Film Coklat Stroberi

Film Coklat Stroberi

Film ini menceritakan dua mahasiswi, Key dan Citra, yang tinggal bersama di satu rumah di kawasan mewah Jakarta. Karena kesusahan membayar biaya sewa, pemiliknya memaksa menambahkan dua penghuni laki-laki lainnya, Nesta dan Aldi. Key dan Citra, meskipun cantik, untuk alasan yang tak terjelaskan, sangat tidak beruntung dalam cinta dan mereka takut akan menjadi perawan tua. Mereka langsung jatuh cinta pada teman kos mereka. Tanpa diketahui mereka, kedua lelaki muda tersebut

12 Ini berlawanan dengan fi lm 1998, Istana Kecantikan, yang dibuka dengan karakter utama dan temannya di klub malam gay (Murtagh 2006).

Jurnal Gandrung Vol.2 No.1 Juni 2011 55

Ben Murtagh

sebenarnya adalah sepasang kekasih, meskipun berbagai sinyal visual memastikan penonton mengerti rahasia tersebut. Jika Nesta mempunyai penampilan yang sangat maskulin dan straight-acting, Aldi feminin dan pemurung. Nesta menjelaskan pada Aldi—dan kepada penonton—teori mengenai Coklat Stroberi. 13 Pada dasarnya, stroberi sama dengan feminin dan gay, maka supaya tidak ketahuan, penting untuk berakting coklat—yaitu, berakting maskulin dan straight. Begitu pula cara-cara innocent untuk menunjukkan bahwa seseorang straight, seperti melakukan weight training, bermain PlayStation selama berjam- jam, dan tidak memasak. Nesta memutuskan akan menjadi samaran yang baik untuk menggoda dan akhirnya berpacaran dengan Key. Aldi menjadi makin cemburu melihat kekasihnya selama dua tahun ini memberi perhatian terlalu banyak pada Key.

Kemudian, Citra mulai menggoda Aldi, meskipun Aldi sama sekali tidak menggubris usaha-usahanya. Aldi memutuskan dia tidak mau berbohong lebih lama lagi, dan ketika orang tuanya datang untuk makan malam, dia membuka dirinya kepada mereka. Ayahnya terkena serangan asma, karena begitu shock dan jijik, dan ibunya bersama ayahnya meninggalkan Aldi, mendesak Aldi untuk kembali menjadi dirinya yang dulu. Klimaks meningkat ketika Citra dan Key datang saat kedua laki-laki tersebut berciuman. Tapi bukannya mengaku bahwa hubungannya dengan Citra adalah samaran, Nesta menyatakan bahwa dia sungguh mencintai Key. Nesta telah berubah menjadi coklat sejati (atau straight). Key awalnya menolak Nesta karena telah berbohong dengannya, tapi kembali padanya setelah mengelilingi malam Jakarta untuk menghentikannya sebelum Nesta meninggalkannya selamanya. Jadi, kita seperti memilik kesimpulan: Nesta berubah menjadi straight karena pesona Key yang cantik; Citra tetap sendirian karena ketidakpercayaannya pada lelaki; Aldi juga akan hidup sendirian sebagai seorang homoseksual yang menyedihkan tapi membuka diri. Namun, dalam adegan akhir, sebagaimana diharapkan dalam komedi romantis, setiap orang mendapatkan pasangan: Citra mendapatkan perhatian rocker keren di konser pop, dan kemudian Aldi muncul bergandengan tangan

13 Meskipun ada kesamaan nyata dengan judul fi lm gay Cuba Fresa y Chocolate (Strawberry dan Coklat, sutradara Tomás Gutiérrez Alea, 1994), yang mengacu pada pengamatan bahwa hanya laki-laki gay makan es krim strawberry—laki- laki straight akan memilih coklat—tim produksi baru menyadari keberadaan fi lm nominasi Oscar tersebut ketika mereka ikut dalam diskusi di Queer Film Festival 2007 (wawancara pribadi dengan Octaviand, 2008).

56 Jurnal Gandrung Vol.2 No.1 Juni 2011

Coklat Stroberi: Satu Roman Indonesia dalam Tiga Rasa dengan bos Citra, Dani. Kebetulan, Dani yang berpenampilan punk

dimainkan oleh Fauzie Baadila, salah satu aktor muda Indonesia yang paling laku, seseorang yang umumnya diasosiasikan dengan peran-peran yang jauh lebih macho.

Semuanya berakhir dengan baik. Pada empat kesempatan di mana saya menonton fi lm ini di bioskop di Bandung dan Surabaya, semua orang tampak meninggalkan bioskop dengan ceria. Banyak gay Indonesia yang saya ajak bicara berkata sangat menyukai fi lm ini. Namun bagaimanapun juga, aspek-aspek kunci dari plot ini mengesalkan sejumlah kritikus Web Indonesia dan aktivis gay (Sire-

gar 2007; Adjie 2007). Penonton fi lm di Q! Film Festival Jakarta 14 di bulan Agustus 2007 juga dilaporkan sedikit gusar (Adjie 2007). Re- spon banyak penonton muda dan mungkin laki-laki gay yang kurang terpolitisasi pasti adalah kenikmatan melihat penggambaran kehidu- pan muda mereka direpresentasikan di layar perak untuk pertama kalinya. Bahkan untuk yang telah melihat Arisan!, Coklat Stroberi tetap dianggap sebagai fi lm pertama dengan penggambaran kehidu- pan laki-laki usia mereka, daripada karakter-karakter yang lebih de- wasa di Arisan!. 15 Tapi untuk penonton yang lebih terpolitisasi, dan saya juga, saya menyarankan pada yang lebih familiar dengan rep- resentasi gay di fi lm Barat, fi lm ini sangat problematis sebagai hasil dari ketidakbenaran politisnya yang tampak.

Ketidakbenaran politis tentu saja tidak selalu merupakan suatu masalah. Tapi penulis skenarionya sendiri telah menyatakan

bahwa fi lm ini mempunya tujuan didaktis. 16 Situs KapanLagi me-

14 Q! Film Festival telah diselenggerakan setiap tahun di Jakarta sejak 2002. Saat ini diakui sebagai festival fi lm queer terbesar di Asia (lihat Maimunah 2008). 15 Berdasarkan pembicaraan informal dengan beberapa laki-laki gay muda di bulan Juni-Juli 2007 dan FGD dengan kelompok waria, gay, dan lesbian di Surabaya pada November dan Desember 2008. Dalam pengalaman saya, kebanyakan gay muda Indonesia, bahkan yang cukup tertarik pada fi lm, tidak pernah melihat, dan bahkan banyak yang tidak pernah mendengar Istana Kecantikan (1998) atau Kuldesak (1998).

16 Upi (sebelumnya dikenal sebagai Upi Avianto), penulis skenario, juga memproduksi fi lm tersebut. Sebelum memproduksi Coklat Stroberi, ia telah mengarahkan dua fi lm. 30 Hari Mencari Cinta (2004) adalah cerita dari tiga wanita muda putus asa mencoba untuk menemukan cinta setelah mereka dituduh lesbian karena mereka tampaknya tidak pernah berkencan. Kebetulan, salah satu pria muda yang awalnya tampaknya sebagai target yang baik ternyata gay. Dalam fi lm keduanya, Realita, Cinta dan Rock ‘n’ Roll (2006), selain ada pembacaan kemungkinan homoerotik antara dua karakter utama pria, kita juga disuguhi cerita bahwa salah satu dari dua tokoh sentral akhirnya berdamai dengan kenyataan bahwa ayahnya

Jurnal Gandrung Vol.2 No.1 Juni 2011 57

Ben Murtagh

laporkan Upi menyatakan bahwa ‘fi lmnya diinspirasi oleh Brokeback Mountain, yang juga menceritakan kehidupan dua laki-laki gay’. Lebih jauh dikatakan bahwa Upi mengekspresikan harapan bahwa fi lm ini dapat berguna sebagai sumber edukasi untuk anak-anak muda dan orang tuanya, dan membantu orang tua untuk lebih ter- buka pada anaknya dan menanyakan anak-anaknya ‘apakah kamu coklat, stroberi, atau coklat-stroberi?’ (KapanLagi 2007).

Sekalipun demikian, pembandingan dengan Brokeback Mountain sangat tidak tepat. Jika dalam fi lm Amerika itu dua koboi itu tetap setia pada cinta mereka pada satu sama lain meskipun di bawah tekanan keluarga dan masyarakat yang memaksa mereka berdua pada pernikahan yang tidak mereka kehendaki dan menutupi keberadaan dirinya, dalam fi lm Indonesia ini, perempuan cantik pertama yang datang untuk menggoda Nesta membuatnya menyadari bahwai hasrat homoseksualnya hanyalah sekedar fase homoseksual, dan sebenarnya dia adalah sepenuhnya laki-laki heteroseksual berdarah panas, satu peran yang dengan cepat dia adaptassi. Maka karakter Nesta mungkin paling baik dijelaskan sebagai laki- laki muda labil yang, meskipun intim dengan teman terbaiknya semenjak masa sekolahnya, kemudian memahami preferensinya sebagai heteroseksual begitu dia mempunyai kesempatan untuk mengeksplorasi perasaanya secara lebih intim dengan perempuan. Jelas, dan mengingat tujuan edukasi fi lm ini untuk baik orang tua maupun anak-anak muda, untuk banyak aktivis gay, representasi homoseksualitas sebagai sesuatu yang dapat ‘disembuhkan’ oleh perempuan yang tepat adalah mengecewakan, khususnya terutama karena ini bukanlah salah satu dari banyak representasi mengenai seksualitas gay anak muda di Indonesia. Walau mereka menghargai pembuat fi lmnya karena telah menantang batas dan keberanian dalam membuat fi lm ini, dapat dimengerti bahwa ada yang tidak puas dengan plot twist yang kurang membuat terobosan.

Perbandingan representasi visual pasangan heteroseksual dengan pasangan homoseksual dalam fi lm ini mencerahkan. Kita sering melihat Nesta dalam adegan yang panjang dan melekat dengan Key, di mana dia kerap berada dalam posisi sugestif dan menaklukkan secara seksual. Begitu juga, dia ditampakkan perhatian dan protektif, dengan intim meniup debu dari mata Key, sebagai contoh. Dalam satu adegan mencuci mobil yang erotis, Nesta membasahi dirinya dan Key

yang telah lama hilang adalah seorang transseksual.

58 Jurnal Gandrung Vol.2 No.1 Juni 2011

Coklat Stroberi: Satu Roman Indonesia dalam Tiga Rasa dengan air dari pipa, dengan wajah sumringah dan orgasmik. Selain

itu, Nesta dalam beberapa momen ditampakkan tanpa baju dengan batang tubuh mengkilap, meskipun ini biasanya ketika dia bertemu dengan Key—sebagai contoh, saat dia pergi ke kamar mandi di malam hari. Tapi, dengan kekasihnya Aldi, dia berpakaian lebih tertutup, termasuk ketika mereka berdua di atas ranjang bersama. Hanya dalam satu adegan Aldi ditampakkan setengah telanjang dengan Nesta, dan ini ketika Nesta mengkonfrontasi Aldi tentang mengapa dia memamerkan tubuhnya ke perempuan-perempuan itu. Ketika mereka akan berpelukan untuk berbaikan, mereka diinterupsi oleh kedatangan mendadak ibu kos dan adegan tersebut berubah menjadi satu komedi dengan Aldi sebagai bulanan. Ini tipikal pendekatan fi lm ini pada umumnya. Jika adegan intim heteroseksual diberi kesempatan untuk dibangun dan diperhatikan kamera, segala bentuk kedekatan atau intimasi antara dua laki-laki itu biasanya diinterupsi untuk efek komedi atau dramatis. Selain satu adegan di mana mereka berdua tidur bersama, satu-satunya saat lain kamera menyorot lebih lama kedua laki-laki itu adalah saat Nesta bergabung dengan Aldi yang duduk di tangga dan Nesta membicarakan kesulitan-kesulitan yang dialminya saat menyadari bahwa dia jatuh cinta pada Key. Kamera melakukan panning out ke long-distance shot adegan Nesta duduk dengan tangannya melingkari bahu Aldi. Namun, menurut narasi fi lmhya, ini bukan lagi sepasang gay, tapi lebih dua teman laki-laki yang mengikrarkan kesetiaan mereka pada satu sama lain sebagai teman, tidak lebih.

Kerisihan erotisme dan seksualitas (prudery) dalam penggambaran visual pasangan laki-laki ini tidak hanya ditemukan dalam fi lm Coklat Stroberi , dan tentu saja pembuat fi lm dibatasi oleh sensor dan penonton mereka. Dalam Arisan!, meskipun ciuman gay-nya banyak dibicarakan, kita tidak pernah melihat pasangan itu di ranjang atau tak berbaju. Paling jauh kita melihat kesan intimasi seksual adalah ketika keduanya berdiri bersama dari balik sofa—dengan berbusana lengkap, tentunya. Ini berlawanan dengan berbagai depiksi erotis heteroseksual yang sugestif dan dalam waktu yang lama. Memang, kedua fi lm ini memiliki penggambaran yang berlawanan dengan Nico dan kekasihnya Toni di Istana Kecantikan di saat mereka kepergok istri Nico. Meskipun tidak berciuman, keduanya sedang bermesraan di atas ranjang, dan jelas tidak mengenakan baju. Meskipun ketakutan terhadap sensor dan mungkin juga reaksi penonton dapat menjelaskan standar ganda dalam representasi interaksi gay dan straight, ambivalensi juga tampak di sini. Tim di belakang Coklat Stroberi, meskipun tulus

Jurnal Gandrung Vol.2 No.1 Juni 2011 59

Ben Murtagh

ingin mengafi rmasi isu cinta homoseksual di kalangan anak-anak muda di Indonesia, bagaimanapun juga menunjukkan tendensi untuk menggunakan prospek intimasi gay sebagai alat untuk mencapai efek dramatis yang lebih jauh, sementara adegan romantis konvensional dianggap sepenuhnya pantas untuk pasangan straight.

Bagian kunci dari fi lm ini menggambarkan ayah Aldi merespon pembukaan diri anaknya dengan mengalami serangan epilepsi. Meskipun untuk beberapa selera adegan ini mungkin tampak terlalu dramatis, dalam beberapa tontonan umum yang didatangi penulis, juga dalam kelompok diskusi terarah dengan partisipan gay, lesbian dan waria, respon para penonton Indonesia, yang umumnya sangat berisik di adegan lainnya, berubah menjadi keheningan yang tegang. Akibat dramatis Aldi mengenai hubungannya dengan kedua orang tuanya ditekankan ketika dia bertanya pada ibunya apakah ibunya dapat menerima apa yang baru saja dia ucapkan. Ibunya tidak bilang bahwa dia tidak bisa menerima, tapi lebih memintanya untuk mengubah pikirannya dan menarik kembali pernyataan dramatisnya mengenai seksualitasnya dan kembali ke normal seperti biasa—normal di sini adalah kata yang digunakan orang-orang Indonesia untuk heteroseksualitas. Kemudia dia mengikuti suaminya keluar dari rumah, dan seiring dengan berjalannya mobil itu menjauh, wajah ayahnya yang kesakitan dan berair mata melihat keluar dari mobil, dan Aldi tertinggal berdiri sendiri di depan pintu dengan air mata membasahi wajahnya. Kita tidak melihat orang tua Aldi di adegan lainnya dalam fi lm ini, dan kita dapat menyimpulkan bahwa dia harus berjuang tanpa mereka.

Pesan mengenai pembukaan diri dalam fi lm ini agak membingungkan. Di satu sisi, Aldi ditampakkan sebagai seseorang yang terlihat jauh lebih percaya diri setelah pembukaan dirinya, pada akhirnya dapat berpacaran dengan pasangan yang lebih pantas dan cocok. Di sisi lain, reaksi ayah Aldi, seperti mengancam kesehatannya, tampak memberi pesan kuat bahwa membuka diri sangatlah tidak disarankan, khususnya karena akhirnya tidak adanya perdamaian keluarga dalam fi lm ini. Dalam hal ini, implikasi dari fi lm ini tampak mirip dengan pandangan Nesta bahwa membuka diri tidaklah pantas dan hanya akan menyebabkan petaka. Ketika Aldi menjelaskan pada Nesta alasan-alasan kejujurannya pada orang tuanya, bahwa dia tidak mau berpura-pura lagi dan dia lelah soal hubungan mereka yang ditutup-tutupi, Nesta bertanya kepada Aldi apakah dia berpikir mereka dapat jalan-jalan ke mall, ke kampus, sambil gandengan tangan. Mengatai Aldi bahwa dia benar-benar gila, dia

60 Jurnal Gandrung Vol.2 No.1 Juni 2011

Coklat Stroberi: Satu Roman Indonesia dalam Tiga Rasa bertanya, ‘Lu pikir kita hidup di mana?’ Implisit dalam pertanyaan

itu, ‘di mana kau kira kita berada?’ adalah pandangan Nesta bahwa terbuka sebagai gay di Indonesia—dan bukannya lokasi lainnya— adalah mustahil. Di sini, tidak seperti bagian lain dalam fi lmnya, terlihat satu persepsi khusus mengenai perjuangan yang dihadapi laki-laki gay di Indonesia. Di mata Nesta, pernyataan publik

mengenai homoseksualitas di Indonesia adalah mustahil 17 , secara tidak langsung menyatakan bahwa hal itu hanya bisa menjadi sesuatu yang sementara dan rahasia, yang tak bisa dihindari akan dilanjutkan oleh hubungan heteroseksual yang dapat diterima umum dan secara sosial wajib. Ide ini begitu dominan dalam penjelasan Nesta atas putusnya hubungannya dengan Aldi sehingga mudah bagi kita untuk bersimpati dengan tuduhan Aldi bahwa Nesta berpacaran dengan Key karena dia merasa hanya hubungan heteroseksual yang mempunyai masa depan.

Menariknya, jelas dari focus group discussion mengenai fi lm ini dengan kelompok gay, mereka memahami pesannya sebagai peringatan bahayanya membuka diri kepada orang tua masing-masing, satu ketakutan yang mereka semua rasakan. Jadi, jika dilihat dari perspektif Barat abad ke-21, satu fi lm yang berharap dapat melibatkan isu seksualitas secara positif mungkin akan dicemooh karena penggambarannya atas pembukaan diri Aldi, bagi teman-teman bicara gay Indonesia saya, adegan ini, yang dilihat sebagai klimaks dramatis fi lm tersebut, umumnya dihargai untuk apa yang mereka anggap sebagai penggambaran jujur dan realistis mengenai apa yang akan terjadi jika seorang laki-laki muda membuka diri pada orang tuanya. Saat saya menyatakan bahwa beberapa laki-laki muda mungkin akan keder membuka diri pada orang tua mereka setelah melihat fi lm ini, tapi justru ini dilihat oleh para responden sebagai hal yang positif. Menurut mereka, membuka diri pada orang tua tidak saja tidak perlu, tapi juga tidak bijak.