Pada temanteman saya semua akrab suami saya, jadi dia ngerti apa atmosfer pergaulan di kampus se perti apa.”(N2.S/W1.430-440)
Di sisi lain, sebagai sesama akademisi, posisi antara Sofa dan suami saling menguntungkan dalam melakukan hal-hal yang terkait dengan ilmu pengetahuan. Terkadang Sofa menjadikan suami sebagai pembicara di seminar yang diselenggarakan olehnya atau suami bersedia me nulis di majalah. Meskipun demikian, Sofa tetap menjaga profe- sionalitas dalam bekerja supaya tidak terjadi per campuran antara pekerjaan dan keluarga. Sofa juga sudah paham jika suaminya sangatlah sibuk dengan urusan peker jaannya. Namun, apabila Sofa benar-benar tidak bisa melakukan tugas yang merupakan bagian dari peker jaannya, suami siap sedia membantu. Seperti saat sistem penilaian di SIA kampus belum bagus. Sofa akhirnya meminta bantuan kepada suami untuk membuatkan sistem penilaian meng- gunakan program ms. excel.
“Kadangkadang malah saya jadikan narasumber maja lah atau narasumber sini apa e apa namanya..seminar gitugitu aja ya secara langsung ya.” (N2.S/W1.730- 732)
“Paling bikinin excel.hahaha Excel saya katrok ya paling bikinin sistem aja kerjain saya gitu. Waktu disini SIA nya belum bagus, penilaian gitu ya dia bikinin sistem
Fiya Ma’arifa Ulya
penilaian pakai excel. Waktu itu belum, waktu itu SIA nya belum langsung connecting program.” (N2.S/ W1.739-745)
Ketika suami sedang berada di rumah dan tidak sibuk, suami juga bersedia mengantar Sofa pergi berkegiatan. Meski pun kemudian suami hanya mengantar dan ditinggal pergi ke tempat yang lain.
“Ya sih paling ngantar terus ntar ditinggal kemana. Misal nya nggak lagi ada pekerjaan gitu.”(SO5.A/ W1.330-332)
Saat berada di Yogyakarta, suami sering menjemput Sofa di kantor untuk makan siang bersama. Terkadang, Sofa yang menjemput ke kantor suami terlebih dahulu kemu dian makan bersama. Momentum makan bersama digunakan oleh mereka untuk berbagi cerita seputar aktivi- tas yang telah dilakukan dan yang akan dilakukan, sehingga satu sama lain saling mengetahui aktivitas masing-masing. Makan siang bersama, selain sebagai ajang curhat juga sebagai sarana untuk saling memberikan support.
“Paling suami saya kayak kemarin ya itu menjemput makan siang, selama jam makan siang jemput makan di Ingkung Grobog balik lagi kesini, gitu. Pas break makan siang, kan support begitu, support bahwa dia bersemangat bahwa juga ingat ingat rumah, terus apa ingat keluarga. Mungkin bantuannya itu.” (N2.S/ W2.52-59)
Selanjutnya, suami bertanggungjawab untuk mem- berikan dukungan inansial kepada Sofa. Tidak hanya terkait dengan rumah tangga, ketika Sofa masih menempuh
Dinamika Dukungan Keluarga pada Pemimpin Perempuan
program doktor, Sofa pernah meminta biaya kepada suami selama 2 semester. Dalam hal domestik, suami dan Sofa beker jasama dalam hal pembiayaan. Suami membiayai hal-hal pokok seperti cicilan rumah, kebutuhan pokok sehari-hari. Sementara Sofa bertugas untuk membantu kebutuhan sehari-hari. Meskipun saat keuangan mulai tekor (menipis), Sofa meminta kepada suami lagi. Selain itu, di rumah Sofa terdapat mahasiswa yang tinggal disana yang bertugas membantu Sofa mengerjakan pekerjaan rumah. Sebagaimana yang terlihat ketika peneliti melakukan observasi di rumah Sofa. Mahasiswa yang tinggal di rumah tersebut diminta oleh Sofa untuk membeli makanan di luar Karena Sofa sedang tidak memasak hari itu.
“Misalnya bulan ini pengeluarannya banyak banget
e, kirim, walaupun suami saya tiap awal bulan udah ngirim, cicilan rumah, kebutuhan seharihari untuk yang pokokpokok terus saya kan yang seharihari, untuk kehidupan sehari..saya, nanti kalau kurang saya bilang lagi ke suami.” (N2.S/W2.203-210)
“Bantu..kalau aku sih bantu, kan rumahnya kan kalau yang bagian dalam kan nggak ada yang bantu, kadang bantu Ibu bersihin, terus masak gitu sih, jemput anaknya, kadang kalau anaknya nggak ada yang jemput saya yang jemput. Kadang kalau Bu sofa nggak bisa ya di jemput.” (SO3.U/W1.238-244)
Selanjutnya, Sofa mendapatkan bantuan langsung dari kedua orangtuanya. Saat Sofa dan suami sedang pergi ke luar negeri beberapa waktu lalu atau jika mereka sama-sama sedang sibuk, anak-anak Sofa berada di rumah orang tua Sofa. Apalagi anak kedua Sofa yang bersekolah
Fiya Ma’arifa Ulya
di SD Muhammadiyah Condongcatur. Lokasi sekolah yang relatif dekat dengan rumah kedua orangtua Sofa membuat anak kedua sering pulang ke rumah eyangnya terlebih dahulu sebelum dijemput Sofa atau mahasiswa yang tinggal di rumah.
“Iya..pas itu sama kayaknya sama Eyang, tinggal di rumah Eyang, cuma berapa hari sih kalau Mama Cuma 7.”(SO5.A/W1.180-181)
Sebagai kaprodi, Sofa memiliki tanggungjawab yang sangat banyak. Dalam menjalankan tanggungjawab ter- sebut Sofa dibantu oleh asisten pengelola prodi yang mengerjakan hal-hal teknis. Sementara itu, terkait dengan peran sebagai pemimpin redaksi, saat ini Sofa sangat terbantukan dengan adanya sekretaris redaksi. Awalnya, Sofa mengerjakan pekerjaan sebagai pimred seorang diri dengan posisi Sofa juga sudah menjabat sebagai kaprodi. Oleh karena prioritas Sofa lebih besar ke prodi, sehingga Sofa sadar bahwa ia sulit untuk membagi waktu dan tenaga. Pada akhirnya Sofa melakukan negosiasi, jika masih tetap diminta menjadi pimred maka Sofa membutuhkan orang lain untuk membantu. Hingga akhirnya peran-peran yang dilakukan Sofa bisa berjalan semua dengan dibantu oleh rekan-rekan disekelilingnya.
2) Dukungan Emosi
Sofa mendapatkan dukungan emosi terutama dari keluarga dan rekan kerja. Sofa mengungkapkan jika pe- ngorbanan suami dan anak-anak menjadi suatu keharusan untuk memahami perannya. Anak Sofa, terutama anak pertama sudah memahami kesibukan kedua orangtuanya,
Dinamika Dukungan Keluarga pada Pemimpin Perempuan
karena Sofa sudah berusaha menjelaskan kepada anak- anak bahwa jika Sofa dan suami tidak bekerja keras, maka mereka tidak akan mungkin mendapat fasilitas sebagaimana yang mereka dapatkan sekarang. Setelah dari Bandung pada liburan semester lau, kedua anak Sofa bahkan sudah diajak menghitung total anggaran yang dihabiskan supaya mereka mengerti.
“Kalau yang udah besar, yang besar udah sangat mafhum ya akan bahwa apa namanya kalau orangtuanya nggak kerja keras dia juga tidak bisa memperoleh fasilitas seperti yang apa dia peroleh gitu.”(N2.S/W1.606-610)
Meskipun demikian, tidak bisa dipungkiri bahwa anak kedua Sofa terkadang protes. Sebagaimana yang per- nah terjadi saat anak kedua baru masuk sekolah setelah liburan. Anak kedua yang masih kelas 3 SD meminta Sofa untuk menungguinya di sekolah sebagaimana teman- temannya yang lain. Di hari pertama masuk sekolah anak kedua benar-benar meminta untuk ditunggui. Padahal hari itu Sofa memiliki dua agenda rapat. Kemudian pada hari ketiga anak kedua mengatakan jika ia ingin ditunggui Sofa supaya teman-temannya tahu bahwa Sofa tidak meninggal. Akhirnya Sofa bersedia untuk menunggui anaknya hingga sholat dhuha. Setelah itu Sofa pamit kepada anak dan pergi ke kantor.
“Hari pertama masuk kok ibuibu lain pada nungguin karena saya ada 2 rapat tuh hari pertama, udah saya hapus..ya ini kemudian dia komplain, kok nggak nung guin sih?. Lha untuk apa ditungguin kan udah kelas
3 SD masak ditungguin gitu ya. Itu kan saya katakan yang seperti itu malah nggak boleh untuk mendukung
Fiya Ma’arifa Ulya
kemandirian anak terus, tapi ini hari ketiga aku pingin ditungguin ya, walaupun sebentar biar teman temanku tahu kalau Ibuku nggak meninggal katanya gitu.hahahaha ya nggaklah dek kan ini nganterin sama jemput saya bilang gitu. Tapi saya coba tungguin beberapa jam sampai dia sholat dhuha. Sholat dhuha di mushola dia melihat saya, saya balik ke kampus.” (N2.S/W1.584-599)
Pada masa-masa Sofa mengerjakan disertasi, tekanan yang dialami narasumber cukup berat. Oleh karena Sofa harus segera menyelesaikan disertasi sementara ia juga sudah menjabat sebagai kaprodi dan sederet permasalahan lain yang membuatnya cukup stres. Sofa menceritakan bahwa ketika itu Sofa sering terlihat menangis oleh anak- anaknya. Lantas kedua anak Sofa tidak hanya diam, tetapi mereka berusaha untuk mencari tahu mengapa Sofa menangis.
“Mama kenapa sedih gitu, ada masalah apa sebelum saya pergi ke Jepang itu, saya punya masalah saya sering nangis. Terus kan anakanak kepo, apa yang terjadi gitu, kepo, terus dia nulis statusstatus, mamah jangan sedih gitu, iya gitu, ngasih support gitu Mbak.”(N2.S/ W2.485-491)
Ketika Sofa sakit, kedua anak menunjukkan kepe- dualiannya dengan mengatakan kepada Sofa supaya Sofa tidak terlalu lelah. Kemudian kedua anak Sofa sama-sama memijatnya.
“Jangan capek gitu, apalagi kalau sakit gitu mijetinya barengbareng.” (SO5.A/W1.262-263)
Dinamika Dukungan Keluarga pada Pemimpin Perempuan
Tidak hanya itu saja, dukungan emosi juga ditunjuk- kan anak Sofa ketika Sofa baru pulang ke rumah. Anak kemudian menyalami Sofa, memeluk kemudian duduk bersama dan berbincang-bincang.
“ Mama habis pulang ya kadang salim, terus peluk terus duduk ya ngobrol yaudah.”(SO5.A/W1.356-357)
Anak pertama Sofa bahkan mengatakan jika dia merasa senang dan bangga karena Sofa aktif. Menurutnya, Sofa adalah sosok Ibu yang multitalenta dan baik. Sofa sering menulis, bisa menjadi wakil pemimpin ketika ditinggal oleh suami ke luar kota, dan Sofa dapat meng handle semua peran. Sehingga anak pertama juga merasa terinspirasi dengan sosok Sofa.
“Seneng..ya kayak bangga gitu.”(SO5.A/W1.325) “Mama tuh Ibu yang baik gitu terus e...semacam multi
talenta gitu sama e apa ya sering nulisnulis gitu kan e..sama bisa jadi kayak wakil pemimpin juga karena kan Papa kalau di luar kota kan semua yang handle itu Mama.”(SO5.A/W1.11-16)
Berdasarkan hasil observasi peneliti di media sosial anak pertama juga ditemukan puisi yang tujukan kepada Sofa. Sofa mengungkapkan bahwa ia terharu dengan puisi yang ditulis anaknya tersebut. Sofa mengatakan bahwa saat membaca puisi tersebut Sofa baru turun dari pesawat dan saking terharunya ia sampai tak kuasa untuk menahan air mata. Puisi tersebut berisi ungkapan apresiasi dari sang anak kepada Sofa, ucapan terimakasih serta harapan sang anak agar Sofa tetap sehat dan bahagia meskipun banyak cobaan yang datang.
Fiya Ma’arifa Ulya
“Puisi tersebut berbunyi, “22 Desember, Hari Ibu. Aku memanggil ibuku dengan sebutan “mama”. Mama, Ma, selamat hari ibu. Semoga mama diberi kelancaran dalam menghadapi berbagai masalah. Ma, betapa banyak kebaikan yang telah mama lakukan kepadaku. Mama melahirkanku dengan kekuatan yang luar biasa. Bahkan mungkin lakilaki tidak bisa melakukannya. Ma, nasihatmu terkadang membuat kami (aku dan adik) kesal. Tetapi nasihat itu ternyata memiliki makna yang besar. Terima kasih telah melakukan halhal yang luar biasa untukku. Semoga mama sehat dan bahagia selalu meski banyak cobaan yang datang. Maaf cuma seder hana sekali :v Sekian dari saia. Kurang lebihnya mohon maaf. Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.”(N2.S/OB-4.28-46)
Sementara itu, Sofa juga mendapatkan dukungan emosi dari sang suami meskipun keduanya sama-sama sibuk. Begitu pula dengan Sofa yang dalam situasi tertentu lebih memprioritaskan untuk bertemu dengan suami. Se- bagai mana pengalaman Sofa beberapa waktu lalu. Suami baru saja kembali dari luar kota, sementara sore harinya suami harus terbang ke Jakarta. Suami hanya memiliki waktu 2 jam di Jogja sebelum pergi lagi. Akhirnya Sofa memilih untuk pulang ke rumah dan menemui suami, meskipun pada hari itu Sofa memiliki agenda rapat. Begitu pulah saat suami sedang sakit, Sofa pamit pulang terlebih dahulu dari kantor untuk merawat suaminya. Begitulah menurut Sofa tantangan yang dihadapi sehingga Sofa harus menimbang betul mana aktivitas yang jika ditinggalkan tetap berjalan dana mana yang fatal.
Dinamika Dukungan Keluarga pada Pemimpin Perempuan
“Nanti suami saya prioritas ya, akhirnya saya pulang 2 jam dan mending nggak datang rapat.” (N2.S/W1.335- 337)
“ Nah kadang suaminya juga balik ini kegiatankegiatan dari luar kota dia juga menyempatkan waktu untuk bisa ketemu suaminya. Meskipun satu dua jam dia keluar tapi dia izin sama aku bareng suaminya dulu gitu.” (SO4.F/W1.508-513)
Sebagaimana adagium yang menyatakan bahwa pasa- ngan adalah belajan jiwa, meskipun sibuk dengan peker- jaannya, namun suami tetaplah tempat curhat terbaik Sofa. Sofa dan suami selalu terhubung melalui teknologi tiap beberapa jam sekali. Antara mereka saling mengungkapkan aktivitas masing-masing. Tidak hanya itu saja, Sofa dan suami sama-sama izin jika memiliki tanggungjawab baru, sehingga diantara mereka tidak muncul percikan-percikan konlik karena semuanya terjadi atas kesepakatan bersama.
“Iya itu pasti..itu tempat curhat terbaik.” (N2.S/ W1.393)
“Kan izin dulu samasma izin dulu. Ada tanggungjawab ini kirakira di oke apa nggak gitu. Contohnya ini sekarang kemarin KKL mahasiswa dari senin, selasa, rabu di rumah cuma 2 jam tadi langsung ini terbang karena dia konsultan BI di Jakarta, yang langsung terbang gitu kan semuanya konsultasi saya dulu. Sejak kapan itu setahun yang lalu, konsultan BI mau nggak?, mau yaudah deal. Boleh nggak?, boleh sampai sekarang konsultan BI gitu. Jadi ya apa yang saya di prodi ya mesti harus komunikasi dulu, ya sekarang di Suara ‘Aisyiyah komunikasi dulu. Jadi nggak..nggak komplain kita
Fiya Ma’arifa Ulya
semuanya atas kesepakatan bersama.” (N2.S/W1.754- 769)
Dengan saling mendukung peran masing-masing, Sofa merasa bahwa kiprahnya di luar rumah tidak men- dapatkan halangan sama sekali dari suami. Saat semua anggota keluarga berkumpul mereka berbincang-bincang & saling bercerita. Serta suami Sofa juga akrab dengan semua teman Sofa.
“Jadi hampir nggak ada halangan saya untuk ber kembang asal tujuan jelas, selalu saya komunikasikan, gitu.”(N2.S/W2.755-756)
“Walaupun sesibuk apapun dia diluangkan waktu untuk datang acara keluarga di kampus ya. Pada teman teman saya semua akrab suami saya, jadi dia ngerti apa atmosfer pergaulan di kampus seperti apa dia sangat ngerti.”(N2.S/W1.436-441)
Jika Sofa dan suami sama-sama sedang senggang di tengah jam kantor, mereka juga selalu menyempatkan untuk bertemu dan pergi mengisi waktu istirahat ber sama. Sofa mengaku jika waktu istirahat Sofa pergi ke suatu tempat dan bersama suami memiliki nuansa lain diban- ding hanya menghabiskan waktu istirahat di kantor. Hal tersebut juga berpengaruh pada pikiran Sofa menjadi lebih fresh.
“Itu sih tradisi sejak saya masih baru disini kayak gitu. Jadi kalau senggang kalau samasama senggang di per tengahan jam kan ada yang nabrak itu yang nggak bisa. Jadi kita usahakan, saya yang kesana UGM atau dia yang kesini.”(N2.S/W2.114-119)
Dinamika Dukungan Keluarga pada Pemimpin Perempuan
Selain itu, suami Sofa juga sering menulis status yang menceritakan tentang Sofa serta menge tag akun facebook Sofa. Tulisan dalam postingan tersebut menyiratkan ben- tuk dukungan, dedikasi, dan cinta sang suami kepada Sofa. Dalam tulisannya, dengan sangat jelas sang suami me ngungkapkan bahwa tidak mudah bagi Sofa untuk mengelola banyak peran. Di saat anak-anak belum akil baligh, Sofa tetap menunjukkan jiwa pembelajar dengan menempuh pendidikan S3. Suami juga mengungkapkan jika sebagian orang yang mengambil jalan tersebut ada yang mengalami kegagalan, kesehatan menjadi buruk, serta keluarga menjadi korban. Namun, Sofa mampu menge lola itu semua dengan baik. Tulisan yang dimaksud adalah postingan suami yang berjudul “Sang Pembelajar”.
“Tidak mudah mengelola banyak peran. Dan hari ini, engkau membuktikan bahwa menjadi pembelajar tidak dihalangi oleh peranperan itu. Di saatsaat sulit, terutama saat anakanak yang masih tumbuh dan belum akhil baligh, membutuhkan perhatian lebih, engkau bisa mengelola waktumu untuk terus belajar. Tidak mudah, tentu saja, menjadi mahasiswa S3 ketika perhatian harus bercabang. Sebagian dari yang me nem puh jenjang itu, dan memerankan banyak peran, ada yang gagal, kesehatan menjadi tidak prima, atau mungkin keluarganya menjadi korban. Dan sejauh ini engkau bisa mengelolanya dengan baik. Selamat, hari ini engkau dikukuhkan menjadi doktor di bidang ilologi. Bidang ilmu yang sejauh ini saya tidak memahaminya. Dan mungkin, atau lebih tepat, karena itu, keluarga kita bisa memiliki pandangan yang beragam akan banyak hal. Semoga engkau semakin tawadhu dan kokoh. Semoga Allah memberi jalan terang dan kemudahan.
Fiya Ma’arifa Ulya
Selamat (mengetag akun narasumber), mitra dan sang belahan jiwa.”(N2.S/OB-5. 52-76)
Sofa juga melakukan hal serupa. Sofa pernah mem- posting foto beserta status yang ditambahkan dalam album yang berjudul “ Happy Family”. Sofa juga tampak menge tag akun facebook suami. Dalam status itu, tersebut kebersyukuran Sofa karena memiliki suami yang menjadi partner lahir dan batin terindahnya. Dalam psotingan tersebut tampak foto Sofa beserta suami dan kedua anaknya.
“Narasumber juga pernah memposting foto beserta status yang ditambahkan di album berjudul “Happy Family” dengan mengetag suami narasumber. Status tersebut berbunyi, “15 tahun sudah (15/10/200115/10/2016). Semakin cepat kita menikah, semakin banyak kebaikan yang bisa kita kolaborasikan dan kita raih bersama sama (nama suami, 2001). Alhamdulillah sejauh ini katakatanya terbukti dan cintanya teruji. Bersyukur ia telah menjadi partner lahirbatin terindah dalam kefanaan hidupku, dalam kebakaan kebahagiaanku.” Status diatas disertai dengan foto yang tampak formasi lengkap, yaitu narasumber, suami, dan kedua anaknya.” (N2.S/OB-4.77-93)
Selain berisi postingan-postingan dengan tulisan yang bernada puitis penuh makna, di facebook Sofa nampak foto- foto ketika ia melakukan penelitian di beberapa daerah di Indonesia, saat di Malaysia & Jepang dengan didampingi suami, foto satu keluarga dengan baju couplean serta tidak ketinggalan foto-foto narasumber bersama dengan rekan- rekan kerja di kantor yang tampak memiliki hubungan yang dekat dan akrab.
Dinamika Dukungan Keluarga pada Pemimpin Perempuan
Dukungan emosi yang bersumber dari rekan kerja juga diterima oleh Sofa. Saat berada di kantor, Sofa tidak hanya membahas tentang pekerjaan. Sofa juga sering ber- cerita kepada asisten pengelola yang satu ruangan dengan Sofa. Mulai dari curhat, mengeluh jika Sofa merasa sedang pusing, capek dan apapun Sofa sering bercerita di prodi. Asisten pengelola prodi pun mendengarkan dan menanggapi curhatan Sofa.
“Iyasih...ya biar nggak boring gitu di prodi. Kadang pergi tas nya ditinggal cuma bawa dompet sama ini, maka nya, Bu Sofa kemana?, lagi keluar tapi nanti balik lagi. Orang tasnya disini semuanya disini. Jadi dia datang gitu, saya habis jenguk it, dia kan cerita apa gitu. Apapun dia dari luar gitu dikeluarin daripada dia pendam.” (SO4.F/W1.1441-1449)
3) Dukungan Pemberian Informasi
Dukungan pemberian informasi diterima oleh Sofa terutama berasal dari suami dan rekan kerja. Sofa menga- takan bahwa ia banyak belajar kepada suami tentang pengambilan keputusan di organisasi. Latar belakang suami Sofa yang juga merupakan konsultan dari berbagai NGO membuat pengetahuannya akan decision making dalam organisasi sangat banyak. Hal ini dimanfaatkan Sofa untuk berguru tentang pembuatan keputusan di organisasi. Ter- kadang Sofa juga menceritakan hal-hal rahasia yang terkait dengan perannya sebagai kaprodi dengan pola-pola cerita yang sudah dimodiikasi. Jadi, meskipun suami adalah konsultan terbaik dalam pengambilan keputusan namun Sofa masih tetap mempertimbangakan profesionalitas dalam peran yang diembannya.
Fiya Ma’arifa Ulya
“Keluarga itu tetap menjadi prioritas saya, biasanya kalau suami saya juga bergerak di bidang akademik dan juga dia seorang aktivis konsultan dari berbagai NGO ya sehingga dia punya strategistretegi itu. Sehingga saya banyak berguru ke suami juga.” (N2.S/W1.367-373)
Selain itu, suami Sofa juga memberikan support berupa saran, inspirasi dan pertimbangan kepada Sofa. Suatu ketika suami bahkan pernah mengapresiasi Sofa dan memberikan saran kepadanya untuk naik ke jenjang berikut nya yakni menjadi wakil dekan atau dekan. Meski- pun narasumber selalu mengatakan jika ia merasa capek dan ingin kembali menjadi dosen dan penulis biasa.
“Support sih suami saya support ya kalau bagus, Mama bagus setelah ini bisa dong jadi wakil dekan atau dekan, misalnya gitu. Tapi saya selalu bilang, lah apa namanya capek masih mau kembali jadi dosen dan penulis saja biar waktunya nggak sebanyak ketika menjabat gitu. Itu sih dia support, di PUTM dia support saya terus ya.”(N2.S/W1.424-431)
Ketika Sofa hendak mundur dari kedudukannya sebagai pemimpin redaksi (Pimred) Majalah Suara ‘Aisyi- yah, suami tidak setuju dengan keputusan Sofa dan mengatakan kepadanya supaya tetap menjadi pimred. Suami memberikan rasionalisasinya, memberi pertim ba- ngan dan juga support. Termasuk dalam hal “ ngunggah udunke” atau menaik turunkan keputusan terkait peran Sofa, baginya suami adalah orang terbaik untuk mem- bantu. Kadangkala suami memiliki perspektif yang ber- beda dengan Sofa dalam suatu hal. Begitu juga dengan kedua orangtua Sofa yang sudah sangat memahami Sofa.
Dinamika Dukungan Keluarga pada Pemimpin Perempuan
“Ketika saya memutuskan untuk bahasa jawanya tuh “ngunggah udunke” naik turunkan keputusan, suami adalah orang yang terbaik untuk membantu. Orang tua juga begitu, orangtua kan mengerti betul. Nah salah satu faktor saya mundur dari pimpinan pusat ‘Aisyiyah, Majelis Kebudayaan itu juga karena ketua majelisnya Ibu saya.” (N2.S/W2.252-260)
Begitu juga ketika Sofa hendak memutuskan suatu hal, suami adalah sosok yang semakin menguatkan pe- ngambilan keputusan Sofa. Meskipun sebenarnya Sofa mampu untuk memutuskan sendiri apa-apa yang terkait dengan diri Sofa, namun demikian Sofa membutuhkan penguatan dari suami bahwa apa yang dilakukana dalah benar. Sofa meyakini bahwa dua kepala lebih baik daripada satu kepala.
“Ada pandanganpandangan lain ya yang, memutuskan sendiri bisa, tapi suami itu memberi apa penguat. Penguat bahwa apa yang saya ambil nanti itu benar, intinya dua kepala lebih baik daripada satu kepala.” (N2.S/W2.333-337)
Sementara itu, rekan kerja juga memberikan pertimba- ngan-pertimbangan kepada Sofa berkaitan dengan tugas- tugas dalam perannya sebagai kaprodi. Pertimbangan- pertimbangan tersebut kemudian disampaikan kepada wakil dekan/ dekan.
“Dia juga ini ada sisi gercep he’em, jadi dia, it aku mau ke atas apa aja nih yang mau diomongin ?, di catat sama dia nanti jadi ke atas bawa catatan. Jadi saya juga gitu, kemanamana mainnya catatan kan, yang udah apa ditandain ini udah, udah yang belum ya ditulis
Fiya Ma’arifa Ulya
belum. Jadi catatan banyak Bu Sofa habis itu kemudian dihapus gitu.” (SO4.F/W1.1373-1382)
4) Dibutuhkan Orang Lain
Berdasarakan hasil wawancara dengan narasumber dan signiicant others dapat diketahui bahwa Sofa mendapatkan dukungan dari adanya perasaan bahwa ia dibutuhkan oleh orang lain. Perasaan dibutuhkan oleh orang lain dipe- roleh dari rekan kerja, mahasiswa maupun organisasi. Sebagai kaprodi perempuan, seringkali mahasiswa datang kepada Sofa baik untuk urusan akademik maupun urusan personal. Pribadi Sofa yang memang cenderung keibuan, lembut dan sabar membuat mahasiswa berani datang kepada Sofa untuk sekedar curhat. Seperti curhat masalah keluarga, pacar, ibu kos, bahkan meminjam uang.
“Kalau mahasiswa ya ada 510 orang itu kan, curhat tentang skripsi, tentang dosennya, curhat tentang pacar nya, tentang ibu kos, tentang macammacam orang tuanya cerai, wah macammacam.” (N2.S/W2.502- 506)
“Mahasiswa yang datang ke prodi tuh sesinya sesi curhat tuh banyak.” (SO4.F/W1.846-847)
Selain mahasiswa, rekan kerja terkadang juga datang kepadanya hanya untuk curhat, koreksi atau meminta per- timbangan atas suatu hal terkait dengan masalah pribadi.
“Juga itu Bu Ajeng itu yang sering minta koreksi atau curhat apa, kalau yang lain ya saya kira sudah pada gedegede semua.” (N2.S/W2.546-547)
Dinamika Dukungan Keluarga pada Pemimpin Perempuan
Sementara itu, di lingkungan tempat tinggal, sebagai pimpinan di ‘Aisyiyah, Sofa sering diminta untuk meninjau TK ABA yang ada di daerah sekitar rumahnya. Interaksi antara Sofa dan tetangga relatif kurang intens karena di lingkungan Sofa terkesan sepi. Sofa mengatakan jika ia hanya sering berinteraksi dengan tetangga-tetangganya me- lalui media sosial (WA) dan hanya saat kegiatan-kegiatan tertentu saja bisa benar-benar bertemu. Oleh karena sama- sama sibuk dengan pekerjaan masing-masing.
“Kalau disini paling mainmain aja sih disini ada TK Aba main aja nggak struktur ya sama di WA. hehehe ngerti perkembangannya aja.”(N2.S/W2.331-334)
Ketika pengangkatan Sofa sebagai pemimpin re- daksi majalah Suara ‘Aisyiyah serta BPH PUTM, pada ke dua nya sebenarnya hendak mengundurkan diri karena prioritas Sofa adalah prodi. Namun, karena keduanya pula Sofa diminta untuk tetap bertahan seiring dengan adanya dukungan dari suami serta rekan dekat Sofa. Pada akhirnya Sofa bersedia menjalankan peran-peran tersebut. Di Suara ‘Aisyiyah bahkan banyak Ibu-Ibu yang berharap kepada Sofa untuk mengelola majalah tersebut. Meskipun Sofa sudah mengatakan sejak awal bahwa ia hanya bisa mengalokasikan waktu dan tenaga sekian untuk Majalah SA dan ternyata hal tersebut masih tetap diterima sehingga Sofa merasa dihargai. Begitu pula di BPH PUTM. Sebagian besar anggota BPH PUTM adalah orang-orang yang secara usai sudah tidak muda lagi. Kehadiran Sofa menjadi salah satu dari mereka diharapkan menjadi bentuk kaderisasi.
Fiya Ma’arifa Ulya
“Intinya saya merasa dihargai aja. Kalau dengan IbuIbu ‘Aisyiah saya merasa IbuIbu ‘Aisyiyah itu banyak sekali berharap majunya Suara ‘Aisiyah kepada saya. Nah itu saya yang sedih karena saya hanya bisa memberikan tenaga dan pikiran dan waktu yang sangat terbatas.”(N2.S/W2.423-429)
“Jangan mundur Bu tapi dilihat aja posisi kita, se benarnya posisi kita ini memberikan e..hanya sebagai kader, ketika kan orangorang semua bph itu sudah tua tua sekali. Mereka nanti fungsinya sudah menurun, kita yang diminta maju. Jadi sampaikan aja ke Pak Fahmi bahwa hanya bisa sampai segini.”(N2.S/W2.219-226)
5) Dukungan Orang Terdekat
Berkaitan dengan aspek kedekatan, Sofa memiliki relasi yang sangat dekat terutama dengan keluarga sendiri serta dengan rekan kerja yang sudah dianggap sebagai kakak ataupun rekan kerja paling dekat karena sama-sama menjabat di dua tempat yang sama. Kedekatan yang di- maksud ini dirasakan Sofa supaya ia merasa aman dan nyaman dalam menjalankan peran.
Suami merupakan orang yang paling dekat dengan Sofa. Mereka selalu terhubung dan saling berkirim kabar mengenai aktivitas yang sedang masing-masing kerjakan. Suami sering berkirim foto kepada Sofa, sementara Sofa lebih sering hanya mendeskripsikan aktivitasnya melalui tulisan. Keterhubungan dalam komunikasi dilakukan oleh Sofa agar ia merasa aman dan nyaman dalam menjalankan peran di luar rumah.
“Gini ya kita harus selalu komunikasi ya, sedang apa ini, udah sarapan belum, gitu aja yang kecilkecil, kalau
Dinamika Dukungan Keluarga pada Pemimpin Perempuan
sama anak saya udah sholat belum semuanya ada di grup jadi memang semakin tahu aktivitas yang dilakukan.” (N2.S/W2.449-454)
Selain suami, anak-anak juga sering bercerita kepada Sofa atau Sofa sendiri yang memancing anaknya untuk bercerita. Saat sedang ada kesempatan berkumpul bersama di rumah, suami tidak ke luar kota, kegiatan keluarga diisi dengan diskusi. Apabila bertepatan dengan hari libur/ weekend Sofa sekeluarga jalan-jalan. Hampir setiap momen jalan-jalan Sofa selalu mengajak anak, tidak hanya berdua dengan suami kemudian anak ditinggal, kecuali memang murni urusan penelitian ke luar kota/ luar negeri maka mau tidak mau anak-anak harus ditinggal.
“Iya, kalau nggak dipancing, dipancing tadi ngapain, makan apa, temannya gimana, kalau.. apa..” (N2.S/ W2.465-466)
“Jalanjalan tapi anaknya diajak. Kan kadang ada sih Ibunya sibuk, anaknya tinggal..anaknya tinggal. Selalu dibawa, yang kecil tuh selalu dibawa, mungkin Avra dulu waktu kecil juga ikut dibawa karena sekarang udah besar.”(SO3.U/W1.321-326)
Kedekatan Sofa dengan suami dan anak-naknya juga tampak di facebook Sofa. Sofa dan keluarga sering berfoto bersama dengan mengenakan baju yang kompak atau bahkan semuanya sama. Selanjutnya, Sofa juga memiliki kedekatan dengan orang-orang tertentu di kantor. Se- perti yang sudah diketahui oleh rekan kerja yang lain bahwasannya Sofa dan Bu Inayah kakak-adikan.
Fiya Ma’arifa Ulya
“Iya...he’e paling lebih kayak adikkakak gitu sama Bu Inayah gitu, terus dia jadi kalau ada masalah sama Bu Inayah masalah cuma masalah sepelesepele gitu dia, aku dicuekin sama Bu Inayah, yaudah Bu diemin dulu, haa kan cuma sepele kayak anak kecil deh (ketawa).”(SO4.F/ W1.1221-1234).
“Ya paling cuma itu tadi tapi ya nggak ini sih nggak lama, sehari dua hari udah. Nggak apaapa kayak kita sama teman, karena udah dekat juga kan mungkin. hehehe Bu Inayah bilang, itu adekku itu.”(SO4.F/ W1.1312-1318)
Selain dengan Bu Inayah, Sofa juga dekat dengan Pak Ustadzi karena sama-sama di BPH PUTM. Pak Ustadzi juga menjadi pihak yang memberi pertimbangan saat Sofa hendak ragu-ragu dan ada keinginan mengundurkan diri dari BPH PUTM.
“Saya juga hampir mundur aja gimana ya gitu? Per timbanganpertimbangan, temanteman disini juga kayak Pak Ustadzi, itu kan yang paling dekat sekarang ini Pak Ustadzi kan di Muhammadiyah, samasama BPH PUTM.”(N2.S/W2.209-214)
6) Dukungan Pemberian Penilaian
Berdasarkan hasil wawancara dengan Sofa dan signi icant others diketahui bahwa Sofa mendapatkan dukungan
berupa pemberian penilaian dari rekan-rekan di kantor melalui kontribusi yang selama ini sudah dilakukan oleh Sofa sebagai kaprodi. Menurut sekretaris prodi, Sofa dinilai bahwa ia berhasil meningkatkan tim building prodi, yang sebelumnya sempat terjadi ketidakharmonisan hubu- ngan. Oleh staf administrasi Sofa dinilai jika ia tertib
Dinamika Dukungan Keluarga pada Pemimpin Perempuan
administrasi serta tepat waktu jika diminta untuk meleng- kapi berkas-berkas tertentu. Oleh atasan Sofa dinilai bahwa Sofa adalah orang yang cenderung wellprepared sehingga Sofa akan benar-benar mempersipakan segala sesuatu yang dikerjakannya supaya berjalan dengan baik dan lancar. Selain itu, dalam kepemimpinannya, Sofa selalu mengutamakan musyawarah. Jika terdapat hal yang akan berakhir dengan keputusan, Sofa selalu melontarkan ke pada rekan kerjanya, Sofa mendengarkan pendapat- pendapat dari mereka kemudian baru membuat keputusan.
“Kalau saya untuk dari tahun 2015/2016 itu target saya kemarin itu tim building, jadi karena semua dosen dosen disini menjabat, sibuk bagaimana caranya biar sebagai tim itu kuat. Akhirnya saya membuat acara acara itu, dosennya semuanya ikut jadi alhamdulillah selama ini orang menilai sama saya, Pak Masrur mem beri penilaian, terus Pak Damami itu memberi penilaian, bahwa prestasi saya untuk periode ini adalah meningkatkan tim building. Sebelum saya ini sempat e..jalan sendirisendiri gitu. Itu tim building itu yang saya dengar dari beliau, Pak Masrur yang sekarang jadi sekprodi. Terus yang saya dengar mungkin ini baru terkorek ya, nah Bu Sulami sebagai staf saya, jurusan yang diatas dengan yang diatur beliau itu, itu apa namanya tertib administrasi.”(N2.S/W2.590- 609)
“Bu Inayah juga pernah mengatakan, saya tuh orangnya apa namanya well prepared kalau kata Bu Inayah selaku atasan saya, wakil dekan, kamu orangnya well prepared. Terus Pak Damami bisa membangun tim building, Pak Damami dan Pak Masrur itu. Kalau Pak Masrur kemarin bilangnya, e…tim building pertama, kedua
Fiya Ma’arifa Ulya
selalu mengutamakan musyawarah, kata Pak Masrur lho.”(N2.S/W2.629-638)
Selain adanya pemberian penilaian yang diberikan oleh rekan-rekan kepada Sofa, dalam hal kontribusi Sofa bagi prodi yang merupakan bagian dari prestasi Sofa yakni Sofa pernah mengundang orang-orang yang dikenal Sofa di Jepang dari University of Tokyo untuk mengisi kuliah umum prodi yang terkait dengan keberagamaan orang- orang Jepang. Selain itu, latar belakang narasumber yang dekat dengan dunia jurnalistik dan media membuat Sofa lebih banyak menaruh perhatian pada isu-isu keberagamaan yang ada di media. Hal ini ditunjukkan dengan adanya kuliah umum yang berhasil menghadirkan direktur Voice of America (VOA) Indonesia berkat jaringan Sofa.
“Jadi setelah itu baru 2016 ini dia juga ikut kontribusi ikut penelitian yang pernah didanai LP2M di Jepang terus e di prodi ada kegiatan kuliah umum gimana kalau dia manggil orangorang yang dia kenal di Jepang itu untuk ngisi di prodi gitu.”(SO4.F/W1.1060-1064)
“Ya karena kemarin itu banyak gambarangambaran dari VOA Indonesia, nah dia manggil itu direktur VOA Indonesia karena dia juga kenal sama orangnya Pak France, dipanggil kesini suruh ngisi. Jadi kita ngelaku kannya dengan skype dengan beliau di Amerika itu berkat koneksinya Bu Sofa juga kalau nggak mungkin kita nggak kenal itu.”(SO4.F/W1.1081-1087)
7) Dukungan yang Bermakna
Berkaitan dengan dukungan bermakna yang datang dari suami yakni Sofa merasa senang karena suami masih menga lokasikan waktu ditengah sama-sama sibuk bekerja
Dinamika Dukungan Keluarga pada Pemimpin Perempuan
dan sama-sama padat, tetapi suami masih memikirkan waktu untuk berdua dengan Sofa dan saling memberi sup- port. Apalagi ketika Sofa menyadari bahwa suami sedang sibuk, namun suami tetap menyempatkan hadir ke acara Sofa.
“Ya senang ya maksudnya ada alokasi waktu ditengah tengah samasama bekerja samasama padat, tapi tetap bisa memikirkan waktu berdua, memberikan support.” (N2.S/W2.103-106)
“Walaupun sesibuk apapun dia diluangkan waktu untuk datang acara keluarga di kampus ya. Pada temanteman saya semua akrab suami saya.”(N2.S/W1.436-441)
d. Alasan Pemberian Dukungan
Kebebasan Sofa dalam menjalankan berbagai peran di luar rumah tidak terlepas dari dukungan keluarga, teru- tama suami. Jika suami tidak memberikan izin, maka kiprah istri di luar rumah tidak akan pernah terwujud. Oleh sebab itu, alasan munculnya dukungan dari suami juga perlu diketahui selain mengetahui tentang bentuk- bentuk dukungan apa saja yang diberikan oleh suami mau- pun keluarga kepada istri.
Sofa mendapatkan dukungan dari suami untuk men- jalankan berbagai peran publik didasari atas empat alasan. Pertama adalah sudah adanya komitmen antara narasumber dan suami sejak sebelum menikah mengenai peran masing- masing. Narasumber dan suami sudah khatam berdiskusi tentang peran perempuan di rumah.
Fiya Ma’arifa Ulya
“Jadi waktu kami mau menikah itu kami menyamakan banyak persepsi, banyak hal, bagaimana tentang peran perempuan di rumah,kita udah diskusi habis itu.” (N2.S/W2.724-727)
Alasan yang kedua yakni persepsi Sofa bahwa suaminya sadar jika setiap orang berhak untuk mengembangkan potensi nya, dan sepanjang apa yang dilakukan oleh Sofa ber manfaat, suami senang. Selama ini tidak ada kendala- kendala yang dirasakan oleh Sofa dalam menjalankan perannya di luar rumah.
“Karena dia kan tahu bahwa manusia itu harus me ngem bangkan potensinya dan sepanjang yang saya laku kan bermanfaat jadi dia senang gitu. Nggak ada kendalakendala gitu saya.” (N2.S/W2.761-764)
Menurut Sofa, suami cenderung menyukai perempuan yang aktif dan energik. Suami Sofa adalah orang yang sangat sosial, mengerti tentang perjuangan karena latar bela kang Ibu mertua Sofa yang juga aktif di ‘Aisyiyah.
“Dia memang suka perempuan aktif dia suka, perempuan aktif, energik itu dia suka. Jadi apa namanya lagi pula dia orang yang sangat sosial ngerti perjuangan, karena ibunya juga ‘Aisyiyah.”(N2.S/W2.719-722)
Latar belakang suami yang juga memiliki pengalaman aktif di LSM Rifka Annisa, suami Sofa adalah laki-laki pertama di LSM tersebut. Selain itu, tesis suami juga tidak jauh-jauh dari perempuan serta pernah menjabat sebagai sekretaris PWS UGM. Berangkat dari latar belakang ter- sebut, suami menjadi sadar gender. Sofa bahkan mengakui jika ia semakin mantap menikah dengan suaminya karena
Dinamika Dukungan Keluarga pada Pemimpin Perempuan
suami sadar gender, satu garis perjuangan karena sama- sama berlatar belakang keluarga Muhammadiyah, serta seluruh keluarga suami juga pendidik. Sofa bersyukur dengan kondisi tersebut. Hal yang paling disyukuri oleh Sofa yakni karena suami berangkat dari LSM Rifka Annisa. Oleh karena itu, tidak ada halangan berarti bagi Sofa untuk berkembang sepanjang apa yang dilakukan Sofa memiliki tujuan yang jelas.
“Suami saya itu orangnya sadar gender Mbak. Dulu dia lakilaki pertama di Rifka Anisa.”(N2.S/W2.715-716)
“Terus yang kedua, tesisnya juga tentang perempuan, sampai sekarang dia masih punya, Sekretaris PSW UGM juga pernah dia.”(N2.S/W2.749-752)
“Dan kebetulan itu yang saya syukuri, menemukan orang yang satu garis perjuangan ya, dia Muhammadiyah kemudian...paham gender itu kan luar biasa ya. Artinya tidak semua orang mendapat anugerah suami suami seperti itu, yang terkungkung dengan itu dengan bias gender itu suami saya ahamdulillah, saya mantepnya juga disitu, dari keluarga Muhammadiyah, ayah ibunya aktivis, e apa namanya cabang Muhammadiyah, terus seluruh keluarganya pendidik, dia anak ke dela pan.”(N2.S/W2.727-738)
e. Dinamika Dukungan Keluarga
Dukungan yang diberikan kepada Sofa pada akhirnya membuat Sofa merasa nyaman dalam menjalankan peran- nya di luar rumah sebagai ketua program studi. Menurut Sofa, kenyamanan tersebut dapat meningkatkan spirit kerja bahkan berdampak pada keharmonisan keluarga.
Fiya Ma’arifa Ulya
“Jadi tenang ya Mbak ya kan e...itu kan semua pengaruh ke kondisi psikologis sampai dengan harihari biasa. Misalnya kalau ada masalah atau salah paham dengan suami itu aja udah seharian low bat gitu, sampai kemu dian mungkin ketemu menjelaskan apa yang terjadi dengan kepala dingin persoalan clear yaudah jadi enak lagi di hati. Jadi, kalau misalnya keharmonisan itu ter jaga ya otomatis spirit kerja meningkat tapi kalau apa namanya nggak harmonis, keluarganya nggak harmonis saya yakin performa kerja juga akan berkurang.”(N2.S/ W2.86-101)
Sofa memposisikan suami sebagai partner, sehingga Sofa dan suami bekerjasama untuk menjalankan tugas, terutama tugas di rumah tangga. Selain itu, dengan kesi- bukan masing-masing, Sofa menjadi tidak selalu ber- gantung dengan suami. Sofa menjadi sosok wanita yang mandiri dan multitasking.
Sofa merasa bertanggungjawab pada dua hal yakni urusan kantor dan urusan anak di rumah. Menurut Sofa, dalam kepemimpin perempuan harus ada yang dikor ban- kan supaya semua peran dapat berjalan dengan baik.
“T erus perasaannya gimana ya..ya saya harus ber tanggung jawab di dua hal karena yang di Magelang itu tidak bisa diwakilkan karena itu harus kaprodinya yang pegang selama ini berkas akreditasi saya betul betul tidak bisa diwakilkan. Semua disini juga pernah wakilkan kan nggak terbukti lepas jadinya harus jalan duaduanya solusinya ya harus mengeluarkan uang untuk itu.” (N2.S/W2.53-62)
Relasi Sofa dan suami dibentengi oleh kunci-kunci untuk merawat keharmonisan keluarga. Kunci-kunci ter-
Dinamika Dukungan Keluarga pada Pemimpin Perempuan
sebut diajarkan oleh Ibu kandung Sofa sendiri dan menjadi resep turun temurun. Kunci-kunci tersebut adalah “ Guci Lengo Kayu Gapuk”. Guci yaitu bahwa setiap pasangan harus lugu dan suci. Lugu artinya tidak ada yang ditutup- tutupi, dengan pasangan harus saling terbuka. Suci yakni tidak boleh memilih untuk melakukan hal-hal yang tidak baik atau menjaga kesucian/ marwah keluarga. Kayu yaitu kalau ada orang yang teko (datang) salah satu harus ngguyu (tersenyum/tertawa) tidak boleh diam atau langsung komplain. Lengo yaitu kalau ada yang menteleng (marah), salah satu harus lungo (pergi). Serta, Gapuk yaitu apabila pasangan memiliki kelegaan, misalnya prestasi atau hal yang menggembirakan lainnya, maka pasangannya harus puk (memberi apresiasi) atau saling mensupport.
“Kuncikunci lah yang sering disampaikan Ibu saya di pengajianpengajian. Itu selalu…saya lupa suami mengingatkan lalu, hayo pesan dari Ibu jangan lupa ya.. suami saya lupa, saya mengingatkan. Itu kuncinya itu Guci lengo kayu gapuk.” (N2.S/W1.494-500)
f. Permasalahan yang Dihadapi
Berdasarkan hasil wawancara pada Sofa dan signiicant others dapat diketahui bahwa permasalahan yang dihadapi
oleh Sofa terbagi atas permasalahan internal, eksternal, afeksi dan kognisi. Sofa mengatakan bahwa tantangan men jadi pemimpin perempuan yang sudah berkeluarga adalah saat dihadapkan pada banyak pilihan. Ada kepen- tingan keluarga, organisasi, dan juga kampus. Maka, Sofa harus bisa mempertimbangkan skala prioritas. Mana bagi- an yang apabila tidak diikuti olehnya bisa fatal dan mana yang tidak.
Fiya Ma’arifa Ulya
“Tantangannya kalau ya kita dihadapkan pada pilihan pilihan ya. Ada kepentingankepentingan keluarga, ada kepentingankepentingan organisasi,kepentingankepen tingan di kampus ini pas bareng semua gitu pas bareng semua ya akhirnya kita harus memilih mana yang kita nggak ikuti dan fatal akibatnya kalau kita nggak ikut mana yang nggak gitu.”(N2.S/W1.309-317)
Permasalahan internal yang dihadapi oleh Sofa yaitu ia tidak diizinkan suami untuk acara di malam hari. Sofa diberi izin untuk melakukan banyak aktivitas, namun tidak boleh sampai malam hari karena malam hari waktu untuk menemani anak-anak belajar di rumah. Meskipun demi kian, pada situasi tertentu yang mengharuskan Sofa keluar acara di malam hari dan di luar kota, Sofa tetap menyempatkan diri untuk pulang setelah acara di waktu tersebut selesai.
“Ya mungkin ceritanya gini, bapak apa tuh kalau saya keluar malam, acara malam itu nggak boleh. Mungkin batasainnya disitu, boleh aktif di..kerja di luar nggak apaapa, asal jangan pulang malam. Mungkin karena udah malam juga ya untuk anakanak kan, kalau keluar malam saya susah Mbak, nggak dibolehin.” (SO3.U/ W1.436-444)
Di sisi lain, suami Sofa sering bertugas ke luar kota, sehingga apabila Sofa atau suami tidak di rumah, tidak ada yang mengurus anak. Hal ini juga menjadi tantangan ter- sendiri bagi dirinya. Suami yang sering bertugas ke luar kota, membuat Sofa harus bisa melakukan banyak peran yang biasanya peran tersebut dilakukan oleh suami. Saat suami pergi Sofa harus mengambil alih peran tersebut.
Dinamika Dukungan Keluarga pada Pemimpin Perempuan
Demikian juga jika Sofa membutuhkan sosok suami untuk mengantar berkegiatan, suami tidak selalu bisa melakukan karena kesibukan yang berbeda. Seperti yang terlihat saat peneliti datang ke rumah Sofa. Saat itu aliran listrik padam dan air PDAM mati, Sofa kemudian berusaha untuk menyalakan genset dan memutar kran air sumur yang sangat keras. Dihadapkan dengn kondisi tersebut, Sofa mau tidak mau harus menyalakan genset maupun memutar kran air sumur yang sangat keras, jika pekerjaan tersebut dilakukan oleh perempuan. Beruntung, Sofa berada diantara orang- orang yang peduli dan mau membantu. Pekerjaan tersebut akhirnya mendapat bantuan dari mahasiswa yang tinggal di rumah serta peneliti.
“Akhirnya narasumber ke tempat genset dan berusaha menyalakan genset. Ada Mbak yang membantu di rumah narasumber membantu menyalakan genset, disusul dengan anak kedua yang beranjak dari belajar nya, kemudian peneliti mengikuti ke tempat genset, narasumber berkata kepada peneliti bahwa sebagai perempuan itu harus bisa melakukan apa saja. Ter lebih lagi saat suami sedang tidak berada di rumah. Memang pada saat itu, suami narasumber sedang melaku kan penelitin di Pontianak. Menurut penuturan narasumber, suami narasumber sudah menyiapkan segala yang dibutuhkan di rumah tersebut. Seperti ada genset untuk berjagajaga saat mati listrik, kran sumur yang tinggal di putar ketika air PDAM mati. Semua hal yang ada di rumah sudah dipersiapkan dengan baik oleh suaminya ketika membangun rumah dulu, karena suami sering pergi ke luar kota. Bahkan ketika itu juga air PDAM mati, akhirnya narasumber berniat menyala kan kran sumur, tapi karena sulit akhirnya
Fiya Ma’arifa Ulya
peneliti menawarkan diri untuk membantu dan peneliti bisa melakukannya.”(N2.S/OB-5.94-120)
Intensitas suami Sofa yang sering pergi ke luar kota membuat suami tidak bisa mem backup tugas-tugas yang ada di rumah, sehingga Sofa membutuhkan orang lain untuk membantu mengerjakannya. Seperti ada mahasiswa yang tinggal di rumah Sofa untuk membantu mengerjakan peker jaan rumah serta tukang kebun yang datang setiap sore hari untuk membersihkan halaman depan dan bela- kang. Demikian juga Sofa dan suami mengandalkan tukang untuk membenarkan kerusakan yang ada di rumah. Jika tukang andalan masih banyak pekerjaan di tempat lain, maka Sofa dan suami menunggu giliran tukang ter- sebut untuk datang. Dalam hal yang lain adalah suami tidak selalu bisa menemani anak-anak belajar di rumah, meskipun saat berada di rumah, suami dan anak-anak sering berdiskusi. Namun, keberadaan suami yang tidak selalu berada di rumah tidak jarang membuat anak-anak kangen dengan ayahnya. Hal ini lah yang juga harus bisa di handle oleh Sofa.
“Mama tuh Ibu yang baik gitu terus e...semacam multi talenta gitu sama e apa ya sering nulisnulis gitu kan e..sama bisa jadi kayak wakil pemimpin juga karena kan Papa kalau di luar kota kan semua yang handle itu Mama. Mama tuh gimana ya .. apa ya (ketawa) baik terus kan kalau jemputjemput gitu juga Mama, bisa bolakbalik rumah bisa ke kampus juga terus bisa ke sekolahnya adek, bisa ke rumah Eyang bisa kemana juga. Jadi sehari bisa kadang enam kali, kadang ke sekolah juga kadang kemana gitu.”(SO5.A/W1.11-23)
Dinamika Dukungan Keluarga pada Pemimpin Perempuan
Selain tantangan yang harus Sofa hadapi terkait dengan peran di rumah, Sofa juga dihadapkan dengan triple peran yang dijalankan di luar rumah. Sebagai ka- prodi, narasumber harus stand by di kampus setiap hari Senin sampai Jum’at dari pukul 07.00 pagi hingga pukul
16.00 Wib sore. Sebagai pemimpin redaksi majalah Suara ‘Aisyiyah yang terbit setiap bulan, Sofa memiliki agenda rapat rutin redaksi setiap hari sabtu sore di kantor Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah. Sebagai BPH PUTM, Sofa memiliki tanggungjawab untuk mengajar di PUTM serta rapat-rapat terkait. Apalagi jika terdapat aktivitas tambahan yang bersifat tentatif seperti menjadi pembicara, ada acara keluarga, pergi ke pernikahan, dan sebagainya. Untuk menjalankan kesemuanya, Sofa harus berkorban lebih dalam hal biaya, tenaga, dan juga waktu. Secara geograis, jarak dari rumah narasumber ke kantor/ PP ‘Aisyiyah/ PUTM juga relatif tidak dekat.
“Jadinya harus jalan duaduanya solusinya ya harus mengeluarkan uang untuk itu. Walaupun akhirnya kemudian impas dari apa yang saya e..apa uang lelah yang di Magelang dengan transportasi akhirnya impas. Kalau mau ikutan rombongan kantor kan sebetulnya datang sama pergi aja nggak ngeluarin biaya lagi tapi karena saya malam harus pulang ya akhirnya harus ngeluarkan biaya.”(N2.S/W2.61-71)
Prioritas Sofa yang saat ini masih mengutamakan di jabatan sebagai kaprodi sebenarnya dirasakan berat oleh- nya. Menjadi dosen dan menjabat sebagai kaprodi me- miliki tanggungjawab yang semakin besar.
Fiya Ma’arifa Ulya
“Jadi seorang dosen itu juga berat, beda dengan karya wan. Karyawan masuk jam 7 pulang jam 4, pulang ke rumah dia nggak mikir. Udah keluarga full enaknya kan itu, kalau dosen apalagi yang berprofesi sebagai kajur itu banyak banget. Belum di, dia juga harus masuk sesuai karyawan jam 7 sampai jam 4 kalau jadi kajur, menjabat kan gitu. Terus di dalam kajur itu ada kegiatankegiatan yang harus dilakukan dalam satu tahun. Satu tahun dari januari sampai desember itu kegiatan apa aja itu yang bisa dikerjakan gitu. Habis itu, belum ngajar, ngajar itu kan juga apa banyak ya yang di apalagi kalau dosen tetap itu kan sks ngajarnya sampai dua puluhan itu ada ya. Terus dia juga nyampe rumah dia harus mikirin anak, dia juga harus mikir bahan untuk dia ngajar besok.”(SO4.F/W1.425-443)
Belum lagi, perasaan Sofa bahwa ia sudah tidak bisa mem percayakan urusan anak pada orang lain. Apalagi dalam kondisi anak yang harus rutin minum obat dengan waktu yang sudah ditentukan dan tidak boleh meleset. Oleh karena Sofa pernah memiliki pengalaman mempercayakan urusan anak kepada orang lain karena ia dan suami pergi haji. Hasilnya, anak tidak sembuh dari sakit lek yang diderita nya karena ada satu ketika di mana obat habis dan tidak dibelikan lagi, sehingga anak Sofa harus menjalani pengobatan dari awal lagi. Sejak saat itu, Sofa sudah tidak lagi mempercayakan urusan anak kepada orang lain.
“ Waktu haji..iya, lha kan bukan Ibu sendiri ya Bu dhe nya ya. Jadi waktu obat habis pernah ada yang nggak dibeliin gitu. Nah itu lepas, terus perasaannya gimana ya..ya saya harus bertanggung jawab di dua hal karena yang di Magelang itu tidak bisa diwakilkan karena itu harus kaprodinya yang pegang selama ini berkas
Dinamika Dukungan Keluarga pada Pemimpin Perempuan
akreditasi saya betulbetul tidak bisa diwakilkan. Semua disini juga pernah wakilkan kan nggak terbukti, lepas.” (N2.S/W2.49-60)
Selain itu, Sofa adalah orang yang cenderung per- feksionis. Sofa cenderung mudah untuk stres karena me- mikirkan segala sesuatu supaya semuanya berjalan dengan baik sesuai dengan keinginan dan perencanaan.
“Udah hapal..jadi makanya udah disana ya nggak cuma bahas kerjaan kadang ya curhat kadang ya, aduh it ini ini capek gitu, ya bu istirahat dulu, mengeluh aduh saya pusing, kadang saya juga pas lagi pusing itu, udah kamu ini aja it tinggal istirahat aja.” (SO4.F/W1.1025- 1032)
“Kadang dia juga sempat ngajar yang setengah 3. Sete ngah 3 itukan sampai jam 4, nanti dia juga mikir, anaknya ada disini posisinya saya juga mau balik. Nah dia juga mikirin itu, dia memang memikirkan sesuatu, semua sesuatu sih dia pikirkan gitu. Gimana caranya biar bisa berjalan dengan lancar gitu.”(SO4.F/ W1.661-668)
g. Dampak Dukungan Keluarga terhadap Kepemimpinan Sofa
Sofa mendapatkan dukungan dari keluarga dalam menjalankan peran, terutama berasal dari suami dan anak- anak. Hasil dari adanya dukungan tersebut, Sofa merasa sejahtera secara psikologis yakni tenang dalam menjalankan peran di luar rumah sebagai pemimpin perempuan. Me- nurut Sofa keadaan keluarga sangat berpengaruh pada ke kondisi psikologis dan spirit kerja ( performance). Jika keharmonisan keluarga terjaga maka spirit kerja meningkat.
Fiya Ma’arifa Ulya
Sementara, jika keluarga tidak harmonis maka performa kerja berkurang. Sofa pernah memiliki pengalaman yaitu sedang ada sedikit kesalahapahaman dengan suami dan selama seharian Sofa hanya memikirkan hal tersebut. Akhirnya, tidak bisa konsentrasi dalam menjalankan peran di kantor.
“Jadi tenang ya Mbak ya kan e...itu kan semua pengaruh ke kondisi psikologis sampai dengan harihari biasa. Misalnya kalau ada masalah atau salah paham dengan suami itu aja udah seharian low bat gitu, sampai kemudian mungkin ketemu menjelaskan apa yang ter jadi dengan kepala dingin persoalan clear yaudah jadi enak lagi di hati. Jadi, kalau misalnya keharmonisan itu terjaga ya otomatis spirit kerja meningkat tapi kalau apa namanya nggak harmonis, keluarganya nggak harmonis saya yakin performa kerja juga akan berkurang.”(N2.S/ W2.86-101)
Upaya Sofa untuk menjaga keberlangsungan peran di kantor dan urusan rumah, juga mengarah pada kepe- mimpinan efektif.